Anda di halaman 1dari 15

DIAN KARTIKA FITRI

2017 - 11 - 327
DASAR PENYEARAH TERKONTROL (SCR)

Dian Kartika Fitri

Teknik Elektro, Sekolah Tinggi Teknik PLN, Jakarta – Indonesia

24diankartika@gmail.com

ABSTRAK
DIAN KARTIKA FITRI
2017 - 11 - 327
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan teknologi di bidang elektronika daya begitu pesatnya sehingga
pengaturan kecepatan motor arus searah yang sebelumnya diatur dengan metode-metode
kini tekah dapat dilakukan dengan menggunakan komponen elektronika daya. Seiring
dengan kemajuan teknologi tersebut pengaturan kecepatan motor arus searah dengan
mengatur tegangaan terminal jangkar pada umumnya telah menggunakan Silicon
Controller Rectifier (SCR). SCR atau yang disebut dengan Silicon Controller Rectifier
merupakan dioda yang memiliki fungsi sebagai pengendali. Berbeda dengan dioda pada
umumnya yang hanya mempunya 2 kaki terminal, SCR adalah dioda yang memiliki 3 kaki
terminal. Kaki terminal ke 3 pada SCR tersebut dinamai dengan terminal “Gate” atau
Gerbang yang berfungsi sebagai pengendali, sedangkan kaki lainnya sama seperti dioda
pada umumnya yaitu terminal Anoda dan terminal Katoda. SCR merupakan salah satu
anggota dari kelompok komponen thyristor.
1.2 Tujuan Praktikum
Mempelajari karakteristik dan cara menghidupkan / mematikan SCR (trigger
turn-on dan turn off) serta perkiraan julat (range) penggunaan SCR.

BAB II
TEORI DASAR

2.1 Teori Modul


Penyalaan (gating), penguncian (latching) dan holding arus thyristor adalah
beberapa dari parameter penting. Parameter-parameter ini dan sehubungan
dengannya ditentukan apabila SCR dan TRIAC akan berfungsi dengan baik dalam
bermacam-macam penggunaan rangkaian. Tujuan dari pemakaian catatan ini
memperlihatkan pemakai SCR dan TRIAC bagaimana parameter ini berhubungan
satu dengan yang lainnya, sehingga cara operasinya dapat dipilih terbaik.

2.1.1 Penyalaan SCR dan TRIAC


Ada 3 cara menswitch thyristor keadaan status hidup :
a. Memakai sinyal gate yang sesuai
b. Melampaui karakteristik static dv/dt thyristor
c. Melampaui titik tegangan break over
Untuk maksud penggunaan hanya pemakaian sinyal gate yang sesuai akan
dijelaskan dalam catatan ini. Sinyal gate harus melampui IGT dan VGT yang diisyaratkan
thyristor. IGT (arus trigger gate) harus melampaui IGT dan VGT yang disyaratkan thyristor.
VGT (arus trigger gate) didefiniskan arus minimum thyristor yang diisyaratkan thyristor.
IGT (arus trigger gate) didefenisikan arus minimum thyristor yang diisyaratkan untuk
DIAN KARTIKA FITRI
2017 - 11 - 327
menswitch thyristor dari status mati ke hidup. VGT (tegangan trigger gate) didefinisikan
tegangan yang disyaratkan untuk menghasilkan arus trigger arus trigger gate.

Gambar 2.1. Aliran arus chip SCR

SCR (lengkap satu arah) membutuhkan sinyal gate positif, dengan akibat
berpengaruh pada polaritas katoda. Gambar-1 memperlihatkan arus mengalir pada
sebagaian penampang chip SCR. Untuk mengunci SCR hidup, arus anoda ke katoda (IT)
harus melebihi arus pengunci (IL) yang disyaratkan. Sekali arus IL mengunci hidup, maka
SCR akan tetap hidup sampai dimatikan ketika arus anoda ke katoda berada dibawah ini
arus hidup (Holding Current, IH) yang disyaratkan TRIAC (alat dua arah) dapat dihidupkan
melalui gate dengan satu salah polaritas sinyal gate, namun demikian perbedaan polaritas
mempunyai beda persyaratkan dari IGT dan VGT. Gambar-2 berikut ini memperlihatkan
mengalir dari chip TRIAC dalam berbagai modus penyalaan berdasarkan modus cara
penyalaan, TRIAC dapat dinyalakan dari 4 (empat) kwadran dasar modus penyalaan yang
diperlihatkan pada gambar-2 pada umumnya penyalaan TRIAC dilakukan dalam kwadran
I dan II dimana, suplai gate disinkronkan dengan terminal utama suplai daya, misalnya :
gate positip, MT2 positip, gate negatif MT2. Kepekaan (sensitivitas) paling optimum gate
TRIAC dicapai ketika bekerja pada kwadran I dan III hal ini disebabkan kontruksi dalam
chip thyristor. Jika operasi kwadran II dan III dimana suplai gate negatif masing- masing
dengan terminal utama disuplai AC. Kepekaan gate kwadran I dan II, hamper sama
walaupun pada kwadran II dan III mempunyai kepekaan arus pengunci terendah. Namun
demikian untuk TRIAC mengunci hidup dalam kwadran II sukar jika suplai arus terminal
utama terlalu kecil. Table pada gambar-3 memberi pengertian terbaik bagaimana modus
penyalaan berhubungan dengan setiap arus yang disyaratkan menyalakan gate
TRIAC.Kwadran IV mempunyai kepekaan site terkecil dari keempat kwadran. Rangkaian
penyalaan pada kwadran I dan IV dipakai dalam penggunaan khusus
DIAN KARTIKA FITRI
2017 - 11 - 327

Gambar 2.2 Modus penyalaan empat kwadran TRIAC

Gambar 2.3. Tabel persyaratan arus penyalaan gate TRIAC

Contoh untuk TRIAC 4 Amper, jika IGT (I) = 13mA


Maka IGT (III) 13mA
IGT (IV) 50mA
DIAN KARTIKA FITRI
2017 - 11 - 327
Arus trigger gate tergantung pada temperatur seperti yang dilihatkan pada gambar-4.
Thyristor menjadi tidak sensitive dengan menurunya temperatur, demikian pula
sebaliknya. Untuk penggunaan pada temperatur rendah, arus suplai pada gate harus
diturunkan pada sedikitnya 2 (dua) sampai 8 (delapan) kali arus trigger gate yang
disyaratkan pada 250 C. pada kenyataannya factor ini bervariasi tergantung jenis thyristor
dan temperatur sekitarnya.

Gambar 2.4. Arus trigger gate

Contoh untuk TRIAC 10Amper, jika IGT (I) = 10a pada 250C maka IGT (II) = 20Ma
pada-40 0C dalam pemakaian dimana di/dt tinggi, surja tinggi dan menghidupkan sangat
cepat maka arus alat. Gate harus naik tajam (kenaikan waktu 1µs) dan paling sedikit dua
kali IGT atau lebih tinggi minimum sinyal dengan waktu 3µs. namun jika besarnya aus
pengerak gate sangat tinggi maka waktu harus dibatasi untuk menghindari dan Ovestress
(melebihi batas penyerapan daya) gate junction

2.1.2 Arus Penguncian SCR dan TRIAC


Arus penguncian (IL) didefenisikan sebagai arus dasar minimum yang dibutuhkan
untuk memelihara dalam keadaan status hidup sesaat setelah pensaklaran dari mati ke
hidup dan sinyal penyalaan tidak ada arus penguncian dapat lebih dipahami seperti gejala
relai mekanik “pick-up atau “full in” dari relai mekanik. Gambar 5. 1 dan 15.2
memperlihatkan gejala penguncian pada contoh thyristor. Dalam gambar 5.1 thyristor tidak
jadi hidup seteloha pengerak gate lepas karena ketidakcukupan arus dasar karena lebih
rendah dan pada arus pengunci diperlukan.

