Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Sejarah pertambangan batubara di Tanjung Enim dimulai sejak zaman


kolonial Belanda tahun 1919 dengan menggunakan metode penambangan terbuka
(open pit mining) di wilayah operasi pertama, yaitu Tambang Air Laya. Pada 1923
beroperasi dengan metode penambangan bawah tanah (underground mining)
hingga 1940, sedangkan produksi untuk kepentingan komersial dimulai pada 1938.

Seiring dengan berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda, para karyawan


Indonesia kemudian berjuang menunut perubahan status tambang mrnjadi
pertambangan nasional. Pada 1950, pemerintah RI kemudian mengesahkan
pembentukan Perusaahan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA).\

Pada 1981, PN TABA kemudian berubah status menjadi Perseroan Terbatas


dengan nama PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk, yang selanjutnya disebut
Perseroan. Dalam rangka meningkatkan pengembangan industri batubara di
Indonesia, pada 1990 Pemerintah menetapkan penggabungan Perum Tambang
Batubara dengan Perseroan

Sesuai dengan program pengembangan ketahanan energi nasional, pada


1993 Pemerintah menugaskan perseroan untuk mengembangkan usaha briket
batubara. Pada 23 Desember 2002, perseroan mencatatkan diri sebagai perusahaan
publik di Bursan Efek Indonesia kode “PTBA”. Tujuan Proyek ini terutama untuk
memasok kebutuhan batubara bagi PLTU Suralaya,Jawa Barat. Selain itu juga
untuk memenuhi industri lainnya baik industri yang ada di dalam negeri maupun
industri yang ada di luar negeri

Dalam rangka memnuhi tersebut, maka dikembangkan beberapa site di


wilayah IUPPT.Bukit Asam Tbk, Tanjung Enim antara lain :

1. Tambang Air Laya (TAL)

3
Universitas Sriwijaya
4

Tambang Air Laya (TAL) merupakan site terbesar pada UPTE PT.
BA,dengam luas WIUP 7621 Ha. Pada lokasi tambang air laya (TAL), PT Bukit
Asam Tbk, Tanjung Enim menggunakan BWE System (Bucket wheel excavtor) dan
metode shovel and truck (menggunakan excavator dan dump truck). Pada metode
BWE system ini sepenuhnya dilaksanakan oleh pihak PT.BA sedangkan pada
metode shovel and truck dilaksanakan oleh pihak ketiga (kontraktor) yaitu PT.Pama
Persada Nusantara.

Metode continuous mining menggunakan BWE system ini merupakan


metode andalan PTBA karena yang memiliki alat ini di Indonesia hanyalah PTBA
yang dibeli dari Jerman. Semua hasil penggalian batubara dari TAL dan MTB akan
di tampung di stockpile dan kemudian dikirim ke TLS (Train Loading Station) 2.
Melalui TLS ini kemudian batubara dimuat ke gerbong untuk kemudian dipasarkan
melalui pelabuhan Tarahan (Lampung) dan dermaga Kertapati (Palembang)
menggunakan kereta api dengan rangkaian 50 gerbong ke Tarahan dan 35 gerbong
ke Kertapati. Tetapi pada saat ini BWE system pada lokasi Tambang Air Laya hanya
berfungsi sebagai reclaimer saja.

2. Muara Tiga Besar (MTB)

MTB memiliki luas area 3300 Ha. Pada tambang ini, operasi penambangan
dilakukan menggunakan metode shovel-truck dan BWE system. Pada Muara Tiga
Besar dibagi menjadi dua yaitu Muara Tiga Besar Utara dan Muara Tiga Besar
Selatan, dimana pada Muara Tiga Besar Utara penambangan dikerjakan oleh PTBA
menggunakan peralatan BWE system dan pada Muara Tiga Besar Selatan dikelola
oleh PT. Pama Persada Nusantara yang diawasi oleh PTBA.

