MENINGITIS TYPHOSA
Disusun oleh :
Qonita Wachidah G1A211076
2.1 DEFINISI
Meningitis bacterial dalah suatu peradangan pada selaput otak,
ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan
serebrospinal dan terbukti adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan
serebrospinal (Mansjoer, 2000).
Meningitis typhosa adalah infeksi selaput otak yang disebabkan oleh
kuman Salmonella typhi yang menyebar melalui darah (Rampengan dan
Laurentz, 1997).
2.2 ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhosa yang
merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora (Boettner &
Carrizosa, 1951).
Adapun penyebab lain meningitis typhosa yang menyebabkan gejala
klinis sering tidak jelas adalah Salmonella Havana, Salmonella oranienberg
dan Eberthella typhosa. Berdasarkan beberapa spesies di atas, Salmonella
typhosa merupakan penyebab meningitis typhosa yang paling sering ditemui
dibandingkan dengan spesies lainnya (Rampengan & Laurentz, 1997).
Salmonella typhosa dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia
maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70o C maupun
oleh antiseptik. Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang
manusia.
Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
1. Antigen O = Ohne Hauch = Somatik antigen (tidak menyebar)
2. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat flagella dan bersifat termolabil
3. Antigen V1 = Kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin
(Rampengan & Laurentz, 1997).
2.3 EPIDEMIOLOGI
Saat ini, penyakit ini terutama ditemukan di negara sedang
berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi, serta kesehatan lingkungan
tidak memenuhi syarat. Meningitis oleh karena Salmonella typhosa atau
spesies yang lain lebih sering didapatkan pada neonatus maupun bayi
dibandingkan pada anak, dengan gejala klinis sering tidak jelas sehingga
diagnosis sering terlambat (Rampengan & Laurentz, 1997).
Boettner dan Carrizosa melaporkan bahwa terjadi 1 kasus meningitis
dari 360 pasien penderita demam tifoid yang diteliti atau sebesar 0,28%,
sedangkan di Rumah Sakit Infeksi Tropis Asuncion yang telah menangani
278 kasus demam tifoid sejak 1945, ada 2 kasus meningitis typhosa yang
dilaporkan atau sebesar 0,71% (Boettner & Carrizosa, 1951).
Meningitis typhosa di Indonesia tidak dapat ditemukan setiap tahun
karena kasusnya juga sangat jarang (Agung, n.d.)
2.5 PATOGENESIS
Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, poin
d’entry kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses
otak yang pecah, penyebab lainnya adalah rinorhea atau otorhea pada fraktur
basis crania yang memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan
lingkungan luar. Patogenesis meningitis typhosa kemudian dapat dijelaskan
sebagai berikut (Tunkel & Scheld, 1993):
2.6 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari meningitis oleh karena bakteri secara umum adalah
sebagai berikut (Gomersall, 2010):
Gambar 4. Patofisiologi meningitis bakterial
2.11 KOMPLIKASI
Komplikasi dari meningitis typhosa meliputi (Rampengan &
Laurentz, 1997):
1. Efusi subdural
2. Ventrikulitis
3. Hidrosefalus
2.12 PROGNOSIS
Meningitis purulenta yang disebabkan oleh Eberthella typhosa, baik
yang merupakan perkembangan dari demam tifoid meupun yang merupakan
lokasi infeksi pertama (meningo-typhus) hampir selalu memiliki prognosis
yang buruk, berbeda dengan meningismus atau meningitis aseptic yang juga
merupakan perkembangan lanjut dari demam tifoid. Dalam kedua kasus
terakhir prognosisnya lebih baik (Boettner & Carrizosa, 1951).
BAB III
PEMBAHASAN
Saat ini di dunia diestimasikan bahwa sekitar 35 juta kasus dan 500.000
kematian terjadi tiap tahunnya oleh karena infeksi Salmonella typhi. Insidensi
bakteremia, sepsis, dan meningitis yang tinggi sebagai komplikasi dari infeksi
Salmonella sebagain nesar terjadi pada bayi berumur kurang dari satu tahun.