Gambar 2.5 Gejalan penguncian pada thyristor

Perlihatkan pada gambar 2.6 bahwa alat tetap hidup untuk setengah gelombang
sampai dengan arus dasar jatuh dibawah level arus holding.
DIAN KARTIKA FITRI
2017 - 11 - 327

Gambar 2.6 Gejalan penguncian pada thyristor

Hal yang sama ketika menyalakan gate, arus mengunci diperlukan TRIAC tidak
sama untuk setiap kwadran. Definisi modus mengunci kwadran adalah sama seperti modus
menyalakan gate, gambar-2 dapat digunakan untuk menjelaskan dengan baik tentang
modus mengunci kwadran gambar-6 memperlihatkan perbedaan modus mengunci
kwadran dan hubungannya dengan kwadran lainya. Dalam penjelasan terdahulu kwadran
II mempunyai kepekaan arus terkecil terhadap kwadran lain.

Gambar 2.6 tabel perbedaan penguncian kwadran TRIAC

Conroh untuk TRIAC 10 Ampere, jika IGT (l) = 12Ma

Maka IGT (ll) = 48Ma

IGT (lll) = 9.6Ma

IGT (lV) = 8.4Ma

Arus mengunci tergantung berapa temperatur selebih besar dibandingkan


dengan arus tigger gate DC. Dengan menggunakan persyaratkan temperatur rendah,
harus tersedia arus utama (arus anoda) yang cukup untuk menjamin thyristor terkunci.
Dua hal spesifik menguji keadaan pengunciaan adalah penggerak gate dan arus utama
cukup waktunya. Artinya lamanya selang waktu menggerakan gate dapat
mempertinggi nilai arus penguncian.

2.1.3 Arus Holding SCR dan TRIAC


Arus holding (IH) didefinisikan arus utama minimum diperlukan untuk memelihara
keadaan tetap hidup pada thyristor. Seperti pada kontrak relai mekanik arus holding dapat
digambarkan sebagai level menutup kontak (drop out) atau membuka kontak (must
release). Gambar-5.2 memperlihatkan urutan penyalaan (gate), penguncian. Akan tetapi
sensitivitas akan mendekati nilai arus holding dan pada nilai arus pengunci. Arus holding
tidak tergantung terhadap penyalaan dan penguncian, tetapi alat harus mengunci penuh
sebelum batas arus holding dapat ditentukan.
DIAN KARTIKA FITRI
2017 - 11 - 327

Gambar 2.7. Tabel arus holding positif dan negatif

Contoh untuk TRIAC 10 Ampere, jika IH (+) = 10ma


Maka IH (-) = 14ma
Modus arus holding thyristor sangat tergantung pada polaritas tegangan terminal
utama. Gambar-8 memperlihatkan bagaimana modus arus holding dan negative TRIAC
tergantung satu dengan lainnya.

Gambar 2.8. Arus holding thyristor


Contoh untuk TRIAC 10Ma, kika IH (+) 10ma pada 250C maka IH (-) 7,5 Ma
pada 650C arus holding juga tergantung dan temperatur seperti halnya penyalaan dan
penguncian, lihat pada gambar-8. Perlihatkan bahwa arus mula status hidup 200ma
menjamin thyristor mengunci sebelum arus holding terukur. Juga perhatikan pada
temperatur rendah disyaratkan arus utama (arus anoda) dipenuhi untuk menjaga
thyristor tetap dalam keadaan hidup. Arus holding minimum dan maksimum boleh
dispesifikasikan penting, tergantung pada penggunaannya. Arus holding maksimum
juga harus dipertimbangkan jika thyristor berada dalam keadaan arus utama (anoda)
yang rendah. Misalnya arus holding minimum harus dipertimbangkan jika lengkapan
mati dalam keadaan arus utama rendah.

Dalam percobaan ini akan diperagakan karateristik operasi menghidupakan


(Turn-On) antara arus gate dan anoda-katoda dan dinaikan secara bertahap dari
kondisi mati (Turn-Off). Amati nilai tertentu dari arus gate ketika SCR tumon. Sekali
SCR hidup maka SCR tidak akan mati walaupun arus gate dikurangi. Peran rangkaian
DC disini sebagai kunci mengoperasikan SCR.

