PENDAHULUAN
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) yang juga dikenal sebagai ‘club-
foot’ adalah suatu gangguan perkembangan pada ekstremitas inferior yang sering
ditemui, tetapi masih jarang dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminologi
“sindromik” bila kasus ini ditemukan bersamaan dengan gambaran klinik lain
sebagai suatu bagian dari sindrom genetik. CTEV dapat timbul sendiri tanpa
didampingi gambaran klinik lain, dan sering disebut sebagai CTEV “idiopatik”.
CTEV sindromik sering menyertai gangguan neurologis dan neuromuskular,
seperti spina bifida maupun spinal muskular atrofi. Tetapi bentuk yang paling
sering ditemui adalah CTEV “idiopatik”, dimana pada bentuk yang kedua ini
ekstremitas superior dalam keadaan normal.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI2,4,9
Congenital Talipes Equino Varus adalah fiksasi dari kaki pada posisi adduksi,
supinasi dan varus. Tulang calcaneus, navicular dan cuboid terrotasi ke arah
medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh
ligamen dan tendon. Sebagai tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi
terhadap daerah plantar.
2.2 EPIDEMIOLOGI1,2,4,6
Insiden dari CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin.
Insiden CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup.
Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Keterlibatan bilateral
didapatkan pada 30-50% kasus.
2.3 KLASIFIKASI1,4,10
a. Pirani
b. Goldner
c. Di Miglio
d. Hospital for Joint Diseases (HJD)
2
e. Walker
2.4 ETIOLOGI1,2,4,6
Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti. akan
tetapi banyak teori mengenai etiologi CTEV, antara lain :
2.5 PATOFISIOLOGI2
3
Beberapa teori yang mendukung patogenesis terjadinya CTEV, antara lain:
4
Cari riwayat adanya CTEV atau penyakit neuromuskuler dalam keluarga.
Lakukan pemeriksaan keseluruhan agar dapat mengidentifikasi ada tidaknya
kelainan lain. Periksa kaki dengan bayi dalam keadaan tengkurap, sehingga
dapat terlihat bagian plantar. Periksa juga dengan posisi bayi supine untuk
mengevaluasi adanya rotasi internal dan varus.
Tumit tampak kecil dan kosong. Pada perabaan tumit akan terasa lembut
(seperti pipi). Sejalan dengan terapi yang diberikan, maka tumit akan terisi
kembali dan pada perabaan akan terasa lebih keras (seperti meraba hidung
atau dagu).
Karena bagian lateralnya tidak tertutup, maka leher talus dapat dengan
mudah teraba pada sinus tarsalis. Normalnya leher talus tertutup oleh
navikular dan badan talus. Maleolus medial menjadi susah diraba dan pada
umumnya menempel pada navikular. Jarak yang normal terdapat antara
navikular dan maleolus menghilang. Tulang tibia sering mengalami rotasi
internal.
Gambaran radiologis dari CTEV adalah adanya kesejajaran antara tulang talus
dan kalkaneus. Posisi kaki selama pengambilan foto radiologis memiliki arti yang
sangat penting. Posisi anteroposterior (AP) diambil dengan kaki fleksi terhadap
5
plantar sebesar 30º dan posisi tabung 30° dari keadaan vertikal. Posisi lateral
diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar 30º.
Gambaran AP dan lateral juga dapat diambil pada posisi kaki dorsofleksi dan
plantar fleksi penuh. Posisi ini penting untuk mengetahui posisi relatif talus dan
kalkaneus.
Garis lateral digambar melalui titik tengah antara kepala dan badan tulang
talus serta sepanjang dasar tulang kalkaneus. Nilai normalnya antara 35-50°,
sedang pada CTEV nialinya berkisar antara 35° dan negatif 10°.
Sudut dari dua sisi ini (AP and lateral) ditambahkan untuk mengetahui indeks
talokalkaneus, dimana pada kaki yang sudah terkoreksi akan memiliki nilai lebih
dari 40°.
Garis AP dan lateral talus normalnya melalui pertengahan tulang navikular dan
metatarsal pertama.
Pengambilan foto radiologis lateral dengan kaki yang ditahan pada posisi
maksimal dorsofleksi adalah metode yang paling dapat diandalkan untuk
mendiagnosa CTEV yang tidak dikoreksi.
