A. Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik
dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak
(Muttaqin, 2008).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak,
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala
(Suriadi dan Rita juliani, 2001).
B. Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Terjatuh
c. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d. Olah raga
e. Benturan langsung pada kepala.
f. Kecelakaan industri.
D. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan
glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-
gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100
gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,
takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak
tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan.
- Pada cedera primer dapat terjadi:
Gegar kepala ringan
Memar otak
Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
- Hipotensi sistemik
- Hipoksia
- Hiperkapnea
- Udema otak
- Komplikai pernapasan
- Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
b. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien cedera kepala menurut Eka J. Wahjoepramono
(2005 : 90) antara lain :
1. Cedera Otak Sekunder akibat hipoksia dan hipotensi
Hipoksia dapat terjadi akibat adanya trauma di daerah dada yang terjadinya
bersamaan dengan cedera kepala. Adanya obstruksi saluran nafas, atelektasis,
aspirasi, pneumotoraks, atau gangguan gerak pernafasan dapat berdampak pasien
mengalami kesulitan bernafas dan pada akhirnya mengalami hipoksia.
2. Edema Serebral
Edema adalah tertimbunnya cairan yang berlebihan di dalam jaringan. Edema
serebral akan menyebabkan bertambah besarnya massa jaringan otak di dalam
rongga tulang tengkorak yang merupakan ruang tertutup. Kondisi ini akan
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang selanjutnya juga
berakibat penurunan perfusi jaringan otak.
3. Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Tekanan intrakranial dapat meningkat karena beberapa sebab, yaitu pada
perdarahan selaput otak (misalnya hematoma epidural dan subdural). Pada
perdarahan dalam jaringan otak (misalnya laserasi dan hematoma serebri), dan dapat
pula akibat terjadinya kelainan parenkim otak yaitu berupa edema serebri.
4. Herniasi Jaringan Otak
Adanya penambahan volume dalam ruang tengkorak (misalnya karena
adanya hematoma) akan menyebabkan semakin meningkatnya tekanan intrakranial.
Sampai batas tertentu kenaikan ini akan dapat ditoleransi. Namun bila tekanan
semakin tinggi akhirnya tidak dapat diltoleransi lagi dan terjadilah komplikasi berupa
pergeseran dari struktur otak tertentu kearah celah-celah yang ada.
5. Infeksi
Cedera kepala yang disertai dengan robeknya lapisan kulit akan memiliki
resiko terjadinya infeksi, sebagaimana pelukaan di daerah tubuh lainnya. Infeksi
yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya Meningitis, Ensefalitis, Empyema
subdural, Osteomilietis tulang tengkorak, bahkan abses otak.
6. Hidrisefalus
Hidrosefalus merupakan salah satu komplikasi cedera kepala yang cukup
sering terjadi, khususnya bila cedera kepala cukup berat.
E. Penatalaksanaan
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan mungkin di
persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda :
- Perubahan kesadaran, letargi
- hemiparese
- ataksia cara berjalan tidak tegap
- masalah dlm keseimbangan
- cedera/trauma ortopedi
- kehilangan tonus otot
b. Sirkulasi
Gejala : - Perubahan tekanan darah atau normal
Tanda :
- Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yg
diselingi bradikardia disritmia
c. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas,mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi
d. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami
gangguan fungsi
e. Makanan/cairan
Gejala: Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda: Muntah,gangguan menelan
f. Neurosensori
Gejala :
- Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus, kehilangan pendengaran
- Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain
lapang pandang, gangguan pengecapan dan penciuman
Tanda: - Perubahan kesadaran bisa sampai koma
- Perubahan status mental
- Perubahan pupil
- Kehilangan penginderaan
- Wajah tdk simetris
- Genggaman lemah tidak seimbang
- Kehilangan sensasi sebagian tubuh
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala ; sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama
Tanda: Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan nyeri nyeri yang
hebat,merintih
h. Pernafasan
Tanda: Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor,
tersedak, ronkhi,mengi
i. Keamanan
Gejala: Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda:
- Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
- Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar telinga,adanya aliran
cairan dari telin ga atau hidung
- Gangguan kognitif
- Gangguan rentang gerak
- Demam
B. Prioritas Keperawatan
a) Memaksimalkan perfusi cerebral
b) Mencegah dan meminimalkan komplikasi
c) Mengoptimalkan fungsi otak
d) Menyokong proses koping
e) Memberikan informasi mengenai proses/prognosis penyakit
C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan
gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan
intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak
ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas
normal.
Intervensi:
- Kaji Airway, Breathing, Circulasi
- Kaji apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari kepala
ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
- Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret
segera lakukan pengisapan lendir
- Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas
- Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan
tinggikan 15 – 30 derajat.
- oksigen sesuai program.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intracranial
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing
hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
Intervensi :
- Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk
menurunkan tekanan vena jugularis.
- Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan intrakranial:
- Bila akan memiringkan klien, harus menghindari adanya tekukan pada
anggota badan, fleksi (harus bersamaan)
- Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver
- Ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari
percakapan yang emosional.
- Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial
sesuai program.
- Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena
dapat meningkatkan edema serebral.
- Monitor intake dan out put.
- Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
- Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan
pemenuhan nutrisi.
- Pada pasien , libatkan keluarga dalam perawatan klien dan jelaskan hal-hal
yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya
kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari klien terpenuhi yang ditandai dengan berat
badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih,
tubuh klien bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat
dibantu.
Intervensi :
- Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum,
mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan
kebersihan perseorangan.
- Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
- Perawatan kateter bila terpasang.
- Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk
memudahkan BAB.
- Libatkan keluarga dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan
demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan klien.
4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau
dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan
nilai elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
- Kaji intake dan out put.
- Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun
atau mata cekung dan out put urine.
- Berikan cairan intra vena sesuai program.
5. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Tujuan : klien akan merasa nyaman yang ditandai dengan klien tidak
mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
- Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri,
lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat
dingin.
- Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri.
- Kurangi rangsangan.
- Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
- Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
- Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
6. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya
tekanan intrakranial.
Tujuan : klien terbebas dari injuri.
Intervensi :
- Kaji status neurologis klien: perubahan kesadaran, kurangnya respon
terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan
menurun, dan kejang.
- Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
- Monitor tanda-tanda vital klien setiap jam.
- Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
- Berikan analgetik sesuai program.
Daftar Pustaka