Dengan percobaan ini dipelajari bagaimana cara mematikan SCR. Catatan : Sekali
menyala, penunjuk meter arus gate terbalik. Untuk ini pengamatan nilai arus A-meter harus
sebelum SCR hidup.
DIAN KARTIKA FITRI
2017 - 11 - 327

2.2 Teori Tambahan


Silicon Controlled Rectifier (SCR) atau Thrystor pertama kali diperkenalkan secara
komersial pada tahun 1956. SCR memiliki kemampuan untuk mengendalikan Tegangan
dan daya yang relatif tinggi dalam suatu perangkat kecil. Oleh karena itu SCR atau
Thyristor sering difungsikan sebagai Saklar (Switch) ataupun Pengendali (Controller)
dalam Rangkaian Elektronika yang menggunakan Tegangan / Arus menengah-tinggi
(Medium-High Power). Beberapa aplikasi SCR di rangkaian elektronika diantaranya seperi
rangkaian Lampu Dimmer, rangkaian Logika, rangkaian osilator, rangkaian chopper,
rangkaian pengendali kecepatan motor, rangkaian inverter, rangkaian timer dan lain
sebagainya. Pada dasarnya SCR atau Thyristor terdiri dari 4 lapis Semikonduktor yaitu
PNPN (Positif Negatif Positif Negatif) atau sering disebut dengan PNPN Trioda. Terminal
“Gate” yang berfungsi sebagai pengendali terletak di lapisan bahan tipe-P yang berdekatan
dengan Kaki Terminal “Katoda”. Cara kerja sebuah SCR hampir sama dengan sambungan
dua buah bipolar transistor (bipolar junction transistor).

Gambar 2.9 Bentuk dan simbol SCR

2.2.1 Prinsip kerja SCR


Pada prinsipnya, cara kerja SCR sama seperti dioda normal, namun SCR
memerlukan tegangan positif pada kaki “Gate (Gerbang)” untuk dapat
mengaktifkannya. Pada saat kaki Gate diberikan tegangan positif sebagai pemicu (trigger),
SCR akan menghantarkan arus listrik dari Anoda (A) ke Katoda (K). Sekali SCR mencapai
keadaan “ON” maka selamanya akan ON meskipun tegangan positif yang berfungsi
sebagai pemicu (trigger) tersebut dilepaskan. Untuk membuat SCR menjadi kondisi
“OFF”, arus maju Anoda-Katoda harus diturunkan hingga berada pada titik Ih (Holding
Current) SCR. Besarnya arus Holding atau Ih sebuah SCR dapat dilihat dari datasheet
SCR itu sendiri. Karena masing-masing jenis SCR memiliki arus Holding yang berbeda-
beda. Namun, pada dasarnya untuk mengembalikan SCR ke kondisi “OFF”, kita hanya
perlu menurunkan tegangan maju Anoda-Katoda ke titik Nol.

2.2.2 TRIAC
TRIAC adalah perangkat semikonduktor berterminal tiga yang berfungsi sebagai
pengendali arus listrik. Nama TRIAC ini merupakan singkatan dari TRIode for Alternating
Current (Trioda untuk arus bolak balik). Sama seperti SCR, TRIAC juga tergolong
DIAN KARTIKA FITRI
2017 - 11 - 327
sebagai Thyristor yang berfungsi sebagai pengendali atau Switching. Namun, berbeda
dengan SCR yang hanya dapat dilewati arus listrik dari satu arah (unidirectional), TRIAC
memiliki kemampuan yang dapat mengalirkan arus listrik ke kedua arah (bidirectional)
ketika dipicu. Terminal Gate TRIAC hanya memerlukan arus yang relatif rendah untuk
dapat mengendalikan aliran arus listrik AC yang tinggi dari dua arah terminalnya. TRIAC
sering juga disebut dengan Bidirectional Triode Thyristor.Pada dasarnya, sebuah TRIAC
sama dengan dua buah SCR yang disusun dan disambungkan secara antiparalel (paralel
yang berlawanan arah) dengan Terminal Gerbang atau Gate-nya dihubungkan bersama
menjadi satu. Jika dilihat dari strukturnya, TRIAC merupakan komponen elektronika yang
terdiri dari 4 lapis semikonduktor dan 3 Terminal, Ketiga Terminal tersebut diantaranya
adalah MT1, MT2 dan Gate. MT adalah singkatan dari Main Terminal.

Gambar 2.10 Bentuk dan Simbol TRIAC

2.2.3 Aplikasi TRIAC


TRIAC merupakan komponen yang sangat cocok untuk digunakan sebagai AC
Switching (Saklar AC) karena dapat megendalikan aliran arus listrik pada dua arah siklus
gelombang bolak-balik AC. Kemampuan inilah yang menjadi kelebihan dari TRIAC jika
dibandingkan dengan SCR. Namun TRIAC pada umumnya tidak digunakan pada
rangkaian switching yang melibatkan daya yang sangat tinggi. Salah satu alasannya adalah
karena karakteristik Switching TRIAC yang non-simetris dan juga gangguan
elektromagnetik yang diciptakan oleh listrik yang berdaya tinggi itu sendiri. Beberapa
aplikasi TRIAC pada peralatan-peralatan Elektronika maupun listrik diantaranya adalah
sebagai berikut :

1. Pengatur pada Lampu Dimmer.


2. Pengatur Kecepatan pada Kipas Angin.
3. Pengatur Motor kecil.
4. Pengatur pada peralatan-peralatan rumah tangga yang berarus listrik AC.

2.2.4 Tentang SCR adalah thyristor


Sebagian orang menyebut SCR adalah thyristor atau thyristor adalah SCR.
Sekarang ini, konon SCR dikenal sebagai salah satu bagian dari thyristor, di mana termasuk
ke dalam thyristor ini dua macam parts utama, yaitu : SCR (Silicon Controlled Rectifier)
dan Triac (Triode for Alternating-Current). SCR mempunyai varian-varian, begitu pula
DIAN KARTIKA FITRI
2017 - 11 - 327
triac yang kemudian digolongkan juga ke dalam thyristor. Namun demikian, penyebutan
SCR yang sering disinonimkan dengan thyristor sebenarnya bukanlah hal yang patut untuk
dipermasalahkan. Tidak sedikit para praktisi dan guru besar elektronika di dunia (terutama
generasi 1970-an) melakukan hal itu. Ini perlu dikemukakan dan perlu dijelaskan, karena
itulah tulisan ini dibuat.

2.2.5 Sejarah SCR dan Thyristor


Prinsip kerja yang mirip SCR sebenarnya sudah mulai ditemukan dari sejak lama.
Awalnya, pada tahun 1901 Peter Cooper Hewitt membuat piranti penyearah arus listrik
yang melibatkan tabung vakum dan gas mercury. Apa yang telah dibuat Hewitt kemudian
dikembangkan orang sehingga muncullah “thyratron”, sebuah tabung pelepasan elektron
dari gas mercury sebagai penyearah arus listrik yang terkontrol melalui “pintu” nya.
Thyratron dikenalkan pada tahun 1926. Thyratron dengan prinsip kerjanya menjadi cikal-
bakal terciptanya penyearahan terkontrol yang kelak disebut SCR. Penelitian dilanjutkan
orang dengan melibatkan bahan-bahan semikonduktor, terutama silikon. Terdapat
beberapa nama yang berjasa dalam pengembangan dan penyempurnaan SCR, di antaranya
: William Shockley, J.J. Ebers, John L. Moll dari Bell Telecommunication Laboratories,
dan dua orang ahli dari General Electric yaitu Gordon Hall dan Frank W. Bill Gutzwiller.

SCR lalu diperkenalkan untuk pertamakalinya oleh perusahaan General Electric


(GE) pada tahun 1957, dan istilah “SCR” itu datang dari perusahaan tersebut. Sejak itu,
orang mengenal SCR, namun belum mengenal thyristor karena istilah thyristor itu sendiri
memang belum lagi ada. Sebelum adanya istilah thyristor, bahkan sudah lebih dulu ada
istilah “trinistor” yang diluncurkan Westinghouse untuk solid-state controlled rectifier-nya
pada tahun 1959. Sayangnya istilah trinistor tidak begitu populer, seandainya populer
niscaya SCR akan disebut juga trinistor. Istilah thyristor baru ada setelah L.F. Stringer dan
L.R Tresino (dua pakar elektronika dunia) menggunakan istilah itu pada tahun 1965-1966.
L.F. Stringer menggunakan istilah thyristor dalam : Thyristor DC System for Non-Ferrous
Hot Line, IEEE Industrial Static Power Control, 1965. Istilah thyristor ternyata populer
lebih pesat, terutama di Eropa dan kemudian di negara-negara lain di dunia.
Penyebutan thyristor untuk SCR menjadi umum. Bahkan di dalam kamus tekhnik IEEE-
dictionary, SCR didefinisikan sebagai : “an alternative name for the reverse blocking triode
thyristor”. Para praktisi elektronik pun menyebut SCR sebagai thyristor (atau sebaliknya).

2.2.6 Asal Istilah Thyristor


Ada beberapa versi tentang asal-muasal peristilahan thyristor, salah satunya adalah
bahwa istilah thyristor itu konon diadopsi dari dua macam fungsi parts yang lain namun
berdekatan, yaitu thyratron dan transistor. Thyratron, sebagaimana telah disebutkan,
adalah sebuah piranti berupa tabung pelepasan gas mercury yang dapat melewatkan arus
searah secara terkontrol dengan memberikan masukan di “pintu” (gate) nya. Cara kerja
thyratron memang mirip dengan SCR. Sedangkan transistor, sebagaimana yang telah
dikenal, dibuat dari bahan semikonduktor dan mempunyai elektroda basis (atau Gate pada
transistor FET) sebagai jalan masukan yang dapat membuatnya difungsikan sebagai
switch. Di satu sisi thyristor mirip thyratron, dan di sisi lain thyristor seperti transistor. Jika
ditinjau dari etimologi ini, yang termasuk thyristor seharusnya adalah parts sejenis yang
(setidaknya) mempunyai tiga koneksi. Satu (atau lebih) koneksinya merupakan “pintu”
DIAN KARTIKA FITRI
2017 - 11 - 327
jalur kontrol, baik berupa sambungan elektroda (Gate) ataupun sambungan non-elektroda
(misalnya lapisan elemen peka cahaya pada photo-thyristor). Thyristor memang disebut
oleh para ahli kelistrikan sebagai bagian “Power Semiconductor Devices”, tetapi tidak
semua Power Semiconductor Devices adalah thyristor juga.

Jika sejenak flashback ke era 1950-an, pada waktu itu transistor telah mulai dibuat
secara fabrikasi dari sejak ditemukannya pada tahun 1948.
Orang ramai pun mulai mengenal transistor, dan transistor yang awal dibuat itu adalah
transistor bi-polar. Orang kemudian menyebut transistor bi-polar dengan sebutan
“transistor” (tanpa embel-embel).

Setelah banyak parts elektronik baru yang digolongkan sebagai transistor


bermunculan, tetap saja orang masih menyebut transistor bi-polar sebagai transistor saja.
Padahal transistor itu luas, bukan transistor bi-polar saja. Transistor bi-polar hanyalah
salah-satu bagian dari parts elektronik yang tergolong transistor. Transistor-transistor
lainnya adalah : FET (Field-Effect Transistor, termasuk JFET, IGFET, MESFET dan
MOSFET), UJT (Uni-Junction Transistor), Photo-transistor dan IGBT (Insulated-Gate Bi-
polar Transistor).

Tidak tertutup kemungkinan akan muncul lagi jenis parts baru yang tergolong ke
dalam keluarga transistor. Nampaknya, keadaan serupa terjadi pula pada thyristor.
Belakangan, dengan kemajuan perkembangan parts elektronik, termasuk pula ke dalam
thyristor : AGT (Anode Gate Thyristor), ETO (Emitter Turn-Off thyristor), GTO (Gate
Turn-Off thyristor), LASCR (Light Activated SCR), MCT (MOS-Controlled Thyristor),
SCS (Silicon Controlled Switch), SUS (Silicon Unilateral Switch), SBS (Silicon Bilateral
Switch) dan lain-lain. Mungkin saja akan muncul lagi jenis-jenis parts baru yang termasuk
ke dalam golongan thyristor selanjutnya. Thyristor sudah semakin beragam. Tetapi di
antara para pakar kelistrikan ternama tidak ada yang berani mengingkari sejarah bahwa
awalnya istilah thyristor itu memang untuk SCR. Sampai hari ini mereka masih mengakui
dengan masih menyebutkannya.

2.2.7 Thyristor – SCR


Bagaimana kalau pada thyristor ini kita beri beban lampu dc dan diberi suplai
tegangan dari nol sampai tegangan tertentu seperti pada gambar 3. Apa yang terjadi pada
lampu ketika tegangan dinaikkan dari nol. Ya betul, tentu saja lampu akan tetap padam
karena lapisan N-P yang ada ditengah akan mendapatkan reverse-bias (teori dioda). Pada
saat ini disebut thyristor dalam keadaan OFF karena tidak ada arus yang bisa mengalir atau
sangat kecil sekali. Arus tidak dapat mengalir sampai pada suatu tegangan reverse-bias
tertentu yang menyebabkan sambungan NP ini jenuh dan hilang. Tegangan ini disebut
tegangan breakdown dan pada saat itu arus mulai dapat mengalir melewati thyristor
sebagaimana dioda umumnya. Pada thyristor tegangan ini disebut tegangan breakover Vbo.
SCR
Telah dibahas, bahwa untuk membuat thyristor menjadi ON adalah dengan
memberi arus trigger lapisan P yang dekat dengan katoda. Yaitu dengan membuat kaki gate
pada thyristor PNPN seperti pada gambar-4a. Karena letaknya yang dekat dengan katoda,
bisa juga pin gate ini disebut pin gate katoda (cathode gate). Beginilah SCR dibuat dan
DIAN KARTIKA FITRI
2017 - 11 - 327
simbol SCR digambarkan seperti gambar-4b. SCR dalam banyak literatur disebut Thyristor
saja.
Melalui kaki (pin) gate tersebut memungkinkan komponen ini di trigger menjadi
ON, yaitu dengan memberi arus gate. Ternyata dengan memberi arus gate Ig yang semakin
besar dapat menurunkan tegangan breakover (Vbo) sebuah SCR. Dimana tegangan ini
adalah tegangan minimum yang diperlukan SCR untuk menjadi ON. Sampai pada suatu
besar arus gate tertentu, ternyata akan sangat mudah membuat SCR menjadi ON. Bahkan
dengan tegangan forward yang kecil sekalipun. Misalnya 1 volt saja atau lebih kecil lagi.
Kurva tegangan dan arus dari sebuah SCR adalah seperti yang ada pada gambar-5 yang
berikut ini.
Pada gambar tertera tegangan breakover Vbo, yang jika tegangan forward SCR
mencapai titik ini, maka SCR akan ON. Lebih penting lagi adalah arus Ig yang dapat
menyebabkan tegangan Vbo turun menjadi lebih kecil. Pada gambar ditunjukkan beberapa
arus Ig dan korelasinya terhadap tegangan breakover. Pada datasheet SCR, arus trigger gate
ini sering ditulis dengan notasi IGT (gate trigger current). Pada gambar ada ditunjukkan
juga arus Ih yaitu arus holding yang mempertahankan SCR tetap ON. Jadi agar SCR tetap
ON maka arus forward dari anoda menuju katoda harus berada di atas parameter ini.
Sejauh ini yang dikemukakan adalah bagaimana membuat SCR menjadi ON. Pada
kenyataannya, sekali SCR mencapai keadaan ON maka selamanya akan ON, walaupun
tegangan gate dilepas atau di short ke katoda. Satu-satunya cara untuk membuat SCR
menjadi OFF adalah dengan membuat arus anoda-katoda turun dibawah arus Ih (holding
current). Pada gambar-5 kurva I-V SCR, jika arus forward berada dibawah titik Ih, maka
SCR kembali pada keadaan OFF. Berapa besar arus holding ini, umumnya ada di dalam
datasheet SCR.
Cara membuat SCR menjadi OFF tersebut adalah sama saja dengan menurunkan
tegangan anoda-katoda ke titik nol. Karena inilah SCR atau thyristor pada umumnya tidak
cocok digunakan untuk aplikasi DC. Komponen ini lebih banyak digunakan untuk aplikasi-
aplikasi tegangan AC, dimana SCR bisa OFF pada saat gelombang tegangan AC berada di
titik nol.
Ada satu parameter penting lain dari SCR, yaitu VGT. Parameter ini adalah
tegangan trigger pada gate yang menyebabkab SCR ON. Kalau dilihat dari model thyristor
pada gambar-2, tegangan ini adalah tegangan Vbe pada transistor Q2. VGT seperti halnya
Vbe, besarnya kira-kira 0.7 volt. Seperti contoh rangkaian gambar-8 berikut ini sebuah
SCR diketahui memiliki IGT = 10 mA dan VGT = 0.7 volt. Maka dapat dihitung tegangan
Vin yang diperlukan agar SCR ini ON adalah sebesar :
Vin = Vr + VGT Vin = IGT(R) + VGT = 4.9 volt
DIAN KARTIKA FITRI
2017 - 11 - 327
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

3.2 Alat Percobaan


1. Konsul (kotak) ED – 5060 M
2. Modul U – 5060 M
3. Avometer 1 buah

3.3 Langkah Percobaan


Rangkaian percobaan karakteristik operasi SCR dengan serah sesuai dengan modul 5060
A. seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2.11 Rangkaian Percobaan Karakteristik Operasi SCR

1. Saklar sumber utama konsul ED – 5060 M, keadaan terbuka (Turn-Off).


2. Keluaran (output) DC dari ED – 5060 M dihubungkan ke terminal masuk 0 – 20 volt
U – 5060 A.
3. Buka S2 pada U – 5060 A dan masukan saklar daya konsul putar tombol berlawanan
arah jarum jam pada angka terendah sehingga tegangan DC keluaran pada 0 volt.
4. Tentukan switch S2 dari U – 5060 A pada posisi DC 0-20 V.
5. Putar pengatur arus gate R1 berlawanan arah jarum jam sehingga posisi minimum
6. Hubungan V-meter pada terminal beban (J1-J2)
7. Hubungan A-meter DC antara terminal beban J4-J5
8. Hidupkan (Turn-On) saklar 10 V saklar S4 (pada posisi atas)
9. Atur tegangan keluar DC sekitar 10 V, lalu masukan S2
10. Atur R1 perlahan searah jarum jam agar arus gate naik. Catat nilai arus gate ketika V-
meter beban menunjuk ke angka hamper sama dengan tegangan DC yang digunakan.
Lihat catatan.
11. Untuk mengubah keadaan SCR dari hidup ke mat, lakukan percobaan dibawah ini
dengan hati-hati.

a. Atur R1 berlawanan jarum jam sehingga arus gate sekecil mungkin.


b. Matikan (Turn-Off) S4 (pada posisi bawah).
DIAN KARTIKA FITRI
2017 - 11 - 327
c. Matikan S2, lalu hidupkan lagi.
Perlihatkan saat SCR mati antara langkah (1) s/d (3) di atas.
12. Arus gate tergantung keadaan S2, jika S4 ditutup maka SCR Hidup.
13. Matikan / buka (Turn-Off) S4
14. Tekan tombol / switch S3 sesaat. Amati V-meter bahan, periksa arus beban
mengalir atau tidak.
15. Ubah tegangan masuk DC menjadi : 4 V, 8V, 12V, 16V dan 20V catat nilai arus
gate ketika SCR dinyalakan (ditriger) dengan tegangan berbeda.
16. Setelah menghidupkan SCR, turunkan secara bertahap tegangan masuk DC antara
anoda-katod sekali tegangan diturunkan menjadi 0V

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan


Catat : Arus gate (IG) Tegangan beban (VB) dan tegangan sumber DC yang digunakan
(VDC), dalam tabel dibawah ini.

No IG (Amp) VB (Volt) VDC (Volt) KET

1.

2.

3.

4.

5.

4.2 Tugas Akhir


1. Ketika SCR dinyalakan, dengan bagaimana hubungan arus gate dan tegangan anoda –
katoda?
2. Jelaskan cara mematikan SCR!
3. Apa kesimpulan saudara dari percobaan ini?
DIAN KARTIKA FITRI
2017 - 11 - 327

Anda mungkin juga menyukai