Anda di halaman 1dari 11

Bab 1 Tinjauan Teoritis

1.1. Definisi.
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak
yang disebabkan karena infeksi sekunder dari penyakit otogenik (sinus paranasal, telinga tengah,
mastoid cel), trauma kepala, tindakan pembedahan, kraniotomi, bisa juga karena infeksi yang
berasal dari bakteri, jamur, dan virus dan berhubungan dengan penyakit jantung bawaaan.
Insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan
tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ).

1.2. Etiologi
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis.
Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada AO, yaitu bakteri, jamur dan parasit.
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus
beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides.
Abses juga dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik
(empyema, abses paru, brokhiektasis,pneumonia) dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi
Fallot. Muncul di sekitar 2% anak-anak yang menderita penyakit jantung congenital,
kemungkinan karena otak hipoksik merupakan media kultur yang baik untuk bakteri.
Abses juga dijumpai pada penderita dengan inveksi virus imunodefisiensi manusia (HIV).

1.3. Patofisiologi
Proses pembentukan abses otak secara histopatologi dibagi dalam 4 fase dengan waktu 2
minggu untuk terbentuknya kapsul abses:
1. Fase serebritis dini (Early Cerebritis) (hari ke 1 – 3)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel
dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke
3 Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah
nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita
otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2. Fase serebritis lanjut (Late Cerebritis) (hari ke 4 – 9)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh
karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari
sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan
gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk
kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar

3. Fase pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation) (hari ke 10 – 14)


Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat
dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi
pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya
vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang
terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila
abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat
daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar
otak mulai meningkat.

4. Fase pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation) (setelah hari ke 14)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai
berikut:
a. Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
b. Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
c. Kapsul kolagen yang tebal.
d. Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
e. Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel
sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
1.4. Tanda Dan Gejala Klinis
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti
demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit
kepala dan kejang.
Jumlah sel darah putih bertambah banyak, disertai diferensial yang mengindikasi infeksi.
Saal lesi membesar, pasien menunjukkan gejala yang mirip dengan tumor otak, yang berkaitan
dengan gangguan fungsi dalam lobus yang diserang.
Ciri khas yang lain berbeda menurut tempat munculnya abses:
 Abses lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti
hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun me-
nunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke
dalam kavum ventrikel
 Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap
didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hem ianopsi
komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila
perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di
daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik
 Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan
koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus.
 Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.

1.5. Penatalaksanaan Medis


1. Antibiotika untuk mengobati infeksi---Jika diketahui infeksi yang terjadi disebabkan oleh

bakteri yang spesifik, maka diberikan antibiotika yang sensitif terhadap bakteri tersebut,

paling tidak antibiotika berspektrum luas untuk membunuh lebih banyak kuman penyakit.

Paling sedikit antibiotika yang diberikan selama 6 hingga 8 minggu untuk menyakinkan

bahwa infeksi telah terkontrol.


2. Aspirasi atau pembedahan untuk mengangkat jaringan abses---Jaringan abses diangkat

atau cairan nanah dialirkan keluar tergantung pada ukuran dan lokasi abses tersebut. Jika

lokasi abses mudah dicapai dan kerusakkan saraf yang ditimbulkan tidak terlalu

membahayakan maka abses diangkat dengan tindakan pembedahan. Pada kasus lainnya,

abses dialirkan keluar baik dengan insisi (irisan) langsung atau dengan pembedahan yaitu

memasukkan jarum ke lokasi abses dan cairan nanah diaspirasi (disedot) keluar. Jarum

ditempatkan pada daerah abses oleh ahli bedah saraf dengan bantuan neurografi

stereotaktik, yaitu suatu tehnik pencitraan radiologi untuk melihat jarum yang

disuntikkan ke dalam jaringan abses melalui suatu monitor. Keberhasilan pengobatan

dilakukan dengan menggunakan MRI scan atau CT snca untuk menilai keadaan otak dan

abses tersebut. Antikonvulsan diberikan untuk mengatasi kejang dan penggunaanya dapat

diteruskan hingga abses telah berhasil diobati.


Bab 2 Tinjauan Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Identitas klien: nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tgl MRS, askes dst.
2. Riwayat Kesehatan:
a. Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan
intrakranial serta gejala nerologik fokal .
c. Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis ) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema )jantung (
endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.
*catatan untuk klien anak ditambahkan riwayat imunisasi, riwayat tumbuh kembang,dan
riwayat nutrisi.
3. Pemeriksaan fisik:
a. keadaan umum:
i. keadaaan fisik
ii. kesadaran
iii. tanda-tanda vital (TD,RR,N,SB)
b. Pola fungsi kesehatan :
i. Aktivitas/istirahat :
gejala ; malaise
Tanda ; ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunte
ii. Sirkulasi
Gejala ; adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda ; TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan
pengaruh pada vasomotor).
iii. Eliminasi
Tanda;adanya inkontensia dan/atau retensi
iv. Nutrisi
Gejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )
Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.
v. Higiene
Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada
periode akut)
vi. Neurosensori
Gejala ; sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatan
Tanda ; penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit
dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan
TIK),nistagmus.kejang umum lokal.
vii. Nyeri /kenyamanan
Gejala ; Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan leher/
punggung kaku.
Tanda ; tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.
viii. Pernapasan
Gejala ; adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda ;peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah.
ix. Keamanan
Gejala ; adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga
tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal,
pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.
Tanda ; suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum;
tonus otot flaksid atau spastik;paralisis atau parese. Gangguan sensasi.
4. Pemeriksaan laboratorium
Laju endap darah meningkat dan leukositosis.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Computed tomography (CT) Scan dan kadang-kadang arteriografi (yang menyoroti
abses dengan halo). Menunjukkan lokasi abses dan mengidentifikasi fase abses.
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal, membantu memastikan infeksi.
c. Kultur dan sensitivitas drainase, menidentifikasi organism penyebab abses
d. Sinar- X atau rontgen foto kepala, sinus, thorax untuk mencari sumber infeksi.

B. Diagnose dan Perencanaan (tabel askep)


C. Implementasi
Dalam melakukan tindakan implementasi memperhatikan intervensi yang telah
direncanakan dengan maksimal.
D. Evaluasi
Tindakan evaluasi sesuai dengan implementasi yang dilakukan dengan
memperhatikan tujuan yang telah direncanakakan.

E. Analisa Data

No. DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS ; nyeri kepala disertai proses inflamasi, toksin Nyeri Akut
dalam sirkulasi
dengan penurunan kesadaran

DO ; tampak terus terjaga.


Menangis/mengeluh.

2. DS ; malaise gangguan persepsi atau Hambatan mobilitas fisik


kognitif, penurunan
DO ; ataksia,masalah
kekuatan,terapi pembatasan/
berjalan,kelumpuhan,gerakan
kewaspadaan keamanan mis.
involunter
tirah baring, imobilisasi.
3. DS ; sakit defisit neurologis. Perubahan persepsi-
kepala,parestesia,timbul sensori
kejang, gangguan
penglihatan

DO ; penurunan status
mental dan
kesadaran,kehilangan
memori, sulit dalam
mengambil
keputusan,afasia,mata; pupil
unisokor (peningkatan
TIK),nistagmus.kejang
umum lokal.
4. DS ; adanya riwayat diseminata hematogen dari Risiko terhadap
ISPA/infeksi lain meliputi ; patogen, statis cairan. penyebaran infeksi
mastoiditis, telinga tengah,
sinus,abses gigi; infeksi
pelvis,abdomen atau
kulit;fungsi lumbal,
pembedahan, fraktur pada
tengkorak/cedera kepala.

DO ; suhu meningkat,
diaforesis, menggigil.
Kelemahan secara umum;
tonus otot flaksid atau
spastik;paralisis atau parese.
Gangguan sensasi.

5. DS : Sakit Edema serebral Resiko perubahan perfusi


kepala,parestesia,timbul jaringan serebral
kejang, gangguan
penglihatan

DO : Penurunan status
mental dan
kesadaran,kehilangan
memori, sulit dalam
mengambil
keputusan,afasia,mata; pupil
unisokor (peningkatan
TIK),nistagmus.kejang
umum lokal.
6. DS : pasien terus bertanya Kurangnya pengetahuan Kecemasan
mengenai kondisinya tentang proses penyakit

DO : pasien terlihat gelisah.

F. Penyimpangan KDM

Trauma Kematogen Komplikasi Meningitis Mikroorganisme

Invasi mikroorganisme pathogen

Reaksi Inflamasi

Pembentukan Abses

Peningkatan volume jaringan otak Pembesaran Abses

Peregangan dan Penekanan saraf


Peningkatan tekanan intra cranial Ruptur Abses

Nyeri akut
Penekanan struktur jaringan serebral Resiko infeksi sekunder

Perubahan perfusi serebral

Perubahan Korteks motori Perubahan struktur selular korteks sensori


Peningkatan Respon neuromuscular
Penurunan kemampuan proses interpretasi informasi
Ketidakseimbangan koordinasi motorik

Perubahan Persepsi sensori


Perubahan mobilitas fisik
Bab 3 KESIMPULAN

Abses otak merupakan suatu proses infeksi dengan pernanahan terlokalisir diantara

jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri, fungus dan protozoa. Dimana

kasusnya jarang dijumpai tetapi angka kematiannya tinggi (rata-rata 40%), sehingga tergolong

kelompok penyakit “life threatening infection”. Sebagian besar penderita abses otak adalah laki-

laki, dibandingkan perempuan (3:1), yang berusia produktif (20-50 tahun).

Abses otak timbul akibat penyebaran langsung dari infeksi telinga tengah, sinusitis dan

mastoiditis. (35%-65%). Abses dapat juga timbul secara hematogen, menurunnya system

kekebalan tubuh ( akibat penyakit kronis, immunology), Tetralogy Fallot (abses multiple) dan

trauma luka ditusuk ke otak, parasit dan lain-lain.

Proses pembentukan abses otak memakan waktu 2 minggu dan terdiri dari 4 tahap.

Umumnya gegjal-gejala yang timbul sama dengan gejala-gejala peninggian tekanan intra cranial.

Diagnose ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, rontgen, CT-Scan, dan pemeriksaan

laboratorium. Pengobatan umumnya dilakukan dengan tindakan bedah (aspirasi dan eksisi) dan

pemberian antibiotic yang tepat.


DAFTAR PUSTAKA

 Adril Arsyad Hakim, Abses Otak. Departemen Bedah Fakultas Kedokteran USU / SMF

Bedah Saraf RSUP. H. Adam Malik Medan.pdf

 Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: Jakarta

 Hakim A.A “Pengamatan pengelolaan abses otak di RSUD Dr. soetomo

Surabaya” 1984-1986.

 Tarwoto dan Wartonah, 2010. Kebutuhan dasar manuar manusia dan proses keperawatan.

Jakarta. Salemba Medika.

 Lippincott Williams dan wilkins, 2011. Nursing : memahami berbagai macam penyakit.

Jakarta, Indeks.

 Irianto Koes, 2012. Anatomi dan fisiologi an. Jakarta. Salemba Medika.

 Lippincott Williams dan wilkins, 2011. Nursing : memahami berbagai macam penyakit.

Jakarta, Indeks.

 Irianto Koes, 2012. Anatomi dan fisiologi. Bandung, Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai