Anda di halaman 1dari 10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini dipaparkan secara berurutan mengenai hasil belajar


matematika, pembelajaran matematika, perkalian pecahan campuran, dan model
Tipe Student Team Achievement Division (STAD). Secara berurutan bagian-bagian
tersebut dipaparkan sebagai berikut.

A. HASIL BELAJAR

Hasil belajar merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang


setelah melakukan suatu kegiatan belajar. Menurut Susanto (2016:5), hasil belajar
merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik dalam aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai hasil dari kegiatan belajar. Hal ini
juga sesuai dengan pendapat Baharuddin & Wahyuni (2015:20) bahwa hasil
belajar hanya dapat diamati jika ada perubahan perilaku dalam hal pengetahuan,
sikap, maupun keterampilannya.

Pada Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 capaian pembelajaran


dikelompokkan dalam tiga ranah yakni: ranah pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Ranah pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat,
memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Ranah sikap
diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan
mengamalkan. Ranah keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati,
menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Sudjana (2009:23)
mengatakan bahwa dari tiga ranah tersebut, ranah pengetahuanlah yang paling
banyak dinilai oleh guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan siswa
dalam menguasai isi bahan pengajaran.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat dipahami bahwa hasil belajar
adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, dan menghasilkan
perubahan-perubahan pada diri siswa, baik dalam aspek pengetahuan, sikap, dan
keterampilan setelah mengalami proses pembelajaran. Setelah memahami
pengertian dari hasil belajar, selanjutnya juga perlu dipahami tentang pengertian
matematika.

Matematika merupakan bidang studi yang ada pada semua jenjang


pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga sampai perguruan tinggi.
Bahkan matematika juga diajarkan di taman kanak-kanak. Belajar matematika
akan membuat anak-anak berpikir kritis, kreatif, dan aktif. Matematika dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ilmu tentang bilangan, hubungan
antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian
masalah mengenai bilangan. Selain itu matematika merupakan bahasa simbol, hal
ini seperti pendapat Ruseffendi (dalam Heruman, 2010:1) bahwa matematika
adalah bahasa simbol; ilmu yang tidak menerima pembuktian secara induktif;
ilmu pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak
di definisikan, ke unsur yang di definisikan, ke aksioma atau postulat, dan
akhirnya ke dalil.

Matematika merupakan ilmu yang sangat berkaitan dengan kemampuan


berpikir dan penyelesaian masalah. Susanto (2016:185) menyatakan “matematika
merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
dan beragumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-
hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi”. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa
matematika merupakan suatu komponen pendidikan dasar dalam bidang-bidang
pengajaran yang mana hal ini diperlukan untuk proses pehitungan dan berpikir
dalam menyelesaikan berbagai masalah.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa


matematika adalah ilmu tentang bilangan dan juga bahasa simbol yang memiliki
prosedur serta keteraturan dalam menyelesaikan suatu permasalahannya. Di sisi
lain matematika juga merupakan suatu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir dan memahami cara pandang dalam menyelesaikan masalah
sehari-hari.

Pada kegiatan pembelajaran, diharapkan setiap tujuan pembelajaran dapat


tercapai dengan baik. Namun di samping itu juga terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar matematika. Menurut pendapat Purwanto (dalam
Thobroni & Mustofa, 2012:31-34) hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai macam
faktor yang dibedakan menjadi dua golongan. Faktor tersebut adalah sebagai
berikut:

(1) faktor individual adalah faktor yang ada pada diri organisme yang meliputi
faktor kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan atau intelegensi, latihan dan
ulangan, motivasi, dan pribadi. (2) faktor sosial adalah faktor di luar individu
yang meliputi faktor keluarga atau keadaan rumah tangga, suasana dan
keadaan keluarga, guru dan mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam
belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi
sosial.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar


matematika siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa terhadap
pelajaran matematika, yang diperoleh dari pengalaman dan latihan
selama proses belajar mengajar. Selain itu juga menggambarkan
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran matematika yang dapat
dilihat dari nilai matematika dan kemampuannnya dalam memecahkan
masalah-masalah matematika, serta dipengaruhi faktor-faktor.

B. PEMBELAJARAN MATEMATIKA

1. Pengertian Pembelajaran Matematika


Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah dalam kegiatan mengajar
dan belajar yang dilakukan antara guru dan siswa. Sedangkan pembelajaran
matematika menurut Susanto (2016:187) merupakan suatu proses yang
mengandung dua aspek belajar dan mengajar yang berkolaborasi secara terpadu
menjadi suatu kegiatan yang menghasilkan interaksi antar warga kelas di saat
pembelajaran matematika berlangsung. Guru sangat berperan penting dalam
menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan agar siswa
mencapai tujuan secara optimal.
Pembelajaran matematika di tingkat SD, diharapkan terjadi reinvention
(penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara
penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Seperti yang
diungkapkan Bruner (dalam Heruman, 2010:4) dalam metode penemuannya
mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan
sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. Hal ini juga didukung dengan
pendapat Piaget (dalam Susanto, 2016:187) bahwa pengetahuan siswa didapatkan
dari kegiatan yang dilakukan oleh siswa sendiri secara aktif. Siswa tidak hanya
menerima pengetahuan dari guru atau kurikulum yang bersifat pasif.

2. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar


Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar supaya
siswa mampu terampil dalam menggunakan matematika. Selain itu juga
pembelajaran matematika juga dapat mengasah nalar dalam menerapkan
matematika di kehidupan sehari-hari. Secara khusus, tujuan pembelajaran
matematika sebagaimana menurut Depdiknas (dalam Susanto, 2016:190) sebagai
berikut: (1) memahami konsep matematika, (2) menggunakan penalaran pada pola
dan sifat, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, (4) mengemukakan gagasan dengan simbol atau media lain untuk
menjelaskan keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai penggunaan
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil belajar siswa sekolah dasar pada pembelajaran matematika masih
rendah. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Soedjadi (Susanto, 2016:191)
yang menyatakan bahwa rata-rata siswa sekolah dasar memiliki daya serap mata
pelajaran matematika sebesar 42%. Rendahnya hasil belajar siswa ini juga
disebabkan oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah tentang penerapan
metode matematika yang dilakukan guru masih bersifat konvensional. Hal ini
menyebabkan siswa belum terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga siswa
belum dapat menemukan konsep yang mereka temukan secara mandiri dan sesuai
dengan mereka.
Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar diharapkan dapat
mengaktifkan siswa. Peran guru dalam pembelajaran sangat penting dalam hal
pengembangan pengetahuan siswa. Susanto (2016:190-191) mengatakan untuk
mencapai suatu tujuan pembelajaran matematika, guru hendaknya dapat
menciptakan sebuah kondisi dan situasi belajar yang dapat mengaktifkan siswa
dalam pembelajaran, menemukan, dan mengembangkan konsep pengetahuannya.
Kemudian siswa membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran yang sudah
didapatkan dan dikontruksikan dalam ingatannya untuk dikembangkan lebih
lanjut.

C. PERKALIAN PECAHAN CAMPURAN


Yasin Matika & Abraham dalam artikelnya menyatakan bahwa, “Perkalian
adalah penjumlahan berulang, atau penjumlahan dari beberapa bilangan yang
sama.” Sedangkan steve slavin berpendapat bahwa “Perkalian adalah penjumlahan
yang sangat cepat”
Operasi perkalian dapat didefinisikan sebagai penjumlahan berulang.
Misalkan pada perkalian 4 x 3 dapat didefinisikan sebagai 3 + 3 + 3 + 3 = 12
sedangkan 3 x 4 dapat didefinisikan sebagai 4 + 4 + 4 = 12. Secara konseptual, 4 x
3 tidak sama dengan 3 x 4, tetapi jika dilihat hasilnya saja maka 4 x 3 = 3 x 4.
Dengan demikian operasi perkalian memenuhi sifat pertukaran.
1. Konsep Dasar Perkalian
Secara sederhana, perkalian dapat didefinisikan sebagai penjumlahan yang
diulang. Misalnya, pada perkalian 5x3 ( 5 dikali 3) kita dapat menghitungnya
dengan cara menjumlahkan 5 (diulang 3 kali), berikut perhitungannya:
5 x 3 = 5 + 5 + 5 = 15
Dalam konsep dasar perkalian, 5 x 3 tidaklah sama dengan 3 x 5 meskipun
hasilnya sama-sama 15. 3 x 5 berarti penjumlahan berulang 3 sebanyak 5 kali (3 +
3 + 3 + 3 + 3). Sedangkan untuk perkalian 5 x 3 berati penjumlahan 5 yang
diulang sebanyak 3 kali (5 + 5 + 5).
Konsep ini seringkali digunakan dalam ilmu kedokteran, terutama ketika
dokter memberikan resep obat. Di dalam resep obat biasanya dokter menuliskan 3
x 1 yang berarti kita harus meminum obat sebanyak 3 kali di dalam 1 hari, bukan
meminum obat 1 kali di dalam 3 hari. Jadi, perkalian yang dijelaskan di atas
amatlah berbeda.
Karena konsep perkalian adalah "penjumlahan yang berulang" maka
sebelum mempelajari perkalian, maka sebaiknya memahami konsep penjumlahan
terlebih dahulu.

2. Perkalian Pecahan Campuran


Penelitian dan Pengembangan dalam Heruman (2007: 43) menyatakan
bahwa pecahan merupakan salah satu topik yang sulit untuk diajarkan. Kesulitan
ini terlihat dari kurang bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru
dan sulitnya pengadaan media. Dilihat dari KD dan Indikator mata pelajaran
matematika kelas V materi pecahan campuran merupakan salah satu pecahan yang
sulit untuk dikerjakan.
Cara mengerjakan perkalian dengan pecahan campuran adalah dengan
mengubah bentuk pecahan campuran menjadi pecahan biasa, kemudian pembilang
kali pembilang per penyebut kali penyebut.

