Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga.
Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi
penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan
anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling
sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan
bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur
6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5
tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering
didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan
karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat
dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan
mengakibatkan kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian
hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah,
1985 : 858) .
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan
pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat
diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan
bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut
untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu
memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang
meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan
berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh
1
secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang
demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi
pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri
yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit,
prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa,2009; 262).

B. Ruusan Masalah
1. Apa pengertian kejang demam?
2. Apa saja penyebab dari kejang demam?
3. Apa saja tanda dan gejal dai kejang demam?
4. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari kejang demam?
5. Bagaimana pelaksanaan kejang demam?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kejang demam serta
bagaimana cara penanganannya
2. Tujuan Khusus
1) Memahami tentang pengertian kejang demam
2) Memahami tentang penyebab kejang demam
3) Memahami tentang tanda gejala kejang demam
4) Memahami tentang WOC kejang demam
5) Memahami tentang pemeriksaan diagnostik kejang demam
6) Memahami tentang pelaksanaan kejang demam
7) Memahami Asuhan Keperawatan dengan diagnosa kejang demam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik
serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002)
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 2007:229)..
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan
perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang
berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B. ETIOLOGI
Menurut Lumbantobing,2001 Faktor yang berperan dalam menyebabkan
kejang demam:
Demam itu sendiri
1. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap
otak).
2. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
3. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
4. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak
diketahui atau ensekalopati toksik sepintas.
5. Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi
diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA),
bronkhitis, dan lain – lain.

3
C. TANDA DAN GEJALA
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik,
klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang
berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.
Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang
berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama
diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung
lama sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih
dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan
frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali
sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali
sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.
Gejalanya berupa:
1. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang
tejradi secara tiba-tiba)
2. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu
terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
3. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik)
4. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit)
5. Lidah atau pipinya tergigit
6. Gigi atau rahangnya terkatup rapat
7. Inkontinensia (mengompol)
8. Gangguan pernafasan
9. Apneu (henti nafas)
10. Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya:

4
1. Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur
selama 1 jam atau lebih
2. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
3. Mengantuk
4. Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
a. Kejang parsial ( fokal, lokal )
1. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal
berikut ini :
a) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi
tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
b) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka
merah, dilatasi pupil.
c) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar
musik, merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.
d) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
2. Kejang parsial kompleks
a) Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
b) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik :
mengecap – ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel
yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan
lainnya.
c) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
b. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
1. Kejang absens
a) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
b) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung
kurang dari 15 detik
c) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan
konsentrasi penuh

5
2. Kejang mioklonik
a) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot
yang terjadi secara mendadak.
b) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila
patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher,
lengan atas dan kaki.
c) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam
kelompok
d) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
3. Kejang tonik klonik
a) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku
umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang
berlangsung kurang dari 1 menit
b) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
c) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
d) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
4. Kejang atonik
a) Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

6
D. PATHWAY

Infeksi ekstrakranial : suhu tubuh

Gangguan keseimbangan membran sel neuron

Difusi Na dan Ca berlebih

Depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebih

kejang

parsial umum

kompleks absens mioklonik Tonik atonik


sederhana klonik

Kesadaran Gg peredaran Aktivitas otot


darah

Reflek hipoksi Metabolisme


Resiko menelan
cedera

Permeabilitas Keb. O2 Suhu tubuh


Penumpukan kapiler makin
sekret meningkat

Sel neuron asfiksia


aspirasi otak rusak

7
E. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSTIK
1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai untuk membantu menetapkan
jenis dan fokus dari kejang.
2. CT scan : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan
dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas
terliht bila menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak
5. Uji laboratorium
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan
predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

F. PENATALAKSANAAN
1. Memberantas kejang Secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam
keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat
kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara
intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan
suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler,
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat
diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.

8
2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh Dilupakan perlunya
pengobatan penunjang
a. Semua pakaian ketat dibuka.
b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung.
c. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
d. Penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
e. Beri penahan gigi supaya tidak tergigit.
3. Pengobatan rumat
a. Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti
konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai
kemungkinan sangat kecil anak mendapat kejang demam
sederhana yaitu kira - kira sampai anak umur 4 tahun.
b. Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan
1) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
2) Kejang demam yang mempunyai ciri :
a) Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti
serebral palsi, retardasi perkembangan dan
mikrosefali
b) Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit,
bersifat fokal atau diikuti kelainan saraf yang
sementara atau menetap
c) Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat
genetic
d) Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1
bulan
4. Mencari dan mengobati penyebab

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. PENGKAJIAN
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan
penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi, psikal assesment.
1. Identitas
Identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan, status perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat,
tanggal dan jam MRS, no register, serta identitas yang bertanggung
jawab.
2. Keluhan utama
Pada umumnya pasien panas yang meninggi disertai kejang
3. Riwayat penyakit sekarang
Menanyakan tentang keluhan yang dialami sekarang mulai dari panas,
kejang, kapan terjadi, berapa kali, dan keadaan sebelum, selama dan
setelah kejang.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang diderita saat kecil seperti batuk, pilek, panas. pernah
dirawat dimana, tindakan apa yang dilakukan, penderita pernah
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
5. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan pada keluarga pasien tentang apakah didalam keluarga ada
yang menderita penyakit yang diderita oleh pasien seperti kejang atau
epilepsi.
6. Pemeriksaan fisik
a) B1 (Breath) : Keadaan umum tampak lemah, tampak
peningkatan frekuensi nafas sampai terjadi gagal nafas.Dapat
terjadi sumbatan jalan nafas akibat penumpukan sekret
b) B2 (Blood) : TD normal, nadi, perfusi, crt<2" , suhu panas,
kemungkinan terjadi gangguan hemodinamik

10
c) B3 (Brain): Kesadaran komposmentis sampai koma
d) B4 (Bladder): monitor produksi urine dan warnanya(jernih,pekat)
e) B5 (Bowel): Inspeksi : tampak normal, auskultasi : terdengar
suara bising usus normal, palpasi : turgor kulit normal, perkusi :
tidak ada distensi abdomen
f) B6 (Bone): pada kasus kejang demam tidak ditemukan
kelainan tulang akan tetapi saat kejang berlangsung akan terdapat
beberapa otot yang mengalami kejang.
7. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
1) Darah lengkap
2) Urine lengkap
3) Serum elektrolit
b) EEG: didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-
gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas
delta, relatif dengan gelombang tajam (Soetomenggolo, 1989)
c) CT Scan: pada pemeriksaan ini dapat menunjukan adanya lesi
pada daerah kepala.
8. Terapi
a) Bebaskan jalan napas
b) Berikan oksigenasi
c) Berikan posisi sligh head up 300
d) Pasang IV line
e) Pemberiap terapi sesuai advis dokter
f) Longgarkan pakaian yang dipakai oleh pasien

B. DIAGNOSA
1. Aspirasi berhubungan dengan adanya penumpukan sekret di saluran
pernapasan
2. Resiko cedera berhubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran
3. Gangguan rasa nyaman (peningkatan suhu tubuh) berhubungan
dengan dampak patologi dari penyakitnya.

11
4. Kebutuhan oksigen meningkat berhubungan dengan kejang

C. INTERVENSI
1. Dx: Aspirasi berhubungan dengan adanya penumpukan sekret di
saluran pernapasan
Tujuan: Tidak terjadi aspirasi
KH: jalan napas bebas, tidak ada suara napas tambahan, tidak ada
sekret yang menumpuk
Rencana tindakan:
a) Observasi tanda-tanda vital pasien
R/ mengetahui tingkat perkembangan pasien
b) Berikan posisi miring pada pasien
R/ agar jalan napas tetap terbuka
c) Lakukan suction
R/ membersihkan jalan naapas
d) Lakukan nebulizer
R/ untuk mengencerkan sekret
e) Kolaborasi dengan tim medis/ dokter dalam pemberian terapi
R/ melaksanakan fungsi independent
2. Dx: Resiko cedera berhubungan dengan terjadinya penurunan
kesadaran
Tujuan: cedera pada saat terjadi kejang dapat dicegah
KH: tidak terjadi cedera, pederita tidak jatuh, lidah pasien tidak
tergigit
Rencana tindakan:
a) Observasi tanda-tanda vital pasien tiap 15 menit selama fase akut
R/ mengetahui tingkat perkembangan pasien
b) Jaga kepala terhadap benda-benda yang dapat menimbulkan
cedera
R/ menghindari cedera saat kejang
c) Rawat pasien dengan posisi tidur kepala miring
R/ sekret dapat keluar

12
d) Buka pakaian yang menekan
R/ membuka saluran nafas agar nafas pasien tidak tertekan
e) Berikan pengamanan pada tempat tidur
R/ menghindari cedera atau jatuh
f) Minimalkan terjadi cedea pada pasien
R/ meminimalkan terjadi cedea pada pasien
3. Dx: gangguan rasa nyaman (peningkatan suhu tubuh) berhubungan
dengan dampak patologi dari penyakitnya.
Tujuan: suhu tubuh normal dalam waktu 30 menit - 1 jam
KH: suhu tubuh 36,5 C, tidak keluar keringat dingin, pasien tenang
Rencana tindakan:
a) Observasi tanda-tanda vital pasien
R/ mengetahui tingkat perkembangan pasien
b) Berikan kompres dingin pada pasien
R/ dapat mengurangi suhu panas pasien
c) Anjurkan pada keluarga pasien tentang penyebab peningkatan
suhu tubuh
R/ keluarga pasien dapat mengerti tentang penyebab demam
d) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antipiretik
R/ menurunkan demam dan melaksanakan fungsi independent

D. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana
tindakan yang telah ditetapkan meliputi tindakan independent, depedent,
interdependent. Pada pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, validasi,
rencan keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan
asuhan keperawatan dan pengumpulan data (Susan Martin, 1998)

E. EVALUASI
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan
data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan

13
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini
merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya (
Santosa.NI, 1989;162).
NO. Diagnosa/Masalah Evaluasi
1. Aspirasi berhubungan dengan Klien tidak mengalami aspirasi
adanya penumpukan sekret di Kriteria :
saluran pernapasan 1. Jalan napas bebas
2. Tidak ada suara napas tambahan
3. Tidak ada sekret yang
menumpuk
2 Resiko cedera berhubungan Cedera pada saat terjadi kejang
dengan terjadinya penurunan dapat dicegah
kesadaran Kriteria :
1. Tidak terjadi cedera
2. Penderita tidak jatuh
3. Lidah pasien tidak tergigit
3. Gangguan rasa nyaman Rasa nyaman terpenuhi
(peningkatan suhu tubuh) Kriteria :
berhubungan dengan dampak 1. Tanda vital :
patologi dari penyakitnya Suhu : 36 – 37,5ºC
N : 100 – 110 kali/ menit
RR : 24 – 28 kali/menit
2. Kesadaran : composmentis
3. Anak tidak rewel
4. Tidak keluar keringat dingin

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN

14
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 2007:229).. Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang
menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik
serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.

DAFTAR PUSTAKA

15
1. Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Jakarta : EGC.
2. Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa :
Maulanny R.F. Jakarta : EGC.
3. Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya
baru
4. Kejang Pada Anak. www. Pediatrik.com/knal.php
5. http://imadeyasesanjaya.blogspot.com/2011/07/lapoarn-pendahuluan-kejang-
demam.html

16

Anda mungkin juga menyukai