Salmonella meningitis sangat jarang terjadi di Negara maju, namun merupakan
salah satu penyebab meningitis yang utama di Negara berkembang. Dalam salah
satu laporan disebutkan bahwa ditemukan Salmonella typhi pada 5,9% pasien dari
seluruh kasus meningitis bacterial, yang merupakan gambaran umum dari seluruh
kasus yang pernah dilaporkan. Salmonella meningitis dihubungkan dengan
mortalitas dan morbiditas pada neonates (Abuekteish et al., 1996). West et al
menemukan beberapa komplikasi neurologis akut Salmonella meningitis yaitu
ventrikulitis, empiema subdural, hydrocephalus. Namun infeksi fokal intracranial
karena salmonella sangat jarang ditemukan (West et al., 1977). Walaupun ada
beberapa kasus meningitis karena infeksi spesies Salmonella pada bayi baru lahir
yang dilaporkan, namun pada anak yang sudah lebih besar Salmonella meningitis
sangat jarang ditemukan. Sampai tahun 1979, tidak ada laporan kasus meningitis
typhosa dalam berbagai literature ilmiah di India, namun setelahnya terdapat satu
kasus yang dilaporkan pada anak berusia 11 tahun (Kaundiya et al., 1979).
Ada beberapa alasan yang menyebabkan tingginya tingkat mortalitas dan
kelainan neurologis, salah satunya karena morfologi bakteri salmonella typhi itu
sendiri. Salmonella merupakan mikro organism intraseluler fakultatf, oleh karena
itu terapi farmakologi yang tidak adekuat dapat berpengaruh pada progresivitas
penyakit. Selain itu, beberapa spesies Salmonella dilaporkan telah resisten
terhadap Chloramphenicol, Ampicillin, Cephalosporin dan Cotrimoxazole.
Resistensi tersebut sebagian disebabkan oleh adanya plasmid dengan BM 40,0 kb-
95,0 kb, akibatnya terjadilah kuman Salmonella yang multiresisten obat (Damono,
1997). Pola resistensi yang hampir selalu sama di berbagai kasus menyebabkan
sulitnya pilihan jenis antibiotik yang tepat untuk terapi awal. Beberapa penelitian
terbaru menyarankan penggunaan Cephalosporin generasi ketiga pada infeksi
Salmonella CNS yang multiresisten (Abuekteish et al., 1996). Diagnosis dini dan
pemilihan terapi yang optimal agak sulit dilakukan pada kasus infeksi atipikal
yang jarang ditemukan, terutama karena agent penyebabnya sering tidak
dipertimbangkan saat menentukan diagnosis banding. Oleh karena itu sangat
penting untuk melaporkan kasus-kasus meningitis typhosa (Kaundiya et al.,
1979).
Dapat kita simpulkan bahwa meningitis typhosa sampai saat ini tetap
merupakan suatu penyakit serius dengan tingkat kematian dan prevalensi
kerusakan neurologis yang tinggi, terutama pada bayi. Di negara-negara
berkembang di mana infeksi Salmonella typhi ditemukan dalam persentase yang
signifikan pada meningitis pada bayi, terapi antibiotik awalan yang tepat dan telah
terbukti secara empirik harus ditetapkan untuk mengatasi masalah ini.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
1. Kasus meningitis karena S. typhi dan E. typhi sangat jarang ditemukan
di dunia, biasanya hanya ditemukan di negara-negara berkembang
2. Meningitis typhosa merupakan salah satu komplikasi demam typhoid
yang cukup serius karena tingkat mortalitas dan masalah neurologis
yang ditimbulkannya
3. Diagnosis dini dan pemilihan terapi inisial yang tepat masih sulit untuk
dilakukan karena pola resistensi kuman dan kasusnya yang sangat
jarang.
4.2 SARAN
1. Dikembangkannya penelitian lebih lanjut tentang regimen terapi yang
tepat untuk meningitis typhosa
2. Setiap tenaga kesehatan memiliki pengetahuan dan dapat memberikan
edukasi terhadap pasien mengenai meningitis typhosa serta memiliki
awareness terhadap meningitis typhosa, terutama pada bayi dan anak-
anak
3. Dilakukannya deteksi dini terhadap meningitis typhosa secara optimal
sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan secara adekuat dan usaha
untuk meminimalisir komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abuekteish, F., Daoud, A.S., Massadeh, H. & Rawashdeh, M., 1996. Salmonella
typhi meningitis in infants. Indian Pediatrics Journal, 33, pp.1037-39.
Anon., 2010. [Online] Available at: HYPERLINK "http://www.pediatric.com"
http://www.pediatric.com [Accessed 15 September 2010].
Aryani, L.D., 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Umbi Ginura Recumbens
terhadap Jumlah Kuman Kultur Hepar pada Mencit yang diinfeksi S.
typhimurium. Skripsi. Semarang: FK Undip.
Baron, D.N., 1995. Kapita Selekta Patologi Klinik. Jakarta: EGC.
Bell, W. & Mc. Cornick, W., 1984. Neurologic Infections in Children.
Philadelphia: WB Saunders Co.
Boettner, C.M.R. & Carrizosa, A., 1951. Typhoid Meningitis. Sothern Medical
Journal, 44(3), p.199.
Chanmugam, D., Machado, V. & Mihindukulasuriya, J., 1978. Primary
Salmonella typhi meningitis in adult. British Medical Journal, p.152.
Damono, J., 1997. [Online] Available at: HYPERLINK
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppk-gdl-
s2-1997-djoko-54-salmonella [Accessed 17 September 2010].
Daoud, A.s., Omari, H., Al-Sheyyab, M. & Abuekteish, F., n.d. Indication and
Benefit of Computed Tomography in CHildren Bacterial Meningitis.
Journal of Tropical Pediatrics, 44(3), pp.167-68.
Gomersall, C., 2010. Department of Anaesthesia & Intensive Care. [Online]
Available at: HYPERLINK "http://www.aic.cuhk.edu.hk/web8/TB-
meningitis.htm" http://www.aic.cuhk.edu.hk/web8/TB-meningitis.htm
[Accessed 17 September 2010].
Kaundiya, D.V., Mukhedkar, D.R., Hayatnagarkar, N.P. & Patil, S.D., 1979.
Acute Bacterial Meningitis Due to Salmonella typhi, phage type A. Indian
Journal of Pediatrics, 46(4), pp.139-42.
Mansjoer, A., 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Baron, D.N., 1995. Kapita Selekta Patologi Klinik. Jakarta: EGC.
Muasar, S., 2007. [Online] Available at: HYPERLINK
"www.diglib.unimus.ac.id" www.diglib.unimus.ac.id [Accessed 5
September 2010].
Nevius, P., Controni, G. & Rodriguez, W.J., 1980. Meningitis in Typhoid Fever:
Unusual Complication. Southern Medical Journal, 73(2).
Nurhayati, Y., 2009. Asuhan Keperawatan pada An.N dengan Demam Typhoid di
Bangsal Melati RSUD dr. Moewardi Surakarta. Skripsi. Surakarta:
Fakultas Ilmu Kesehatan Unmuh.
Pradhana, D., 2009. [Online] Available at: HYPERLINK
"http://www.docstoc.com" http://www.docstoc.com [Accessed 17
September 2010].
Rampengan, T.H. & Laurentz, I.R., 1993. Penyakit Infeksi Topik pada Anak.
Jakarta: EGC.
Rampengan, T.H. & Laurentz, I.R., 1997. Penyakit InfeksiTtropik pada Anak.
Jakarta: EGC.
Rezeki, S., 2008. [Online] Available at: HYPERLINK
http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang
_Perlu_Diketahui.html [Accessed 17 September 2010].
Sutiono, A.B., Suwa, H. & Ohta, T., n.d. Multi Agent Based Simulation for
Typhoid Fever with Complications:An Epidemic Analysis. Paper. Tokyo.
Tunkel, A.R. & Scheld, W.M., 1993. Pathogenesis and pathophisiology of
Bacterial Meningitis. Clinical Microbiology Reviews, 6(2), p.119.
West, S.E., Goodkin, R. & Kaplan, A., 1977. Neonatal Salmonella Meningitis
complicated by cerebral abcesses. West Journal Medicine, 127, pp.142-45.
WHO, 2005. [Online] Available at: HYPERLINK
http://helid.desastres.net/en/d/Js13431e/10.3.html [Accessed 17 September
2010].