Anda di halaman 1dari 14

Hardian et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal.

133-146

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL Fe2O3 DENGAN


MEMANFAATKAN BIOMATERIAL BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi)
SEBAGAI AGEN PENGKELAT UNTUK APLIKASI NANOFLUIDA

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF Fe2O3 NANOPARTICLES USING


Averrhoa bilimbi AS BIOMATERIAL CHELATING AGENT FOR NANOFLUIDS
APPLICATION

Arie Hardianab*, Alvi Aristia Ramadhianyb, Dani Gustaman Syarifc*, Senadi


Budimanb
a
Program Studi Kimia, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa No. 10, Bandung,
40132
b
Jurusan Kimia, FMIPA, Universtas Jenderal Achmad Yani, Jl. Terusan Jenderal
Sudirman, Cimahi 57126 telp. (022) 663375
c
Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan (PSTNT), Badan Tenaga Nuklir Nasional
(BATAN), Jl. Tamansari No. 71, Bandung 40132, Indonesia
* email: danigus@batan.go.id atau arie.hardian@gmail.com
DOI: 10.20961/alchemy.v13i2.4348
Received 26 January 2017, Accepted 30 May 2017, Published online 1 September 2017

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu kalsinasi terhadap


karakteristik nanopartikel α-Fe2O3 hasil proses sol-gel yang selanjutnya dijadikan sebagai
bahan dasar pembuatan nanofluida air-Fe2O3. Nanofluida merupakan campuran dari fluida
dasar seperti air dengan partikel padat yang berukuran 1 - 100 nm. Nanopartikel α-Fe2O3
telah berhasil disintesis dari mineral lokal Yarosit menggunakan metode sol gel dengan
memanfaatkan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai agen pengkelat pada
suhu kalsinasi 500 ºC, 600 ºC dan 700 ºC selama 5 jam. Berdasarkan hasil analisis X-Ray
Diffraction (XRD) pola difraksi yang terbentuk sesuai dengan data JCPDS No. 33-0664
untuk α-Fe2O3 dengan sistem kristal heksagonal dan menghasilkan ukuran kristalit
nanopartikel α-Fe2O3 pada suhu kalsinasi 500 ºC, 600 ºC dan 700 ºC sebesar 50 nm, 48 nm
dan 40 nm secara berturut-turut. Hasil analisis Surface Area Meter memperlihatkan bahwa
luas permukaan jenis nanopartikel α-Fe2O3 pada suhu kalsinasi 500 ºC, 600 ºC dan 700 ºC
sebesar 45,45 m2/g; 26,91 m2/g dan 17,51 m2/g, secara berturut-turut. Nanofluida air-Fe2O3
yang dibuat relatif stabil dengan nilai zeta potensial -39,60 mV; -46,37 mV dan -41,57 mV
berturut-turut untuk suhu kalsinasi 500 ºC, 600 ºC dan 700 ºC. Viskositas nanofluida air-
Fe2O3 lebih besar dari viskositas air. Critical Heat Flux (CHF) nanofluida air-Fe2O3 lebih
besar dari CHF air. Nilai CHF tertinggi diperoleh pada nanofluida dengan nanopartikel α-
Fe2O3 yang dikalsinasi pada suhu 600 ºC yakni dengan kenaikan CHF sebesar 34,99 %
dibandingkan dengan fluida dasar (air).

Kata kunci : agen pengkelat, belimbing wuluh, nanofluida, nanopartikel α-Fe2O3, sol-gel

133
Hardian et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 133-146

ABSTRACT

The aim of this work was to determine the effect of calcination temperature on the
characteristics of Fe2O3 nanoparticles (NPs) in sol-gel synthesis. The obtained Fe2O3 NPs
was then used as material for preparation of Fe2O3-water nanofluids. Nanofluids is a
mixture between basic fluid like water and 1 - 100 nm solid particles (nanoparticles).
Nanoparticles of Fe2O3 have been synthesized from the local mineral Jarosite using sol-gel
method by using starfruit (Averrhoa bilimbi) extracts as the chelating agent. The
calcination temperature was then varied from 500 ºC to 700 ºC for 5 hours. Based on the
X-Ray Diffraction (XRD) analysis, the diffraction pattern of obtained Fe2O3 was relevant
with the JCPDS data No. 33-0664 for α-Fe2O3 with hexagonal crystallite system. The
crystallite size (Scherrer’s Equation) of obtained α-Fe2O3 nanoparticles at calcination
temperatures of 500 ºC, 600 ºC and 700 ºC was 50 nm, 48 nm and 40 nm, respectively. The
Surface Area of Fe2O3 NPs at temperature of 500 ºC, 600 ºC and 700 ºC was
45.45 m2/g; 26.91 m2/g and 17.51 m2/g, respectively. Fe2O3-water nanofluids was relativly
stable with zeta potential of -39.60 mV; -46.37 mV and -41.57 mV, respectively for
500 ºC, 600 ºC and 700 ºC calcination temperature. The viscosity of Fe2O3-water
nanofluids was higher than the viscosity of water. The critical heat flux (CHF) value of
water-Fe2O3 nanofluids was higher than the CHF water. The highest CHF value for
nanofluids was obtained by using α-Fe2O3 nanoparticles with calcination temperature of
600 ºC which 34.99 % of increment compare to the base fluid (water).

