Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Proses Menua

Manusia senantiasa mengalami proses penuaan yang hingga kini tidak dapat dihindari.
Proses penuaan ditandai dengan adanya kemunduran fungsi dari berbagai organ tubuh secara
prlahan-lahan. Proses menua tersebut ada yang normal yaitu yang tidak menimbulkan sakit
da nada pula yang potologis yang terjadi karena kemunduran fungsi akibat penyakit. dengan
disertai daya imunologik yang menurun karena usia lanjut maka peluang tesrerang penyakit
lebih besar. Hadi-Martono dalam Boedhi-Darmojo (2009) menjabarkan aspek-aspek
fisiologik dan patologik akibat proses menua sebagai berikut:

1. System Panca-Indra
Perubahan morfologik pada mata, teliga, hidung, saraf perasa dilidah dan
dikulit terjadi sebagai salah satu bentuk perubahan yang bersifat degeneratif pada
anatomic fungsional. Perubahan ini mengakibatkan penurunan fungsi pada organ.
Pada keadaan ekstrim dapat bersifat patologik. Misalnya: ulkus kornea, glaucoma,
katarak, tuli konduktif dan sindrom meniere (gangguan keseimbangan).
2. System Gastrointestinal
Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik antara lain: atrophy
pada mukosa, kelenjar dan otot pencernaan sehingga menyebabkan perubahan
fungsional ataupun patologik (gangguan mengunyah, gangguan menelan, perubahan
nafsu makan dan penyakit yang berhubungan dengan GIT).
3. System Kardiovaskuler
Seiring dengan bertumbuhnya usia, otot jantung akan mengalami penurunan
kekuatan kontraksi kecepatan kontraksi dan jumlah isi secukup akan menurun pula.
Selain itu, terjadi pula penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan curah
jantung pada saat-saat tertentu dimana tubuh membutuhkannya (latihan atau
beraktivitas) sehingga apabila gejala angina timbul pada usia lanjut ketika melakukan
latihan atau aktivitas ringan, hal ini sudah menandakan terjadinya penyakit coroner
yang berat.
4. System Respirasi
Ketika seseorang mecapai usia 20-25 tahun, system respirasi dalam tubuhnya
telah mencapai kematangan perumbuhan dan kemudian akan mernurun lagi
fungsinya. Terjadi penurunan gerak silia di dinding system respirasi sehingga terjadi
penurunan reflex batuk dan reflx fisiologik lainnya yang dapat menyebabkan
peningkatan terjadinya infeksi akut pada saluran napas bawah. Elastisitas paru
menurun, kekakuan dinding dada menigkat, kekuatan otot dada menurun, sehingga
berakibat menurunnya rasio ventilasi-perfusi dibagian paru yang tidk bebas dan
pelebaran gradient alveolar arteri untuk oksigen.
5. System Endokrin
Pada system ini yang umum terjadi mempengaruhi metabolisme karbohidrat
perubahan fungsi kelenjar tiroid dan terjadinya osteoporosis (akibat hormone
esterogen khususnya pada wanita). Sekitar 50% lansia menunjukkan intoleransi
glukosa dengan kadar gula puasa yang normal. Osteoporosis umumnya terjadi pada
wanita setelah mengalami menopause dan dapat pula meningkat insidensinya pada
pria apabila terdapat faktor-faktor inaktivitas, asupan kalsium kurang pembuatan vit.
D melalui kulit yang menurun dan juga faktor hormonal.
6. System Hematologik
System pertumbuhan sel darah dan darah putih pada lansia tidak mengalami
perubahan tetap sumsum tulang mengandung lebih sedikit sel hemopoetik dengan
respons terhadap stimuli buatan agak menurun. Respons regenerative terhadap hilang
darah atau terapi anemia pernisiosa menurun.
7. System Persedian