6
2.8 TERAPI2,3,4,5,9
Tujuan dari terapi medis adalah untuk mengoreksi deformitas yang ada
dan mempertahankan koreksi yang telah dilakukan sampai terhentinya
pertumbuhan tulang.
Saat ini terdapat suatu sistem penilaian yang dirancang oleh prof. dr.
Shafiq Pirani, seorang ahli ortopaedist di Inggris. Sistem ini dinamakan
The Pirani Scoring System. Dengan menggunakan sistem ini, kita dapat
mengidentifikasi tingkat keparahan dan memonitor perkembangan suatu
kasus CTEV selama koreksi dilakukan.
7
Cara untuk menghitung Pirani Score adalah sebagai berikut :
Lihat pada bagian plantar pedis dan letakkan batangan/penggaris di bagian lateral
kaki. Normalnya, batas lateral kaki nampak lurus, mulai dari tumit sampai ke
kepala metatarsal kelima. Apabila didapatkan batas lateral kaki lurus, maka skor
yang diberikan adalah 0.
8
Pada kaki yang abnormal, batas lateral nampak menjauhi garis lurus tersebut.
Batas lateral yanng nampak melengkung ringan diberi nilai 0,5 (lengkungan
terlihat di bagian distal kaki pada area sekitar metatarsal).
Kelengkungan batas lateral kaki yang nampak jelas diberi nilai 1 (kelengkungan
tersebut nampak setinggi persendian kalkaneokuboid).
9
Lihatlah pada lengkung dari batas medial kaki. Normalnya akan terlihat adanya
garis-garis halus pada kulit telapak kaki yang tidak merubah kontur dari lengkung
medial tersebut. Pada keadaan seperti ini, maka nilai dari MC adalah 0.
Pada kaki yang abnormal, maka akan nampak adanya satu atau dua lipatan kulit
yang dalam. Apabila hal ini tidak terlalu banyak mempengaruhi kontur lengkung
medial, maka nilai MC adalah sebesar 0,5.
10
Apabila lipatan ini tampak dalam dan dengan jelas mempengaruhi kontur batas
medial kaki, maka nilai MC adalah sebesar 1.
11
Pemeriksa melihat ke tumit pasien. Normalnya akan terlihat adanya garis-garis
halus yang tidak merubah kontur dari tumit. Lipatan-lipatan ini menyebabkan
kulit dapat menyesuaikan diri, sehingga dapat meregang saat kaki dalam posisi
dorsofleksi. Pada kondisi ini, maka nilai untuk PC adalah 0.
12
Pada kaki yang abnormal, maka akan didapatkan satu atau dua lipatan kulit yang
dalam. Apabila lipatan ini tidaak terlalu mempengaruhi kontur dari tumit, maka
nilai dari PC adalah sebesar 0,5.
Apabila pada pemeriksaan ditemukan lipatan kulit yang dalam di daerah tumit dan
hal tersebut merubah kontur tumit, maka nilai dari PC adalah sebesar 1.
13
D. Lateral part of the Head of the Talus (LHT)
Pada kasus CTEV yang tidak diterapi, maka pemeriksa dapat meraba kepala Talus
di bagian lateral. Dengan terkoreksinya deformitas, maka tulang navikular akan
turun menutupi kepala talus, kemudian hal tersebut akan membuat menjadi lebih
sulit teraba, dan pada akhirnya tidak dapat teraba sama sekali. Tanda “turunnya
navikular menutupi kepala talus” adalah pengukur besarnya kontraktur di daerah
medial.
14
Penatalaksanaan non operatif
15
1. Adduksi dari forefoot
2. Supinasi forefoot
3. Equinus
Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan selama beberapa
bulan. Tindakan operatif harus dilakukan sesegera mungkin saat nampak adanya
kegagalan terapi konservatif, yang antara lain ditandai dengan deformitas yang
menetap, deformitas berupa rockerbottom foot atau kembalinya deformitas segera
setelah koreksi dihentikan.