3. Banko Barat

Tambang Banko Barat memiliki Luas WIUP 4500 Ha. Tambang Banko
Barat saat ini terdiri atas 4 lokasi penambangan, yaitu Pit 1 Timur, Pit 1 utara, Pit 2
dan Pit 3 Timur, dimana penambangan tersebut dengan menugggnakan jasa
kontraktor PT, dalam hal peminjaman alat berat dengan sistem sewa per jam. PT.
BKPL dan PT. SBS, dengan sistem contracti mining yang diawasi oleh PTBA.
Proses penambangan yang dilakukan menggunakan metode kombinasi antara

Universitas Sriwijaya
5

shovel dan truck. Nilai kalori batubara yang terdapat di Banko Barat berkisar antara
5000-5200 kkal/kg (adb).

2.2 Definisi Pertambangan

Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka


penelitian, pengolahan dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca
tambang. (UU Minerba No 9 Tahun 2004). Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
yang dimaksud dengan menambang adalah menggali (mengambil) barang tambang
dari dalam tanah. Hakikatnya pembangunan sektor pertambangan dan energi
mengupayakan suatu proses pengembangan sumber daya mineral dan energi yang
potensial untuk dimanfaatkan secara hemat dan optimal bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.

Kegiatan penambangan batubara memiliki dua cara penambangan yaitu


tambang dalam (underground mining) dan tambang terbuka (surface mining)
(Sukandarrumidi, 2008). Dalam tambang terbuka memiliki beberapa cara
penambangan salah satunya (open pit mining). (open pit mining) adalah bukaan di
permukaan bumi untuk endapan batubara atau bijih yang terletak pada suatu daerah
yang datar atau lembah dengan medan kerja digali ke arah bawah sehingga akan
membentuk semacam cekungan atau pit (Irwandy, 2002).
Penambangan batubara merupakan kegiatan penggalian batubara yang
sudah tersingkap setelah tanah penutupnya dibuang. Kegiatan penambangan
batubara memiliki dua cara penambangan yaitu tambang dalam (underground
mining) dan tambang terbuka (surface mining) (Sukandarrumidi, 2008). Dalam
tambang terbuka memiliki beberapa cara penambangan salah satunya (open pit
mining). (open pit mining) adalah bukaan di permukaan bumi untuk endapan
batubara atau bijih yang terletak pada suatu daerah yang datar atau lembah dengan
medan kerja digali ke arah bawah sehingga akan membentuk semacam cekungan
atau pit (Irwandy, 2002).
Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan alat gali dan muat yang pada
umumnya dilakukan secara konvensional yaitu menggunakan shovel dan truck.

Universitas Sriwijaya
6

Batubara yang akan diambil diberai terlebih dahulu dengan menggunakan bulldozer
(ripping) ataupun dilakukan pemboran dan peledakan jika batubara tersebut terlalu
keras sehingga tidak dapat dilakukan proses ripping, lalu dimuat dengan excavator
yang kemudian dilakukan pengangkutan menggunakan dump truck menuju ke
temporary stock atau dump hopper.

2.3 Tahapan Penambangan

Penambangan adalah kegiatan yang dilakukan baik secara sederhana


(manual) maupun mekanis yang meliputi penggalian, pemberaian, pemuatan dan
pengangkutan bahan galian. Secara garis besar kegiatan pada tambang terbuka
terbagi atas beberapa tahapan, yaitu pembersihan lahan (land clearing),
penambangan batubara, pemuatan (loading), dan pengangkutan batubara (hauling),
serta penimbunan kembali (backfilling dumping)

