Disusun oleh :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayah Nya sehingga tugas makalah Pajak dalam intesitas ini dapat terselesaikan
dengan judul "Pajak dalam usaha rumah sakit" dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana.
Penyusun berharap makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan dapat membantu
lebih memahami materi pajak serta dapat menambah pengetahuan lebih lanjut mengenai
rumah sakit.
Modul ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan. Oleh kerena itu kami
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan - masukan berupa kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan suatu unit usaha jasa yang memberikan jasa pelayanan sosial
di bidang medis klinis. Pengelolaan unit usaha rumah sakit memiliki keunikan tersendiri
karena selain sebagai unit bisnis , usaha rumah sakit juga nemiliki misi sosial, disamping
pengelolaan rumah sakit juga sangat tergantung pada status kepemilikan rumah sakit. Misi
rumah sakit tidak terlepas dari misi layanan sosial, namun tidak dipungkiri bahwa dalam
pengelolaan rumah sakit tetap terjadi konflik kepentingan dari berbagai pihak. Konflik
kepentingan berbagai pihak ini dapat bersumber dari klasifikasi organisasi rumah sakit.
Klasifikasi organisasi dibedakan menjadi dua, yaitu organisasi bisnis dan organisasi non
bisnis. Organisasi non bisnis di Indonesia terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok non
kepemerintahan dan kepemerintahan. Contoh organisasi non kepemerintahan adalah
universitas, lembaga swadaya masyarakat, dll. Sedangkan kepemerintahan adalah pemerintah
pusat/daerah, departemen, dll. Apabila ditinjau dari klasifikasi organisasi tersebut, apakah
klasifikasi yang tepat untuk rumah sakit? Rumah sakit pemerintah lebih tepat sebagai
klasifikasi non bisnis, namun rumah sakit swasta tidak seluruhnya diklasifikasikan dalam
kelompok non bisnis. Beberapa rumah sakit masih memiliki kualitas jasa layanan yang masih
sangat memprihatinkan. Hal ini antara lain disebabkan karena keterbatasan sumber daya baik
sumber daya finansial maupun sumber daya non finansial. Tuntutan peningkatan kualitas jasa
layanan membutuhkan berbagai dana investasi yang tidak sedikit. Kenaikan tuntutan kualitas
jasa layanan rumah sakit harus dibarengi dengan profesionalisme dalam pengelolaannya.
Perkembangan pengelolaan rumah sakit, baik dari aspek manajemen maupun
operasional sangat dipengaruhi oleh berbagai tuntutan dari lingkungan, yaitu lingkungan
eksternal dan internal. Tuntutan eksternal antara lain adalah dari para stakeholder bahwa
rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan biaya
pelayanan kesehatan terkendali sehingga akan berujung pada kepuasan pasien. Tuntutan dari
pihak internal antara lain adalah pengendalian biaya. Pengendalian biaya merupakan masalah
yang kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai pihak yaitu mekanisme pasar, perilaku
ekonomis, sumber daya professional dan yang tidak kalah penting adalah perkembangan
teknologi.
4
Rumah sakit kepemerintahan yang terdapat di tingkat pusat dan daerah tidak lepas
dari pengaruh perkembangan tuntutan tersebut. Dipandang dari segmentasi kelompok
masyarakat, secara umum rumah sakit pemerintah merupakan layanan jasa yang
menyediakan untuk kalangan menengah ke bawah, sedangkan rumah sakit swasta melayani
masyarakat kelas menengah ke atas. Biaya kesehatan cenderung terus meningkat,dan rumah
sakit dituntut untuk secara mandiri mengatasi masalah tersebut. Peningkatan biaya kesehatan
ini menyebabkan fenomena tersendiri bagi rumah sakit pemerintahan karena rumah sakit
pemerintah memiliki segmen layanan kesehatan untuk kalangan menengah ke bawah.
Akibantnya rumah sakit pemerintah diharapkan menjadi rumah sakit yang murah dan
bermutu. Rumah sakit pemerintah menghadapi dilemma antara misi melayani masyarakat
kelas menengah ke bawah dan adanya keterbatasan sumber dana, serta berbagai aturan dan
birokrasi yang harus dihadapi. Kondisi tersebut akan mengakibatkan rumah sakit pemerintah
mengalami kebingungan apakah rumah sakit dijadikan sebagai lembaga birokrasi dalam
sistem kesehatan ataukah sebagai lembaga pelayanan kesehatan yang tidak birokratis.
Berlatar belakang beberapa masalah tersebut tentu saja rumah sakit pemerintah harus
melakukan banyak penyesuaian.
5
1.1 RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian rumah sakit dan Karakteristrik usaha rumah sakit ?
2. Jenis dan bentuk usaha rumah sakit ?
3. Proses bisnis rumah sakit ?
4. Ketentuan pph untuk rumah sakit ?
5. Ketentuan Pot-Put untuk rumah sakit ?
6. Ketentuan PPN untuk rumah sakit ?
7. Kewajiban perpajakan dalam rumah sakit ?
1.2 TUJUAN
1. Untuk memahami dan menganalisa serta memiliki kemampuan untuk memenuhi
kewajiban pajak dalam usaha jasa kontruksi.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 56 Tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dalam pasal 1 poin 2 disebutkan bahwa rumah
sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
dan jenis penyakit.
Proses aktivitas yang teramati, sekilas hanya tiga, yaitu pendaftaran, diagnosa oleh
dokter kemudian proses tagihan.
7
Proses bisnis pelayanan pasien kompleks
Jika proses bisnis tersebut diamati lebih teliti, lebih dalam, model proses bisnisnya
seperti di bawah ini :
Fokus pengamatan dapat dialihkan pada kegiatan yang lain, misal pada proses bisnis
penyiapan ranjang pasien rumah sakit. Pada fokus kali ini, diasumsikan, gedung sudah
siap.
8
Proses bisnis penyiapan ranjang pasien sederhana
9
4. SISTEM ADMINISTRASI DAN KETENTUAN PPh UNTUK USAHA RUMAH
SAKIT
10
Pengenaan pajak penghasilan di Rumah Sakit
1. Pajak Penghasilan pasal 21 Pasal 21 ayat (1) “Pemotongan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama
dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh : a. Pemberi kerja yang membayar
gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan
pegawai. Rumah Sakit sebagai pemberi kerja dalam hal ini diwajibkan
melakukan pemotongan terhadap penghasilan yang diterima oleh wajib pajak
orang pribadi baik pegawai maupun bukan pegawai. Dengan demikian
berdasarkan pasal 21 ini Rumah sakit harus melakukan pemotongan pajak atas
penghasilan yang diterima oleh :
- Pegawai tetap dan pegawai tidak tetap Rumah Sakit menghitung,
memotong dan menyetorkan potongan PPh 21 pegawai tetap dan pegawai
tidak tetap ke Kantor Pajak serta membuat administrasi pajaknya.
Penghasilan pegawai tetap dan pegawai tidak tetap yang dikenakan pajak
meliputi antara lain : - Gaji/Upah - Tunjangan - Lembur - Tunjangan Hari
Raya - Insentif - Penghasilan lain kena pajak Pajak yang disetor adalah
penghasilan tersebut diatas setelah dikurangi dengan PTKP dan biaya yang
boleh dikurangkan. Besarnya PTKP adalah :
Rp 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu
rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan
untuk Wajib Pajak yang kawin.
Rp 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu
rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung
dengan pebghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat
(1).
Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan
untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam
garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Pajak
yang diterutang dihitung dari tarif pajak (pasal 17 ayat 1.a.) dikalikan
dengan Penghasilan Kena Pajak. Tarif pajak yang diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah :
11
Lapisan penghasilan kena pajak Tarif pajak
- Dokter dan tenaga medis lainnya Rumah Sakit menghitung, memotong dan
menyetorkan potongan PPh 21 jasa dokter ke Kantor Pajak serta membuat
administrasi pajaknya. Penghasilan dokter yang dikenakan pajak meliputi
baik gaji maupun jasa yang diterima dari profesinya. Tarif pajak
sebagaimana pasal 17 ayat 1.a. di atas
2. Pajak Penghasilan pasal 23 Rumah Sakit dapat bertindak sebagai WAPU
maupun WABA dalam transaksi yang berkaitan dengan penghasilan yang
termasuk kategori penghasilan pasal 23. Pasal 23 UU No. 36 tahun 2008 yaitu :
Ayat (1) : Atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh
tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subyek pajak badan dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk
usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan : Huruf a.
12
huruf c adalah laba usaha. Tarif Pajak Penghasilan Badan adalah berdasarkan
pasal 17 : ayat (1) huruf b : “Wajib Pajak Badan dalam negeri dan bentuk
usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Ayat (2a) : Tarif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25 % (dua puluh lima
persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
Beberapa hal yang harus diperhatikan berkenaan dengan Pajak Penghasilan
Badan antara lain :
Penerapan sistem akuntansi.
Penghasilan yang dikenai pajak bersifat final : pasal 4 ayat (2)
Yang dikecualikan dari obyek pajak : pasal 4 ayat (3)
Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto : pasal 6 ayat (1)
Biaya yang tidak boleh dikurangkan : pasal 9 ayat (1)
5. KETENTUAN DAN JENIS TRANSAKSI YANG TERKENA PPh PotPut UNTUK USAHA
RUMAH SAKIT
- Penghasilan atas menyewakan alat kesehatan kepada Rumah Sakit wajib dipotong
PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto
13
6. KETENTUAN DAN PENERAPAN PPN UNTUK USAHA RUMAH SAKIT
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No: SE-06/PJ.52/ 2000 tanggal 2 Maret
2000 tentang PPN Atas Penggantian Obat Di Rumah Sakit, ditegaskan bahwa instalasi
farmasi (kamar obat) merupakan suatu tempat untuk mengadakan dan menyimpan obat-
obatan, gas medik alat kesehatan serta bahan kimia yang bukan berdiri sendiri tetapi
merupakan satuan organic yang tidak terpisah dari keseluruhan rumah sakit. Selanjutnya
ditegaskan bahwa penyerahan obat-obatan yang dilakukan instalasi farmasi (kamar obat)
tidak terutang PPN.
Seperti kita ketahui bahwa Rumah sakit yang dimiliki oleh Pemerintah (RSU ataupun
RSUD) didanai dari APBN dan APBD, maka rumah sakit tidak memiliki kewajiban PPh
terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, rumah sakit pemerintah tidak perlu melaporkan
PPh 25 (SPT Masa) maupun PPh 29 (SPT Tahunan) karena bukan subyek pajak beda hal
jika rumah sakit swasta sebagaimana objek penulisan kali ini yang tentu saja memiliki
kewajiban PPh Pasal 25 dan untuk itulah wajib pajak mengajukan permohonan penurunan
angsuran PPh Pasal 25.
2. Kewajiban PPh Pemotongan dan Pemungutan
Sama halnya baik rumah sakit pemerintah maupun swasta memiliki kewajiban sebagai
pemungut pajak PPh pasal 21, 23, 26,dan pasal 4 ayat (2) berkaitan dengan aktivitas
pembayaran gaji, honor, jasa, sewa, dll kepada karyawan dan pihak ketiga. Berkaitan
dengan transaksi yang berhubungan dengan Pph 21 di rumah sakit disamping pengenaan
PPh Pasal 21 atas karyawan non dokter dan dokter, terdapat ketentuan khusus bagi rumah
sakit, yaitu : Tenaga dokter berdasar status hubungan kerja digolongkan menjadi:
14
- Dokter yang menjabat sebagai pimpinan rumah sakit,
- Doker sebagai pegawai tetap atau honorer rumah sakit,
- Dokter tetap yaitu dokter yang mempunyai jadwal praktek tetap tetap bukan sebagai
pegawai tetap rumah sakit,
- Dokter tamu yaitu dokter yang merawat atau menitipkan pasiennya untuk dirawat di
rumah sakit,
- Dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit untuk praktek,
15
BAB 3
PENUTUP
A. SIMPULAN
Seperti kita ketahui Industri rumah sakit adalah industri yang padat karya dan padat modal.
Padat karya ditandai dengan banyaknya tenaga kerja yang terlibat dalam aktivitas rumah sakit,
padat modal bisa dilihat dari aktiva rumah sakit berupa peralatan medis yang nilainya sangat
material dan juga persediaan obat dengan perputaran yang tinggi. Demikian pula unsur-unsur
pendapatan sebuah rumah sakit tidak lah sedikit sangat bergantung dari karakter rumah sakit dan
kompleksitas operasi yang dijalankan. Hal itulah yang membuat penulis berhati-hati saat
memproses permohonan penurunan angsuran PPh Pasal 25 yang diajukan wajib pajak saat penulis
bertugas sebagai Account Representative beberapa tahun yang lampau. Hanya karena rumah sakit
swasta sedang dalam pemugaran untuk membangun ruangan-ruangan kelas istimewa, maka rumah
sakit swasta ini merasa berhak untuk meminta pengurangan angsuran PPh Pasal 25, karena proses
penelitian dalam rangka permohonan penurunan angsuran tersebutlah penulis melihat banyaknya
peluang penggalian potensi perpajakan saat itu.
B. SARAN
penulis mencoba menguraikan terkait hal-hal pemajakan dalam sebuah rumah sakit khusus
swasta, adapun judul tulisan kali ini adalah “Sekilas Perpajakan Atas Rumah Sakit” dan semoga
dapat bermanfaat, karena tulisan ini ditinjau dari sudut pandang seorang account representative
dalam melihat kewajiban perpajakan untuk wajib pajak yang mengelola rumah sakit bukan berarti
hal-hal seputar perpajakan dalam tulisan ini mewakili seluruh rumah sakit, karena sepantasnya
yang lebih paham atas rumah sakit sepenuhnya adalah Pengurus Pusat Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia (PERSI).
C. DAFTAR PUSTAKA
1. KMK-604/KMK. 04/1994 Tentang Badan Badan Dan Pengusaha Kecil Yang Menerima
Harta Hibahan Yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak Penghasilan
2. SE-34/PJ.4/1995 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Bagi Yayasan Atau Organisasi
Yang Sejenis.
3. SE-06/PJ.52/ 2000 tanggal 2 Maret 2000 tentang PPN Atas Penggantian Obat Di
Rumah Sakit.
4. PMK-78/PMK.03/2010 Tentang Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan Bagi
Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan
Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak
16