Pada sendi terjadi perubahan bentuk tidak ratanya permukaan sendi , fibrilasi
dan pembentukan celah dan lekukan dipermukaan tulang rwan. Erosi tulang rawan
hialin menyebabkan eburnasi tulang dan pembentukan kista dirongga sub-kondural
dan sumsum tulang. Keadaan tersebut belum bias dikatakan sebagai keadaan
patologik, akan tetapi apabila disertai dengan stress tambahan seperti trauma atau
terjadi pada sendi penanggung beban (lutut, tulang belakang) keadaan tersebut disebut
patologik.
8. System Urogenital dan Tekanan Darah
Pada ginjal terjadi penebalan kapsula bowman dan gangguan permeabilitas
terhadap solute yang akan diabsorbsi. Terdapat penurunan jumlah nefron (sampai
dengan 50%) dan atrophy. Aliran darah di ginjal menurun sampai 50% (usia 75 tahun)
disbanding usia muda. Fungsi ginjal ketika sedang beristirahat tidak mengalami
perubahan akan tetapi ginjal sudah tidak mampu untuk mengatasi peningkatan
kebutuhan apabila terjadi stress fisik (latihan brat, gagal jantung) dapat mengalami
gagal ginjal.
Pada umumnya pembuluh darah pada usia lanjut sudah mengalami berbagai
perubahan. Terjadi penebalan pada intima (akibat ateroskeloris) dan tunika medika
(akibat proses menua) sehingga mengakibatkan peningkatan kelenturan pembuluh
darah tepi dan menyebabkan peningkatan tekanan darah terutama sistolik. Tekanan
darah diastolic juga sering mengalami peningkatan yang disebabkan oleh berbagai
macam faktor termasuk genetic.
9. Infeksi dan Imunologi
Pada lansia kelenjar timus sudah mengalami perubahan (resorbsi) akan tetapi
jumlah sel T dan B tidak mengalami perubahan. Terjadi peningkatan pembentuk auto-
antibody sehingga insidensi penyakit auto-imun meningkat. Terjadinya infeksi pada
lansia dengan imunologi yang rendah merupakan suatu ancaman kesehatan yang berat
dan dapat mengakibatkan kematian.
10. System Syaraf Pusat dan Otonom
Berat otak akan menurn sebanyak 10% pada penuaan antara 30-70 tahun.
Terjadi penebalan meningen giri dan sulci otak berkurang kedalamnya naum tidak
menyebabkan gangguan patologik yang berarti terdapat deposit lipofusin pada semua
sitoplasma sel. Terjadinya degenerasi pigmen substantia nigra kekusutan neurofibriler
dan pembentukan badan-badan hirano merupakan perubahan yang bersifat patologik
dan terjadi pada insiden patologik sindroma Parkinson dan Demensia tipe Alzheimer.
Vaskularisasi yang menurn pada daerah hypothalamus menyebabkanterjadinya
gangguan saraf otonom yang mungkin juga disebabkan oleh berkurangnya jumlah
neurotranmiter.
11. System Integumen
Pada lansia akan terjadi atrophy pada pidermis, kelenjar keringat, folikel
rambut dan perubahan pigmentasi dengan akibat penipisan kulit, perubahan warna
(pigmentasi tidak merata) kuku menipis dan mudah patah rambut rontok sampai
terjadi kebotakan. Lemak subkutan berkurang menyebabkan kurangnya bantalan kulit
sehingga daya tahan terhadap tekanan dan perubahan suhu tubuh berkurang dan
meningkatkan resiko infeksi pada lansia.
12. System Otot dan Tulang
Atrophy otot pada lansia sering terjadi akibat gangguan metabolic, denergasi
syaraf dan penurunan aktivitas fisik. Dengan bertambahnya usia proses berpasangan
penulangan (coupling) yaitu perusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal ini
disebabka oleh inaktivitas maupun perubahan kadar hormon (esterogen, parathormon
dan kalsitonin) dan vit. D, tulang-tulang terutama bagian trabecular menjadi lebih
berongga sehingga meningkatkan resiko patah tulang.

B. Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia


Masalah yang sering terjadi pada lansia sangat beragam seiring dengan
bertambahnya usia, maka akan tejadi penurunan fungsi tubuh pada lansia baik fisik,
fisiologis, psikologis dan fungsi-fungsi kehidupan lainnya. Masalah pada lansia
sebenarnya merupakan mekanisme evolusi kehidupan alam, dimana akan terjadi
regenerasi kehidupan.
Secara umum masalah yang sering terjadi pada lansia di bedakan menjadi masalah
fisik dan fisiologis serta masalah psikologis. Masalah ini akan di jelaskan di bwah ini:
1. Permasalahan dari aspek fisiologis
Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi oleh faktor
kejiwaan social, ekonomi dan medic. Perubahan tersebut akan terlihat dalam
jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan keriput, rambut beruban
dan rontok, penglihatan menurun sebagian atau menyeluruh, pendengaran
berkurang dan mudah menjadi bungkuk, tulang keropos, massanya dan
kekuatannya berkurang dan mudah patah, elastisitas paru berkurang, nafas menjadi
pendek, terjadi penurunan fungsi organ didalam perut, dinding pembuluh darah
menebal sehingga tekanan darah tinggi, otot jantung bekerja tidak efisien, adanya
penurunan organ reproduksi terutama pada wanita, otak menyusut dan reaksi
menjadi lambat terutama pada pria, serta seksualitas tidak terlalu menurun.
2. Permasalahan dari aspek psikologis
Menurut Hadi Hartono (1997) dalam Darmojo (1999), beberapa masalah
psikologis lansia yaitu:
a. Kesepian (loneliess), yang dialami oleh lansia pada saat meninggalnya
pasangan hidup, terutama bila dirinya saat itu mengalami penurunan status
kesehatan seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama gangguan pendengaran harus dibedakan antara
kesepian dengan hidup sendiri. Banyak lansia hidup sendiri tidak mengalami
kesepian karena aktivitas sosialnya tinggi, lansia yang hidup dilingkungan yang
beranggota keluarga yang cukup banyak tetapi mengalami kesepian.
b. Duka cita (bereavement), pada periode duka cita ini merupakan periode yang
sangat rawan bagi lansia. Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat atau
bahkan hewan kesayangan bisa meruntuhkan ketahanan kejiwaan yang sudah
rapuh dari seorang lansia, yang selanjutnya memicu terjadinya gangguan fisik
dan kesehatannya. Adanya perasaan kosong kemudian diikuti dengan ingin
menangis dan kemudian suatu periode depresi.
c. Depresi persoalan hidup yang mendera lansia seperti kemiskinan, usia, stress
yang berkepanjangan, penyakit fisik yang tidak kunjung sembuh, perceraian
atau kematian pasangan, keturunan yang tidak bias merawatnya dan sebagainya
dapat menyebabkan terjadinya depresi. Pada usia lanjut rentan untuk terjadi
depresi merupakan gabungan antara faktor-faktor psikologik, sosial dan
biologik. Yang sering terlihat adalah hilangnya tenaga/energi, hilang rasa
senang, tidak bias tidur atau keluhan rasa sakit dan nyeri kecemasan dan
perlambatan motorik (Stenly & Beare, 2002).
d. Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu: fobia, gangguan
cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obstetif-kompulsif.
Pada lansia gangguan cemas merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan
biasanya berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek
samping obat atau gejala penghentian mendadak suatu obat.
e. Psikosis pada lansia, dimana terbagi dalam bentuk psikosis bias terjadi pada
lansia, baik sebagai kelanjutan keadaan dari dewasa muda atau timbul pada
lansia.
f. Parafrenia, merupakan suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sring terdapat pada
lansia yang ditandai dengan waham (curiga) yang sering lansia merasa
tetangganya mencuri barang-barangnya atau tetangga berniat membunuhnya.
Parafrenia biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi atau diisolasi atau
menarik diri dari kegiatan sosial.
g. Syndrome diagnose, merupakan suatu keadaan dimana lansia menunjukan
penampilan perilaku yang sangat mengganggu. Rumah atau kamar yang kotor
serta berbau karena lansia ini sering bermain-main dengan urin dan fesesnya,
lansia sering menumpuk barang-barangnya dengan teratur.
C. Pengertian Keperawatan Gerontik
Keperawatan gerontik adalah praktek keperawatan yang berkaitan dengan
penyakit pada proses menua (Kozier, 1987). Menurut Lueckerotte (2000)
keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia
yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fugsional, perencanaan,
implementasi serta evaluasi.

D. Lingkup Keperawatan Gerontik


Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan ketidakmampuan
sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk pemenuhan kebutuhan lansia dan
pemulihan untuk mengatasi keterbatasan lansia. Sifatnya adalah independen
(mandiri), independent (kolaborasi), humanistik dan holisik.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kelainan Sendi Degeneratif (Osteoartritis)


1. Pengertian
Osteoartritis yag dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoatritis
(sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering
ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer,
C Suzanne, 2002 hal 1087)
Osteoatritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang
menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia,
penyakit ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering
dijumpai pada usia diatas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukan
adanya perbedaan frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).
2. Osteoatritis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoatritis.
b. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur. (Long, C
Barbara, 1996 hal 336)
3. Etiologi
Beberapa penyebab dan faktor predisposisi yaitu:
a. Umur, perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya
umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya
berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
b. Kegemukan, kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat
badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoatritis
mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah
kegemukan.
c. Trauma, trauma yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan
biomekanik sendi tersebut.
d. Keturunan, osteoatritis biasanya ditemukan pada pria yang kedua orag tuanya
terkena osteoatritis, sedangkan wanita hanya salah satu dari orang tuanya yang
terkena.
e. Akibat penyakit radang sendi lain, infeksi menimbulkan peradangan dan
pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membrane synovial dan
sel-sel radang.
f. Penyakit endokrin, pada hipertiroidisme terjadi produsi air dan garam-garam
proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga
merusak sifat fisik rawan sendi, ligament, tendo, synovia dan kulit, pada
diabetes mellitus glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
4. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif meupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang
dan progresif lambat yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru
pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan
kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi, pemecahan tersebut diduga
diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan
dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit
sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering
terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan seperti panggul lutut
dan kolumna vetebralis. Osteoatritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan
terbatasnya gerakan, hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau
diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakam sendi tersebut.
5. Gambaran klinis
a. Rasa nyeri pada sendi, nyeri akan bertambah apabila sedang melakukan suatu
kegiatan fisik.
b. Kekakuan dan keterbatasan gerak, biasanya akan berlangsung 15-30 menit dan
timbul setelah istirahat atau saat memulai kegiatan fisik
c. Peradangan, sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan
dalam ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan dan perengangan
sampai sendi ini akan menimbulkan rasa nyeri.
d. Mekanik, nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas
lama dan akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya
dengan keadaan penyakit yang tvlah lanjut dimana rawan sendi telah rusak
berat.
e. Pembengkakan sendi, merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan
cairan dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya kemerahan.

f. Devormitas, disebabkan oleh sitruksi local rawan sendi.

g. Gangguan fungsi, timbul akibat ketidakserasian anatar tulang pembentuk


sendi.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontagen menunjukan penuruan progresif massa kartilago sendi sebagai
penyempitan rongga sendi.
b. Serologi dan cairan synovial dalam batas normal.
7. Penatalaksanaan
a. Tindakan preventif
- Penurunan berat badan
- Pencegahan cedera
- Screening sendi paha
b. Farmakologi: obat NSAID bila nyeri muncul
c. Terapi konservatif: kompres hangat, mengistirahatkan sendi, pemakaian alat-
alat ortotik untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi.
d. Iritasi tidal (pembasuhan debris dari rongga sendi), debridemen artoscopik.
e. Pembedahan: artroplasti.
B. Pengkajian
1. Aktifitas / istirahat: nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan
stress pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan
simetris limitimasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu
senggang, pekerjaan, keletihan, malaise.
2. Kardiovaskuler: fenomena Raynaud dari tangan misalnya, pucat litermiten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
3. Integritas ego: faktor-faktor stress akut/kronik misalnya, finansial pekerjaan,
ketidakmampuan faktor-faktor hubungan, keputusasaan dan ketidaknyamanan,
anvcaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi miasalnya
ketergantungan pada orang lain.
4. Makanan / cairan: ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi
makanan atau cairan adekuat, mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah,
penurunan berat badan, kekeringan pada mukosa.
5. Hygiene: berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri.
6. Neurosensori: kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi.
7. Nyeri / ketidaknyamanan: fase akut nyeri kemungkinan disertai dengan
pembengkakan jaringan lunak pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan
terutama pada pagi hari.
8. Keamanan: kulit mengkilat, tegang, lesi kulit, ulkus kaki, kesulitan dalam
menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga.
9. Interaksi sosial: kerusakan interaksi dangan keluarga atau orang lain, perubahan
peran.
10. Penyuluhan / pembelajaran: riwayat rematik pada keluarga, penggunaan makanan
kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit.
11. Pemeriksaan diagnostik: reaksi aglutinasi positif, protein C reaktif positif paa
masa inkubasi, SDP meningkat pada proses nflamasi, RO menunjukan
pembengkakan jaringan lunak, erosi sendi, osteoporosis pada tulang yang
berdekatan, formasik kista tlang, penyempitan ruang sendi.
C. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh skumulasi cairan/
proses inflamasi, distruksi sendi.
Tujuan : Nyeri akan berkurang setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam
dengan kriteria hasil: nyeri berkurang atau hilang, tingkat nyeri 0-3
No Intervensi Rasional
1. Kaji intensitas nyeri 1. Dapat mengetahui intensitas nyeri
2. Manajemen nyeri : berikan yang dirasakan klien
teknik relaksasi 2. Dapat membantu mengalihkan rasa
3. Berikan informasi tentang nyeri klien
nyeri (mis: penyebab 3. Dapat membuat klien dan keluarga
nyeri,berapa lama klien mengetahui pencegahan
berlangsung) terjadinya nyeri
4. Kolaborasi dengan tim dokter 4. Dapat mengurangi rasa nyeri klien
dalam pemberian obat
analgetik

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ketidaknyamanan dan


penurunan kekuatan otot.
Tujuan : Mobilitas fisik pergerakan sendi dan otot membaik setelah diberikan
asuhan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil : nyeri berkurang serta
rasa nyaman, pasien mampu melakukan gerakan / ROM aktif.
No. Intervensi Rasional
1. Kaji derajat imobilisasi yang 1. Mengetahui persepsi diri pasien
dihasilkan oleh cedera / mengenai keterbatasan fisk aktual,
pengobatan dan perhatikan mendapatkan informasi dan
persepsi pasien terhadap menentukan informasi dalam
immobilisasi. meningkatkan kemajuan kesehatan
2. Instruksikan pasien / bantu dalam pasien.
rentang gerak klien / aktif pada 2. Meningkatkan aliran darah ke
ekstremitas yang sakit dan yang ligamen dan ke tulang untuk
tidak sakit. mempertahankan gerak sendi.
3. Berikan lingkungan yang aman, 3. Menghindari terjadinya cedera
misalnya ingin ke kamar mandi berulang.
ataupun ingin duduk di bantu 4. Agar pasien terhindar dari
menggunakan pegangan tangan, kerusakan kembali pada ekstremitas
penggunaan alat bantu moblilitas yang luka.
atau kursi roda penyelamat. 5. Penanganan yang tepat dapat
4. Ajarkan cara-cara yang benar mempercepat waktu penyembuhan.
dalam melakukan macam-macam
mobilisasi seperti body mechanic
ROM aktif dan ambulasi.
5. Kolaborasi dengan fisioterapi
dalam penanganan traksi yang
boleh digerakkan dan yang
belum boleh digerakkan.

3. Kurang perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan dalam


melaksanakan aktivitas.
Tujuan : perawatan diri secara mandiri dapat dilakukan setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan dengan kriteria hasil : pasien tampak
bersih dan rapi, pasien mengatakan badannya tidak lengket dan kulit tidak kusam
lagi.
No. Intervensi Rasional
1. Kaji kebersihan tubuh dan mulut 1. Untuk mengetahui tingkat
pasien. kebersihan pasien.
2. Bantu pasien dalam melakukan 2. Menjaga kebersihan pasien agar
mandi dan hygiene oral sampai terhindar dari bakteri dan
pasien benar-benar mampu mikroorganisme dan menciptakan
melakukan perawatan diri. kemandirian pasien.
3. Ajarkan pasien/keluarga 3. Agar pasien dan keluarga mengerti
penggunaan metode alternatif tentang metode alternatif untuk
untuk mandi dan hygiene oral. mandi dan hygiene oral dan melatih
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pasien dalam menjaga kebersihan
pemberian sabun kesehatan yang diri.
baik sebelum mandi, anjurkan 4. Pemberian sabun yang baik untuk
mandi menggunakan air hangat. kesehata mencegah kuman pada
kulit pasien, air hangat dapat
mendilatasi pembuluh darah.
ASUHAN KEPERAWATAN UNTUK PASIEN PENYAKIT PERSENDIAN