2.3.1 Pembersihan Lahan (Land Clearing)


Land Clearing Adalah Proses pembersihan lahan sebelum aktivitas
penambangan dimulai. Land Clearing Tahapan pekerjaan penambangan umumnya
diawali dengan mempersiapkan lahan, yaitu mulai dari pemotongan pepohonan
hutan, pembabatan sampai ke pembakaran hasilnya, yang dinamakan land clearing.
Jadi land clearing dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pembersihan material
hutan yang meliputi pepohonan, hutan belukar sampai alang-alang. Variabel yang
mempengaruhi pekerjaan land clearing yaitu : Pepohonan yang tumbuh Kondisi dan
daya dukung tanah Topografi Hujan dan perubahan cuaca Spesifikasi pekerjaan
Data yang diperlukan untuk menganalisis produksi, kebutuhan alat dan akhirnya ke
biaya meliputi: spesifikasi pekerjaan (proyek), kondisi lapangan biaya alat (beli
atau sewa). Menurut Rochmanhadi (1982), land clearing bertujuan untuk
membersihkan area penambangan dari tumbuhan semak belukar dan pohon.
Menurut Terianjeng (2003), pembersihan lahan pada lokasi penambangan
dilakukan secara simultan dengan pengupasan tanah penutup.
Pada pengerjaan proses land clearing hal yang umumnya dilakukan adalah
meliputi pekerjaan sebagai berikut
 Underbrushing

Universitas Sriwijaya
7

Underbrushing adalah sebuah kegiatan yang lebih menjurus kepada


kegiatan pembabatan pohon yang berdiameter maksimum 30 cm dengan
tujuan mempermudah pelakasanaan penumbangan peophonan yang
lebih besar.
 Felling/Cutting
Adalah kegiatan penumbangan pepohonan yang berdiameter besar dari
30 cm , dalam sepefikasi kegiatan yang tersedia , biasanya disebutkan
kegiatan kegiatan .tertentu, seperti pohon yang ditumbangakan sampai
ke bonggolnya tanpa merusak top soil sekecil apapun , kayu kayu yang
kecil harus dipotong menjadi dua atau empat bagian yang nantinya
dapat diperlukan untuk kegiatan transmogran dan sebagainya.
 Pilling
Kegiatan yang bertujuan untuk menumpuk kayu kayu atau tumpukan
kayu pada jarak jarak tertentu. Yang diperlu diperhatikan adalah
tumpukan kayu harus searah dengan angin yang berhembus.
 Burning
Adalah pembakaran kayu kayu yang telah mengering atau tumbang
dengan tidak melalaikan kayu yang dapat dimanafaaatkan, Pembakaran
diharuskan untuk mendapatkan abu abu sisa pembakaran yang dapat
meningkatkan kesuburan dari tanah disekitarnya.

2.3.2 Pengupasan Tanah


Pekerjaan pengupasan lapisan tanah penutup merupakan kegiatan yang
mutlak harus dikerjakan pada pertambangan terutama pada kegiatan penambangan
yang menggunakan sistim tambang terbuka. Kegiatan pengupasan lapisan tanah
penutup ditentukan oleh rencana target produksi, semakin serasi kerja alat dalam
pengupasan tanah penutup maka semakin baik. Untuk mewujudkan kondisi tersebut
diperlukan metode dan alat yang mendukung pengupasan lapisan tanah penutup.
Tanah (overburden) adalah material yang harus diambil sebelum dapat dilakukan
penambangan batubara. Terdapat dua jenis overburden yaitu tanah pucuk (humus)
dan tanah penutup berupa batuan.

Universitas Sriwijaya
8

1.) Tanah Pucuk


Pengupasan tanah pucuk ini dilakukan terlebih dahulu dan ditempatkan
terpisah terhadap batuan penutup (overburden), agar pada saat pelaksanaan
reklamasi dapat dimanfaatkan kembali. Pengupasan top soil dilakukan sampai batas
lapisan sub soil, yaitu pada kedalaman dimana telah sampai di lapisan batuan
penutup
Kegiatan pengupasan tanah pucuk ini terjadi jika lahan yang digali masih
berupa rona awal yang asli. Tanah pucuk yang telah terkupas selanjutnya diangkut
menggunakan dump truck dan disimpan pada lokasi tertentu yang dikenal dengan
top soil bank. Untuk selanjutnya, tanah pucuk yang terkumpul di top soil bank akan
dipergunakan sebagai lapisan paling atas pada tahapan program reklamasi.