Keywords: chelating agent, nanofluids, nanoparticles α-Fe2O3, sol-gel, starfruit.

PENDAHULUAN
Perpindahan panas merupakan salah satu proses yang penting dalam berbagai
industri. Dalam meningkatkan efisiensi peralatan perpindahan panas diperlukan sebuah
fluida pendingin. Namun fluida pendingin konvensional seperti air, etilen glikol, dan
minyak mesin, secara umum memiliki sifat-sifat perpindahan panas yang sangat rendah
dibandingkan dengan kebanyakan bahan padat (Permana et al., 2011). Salah satu upaya
untuk memperbaiki kemampuan perpindahan panas adalah dengan mengganti fluida
konvensional tersebut dengan menggunakan nanofluida yang merupakan pengembangan
dari nanoteknologi, mengingat nanofluida mengandung partikel berbahan padat yang
memiliki konduktivitas termal lebih tinggi daripada bahan cairan (Hu and Dong, 1998).
Nanofluida merupakan campuran fluida dasar dengan partikel yang berukuran
nanometer (1 - 100 nm) (Choi, 1995). Keuntungan dari nanofluida yaitu mempunyai
stabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan cairan yang mengandung partikel
berukuran mikro atau milli (Choi et al., 1992) dan konduktivitas termal lebih tinggi dari
cairan dasar penyusunnya (Xiang-Qi and Arun, 2008).
134
Hardian et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 133-146

Nanopartikel yang umum digunakan dalam nanofluida terbuat dari logam yang
secara kimia stabil, oksida logam, dan/atau karbon dalam berbagai bentuk (Ramadhan,
2012). Berikut beberapa contoh nanopartikel yang digunakan dalam nanofluida yaitu ZnO
(Samat and Nor, 2013); ZrO2 (Syarif and Prajitno, 2013); Al2O3 (Patel and Bartaria, 2014);
dan Fe3O4 (Syarif and Prajitno, 2015). Pada penelitian ini nanopartikel yang akan
digunakan adalah Fe2O3 mengingat mineral oksida besi banyak tersebar secara luas di
Indonesia dan sangat menarik untuk dimanfaatkan lebih lanjut sebagai material maju.
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai nanofluida yang
mengandung nanopartikel Fe2O3, seperti Colla et al. (2012) mengungkapkan bahwa
nanofluida yang dibuat dengan pH 6,1 tanpa menggunakan dispersan memiliki stabilitas
yang tinggi, konduktivitas termal dan viskositasnya pun meningkat pada konsentrasi 20%
berat. Aghayari et al. (2015) mengungkapkan bahwa penambahan nanopartikel Fe2O3
dengan konsentrasi 0,12 % berat dan 0,20 % berat pada nanofluida dapat meningkatkan
perpindahan panas dan Nusselt Number. Rainho et al. (2010) mengungkapkan bahwa
nanofluida yang dibuat dengan menambahkan surfaktan pada kolam didih, menunjukkan
penurunan koefisien perpindahan panas yang diikuti dengan peningkatan CHF. Dari
beberapa peneliti diatas, tidak memberikan data mengenai pH, potensial zeta, penambahan
dispersan dan tampilan secara visual kestabilan nanofluida tersebut.
Sintesis nanopartikel Fe2O3 dapat diperoleh dari berbagai metode. San et al. (2015)
mensintesis Fe2O3 melalui metode presipitasi dan menghasilkan ukuran kristal sebesar
49 nm. Bagheri et al. (2013) mensintesis nanopartikel Fe2O3 melalui metode sol gel
menggunakan gelatin sebagai agen polimerisasi dan menghasilkan ukuran partikel sekitar
30 - 40 nm. Dalam proses sintesis nanopartikel dengan metode sol gel diperlukan
penambahan agen pengkelat untuk mengontrol pertumubuhan partikel dan memperoleh
partikel dengan ukuran yang sangat kecil (nanopartikel) (Indriyani, 2015). Abrahamson et
al. (1994) mengungkapkan bahwa asam sitrat terbukti merupakan senyawa pengkelat yang
efektif terhadap logam Fe. Nanopartikel Fe2O3 dapat disintesis dengan agen pengkelat
biomaterial yang ramah lingkungan dan lebih ekonomis dengan memanfaatkan ekstrak
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) karena memiliki kandungan asam sitrat yang tinggi
yaitu sekitar 92,6 – 133,8 meq asam/100 g dari total padatan (Lathifah, 2008). Novanda
(2015) melaporkan bahwa penggunaan ekstrak belimbing wuluh memberikan ukuran

135
Hardian et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 133-146

partikel cerium oksida terdoping lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan asam sitrat
murni.
Pada penelitian ini akan dilakukan sintesis nanopartikel Fe2O3 dari mineral lokal
yang mengandung Fe2O3 bernama Yarosit dengan metode sol gel dengan memanfaatkan
ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai agen pengkelat. Proses sol gel
dipengaruhi oleh suhu kalsinasi, proses kalsinasi sebaiknya dilakukan pada suhu rendah.
Suhu kalsinasi juga merupakan variabel yang sangat berpengaruh terhadap ukuran partikel.
Oleh sebab itu dalam penelitian ini dilakukan variasi suhu kalsinasi pada berbagai suhu
yaitu 500 °C, 600 °C dan 700 °C untuk mengetahui suhu optimal nanopartikel Fe2O3.
Nanopartikel Fe2O3 yang terbentuk kemudian diuji karakteristiknya dengan menggunakan
X-Ray Difractometer dan Surface Area Meter yang selanjutnya digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan nanofluida air-Fe2O3. Nanofluida air-Fe2O3 dievaluasi dengan mengukur
pH, viskositas, potensial zeta dan Critical Heat Flux (CHF).

METODE PENELITIAN
Sintesis Nanopartikel Fe2O3
Sebanyak 30 g mineral lokal yang kaya akan Fe2O3 bernama Yarosit (PD Kerta
Pertambangan) dilarutkan dengan menggunakan larutan HCl 5 M (Merck) sambil
dipanaskan <90 ºC dan diaduk menggunakan magnetic stirrer, kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtrat yang dihasilkan
kemudian dicampurkan dengan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), diaduk
dengan menggunakan magnetic stirrer hingga homogen untuk membentuk sol kemudian
dilakukan pemanasan dalam tungku pada suhu 120 ºC hingga membentuk gel. Gel yang
terbentuk kemudian dikalsinasi pada suhu 500 ºC, 600 ºC dan 700 ºC selama 5 jam hingga
membentuk padatan. Padatan yang terbentuk kemudian dikarakterisasi menggunakan XRD
PANalytical dengan sinar Cu-Kα untuk mengamati struktur dan ukuran kristal. Surface
Area Meter (Quantachrome) digunakan untuk mengetahui luas permukaan serbuk.
Pembuatan Nanofluida Air-Fe2O3
Sebanyak 0,3 g nanopartikel Fe2O3 dicampurkan dengan 100 mL aquades
kemudian diaduk hingga homogen kurang lebih 30 menit. Suspensi kemudian
diultrasonikasi selama 2 jam agar nanopartikelnya terdispersi merata. Kestabilan suspensi
diamati selama 20 hari. Nanofluida air-Fe2O3 yang telah dibuat kemudian dikarakterisasi

136
Hardian et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 133-146

melalui uji viskositas, uji potensial zeta menggunakan zetasizer dari Malvren, dan uji
Critical Heat Fluks (CHF) menggunakan metode yang dijelaskan pada literatur
(Hiswankar and Kshirsagar, 2013).
Critical Heat Flux (CHF) atau fluks kalor kritis diukur dengan menggunakan
metode kawat halus yang dialiri arus sehingga kawat tersebut merupakan sumber kalor.
Seiring pemberian arus, fluks akan meningkat dan mengalami proses kondensasi pada
nanofluida disekitarnya. Kawat yang dikelilingi nanofluida akan putus dikarenakan panas
yang sudah tidak dapat disebarkan ke nanofluida. Skema metode kawat halus tersebut
diperlihatkan pada Gambar 1.