Metode Ponseti
Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa. Metode
ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik yang dilakukan
oleh dr. Ponseti. langkah-langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut :
16
1. Deformitas utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah adanya rotasi
tulang kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki
berada dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi pada sendi
subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi abduksi dan
dorsofleksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal pada kasus
CTEV, maka tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas dirotasikan
kebawah talus. Koreksi dilakukan melalui lengkung normal dari
persendian subtalus. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meletakkan jari
telunjuk operator di maleolus medialis untuk menstabilkan kaki dan
kemudian mengangkat ibu jari dan diletakkan di bagian lateral dari kepala
talus, sementara kita melakukan gerakan abduksi pada forefoot dengan
arah supinasi.
2. Cavus kaki akan meningkat bila forefoot berada dalam posisi pronasi.
Apabila ditemukan adany cavus, maka langkah pertama dalam koreksi
kaki adalah dengan cara mengangkat metatarsal pertama dengan lembut,
untuk mengoreksi cavusnya. Setelah cavus terkoreksi, maka forefoot dapat
diposisikan abduksi seperti yang tertulis dalam langkah pertama.
3. Saat kaki diletakkan dalam posisi pronasi, hal tersebut dapat menyebabkan
tulang kalkaneus berada di bawah talus. Apabila hal ini terjadi, maka
tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan menetap pada posisi varus.
Seperti tertulis pada langkah kedua, cavus akan meningkat. Hal ini dapat
menyebabkan tejadinya bean-shaped foot. Pada akhir langkah pertama,
maka kaki akan berada pada posisi abduksi maksimal tetapi tidak pernah
pronasi.
17
memasang bantalan tambahan sepanjang batas medial dan lateral kaki,
agar aman saat melepaskan gips menggunakan gunting gips. Gips yang
dipasang tidak boleh sampai menekan ibu jari kaki atau mengobliterasi
arcus transversalis. Posisi lutut berada pada sudut 90° selama
pemasangan gips panjang. Orang tua bayi dapat merendam gips ini selama
30-45 menit sebelum dilepas. Dr. Ponsetti memilih melepaskan gips
dengan cara menggunakan gergaji yang berosilasi (berputar). Gips ini
dibelah menjadi dua dan dilepas, kemudian disatukan kembali. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui perkembangan abduksi forefoot, selanjutnya
hal ini dapat digunakan untuk mengetahui dorsofleksi serta megetahui
koreksi yang telah dicapai oleh kaki ekuinus.
5. Adanya usaha untuk mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan tendon
Achilles yang kaku dapat mengakibatkan patahnya midfoot dan berakhir
dengan terbentuknya deformitas berupa rockerbottom foot. Kelengkungan
kaki yang abnormal (cavus) harus diterapi secara terpisah, seperti yang
digambarkan pada langkah kedua, sedangkan posisi ekuinusnya harus
dapat dikoreksi tanpa menyebabkan patahnya midfoot..
Secara umum dibutuhkan 4-7 kali pemasangan gips untuk mendapatkan
abduksi kaki yang maksimum. Gips tersebut diganti tiap minggu. Koreksi
yang dilakukan (usaha untuk membuat kaki dalam posisi abduksi) dapat
dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki sebesar 60°
Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan kasus
membutukan dilakukannya tenotomi perkutaneus pada tendon Achilles.
Hal ini dilakukan dalam keadaan aspetis. Daerah lokal dianestesi dengan
kombinasi antara lignokain topikal dan infiltrasi lokal minimal
menggunakan lidokain. Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan
menggunakan pisau Beaver (ujung bulat). Luka post operasi kemudian
ditutup dengan jahitan tunggal menggunakan benang yang dapat
diabsorbsi. Pemasangan gips terakhir dilakukan dengan kaki yang berada
pada posisi dorsofleksi maksimum, kemudian gips dipertahankan hingga
2-3 minggu.
18
6. Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian sepatu
yang dipasangkan pada lempengan Dennis Brown. Kaki yang bermasalah
diposisikan abduksi (rotasi ekstrim) hingga 70°. with the unaffected foot
set at 45° of abduction. Sepatu ini juga memiliki bantalan di tumit untuk
mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu ini digunakan 23 jam sehari
selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur siang dan malam selama 3
tahun.