2.) Batuan Penutup


Terdapat beberapa metode teknis dari pengupasan lapisan tanah penutup yaitu :
a.) Back Filling Digging Method
Pada cara ini tanah penutup di buang ke tempat yang batu gampingnya
sudah digali. Peralatan yang banyak digunakan adalah power shovel atau dragline.
Bila yang digunakan hanya satu buah peralatan mekanis, power shovel atau
dragline saja disebut single stripping shovel / dragline dan bila menggunakan lebih
dari satu buah power shovel atau dragline disebut tandem stripping shovel /
dragline.
Cara back filling digging method cocok untuk tanah penutup yang bersifat :
 tidak diselangi oleh berlapis-lapis endapan bijih ( hanya ada satu lapis)
 material atau batuannya lunak
 letaknya mendatar (horizontal)
b.) Benching System
Cara pengupasan lapisan tanah penutup dengan sistem jenjang
(benching) ini pada waktu pengupasan lapisan tanah penutup sekaligus sambil
membuat jenjang. Sistem ini cocok untuk :
 tanah penutup yang tebal
 bahan galian atau lapisan batugamping yang juga tebal.
c.) Multi Bucket Exavator System

Universitas Sriwijaya
9

Pada pengupasan cara ini tanah penutup dibuang ke tempat yang sudah
digali batugampingnya atau ke tempat pembuangan khusus . cara ini ialah dengan
menggunakan Bucket Wheel Exavator (BWE), sistem ini cocok untuk tanah
penutup yang materialnya lunak dan tidak lengket.
d.) Drag Scraper System
Cara ini biasanya langsung diikuti dengan pengambilan bahan galian setelah
tanah penutup dibuang, tetapi bisa juga tanah penutupnya dihabiskan terlabih
dahulu, kemudian baru bahan galiannnya ditambang. Sistem ini cocok untuk tanah
penutup yang materialnya lunak dan lepas (loose).
e.) Cara Konvensional
Cara ini menggunakan kombinasi alat-alat pemindahan tanah mekanis
( alat gali, alat muat, dan alat angkut ) seperti kombinasi antara bulldozer, wheel
loader dan dump truck.
Bila material tanah penutup lunak bisa langsung dengan menggunakan alat
gali muat, sedangkan bila materialnya keras mungkin menggunakan ripper atau
pemboran dan peledakan untuk pembongkaran tanah penutup, baru kemudian
dimuat dengan alat muat ke alat angkut, dan selanjutnya diangkut ke tempat
pembuangan dengan lat angkut.

2.3.3 Penggalian Batubara (Coal Getting)


Penambangan batubara merupakan kegiatan penggalian batubara yang
sudah tersingkap setelah tanah penutupnya dibuang. Kegiatan ini dilakukan dengan
menggunakan alat gali dan muat. Sebelum dilakukan pengambilan batubara,
terlebih dahulu dilakukan kegiatan membersihkan pengotor yang berasal dari
permukaan batubara yang berupa material sisa tanah penutup yang masih tertinggal
sedikit, serta pengotor lain yang berupa agen pengendapan (air permukaan, air
hujan, longsoran). Untuk lapisan batubara yang keras, maka terlebih dahulu
dilakukan penggaruan.
Setelah batubara dipecah atau diberai maka selanjutnya dilakukan
penggalian batubara dengan menggunakan excavator. Pekerjaan penggalian
batubara ini menggunakan peralatan berupa bulldozer yang dilengkapi alat garu.
Setelah batubara dibongkar, kemudian batubara dikumpulkan dengan bulldozer

Universitas Sriwijaya
10

yang memiliki blade. Batubara selanjutnya dimuat dengan menggunakan excavator


untuk dimasukkan kedalam alat angkut dump truck untuk diangkut menuju dump
hopper ataupun temporary stockpile.