Sumber
Tegangan

Akuisisi Data
Kondensor
Pre-Heater
Thermocouple

Elektroda
Tembaga

Insulator Panas

Gambar 1. Skema alat ukur CHF (Hiswankar and Kshirsagar, 2013).

CHF nanofluida dibandingkan dengan CHF fluida dasar (air). Untuk mengetahui
seberapa besar peningkatan titik kritis panas pada nanofluida, hasil pengukuran CHF pada
Tabel 5 dihitung dengan menggunakan Persamaan (1) dan (2).

........................................................................................... (1)
q adalah panas/kalor yang dilepas (kW/m2), P adalah daya (W) dan A adalah luas
permukaan kawat (m2)

........................................ (2)

PEMBAHASAN
Sintesis Nanopartikel Fe2O3
Nanopartikel Fe2O3 telah berhasil disintesis dari mineral lokal Yarosit yang kaya
akan Fe2O3 melalui metode sol gel dengan memanfaatkan ekstrak belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi) dengan berbagai variasi suhu kalsinasi yaitu 500 ºC, 600 ºC dan 700 ºC
137
Hardian et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 133-146

selama 5 jam. Penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) ini berfungsi
sebagai agen pengkelat untuk memperoleh partikel dengan ukuran yang sangat kecil
(nanopartikel) (Indriyani, 2015). Metode sol gel dipilih karena metode ini hanya
memerlukan reagen yang sederhana dan temperatur yang relatif rendah untuk
menghasilkan nanopartikel dengan kemurnian tinggi dan ukuran nanopartikel yang baik
dibandingkan dengan metode sintesis nanopartikel yang lainnya (Bahadur et al., 2006;
Safee et al., 2009).
Sintesis dengan metode sol gel diawali dengan melarutkan sampel Yarosit dengan
larutan HCl 5 M hingga diperoleh larutan Fe3+ yang kemudian dicampurkan dengan
ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). Proses pencampuran tersebut dilakukan
dengan mengaduk menggunakan magnetic stirrer hingga membentuk sol (Gambar 2a).
Proses pengadukan tersebut bertujuan untuk meningkatkan frekuensi tumbukan antara
molekul asam sitrat dari ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) dengan ion Fe3+
sehingga dapat membentuk kompleks antara kation Fe3+ dengan pengkelatnya yaitu asam
sitrat. Selanjutnya campuran dipanaskan pada suhu 120 ºC yang menyebabkan proses
kondensasi untuk mengubah sol menjadi gel (Gambar 2b).

(a) (b)
Gambar 2. (a) Sol Fe2O3 dalam ekstrak belimbing wuluh dan (b) Gel Fe2O3 terbentuk
setelah mengalami kondensasi.

Gel yang terbentuk berwarna hitam dan kemudian dikalsinasi menggunakan


furnace dengan berbagai variasi suhu 500 ºC, 600 ºC dan 700 ºC selama 5 jam hinggga
membentuk serbuk Fe2O3. Proses kalsinasi dilakukan untuk mengeringkan gel agar menjadi
padatan dan zat-zat lain yang tidak diinginkan akan menguap. Pada tahap ini gel yang
merupakan kompleks kation Fe3+ dan asam sitrat akan dipanaskan sehingga asam sitrat
138
Hardian et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 133-146

terdekomposisi dan tersisa padatan Fe2O3 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3, begitu
pula asam lain yang terdapat dalam ekstrak tersebut akan terdekomposisi karena proses
pemanasan tersebut.

(a) (b) (c)

Gambar 3. Serbuk Fe2O3 setelah dikalsinasi berwarna merah.


Keterangan: Suhu kalsinasi: (a)500 ºC, (b)600 ºC dan (c)700 ºC.

Karakterisasi Nanopartikel Fe2O3


X-Ray Difraction (XRD)
Pola hasil X-Ray Difraction (XRD) nanopartikel Fe2O3 pada suhu 500 ºC, 600 ºC
dan 700 ºC selama 5 jam dengan menggunakan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi) sebagai agen pengkelat ditunjukkan pada Gambar 4. Berdasarkan data yang
diperoleh, terdapat kesesuaian antara kurva yang dihasilkan dengan pola difraksi standar
(JCPDS) No. 33-0664 untuk α-Fe2O3 dengan sistem kristal rhombohedral.

a
(104)

(110)
(012)

(113)

(024)
(116)

(214)
(122)

(300)

Gambar 4. Difraktogram XRD hasil sintesis nanopartikel α-Fe2O3 pada suhu kalsinasi:
(a)500 ºC, (b)600 ºC dan (c)700 ºC.
Keterangan : Zat pengotor organik
139
Hardian et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 133-146

Difraktogram XRD hasil sintesis nanopartikel α-Fe2O3 pada suhu kalsinasi 500 ºC,
600 ºC dan 700 ºC menunjukkan beberapa puncak pada sudut 2θ yang hampir sama yaitu
24,97º; 34,23º; 36,63º; 50,71º; dan 55,17º, yang mengindikasikan keberadaan kristal
α-Fe2O3 berstruktur rhombohedral. Nilai indeks Miller, (hkl) dari sudut-sudut tersebut
secara berturut-turut adalah (012), (104), (110), (024), dan (211).
Berdasarkan Gambar 4, pola difraksi sampel yang dikalsinasi pada suhu 500 ºC
terlihat memiliki pola difraksi tambahan di samping α-Fe2O3. Pola difraksi tambahan
tersebut diduga merupakan pengotor organik, mengingat intensitasnya berkurang seiring
meningkatnya suhu kalsinasi. Pengotor zat organik ini berasal dari penggunaan ekstrak
belimbing wuluh.
Pola difraksi yang dihasilkan juga dapat digunakan untuk menghitung ukuran
kristalit dengan menggunakan persamaan Scherrer sesuai dengan persamaan (3) (Abareshi
et al., 2010). Dengan menggunakan pola difraksi yang didapat dari persamaan Scherrer
akan dihasilkan ukuran kristalit sesuai dengan Tabel 1.

..................................................................................................... (3)

dimana yaitu ukuran kristalit (nm), yaitu faktor bentuk kristal umumnya 0,9,
panjang gelombang sinar X yang digunakan yakni 0,154056 nm untuk Cu Kα, yaitu Full
Width at Half Maximum (rad), dan sudut Bragg (°).
Tabel 1. Ukuran Kristalit Nanopartikel α-Fe2O3.
Nanopartikel Suhu Kalsinasi Ukuran Kristalit (nm)
500 ºC 50,27
α-Fe2O3 600 ºC 48,02
700 ºC 40,51

Surface Area
Nanopartikel α-Fe2O3 juga dikarakterisasi dengan alat Surface Area Meter
berdasarkan metode BET (Brunauer-Emmett-Teller) untuk mengetahui luas permukaan
yang aktif pada material. Luas permukaan sampel diukur dengan satuan m2/g. Tabel 2.
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu kalsinasi nanopartikel maka semakin besar luas
permukan jenisnya. Luas permukaan jenis yang besar akan menghasilkan ukuran partikel
yang sangat kecil (Mikrajuddin, 2010). Untuk menentukan ukuran partikel pada sampel
dapat dihitung menggunakan persamaan (2) (Mikrajuddin, 2010).

.......................................................................................... (2)
140
Hardian et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 133-146

D adalah ukuran partikel (nm), ρ adalah massa jenis sampel (g/cm3) dan S adalah luas
permukaan jenis (m2/gram).
Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Nanopartikel Fe2O3 menggunakan Surface Area Meter.
No. Nama Sampel Luas Permukaan Jenis (m2/g) Ukuran Partikel (nm)
1. α-Fe2O3 500 ºC 45,45 25,14
2. α-Fe2O3 600 ºC 26,91 42,47
3. α-Fe2O3 700 ºC 17,51 65,27

Preparasi Nanofluida Air-Fe2O3


Berdasarkan Tabel 3 nanofluida air-Fe2O3 dibuat dari nanopartikel α-Fe2O3 dengan
suhu kalsinasi 500 ºC, 600 ºC, dan 700 ºC dengan konsentrasi yang sama yaitu
0,3 g/100 mL dengan penambahan dispersan asam sitrat murni dan larutan NH4OH 10 %
hingga pH 10. Nanopartikel α-Fe2O3 pada nanofluida selanjutnya disebut nanofluida air-
Fe2O3. Nanofluida air-Fe2O3 di ultrasonikasi selama 2 jam agar nanopartikel α-Fe2O3
terdispersi merata dalam fluida dasar air dan membentuk suspensi yang stabil kemudian
didiamkan selama satu hari. Setelah satu hari sebagian partikel yang mengendap diambil
dan dihitung kembali konsentrasi akhirnya dan diamati suspensi yang terbentuk.