(OSTEOATRIRIS)

Oleh:

WAHYUNI ABD. RAHIM

110114092

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2018

Anda mungkin juga menyukai

  • LP Dan Askep Persalinan Normal
    LP Dan Askep Persalinan Normal
    Dokumen28 halaman
    LP Dan Askep Persalinan Normal
    Herlina Husen
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Gout Arthritis
    Leaflet Gout Arthritis
    Dokumen3 halaman
    Leaflet Gout Arthritis
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • LP Selulitis
    LP Selulitis
    Dokumen13 halaman
    LP Selulitis
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • Sop Pre Post Conference
    Sop Pre Post Conference
    Dokumen5 halaman
    Sop Pre Post Conference
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • SAP Dan Leaflet Diare
    SAP Dan Leaflet Diare
    Dokumen7 halaman
    SAP Dan Leaflet Diare
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • Anemia
    Anemia
    Dokumen10 halaman
    Anemia
    Dandy Putra Surya
    Belum ada peringkat
  • LP Dislokasi
    LP Dislokasi
    Dokumen15 halaman
    LP Dislokasi
    Dhewy Maghfiroh
    Belum ada peringkat
  • LP VULNUS LASERATUM
    LP VULNUS LASERATUM
    Dokumen9 halaman
    LP VULNUS LASERATUM
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • (PDF) LP Skizofrenia
    (PDF) LP Skizofrenia
    Dokumen9 halaman
    (PDF) LP Skizofrenia
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • PDF LP Stemi
    PDF LP Stemi
    Dokumen25 halaman
    PDF LP Stemi
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • Leaflet ASI Ekslusif
    Leaflet ASI Ekslusif
    Dokumen2 halaman
    Leaflet ASI Ekslusif
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • Laporan Manajemen
    Laporan Manajemen
    Dokumen29 halaman
    Laporan Manajemen
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • Leaflet MP ASI
    Leaflet MP ASI
    Dokumen1 halaman
    Leaflet MP ASI
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • Evaluasi 3
    Evaluasi 3
    Dokumen1 halaman
    Evaluasi 3
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • LP Cedera Kepala
    LP Cedera Kepala
    Dokumen16 halaman
    LP Cedera Kepala
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • SAP Kesehatan Jantung
    SAP Kesehatan Jantung
    Dokumen7 halaman
    SAP Kesehatan Jantung
    Wahyuni Abd Rahim
    Belum ada peringkat
  • Askep Malaria Tropika
    Askep Malaria Tropika
    Dokumen13 halaman
    Askep Malaria Tropika
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • Sap CHF
    Sap CHF
    Dokumen4 halaman
    Sap CHF
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • Laporan Manajemen
    Laporan Manajemen
    Dokumen29 halaman
    Laporan Manajemen
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • Askep Miopia
    Askep Miopia
    Dokumen13 halaman
    Askep Miopia
    Wahyuni Abd Rahim
    100% (1)
  • Askep Abses Otak
     Askep Abses Otak
    Dokumen11 halaman
    Askep Abses Otak
    Wahyuni Abd Rahim
    Belum ada peringkat
  • Sap CHF
    Sap CHF
    Dokumen4 halaman
    Sap CHF
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • Varisela
    Varisela
    Dokumen2 halaman
    Varisela
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Pasien Dengan CHF
    Asuhan Keperawatan Pasien Dengan CHF
    Dokumen5 halaman
    Asuhan Keperawatan Pasien Dengan CHF
    tyuniarty
    Belum ada peringkat
  • Askep DM
    Askep DM
    Dokumen14 halaman
    Askep DM
    Tu Adi
    Belum ada peringkat
  • Askep Tinia Pendis
    Askep Tinia Pendis
    Dokumen14 halaman
    Askep Tinia Pendis
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • Gerontik
    Gerontik
    Dokumen2 halaman
    Gerontik
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • Varisela
    Varisela
    Dokumen2 halaman
    Varisela
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat
  • Gout Artritis
    Gout Artritis
    Dokumen8 halaman
    Gout Artritis
    wahyuni abd rahim
    Belum ada peringkat