2.3.4 Pembersihan Batubara (Coal Cleaning)


Sebelum tahapan batubara ripping dilakukan tahap cleaning yaitu tahapan
pembersihan batubara dari pengotor, tahap pengotor tersebut tersebut berupa clay
dan lapisan batuan pack. Lapisan pack ini dapat berupa bongkahan atau lapisan di
antarea lapisan batubara, namun umumnya banyak ditemukan di top dan bottom
lapisan batubara.

2.3.5 Penggaruan (Ripping)


Ripping atau penggaruan adalah metode untuk memecahkan
batubara menggunakan dozer yang dilengkapi oleh ripper. Ripping dilakukan
apabila kondisi batubara keras dan tak bisa digali langsung menggunakan excavator
type teeth bucket. Ripping hanya sekedar membantu membongkar batubara dan
untuk proses loading tetap menggunakan excavator.
Kemampuan penggaruan (rippability) merupakan suatu ukuran
apakah suatu massa batuan mudah digarus, sulit digaru atay bahkan tidak dapat
digaru. Mudah atau sukarnya batuan untuk digaru didasarkan atas sifat geologi dan
geoteknikn dari batuan tersebut dan untuk mengetahuinya, diperlukan uji lapangan
baik data struktur pelapukan dan air tanah. Apabila tingkat kekerasan batuan
dilokasi penambangan telah melampaui alat penggaruan (riping) maka dapat
dilakukan peledakan (blasting) untuk melakukan pemberaian material. Bieniaswski
(1989) mengklasifikasi kekerasan suatu batuan berdasarkan nilai kuat tekannya
yang dimulai dari tingkat kekerasan yang sangat lunak sampai tingkat kekerasan
yang sangat keras (Tabel 2.1).

Universitas Sriwijaya
11

Tabel 2.1. Klasifikasi kuat tekan batuan (Bieniaswski, 1973)

Klasifikasi Kuat Tekan (Mpa)


Sangat Keras 250-700
Keras 100-250
Keras Sedang 50-100
Lunak 25-50
Sangat Lunak 1-25

2.3.6 Pemuatan, Pengangkutan dan Penimbunan Batubara (Coal


Loading & Hauling)
Loading merupakan proses pemuatan material hasil galian oelh alat muat
(loading equipment) seperti power shovel, backhoe, dragline yang dimuatkan pada
alat angkut seperti dump truck, heavy dump truck, kereta api.
Pengangkutan batubara adalah kegiatan untuk memindahkan batubara dari lokasi
penambangan ke tempat penimbunan batubara dengan menggunakan alat mekanis
yang biasanya digunakan yaitu dump truck. Lokasi penimbunan batubara biasanya
tidak terlalu jauh dari area penambangan untuk meminimalisir besarnya biaya
operasi penambangan (Muchidin. 2006).
Pola pemuatan dapat dilihat dari beberapa keadaan yang ditunjukkan alat
muat dan alat angkut, yaitu:
1.) Cara Pemuatan Material
a.) Top Loading
Top Loading merupakan cara pemuatan material dengan kondisi kedudukan
alat muat berada diatas tumpukkan material galian atau berada diatas jenjang. Cara
ini hanya dipakai pada alat muat backhoe
b.) Bottom Loading
Ketinggian atau alat angkut dan truk adalah sama. Cara ini dipakai untuk
alat muat power shovel
2.) Posisi Pemuatan
a.) Frontal Cut