7. Pada kurang lebih 10-30% kasus, tendon dari titbialis anterior dapat
berpindah ke bagian lateral Kuneiformis saat anak berusia 3 tahun. Hal ini
membuat koreksi kaki dapat bertahan lebih lama, mencegah adduksi
metatarsal dan inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan pada anak usia 2-
2.5 tahun, dengan cara supinasi dinamik kaki. Sebelum dilakukan operasi
tersebut, pasangkan long leg cast untuk beberapa minggu.
a. Insisi
Cincinnati : jenis ini berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial
(persendian navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral
(bagian distal dan medial sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang
pergelangan kaki setinggi sendi tibiotalus.
Insisi Turco curvilineal medial atau posteromedial : insisi ini dapat
menyebabkan luka terbuka, khususnya pada sudut vertikal dan medial
kaki. Untuk menghindari hal ini, beberapa operator memilih beberapa
jalan, antara lain :
19
Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk bisa mendapatkan terapi operatif di
semua kuadran. Beberapa pilihan yang dapat diambil, antara lain :
Tendon Achilles
Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar.
Ligamen fibulocalcaneal
Aksis longitudinal dari talus dan kalkaneus harus dipisahkan sekitar 20° dari
proyeksi lateral. Koreksi yang dilakukan kemudian dipertahankan dengan
pemasangan kawat di persendian talokalkaneus, atau talonavikular atau keduanya.
Hal ini juga dapat dilakukan menggunakan gips. Luka paska operasi yang terjadi
20
tidak boleh ditutup dengan paksa. Luka tersebut dapat dibiarkan terbuka agar
membentuk jaringan granulasi atau bahkan nantinya dapat dilakukan cangkok
kulit.
1. Pada anak kurang dari 5 tahun, maka koreksi dapat dilakukan hanya
melalui prosedur jaringan lunak.
2. Untuk anak lebih dari 5 tahun, maka hal tersebut membutuhkan
pembentukan ulang tulang/bony reshaping (misal, eksisi dorsolateral dari
persendian kalkaneokuboid [prosedur Dillwyn Evans] atau osteotomi
tulang kalkaneus untuk mengoreksi varus).
3. Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, maka dapat dilakukan tarsektomi
lateralis atau arthrodesis.).
Harus diperhatikan keadaan luka paska operasi. Apabila penutupan kulit paska
operasi sulit dilakukan, maka lebih baik luka tersebut dibiarkan terbuka agar dapat
terjadi reaksi ganulasi, untuk kemudian memungkinkan terjadinya penyembuhan
primer atau sekunder. Dapat juga dilakukan pencangkokan kulit untuk menutupi
defek luka paska operasi. Perban hanya boleh dipasang longgar dan harus
diperiksa secara reguler.
Follow-up pasien
Pin untuk fiksator ini biasanya dilepas setelah 3-6 minggu. Satelah itu tetap
diperlukan pemasangan perban yang dipasangkan dengan sepatu Dennis Brown
selama 6-12 bulan.
21
2.9 KOMPLIKASI2,7,8
Infeksi (jarang)
Kekakuan dan keterbatasan gerak : adanya kekakuan yang muncul di awal
berhubungan dengan hasil yang kurang baik.
2.11 PROGNOSIS2,5,6
Kurang lebih 50% dari kasus CTEV pada bayi baru lahir dapat dikoreksi
tanpa tindakan operatif. dr Ponseti melaporkan tingkat kesuksesan sebesar
89% dengan menggunakan tehniknya (termasuk dengan tenotomi tendon
Achilles). Peneliti lain melaporkan rerata tingkat kesuksesan sebesar 10-
22
35%. Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan setinggi 75-90%,
baik dari segi penampilan maupun fungsi kaki.
Hasil yang memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor
utama yang mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan
pergerakan kaki, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh derajat pendataran
kubah dari tulang talus. Tiga puluh delapan persen dari pasien dengan
kasus CTEV membutuhkan tindakan operatif lebih lanjut (hampir 2/3 nya
adalah prosedur pembentukan ulang tulang).
Hasil terbaik didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih
dari 3 bulan (biasanya dengan ukuran lebih dari 8 cm).
23
DAFTAR PUSTAKA
24