Pembilang x Pembilang
Pecahan x Pecahan =
Penyebut x Penyebut

Atau

a c axc
x =
b d bx d

Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut:


1 2
1. 2 x 1 =
2 3
Penyelesaian nya dijadikan pecahan biasa terlebih dahulu dengan cara penyebut
dikali bilangan bulat kemudian hasilnya ditambah dengan pembilang.

5 5 5x5 25 1
x = = = 4
2 3 2 x3 6 6

D. MODEL STAD
1. Pengertian Model STAD (Tipe Student Team Achievement Division)
Menurut Trianto (2009: 68) pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil
dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 siswa secara heterogen, yang
merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Diawali
dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan
kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.
Kemudian menurut Slavin (dalam Rusman, 2012:214) mengemukakan
bahwa model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division)
merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang memacu siswa saling
mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang
diajarkan oleh guru.
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim
belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat
kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa
bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai
pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan
catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.
Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan salah satu model
Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara
siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD
mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan
presentasi Verbal atau teks.
2. Langkah – Langkah Model STAD
Menurut Fathurrohman (Dalam Model-Model Pembelajaran Inovatif,
2015: 53) langkah – langkah model STAD adalah sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa


sesuai Kompetensi Dasar yang akan dicapai

2. Guru memberikan tes atau kuis kepada siswa secara individual sehingga akan
memperoleh skor awal

3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa
dengan kemampuan yang berbeda (Tinggi, sedang, dan rendah). Jika
memungkinkan antara kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda
serta kesetaraan gender.

4. Bahan materi yang dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai


Kompetensi Dasar. Pembelajaraan kooperatif tipe STAD biasanya digunakan
untuk penguatan pemahaman materi.

5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan


memberi penegasan pada materi pembelajaran yang telah di pelajari.

6. Guru memberikan tes atau kuis kepada setiap siswa secara individual.

7. Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai


peningkatan hasilbelajar individual dari sekor dasar skor kuis berikutnya.

3. Kelebihan Dan Kelemahan Model STAD


Menurut Adesanjaya (2011: 68) kelebihan dan kelemahan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu:
 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan
bertanya dan membahas suatu masalah.
 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan
penyelidikan mengenai suatu masalah.
 Mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan
berdiskusi.
 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa
menghargai, menghormati pribadi temannya, dan menghargai pendapat
orang lain.
b. Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, yaitu:
 Kerja kelompok hanya melibatkan mereka yang mampu memimpin dan
mengarahkan mereka yang kurang pandai dan kadang-kadang menuntut
tempat yang berbeda dan gaya-gaya mengajar berbeda.
 Untuk mengatasi hal tersebut diperlukannya keterampilan guru dalam
manajemen kelasnya, guru mampu menyatukan siswa dengan berbagai
keanekaragamannya dalam kelompok-kelompok kecil sehingga dapat
mengatasi kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran ini.
Menurut Rusman (2011: 203-204) kelebihan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD adalah sebagai berikut:
 Dalam model ini, siswa memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar.
Yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota
kelompok untuk belajar
 Dalam model ini, siswa saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau
pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching) yang lebih efektif
daripada pembelajaran oleh guru
 Model ini dapat mengurangi sifat individualistis siswa. Belakangan ini,
siswa cenderung berkompetisi secara individual, bersikap tertutup
terhadap teman, kurang memberi perhatian ke teman sekelas, bergaul
hanya dengan orang tertentu, ingin menang sendiri, dan sebagainya. Jika
keadaan ini dibiarkan tidak mustahil akan dihasilkan warga negara yang
egois, introfert (pendiam dan tertutup), kurang bergaul dalam
masyarakat, acuh tak acuh dengan tetangga dan lingkungan, kurang
menghargai orang lain, serta tidak mau menerima kelebihan dan
kelemahan orang lain. Gejala seperti ini kiranya mulai terlihat pada
masyarakat kita, sedikit-sedikit demonstrasi, main keroyokan, saling
sikut dan mudah terprovokasi
Menurut Yurisa (2010: (Online)), kelebihan dan kelemahan model
pembelajaran STAD adalah sebagaiberikut:
a. Kelemahan model pembelajaran STAD

 Meningkatkan kecakapan individu.

 Meningkatkan kecakapan kelompok.

 Meningkatkan komitmen.

 Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya.

 Tidak bersifat kompetitif.

 Tidak memiliki rasa dendam.

b. Kelemahan model pembelajaran STAD

 Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang.

 Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran


anggota yang pandai lebih dominan.

Anda mungkin juga menyukai