Universitas Sriwijaya
12

Alat muat berhapadan dengan muka jenjang atau front penggalian pada pola
ini memuat pertama kali pada dump truck sebelah kiri sampai penuh dan berangkat
setelah itu dilanjutkan pada dump truck sebelah kanan.
b.) Drive by Cut
Alat muat (backhoe) bergerak melintang dan sejajar dengan front
penggalian. Pola ini diterapkan apabila lokasi pemuatan memiliki dua akses.
c.) Paralel Cut
Terdiri dari dua metode berdasarkan cara pemuatannya, yaitu:
 Single Spotting/Single Truck Back Up
Truck kedua menunggu selagi alat muat memuat ke truk pertama, setelah
truk pertama berangkat, truk kedua berputar dan mundur. Saat truk kedua dimuat,
truk ketiga datang melakukan manuver dan seterusnya
 Double Spotting / Double Truck Back Up
Truk memutar dan mundur ke salah satu sisi alat muat selagi alat muat
mengisi truk pertama. Begitu truk pertama berangkat, alat muat mengisi truk kedua
dimuati, truk ketiga datang dan langsung berputar dan mundur kearah alat muat,
demikian seterusnya.

Pengangkutan bertujuan untuk memindahkan batubara hasil penggalian


front penambangan menuju dump station. Lokasi stockpile harus disesuaikan untuk
mudah atau tidaknya manuver alat angkut tersebut selama melakukan penimbunan
tersebut (Sukamto, 2004). Pekerjaan pengangkutan dipengaruhi oleh:
a.) Kondisi jalan angkut
Keadaan jalan akan sangat mempengaruhi kemampuan produksi alat
angkut. Keadaan jalan angkut dilihat dari kondisinya apakah rata, bergelombang,
kasar, halus, lunak atau keras karena keadaan ini akan mempengaruhi besarnya
rolling resistance (RR) yang dihasilkan oleh permukaan jalan angkut terhadap ban
dari alat angkut. Selain itu, keadaan jalan angkut dilihat juga dari geometrinya yaitu
bentuk dan ukuran jalan yang sesuai dengan tipe alat angkut yang digunakan dan
kondisi medan yang ada sehingga menjamin keselamatan dan keamanan operasi
pengangkutan (Indonesianto, 2005).
b.) Banyaknya kemiringan jalan

Universitas Sriwijaya
13

Kemiringan jalan angkut merupakan salahsatu factor yang perlu dikaji


terhadap kondisi jalan tambang karena kemiringan jalan angkut mempengaruhi
kemampuan alat angkut, baik saat pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan
(Indonesianto, 2005). Kemiringan jalan angkut dinyatakan dalam persen (%).
Kemiringan 1%, diartikan bahwa jalan angkut tersebut naik atau turun 1 meter
atau 1 ft pada setiap 100 meter atau 100 ft jarak mendatar.
c.) Keahlian operator angkut
d.) Hal-hal yang berpengaruh terhadap kecepatan alat angkut (hauling
equipment)

2.4 Faktor Pengaruh Produktivitas

Menurut Rochmanhadi (2000), faktor-faktor yang langsung mempengaruhi


hasil kerja alat-alat mekanis adalah sebagai berikut:

2.4.1 Jenis Material

1) Karena perbedaan kekerasan dari material yang akan digali sangat bervariasi.
Maka sering dilakukan pengelompokkan sebagai berikut:

2) Lunak (soft) atau mudah digali (easy digging), misalnya tanah atas atau top soil,
pasir (sand), lempung pasiran (sandclay).

3) Agak keras atau Medium hard digging, misalnya tanah liat atau lempung (clay)
yang basah dan lengket.

4) Sukar digali atau keras (hard digging), misalnya batu sabak (slate), material yang
kompak (compacted material).

5) Sangat sukar digali atau sangat keras (very hard digging) atau batuan segar (fresh
rock) yang memerlukan pemboran dan peledakan sebelum dapat digali, misalnya
batuan beku segar (fresh igneous rock), batuan malihan segar (fresh metamorphic
rock).

Universitas Sriwijaya
14

2.4.2 Efisiensi

Efisiensi adalah penilaian terhadap pelaksanaan terhadap suatu perkerjaan


atau merupakan suatu perbandingan antara waktu yang dipakai untuk berkerja
dengan waktu yang tersedia.