Tabel 3. Data hasil pembuatan nanofluida air-Fe2O3.


Suhu Kalsinasi Konsentrasi
No. Nama Sampel Nanopartikel pH
Fe2O3 (x10-2 g/mL)
1. NF 1 500 ºC 10,01 0,1072
2. NF 2 α-Fe2O3 600 ºC 10,00 0,0839
3. NF 3 700 ºC 10,02 0,0676

Gambar 5 (a) dan (b) menunjukkan tampilan visual nanofluida air-Fe2O3 pada
kondisi setelah 1 hari dan setelah diamati selama 27 hari.

(a) (b)
Gambar 5. (a) Nanofluida air-Fe2O3 setelah diamati 1 hari dan (b) Nanofluida air-Fe2O3
setelah diamati selama 27 hari.

141
Hardian et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 133-146

Berdasarkan pengamatan secara visual, nanofluida air-Fe2O3 pada sampel NF 3


mengalami pengendapan lebih cepat dibandingkan dengan nanofluida air-Fe2O3 pada
sampel NF 1 dan NF 2. Hal ini disebabkan oleh ukuran nanopartikel α-Fe2O3 pada sampel
NF 3 lebih besar, sehingga nanopartikelnya lebih sulit terdispersi dan mengakibatkan
nanopartikelnya lebih cepat mengendap.
Karakterisasi Nanofluida Air-Fe2O3
Potensial Zeta
Menurut Li and Tian (2007), nanopartikel dengan potensial zeta di atas ± 30 mV
telah menunjukkan kestabilan dan berperan sebagai muatan permukaan yang mencegah
agregasi partikel. Nilai zeta potensial ditunjukan pada Tabel 4.

Tabel 4. Data hasil pengukuran zeta potensial nanofluida air-Fe2O3.


No. Nama Sampel Zeta Potensial (mV)
1. NF 1 -39,60
2. NF 2 -46,37
3. NF 3 -41,57

Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa potensial zeta relatif besar dimiliki oleh
nanofluida air-Fe2O3 pada sampel NF 2 dibandingkan dengan nanofluida air-Fe2O3 pada
sampel NF 1 dan NF 3. Ketiga nanofluida air-Fe2O3 tersebut memiliki potensial zeta yang
tinggi di atas - 30 mV. Hal ini menunjukkan bahwa nanofluida tersebut stabil, tetapi yang
memiliki kestabilan paling tinggi adalah nanofluida air-Fe2O3 pada sampel NF 2.
Viskositas
Data viskositas (gambar 6) diukur pada rentang suhu antara 16,00 – 32,50 ºC
dengan pengukuran setiap kenaikan 0,5 ºC. Nilai viskositas nanofluida diharapkan lebih
tinggi dari fluida dasar (air) tetapi tidak terlalu tinggi karena akan menyebabkan nanofluida
sulit bergerak atau mengalir pada sistem kerja pendingin (Irham et al., 2012).
Grafik pada Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu maka semakin
rendah nilai viskositasnya dan begitupun sebaliknya, semakin rendah suhu maka nilai
viskositasnya akan semakin tinggi. Hal itu disebabkan karena pada saat suhu naik atau
meningkat atom-atom dalam fluida mengalami pergerakan secara bebas dan semakin
meningkatnya suhu, pergerakan atom akan semakin cepat. Sementara pada saat suhu
rendah pergerakan partikel melambat sehingga nilai viskositas akan semakin tinggi
(Rosiana, 2005).

142
Hardian et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 133-146

Berdasarkan Gambar 6 viskositas nanofluida lebih besar dibandingkan dengan


fluida dasarnya yakni air. Hal ini mengingat viskositas nanofluida air-Fe2O3 dipengaruhi
juga oleh konsentrasi, semakin tinggi konsentrasinya maka nanofluida tersebut akan
semakin kental (Sukardjo, 2003). Nanofluida air-Fe2O3 pada sampel NF 1 memiliki
kekentalan paling tinggi dibandingkan dengan sampel NF 2 dan NF 3, dengan demikian
konsentrasi nanopartikel dalam NF 1 lebih besar dibandingkan dengan NF 2 dan NF 3.

Gambar 6. Grafik Suhu (ºC) terhadap Viskositas (mPa.s) Aquades dan Nanofluida air-
Fe2O3.

Critical Heat Flux (CHF)


Berdasarkan Tabel 5. Bila dibandingkan dengan fluida dasar (air), nilai CHF
nanofluida air-Fe2O3 pada sampel NF 1, NF 2 dan NF 3 sedikit lebih besar dari air.
Nanofluida air-Fe2O3 pada sampel NF 2 memiliki nilai CHF paling tinggi dibandingkan
dengan sampel NF 1 dan NF 3 dan mengalami kenaikan nilai CHF lebih tinggi dibanding
air yaitu sebesar 34,99 %. Urutan kenaikan CHF sebanding dengan urutan nilai mutlak zeta
potensial yaitu NF2>NF3>NF1. Faktor yang menyebabkan kenaikan CHF tinggi yaitu
kestabilan nanofluida yang terlihat dari nilai zeta potensial. Adapun kaitan antara CHF
dengan konsentrasi maupun ukuran partikel tidak tampak jelas pada penelitian ini.

Tabel 5. Data hasil uji Critical Heat Flux (CHF).


No. Nama Sampel CHF (kW/m2) Kenaikan CHF (%)
1. Aquades 1000 0,00
2. NF 1 1165 16,51
3. NF 2 1365 34,99
4. NF 3 1214 21,42

143
Hardian et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 133-146

KESIMPULAN
Sintesis nanopartikel α-Fe2O3 dengan memanfaatkan ekstrak belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi) sebagai agen pengkelat berhasil dilakukan dan menghasilkan
nanopartikel dengan ukuran kristalit 40-50 nm, namun masih mengandung zat pengotor
organik. Sintesis nanopartikel α-Fe2O3 optimal pada suhu kalsinasi 600 °C, kristal α-Fe2O3
yang terbentuk memiliki sistem kristal rhombohedral dengan ukuran kristalit partikel
α-Fe2O3 sebesar 48 nm dan luas permukaan spesifik sebesar 26,91 m2/g. Nanofluida air-
Fe2O3 pada suhu kalsinasi 600 °C memiliki kestabilan paling tinggi berdasarkan
pengukuran potensial zeta sebesar -46,37 mV dan mengalami kenaikan CHF sebesar
34,99 %.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian ini didanai oleh Penelitian Hibah Penelitian Kompetitif Internal
Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI) tahun 2016. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Bpk. Yamin (PSTNT, BATAN) yang telah membantu selama proses
karakterisasi nanofluida.

DAFTAR PUSTAKA

Abareshi, M., Goharshadi, E. K., Zebarjad, S. M., Fadafan, H. K., and Youssefi, A., 2010.
Fabrication, characterization and measurement of thermal conductivity of Fe3O4
nanofluidss. Journal of Magnetism and Magnetic Materials 322, 3895-3901.
Abrahamson, H. B., Rezvani, A. B., and Brushmiller, J. G., 1994. Photochemical and
spectroscopic studies of complexes of iron (III) with citric acid and other
carboxylic acids. Inorganica Chimica Acta 226, 117-127.
Aghayari, R., Maddah, H., Baghbani, A.J., Mohammadiun, H., and Nikpanje, E., 2015. An
experimental investigation of heat transfer of Fe2O3/Water nanofluid in a double
pipe heat exchanger. International Journal of Nano Dimension 6(5), 517–524.
Bagheri, S., Chandrappa, K. G., and Sharifah, B. A. H., 2013. Generation of Hematite
Nanoparticles via Sol-Gel Method. Research Journal of Chemical Sciences 3(7),
62-68.
Bahadur, D., Rajakumar, S., and Kumar. A., 2006. Influence of fuel ratios on auto
combustion synthesis of barium ferrite nano particles. Journal of Chemical
Sciences 118(1), 15-21.
Choi, U. S., France, D. M., and Knodel, B. D., 1992. Impact of Advanced Fluids on Costs
of District Cooling Systems. Proc. 83rdAnn. Int. District Heating and Cooling

144
Hardian et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 133-146

Assoc. Conf., Danvers, MA, June 13-17, The Int. District Heating and Cooling
Assn., Washington, DC, pp. 343-359.
Choi, U. S., 1995. Enhancing Thermal Conductivity of Fluids with Nanoparticles,
Development and Applications of Non-Newtonian Flows. ASME Journal of Heat
Transfer 66, 99-105.
Colla, L., Fedelle, M., Scattolini, M., and Bobbo, S., 2012. Water-Based Fe2O3 Nanofluid
Characterization : Thermal Conductivity and Viscosity Measurements and
Correlation. Hindawi Publishing Corporation Advances in Mechanical Engineering
2012, 8.
Hu, Z. S. and Dong, J. X., 1998. Study on Antiwear and Reducing Friction Additive of
Nanometer Titanium Oxide. Wear 216(1), 92–96.
Hiswankar, S. C., and Kshirsagar, J. M., 2013. Determination of Critical Heat Flux in Pool
Boiling Using ZnO Nanofluids. International Journal of Engineering Research and
Technology 2(7), 2091-2095.
Indriyani, R., 2015. Sintesis Nanopartikel CdS Menggunakan Amilum Sebagai Capping
Agent Dengan Metode Sol-Gel. Skripsi. Program Studi Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahua Alam, Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Irham, M. F., Hamidi, N., and Wahyudi, S. 2012. Pengaruh Prosentase Nanopartikel
Dalam Media Pendingin Terhadap Laju Perpindahan Panas Pada Suhu Dinding
Konstan. Skripsi. Malang.
Lathifah, Q. A. 2008. Uji Efektivitas Ekstrak Kasar Senyawa Antibakteri pada Buah
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan Variasi Pelarut. Skripsi. Program
Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang. Malang.
Li, L. C. and Tian, Y., 2007. Zeta Potential Encyclopedia of Pharmaceutycal Technology.
New York : Marcel Dekker. pp. 429–458.
Mikrajuddin, A., 2010. Karakterisasi Nanomaterial. Bandung. CV. Rezeki Putera.
Novanda, T., 2015. Pengaruh penggunaan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)
dalam sintesis nanopartikel ceria terdoping neodimium 20 %. Skripsi. Program
Studi Kimia, Universitas Jenderal Achmad Yani. Cimahi.
Patel, H. K. and Bartaria, V. N., 2014. Review and Experimental Comparison of Al2O3 and
Water Mixture Based Nanofluid Thermal Conductivity as Heat. IPASJ
International Journal of Mechanical Engineering 2(9), 25–31.
Permana, A., Fauzan, A., and Christiand. 2011. Aplikasi Nanofluida pada Radiator.
Departemen Teknik Mesin, Universitas Indonesia. Depok.
Ramadhan, A. I., 2012. Analisis Perpindahan Panas Fluida Pendingin Nanofluida Di
Teras Reaktor Air Tekan (Pressurized Water Reactor) Dengan CFD Code. Tesis.
Universitas Pancasila. Jakarta.
Rainho, N. A., Heitich, L. V., Passos, J. C., Klein, A. N., Morastoni, B., and Pacheco, A.
L. P., 2010. Effect Of Pool Boiling Using Al2O3-Water And Fe2O3-Water A
Nanofluids O Heat Transfer. VI Congresso Nacional De Engenharia Mecânica. 18
a 21 de agosto de 2010 – Campina Grande – Paraíba - Brasil.
145
Hardian et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 2, Hal. 133-146

Rosiana, H., 2005. Analisis Viskositas Sukardjo. 2003. Rineka Cipta. Jakarta.
Safee, N. H. A., Abdullah., M. P., and Othman. M. R., 2009. Synthesis and
Characterization of Carbocymethyl Chitosan-Fe3O4 Nanoparticles. Prosiding
Seminar Kimia Bersama UKM-ITB VIII, 9-11 Juni 2009. pp : 474-479.
Samat A. N., and Nor, M. D. R., 2013. Sol – gel synthesis of zinc oxide nanoparticles
using Citrus aurantifolia extracts. Ceramics International 39, S545–S548.
San, F. P., Zulkifli, M., and Subaer, 2015. Sintesis dan Karakterisasi Struktur Mikro
Komposit Geopolimer Nanopartikel Fe2O3. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIX HFI
DIY & JATENG. pp. 174–177.
Sukardjo. 2003. Kimia Fisika. Rineka Cipta. Jakarta.
Syarif, G.D., and Prajitno, H.D., 2013. Characteristics of Water-ZrO2 Nanofluid Made
from Solgel Synthesized ZrO2 Nanoparticle Utilizing Local Zircon. Journal of
Materials Science and Engineering B 3(2), 124–129.
Syarif, G.D., and Prajitno, D.H., 2015. Synthesis and Characterization of Fe3O4
Nanoparticles and water-Fe3O4 Nanofluids. The 10th International Forum on
Strategic Technology. Universitas Gadjah Mada, Indonesia. pp. 342–346.
Xiang-Qi, W., and Arun S.M., 2008. A review on nanofluids : Theoritical and numerical
investigation. Brazilian Journal of Chemical Engineering 25(4), 613 – 630.

146

Anda mungkin juga menyukai