Waktu kerja penambangan adalah jumlah waktu kerja yang digunakan


unutk melakukan kegiatan penggalian, pemuatan dan pengangkutan. Efisiensi
kerja akan semakin bar apabilabanyaknya waktu kerja semakin memndekati
jumlah waktu kerja yang tersedia. Waktu yang tersedia berhubungan erat dengan
jam kerja efektif. Jam kerja efektif adalah jam kerja dimana alat mekanis
berproduksi, jam kerja efektif diperoleh dari jam kerja yang tersedia dikurangi
hambatan-hambatan yang terjadi selama proses produki termasuk perbaikan dan
perawatan alat.

a. Hambatan yang dapat dihindari


Adalah hambatan yang terjadi karena adanya penyimpangan-
penyimpangan terhadap waktu kerja ang dijadwalkan. Hambatan tersebut
antara lain:
 Terlambat memulai kerja.
 Berhenti bekerja sebelum waktu istiharat.
 Terlambat bekerja setelah waktu istirahat.
 Keperluan operator.
b. Hambatan yang tidak dapat dihindari
Adalah hambatan yang terjadi pada waktu jam kerja yang menyebabkan
hilangnya waktui kerja dikarenakan kndisi alam atau kegiatan rutin dan
harus dilaksanakan Hambatan tersebut antara lain:
 Hujan.
 Pengeringan jalan setelah hujan.
 Pindah posisi penempatan alat.
 Perbaikan front penambangan
 Pemeriksaan dan pemanasan alat.
 Pengisian bahan bakar.
 Kerusakan dan perbaikan alat di tempat.

Universitas Sriwijaya
15

2.4.3 Faktor pengembangan (Swell Factor)

Pemberaian merupakan presentase pengembangan volume material dari


volume asli, yang dapat mengakibatkan bertambahnya jumlah material yang harus
dipindahkan dari kedudukan aslinya. Rumus yang berkaitan dengan pemberaian
material sebagai berikut:

𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑙𝑜𝑜𝑠𝑒 (𝑡𝑜𝑛/𝑚3 )


𝑆𝐹 =
𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑎𝑛𝑘 (𝑡𝑜𝑛/𝑚3 )

2.4.4 Faktor Mangkuk (Bucket Factor)

Merupakan perbandingan antara volume material yang dapat ditampung


oleh mangkuk terhadap kemampuan tampung mangkuk secara teoritis. Biasanya
faktor ini untuk menentukan secara pasti harus dilakukan pengukuran dilapangan.
Bila tidak bisa manggunakan komparasi pendekatan data sesuai material yang
digali.

2.4.5 Waktu Edar (cycle time)


Waktu edar adalah waktu yang diperlukan oleh alat mekanis untuk
menyelesaikan sekali putaran kerja, dari mulai kerja sampai dengan selesai dan
bersiap-siap memulainya kembali.
1) Waktu edar alat gali-muat
Waktu edar alat gali-muat dapat dirumuskan sebagai berikut :
CT = T1 + T2 + T3 + T4
Keterangan :

CT = Waktu edar alat gali-muat, detik


T1 = Waktu menggali material, detik
T2 = Waktu putar dengan bucket terisi, detik
T3 = Waktu menumpahkan muatan, detik
T4 = Waktu putar dengan bucket kosong, detik

2) Waktu edar alat angkut


Waktu edar alat angkut dapat dirumuskan sebagai berikut :
CT = T1 + T2 + T3 + T4 + T5 + T6

Universitas Sriwijaya
16

Keterangan :
CT = Waktu edar alat angkut (menit)
T1 = Waktu mengambil posisi untuk dimuati (menit)
T2 = Waktu diisi muatan, (menit)
T3 = Waktu mengangkut muatan, (menit)
T4 = Waktu mengambil posisi untuk penumpahan, (menit)
T5 = Waktu pengosongan muatan, (menit)
T6 = Waktu kembali kosong, (menit)

2.4.6 Keserasian Kerja


Untuk mendapatkan hubungan kerja yang serasi antara alat gali muat dan
alat angkut, maka produktivitas alat gali muat harus sesuai dengan produktivitas
alat angkut. Faktor keserasian alat gali-muat dan alat angkut didasarkan pada
produktivitas alat gali-muat dan produktivitas alat angkut, yang dinyatakan dalam
match factor (MF).

Secara perhitungan teoritis, produktivitas alat gali muat haruslah sama


dengan produktivitas alat angkut, sehingga perbandingan antara alat angkut dan alat
gali-muat mempunyai nilai satu, yaitu:
produktifitas alat angkut  produktifitas alat gali muat
produktivitas alat angkut
1
produktivitas alatgali muat
banyak pengisian x jumlah alat angkut x CT alat gali
MF 
Jumlah alat gali x CT alat angkut
Keterangan:
MF = Match Factor atau faktor keserasian
CT = Cycle Time
Bila hasil perhitungan diperoleh:
a. MF < 1, artinya alat muat bekerja kurang dari 100%, sedang alat angkut bekerja
100% sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat karena menunggu alat angkut
yang belum datang.
b. MF = 1, artinya alat muat dan angkut bekerja 100%, sehingga tidak terjadi waktu
tunggu dari kedua jenis alat tersebut.

Universitas Sriwijaya
17

c. MF > 1, artinya alat muat bekerja 100%, sedangkan alat angkut bekerja kurang
dari 100% sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut.

2.4.7 Ketersediaan Alat dan Penggunaan Alat


Salah satu hal yang mempengaruhi produksi dari kebutuhan alat gali-muat dan
alat angkut yang diinginkan dalam operasi penambangan adalah masalah
ketersediaan alat. Ketersediaan alat adalah faktor yang menunjukan kondisi alat-
alat mekanis dalam melakukan pekerjaan dengan memperhatikan kehilangan waktu
selama kerja. Kondisi peralatan mekanis dibagi menjadi:
a. Kondisi peralatan 90%-100%
Berlaku untuk peralatan baru dan siap pakai, kemampuan minimal 70% dan belum
mengalami perbaikan apapun serta dalam keadaan lengkap.
b. Kondisi peralatan 70%- 89%
Berlaku untuk peralatan lama yang dalam keadaan yang siap beroperasi dengan
kemampuan minimal 70% namun sudah dipakai lebih dari satu tahun atau seribu
jam kerja.
c. Kondisi peralatan 50%- 69%
Peralatan yang dalam keadaan rusak ringan operasi. Kemampuan alatnya minimal
60% dan sudah dioperasikan lebih dari dua tahun atau tiga ribu jam kerja.

2.5 Perhitungan Produktivitas Alat Gali-Muat dan Alat Angkut


Menurut Handbook Komatsu Edition 28 (2007), produktivitas excavator
dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan (2.1)

Q=(KB×Eff×FB×SF×3600)/CT.........................................................................(2.1)

Keterangan:
Q = Produktivitas alat gali-muat (bcm/jam untuk tanah atau ton/jam untuk batubara
sesuai density batubara)
KB = Kapasitas bucket (m3)
Eff = Efisiensi kerja
FB = Factor bucket

Universitas Sriwijaya
18

SF = Swell factor
CT= Waktu edar alat gali-muat excavator (detik)

Menurut Handbook Komatsu Edition 28 (2007), produktivitas dump truck


dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan (2.2)

𝑄 = (𝑛 × 𝐾𝐵 × 𝐸𝑓𝑓 × 𝐹𝐵 × 𝑆𝐹 × 3600)/𝐶𝑇.................................................(2.2)

Keterangan:
Q = Produktivitas dump truck (bcm/jam untuk tanah atau ton/jam untuk batubara
sesuai density batubara)
n = Jumlah pengisian
KB = Kapasitas bucket (m3)
Eff = Efisiensi kerja
FB = Factor bucket
SF = Swell factor
CT = Waktu edar alat gali-muat excavator (detik)

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai