Kelompok 2
I. Tujuan
Menentukan daya hambat suatu sediaan yang berpotensi sebagai antiseptik
atau desinfektan, dengan membandingkannya terhadap standar fenol
(koefisien fenol).
II. Prinsip
1. Desinfektan
Bahan kimia untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad
renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan
jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya (Rismana, 2002).
2. Koefisien Fenol
Bilangan pecahan yang menunjukkan perbandingan kekuatan daya bunuh
dari desinfektan dibaningkan dengan kekuatan daya bunuh dari fenol
sebagai pembanding dalam kondisi yang sama, yaitu jenis bakteri yang
sama dan dan waktu kontak yang sama (Collier, 1998).
3. Waktu Kontak
Waktu kontak yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba pada
persentase kill yang dibutuhkan (Fuadi, 2012).
III. Teori Dasar
Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik
seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah
mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.Sedangkan antiseptik
didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh
pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan
hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan,
lantai, ruangan, peralatan dan pakaian (Rismana, 2002).
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai
antiseptik dan desinfektan.Tapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan
antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik.Antiseptik
tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat
keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah
satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi
pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai
bahan dalam proses sterilisasi (Kimbal, 2002). Desinfektan dan antiseptik
memiliki sifat antimikroba.Cara kerja antimikroba antara lain:
a. Merusak DNA.
Sejumlah unsur antimikroba bekerja dengan merusak
DNA.Unsur ini meliputi radiasi pengion (ionisasi), sinar ultra
ungu, dan zat-zat kimia reaktif DNA. Pada kategori yang
terakhir ini terdapat zat-zat alkilasi dan zat lain yang bereaksi
secara kovalen dengan basa purin dan pirimidin sehingga
bergabung dengan DNAatau membentuk ikatan silang antar
untai. Penyinaran merusak DNA melalui beberapa cara,
misalnya sinar ultra ungu menyebabkan penyilangan diantara
pirimidin yang berdekatan pada salah satu untai yang sama dari
dua untai polinukleotida, membentuk dimer pirmidin. Radiasi pengion
memecahkan untaian tunggal atau ganda. Kerusakan DNA yang
ditimbulkan karena penyinaran atau secara kimiawi akan
mematikan sel terutama karena mengganggu replikasi DNA
(Jawetz et. al., 1996).
b. Denaturasi protein.
Protein terdapat dalam keadaan tiga dimensi, terlipat, yang
ditentukan oleh pertautan disulfida kovalen intramolekul dan sejumlah
pertautan nonkovalen seperti ikatan ion, ikatan hidrofob, dan
ikatan hidrogen.Keadaan ini dinamakanstruktur tersier protein;
struktur ini mudah terganggu oleh sejumlah unsur fisikatau
kimiawi, sehingga protein tidak dapat berfungsi lagi.Kerusakan
strukturtersier ini dinamakan denaturasi protein (Jawetzet. al.,
1996).
c. Gangguan selaput atau dinding sel.
Selaput sel berguna sebagai penghalang yang selektif,
meloloskan beberapazat terlarut dan menahan zaat
lainnya.Beberapa zat diangkut secara aktif melaluiselaput,
sehingga konsentrasinya dalam sel tinggi.Selaput sel juga
merupakantempat bagi banyak enzim yang terlibat dalam
biosintesis berbagai komponenpembungkus sel. Zat-zat yang
terkonsentrasi pada permukaan sel mungkin mengubah sifat-sifat
fisik normalnya dan dengan demikian membunuh atau menghambat
sel.Dinding sel berlaku sebagai struktur pemberi bentuk pada
sel, melindungi sel terhadap lisis osmotik.Dengan demikian, zat
yang merusak dinding sel (misalnya lisozim) atau menghalangi
sintesis normalnya (misalnya penisilin) akan menyebabkan lisis
sel (Jawetzet. al., 1996).
Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik dan cara
kimia. Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi
umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan
pereduksi, yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan
alkohol, yaitu senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan
halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen
atau yang mengandung gugus -X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi,
golongan garam amonium kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan
biguanida (Pankey, 2014).
Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml.
Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion
H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan
anionfenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air. Dibandingkan
dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan
dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan
H+. Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi
seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital, antara satu-satunya
pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif
melalui cincin tersebut dan menstabilkan anionnya (Collier, 1998).
Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir
Joseph Lister saat mempraktikkan pembedahan antiseptik.Fenol merupakan
komponen utama pada anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai
TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa
anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik (Collier, 1998).
Escherichia coli atau biasa disingkat E. coli adalah salah satu jenis
spesies utama bakteri Gram-negatif. Bakteri ini ditemukan oleh Theodor
Escherich. Pada umumnya bakteri ini dapat ditemukan dalam usus besar
manusia. E. Coli merupakan anggota dari family Enterobacteriaceae. Ukuran
sel dengan panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar 1,1 – 1,5 μm. Bentuk sel dari
bentuk seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous.
Tidak ditemukan spora E. Coli batang gram negatif. Selnya bisa terdapat
tunggal, berpasangan, dan dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul.
Bakteri ini aerobik dan dapat juga aerobik fakultatif. E. Coli merupakan
penghuni normal usus, seringkali menyebabkan infeksi. E. Coli merupakan
bakteri kemoorganotropik, mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan
respirasi tetapi pertumbuhannya paling sedikit banyak di bawah keadaan
anaerob. Pertumbuhan yang baik pada suhu optimal 37°C pada media yang
mengandung 1% peptone sebagai sumber karbon dan nitrogen. E.Coli
memfermentasikan laktosa dan memproduksi indol yang digunakanuntuk
mengidentifikasikan bakteri pada makanan dan air. E.coli berbentuk besar (2-
3 mm), sirkular, konveks dan koloni tidak berpigen pada nutrient dan media
darah. E. Coli dapat bertahan hingga suhu 60°C selama 15 menit atau pada
55°C selama 60 menit.Penyakit yang sering ditimbulkan oleh E. Coli adalah
diare. E. Coli ini diklasifikasikan oleh ciri khas sifat – sifat virulensinya dan
setiap grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda, antara
lain yaitu: E. Coli Enteropatogenik (EPEC), E. Coli Enterotoksigenik
(ETEC), E. Coli Enterohemoragik (EHEC), E. Coli Enteroinvansif (EIEC)
dan E. Coli Enteroagregatif (EAEC). Kebanyakan E. coli tidak berbahaya,
tetapi beberapa spesies seperti E. coli tipe O157:H7 dapat mengakibatkan
keracunan makanan yang serius pada manusia yaitu diare berdarah karena
eksotoksin yang dihasilkan bernama verotoksin. Toksin ini bekerja dengan
cara menghilangkan satu basa adenin dari unit 28S rRNA, sehingga
menghentikan sintesis protein. Sumber bakteri ini contohnya adalah daging
yang belum masak (Levinson, 2008).
8. Waktu bagi zat kimia untuk bekerja dan konsentrasi yang dipakai.
9. Temperatur pada zat kimia dan pada jaringan atau unsur-unsur yang
terlibat (Melnick, 1996).
Bahan :
1. Aquades
2. Fenol
3. Nutrien Broth ( NB )
4. Pelarut sediaan uji
5. Sediaan uji (karbol wangi)
6. Suspensi bakteri E.Coli
Gambar Alat
V. Prosedur
Tabung reaksi kecil diisi dengan 1 ml NB. Lalu tabung-tabung besar dan
kecil dalam rak tabung disusun. Baris pertama terdiri dari 6 tabung besar
yang berisi hasil pengenceran dan diberi tanda A, B, C, D, E, dan F. Dibaris
kedua terdiri dari 6 tabung kecil berisi NB double strength dan diberi tanda
a1, b1, c1, d1, e1, dan f1. Baris ketiga sampai keenam masing-masing berisi 6
tabung kecil berisi NB biasa dan diberikan tanda a2, b2, c2, d2, e2, dan f2
sampai a6, b6, c6, d6, e6, dan f6. Kemudian dimasukan 0,2 ml suspensi
bakteri uji kepada masing-masing tabung besar yang telah berisi larutan fenol
secara berturut-turut , dengan rentang waktu 30 detik. Lalu dimasukan
masing-masing 0,2 ml larutan dari tabung A secara berturut-turut ke tabung
a1, a2, a3,a4,a5,dan a6 secara berturut-turut, selama 2,5 menit. Dan
dilaakukan pula untuk tabung-tabung B, C, D, E, dan F. Setelah itu dibuat 1
kontrol positif dan 1 kontrol negatif. Kontrol positif terdiri dari 1ml NB dan
0,2ml bakteri. Kontrol negatif hanya berisi NB. Kemudian tabung reaksi kecil
diinkubasi semuanya selama 24 jam dalam suhu 37°C . Setelah itu di amati
kekeruhan yang terjadi dan dibandingkan dengan kontrol positif dan negatif.
Lalu ditentukan dimana koefisien fenolnya dengan rumus :
V1 . N1 = V2 . N2
5 . 1/40 = V2 . 0
V2 = 0 ml
Aquadest yang di tambahkan : 0 ml
Total yang diperlukan : 5 ml
Volume yang dibuang : 0 ml
b. Tabung Reaksi B
V1 . N1 =V2 . N2
V2 = 5 ml
c. Tabung Reaksi C
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 1/40 = V2 . 1/60
V2 = 6 ml
d. Tabung Reaksi D
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 1/40 = V2 . 1/70
V2 = 7 ml
e. Tabung Reaksi E
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 1/40 = V2 . 1/80
V2 = 8 ml
f. Tabung Reaksi F
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 1/40 = V2 . 1/90
V2 = 9 ml
Keterangan :
(-) : Bening
(+) : Keruh
6.5 Perhitungan Koefisien Fenol
(0,025+0,011)
Koefisien Fenol = (0,025)
Koefsien Fenol = 1,44
VII. Pembahasan
Praktikum kali ini berjudul ‘Penentuan Daya Hambat dari Suatu
Sediaan yang Berpotensi sebagai Antiseptik atau Desinfektan terhadap
Bakteri Uji’ yang bertujuan untuk menentukan daya hambat suatu sediaan
yang berpotensi sebagai antiseptik atau desinfektan, dengan
membandingkannya terhadap standar fenol atau disebut juga koefisien
fenol.Uji koefisien fenolmerupakan uji yang digunakan untuk
membandingkan aktifitas antimicrobial suatu senyawa kimia dibandingkan
dengan fenol pada kondisi yang standar. Sejumlah pengenceran seri dari
bahan kimia yang akan di uji dilakukan dengan pembanding fenol murni
yang dilakukan pada tabung reaksi steril (Rahayu, 2010).
Namun dalam praktikum ini yang dilakukan praktikan adalah menguji
kekuatan fenol sebagai baku pembanding desinfektan lain terhadap strain
bakteri yang sama, yaitu Escherichia coli. Konsentrasi larutan fenol yang
digunakan untuk pengujian adalah sebesar 2,5% karena pada konsentrasi
2,5% fenol sudah tergolong efektif mendenaturasi protein dan merusak
membran sel bakteri serta aktif pada pH asam. Persyaratan koefesien fenol
adalah jika didapat nilai koefesien fenol antara 0,05 sampai
1, maka zat kimia uji adalah antiseptik atau desinfektan yang kurang efektif,
sedangkan jika nilai yang diperoleh lebih besar dari 1, maka zat kimia uji
adalah antiseptik atau desinfektan yang efektif (Setiawan, 2013).
Fenol adalah zat pembaku daya antiseptik obat lain sehingga daya
antiseptik dinyatakan dalam koefesien fenol. Mekanisme kerja fenol sebagai
desinfektan berada dalam kadar 0,01% - 1% di mana fenol bersifat
bakteriostatik. Larutan fenol dengan kadar1,6% bersifat bakterisid yang
dapat mengadakan koagulasi protein. Ikatan protein dengan fenol mudah
lepas sehingga fenol dapat berpenetrasi ke dalam kulit utuh. Larutan fenol
dengan kadar 1,3% bersifat fungisid yang berguna untuk sterilisasi ekskreta
dan alat kedokteran. Mekanisme kerja dari fenol adalah interaksi antara
senyawa fenol dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan
ikatan hidrogen. Pada kadar rendah, fenol akan terbentuk kompleks protein
fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti
penetrasi fenol ke dalam sel bakteri dan menyebabkan presipitasi serta
denaturasi protein. Pada kadar tinggi, fenol akan menyebabkan koagula
siprotein sel bakteri dan membran sitoplasma mengalami lisis (Ganiswarna,
1995).
Praktikum ini dilakukan dengan teknik aseptis, yaitu suatu sistem cara
bekerja yang menjaga sterilitas ketika menangani pengkulturan
mikroorganisme untuk mencegah kontaminasi terhdap kultur
mikroorganisme yang diinginkan. Dasar digunakannya teknik aseptis adalah
karena adanya banyak partikel debu yang mengandung mikroorganisme,
berupa bakteri atau spora, yang mungkin dapat masuk ke dalam tabung
reaksi atau mengendap di meja kerja. Pertumbuhan mikroorganisme yang
tidak diinginkan ini dapat mempengaruhi atau mengganggu hasil praktikum.
Meja kerja seharusnya jauh dari sesuatu yang dapat menciptakan aliran
udara, seperti jendelan yang terbuka atau pintu yang selalu dibuka dan
ditutup, serta jauh dari lalu lintas orang (Pujiarga, 2015).
Pada awal praktikum, meja kerja disemprot terlebih dahulu dengan
menggunakan alkohol 70% untuk mensterilkannya. Alkohol 70%
merupakan cairan yang mengandung 70% etil alkohol (CH3CH2OH) dan
30% air. Etil alkohol (etanol) membunuh bakteri melalui 2 cara, yakni
denaturasi protein dan pelarutan membran lemak. Protein merupakan salah
satu penyusun dari sel bakteri. Alkohol yang digunakan adalah alkohol
dengan konsentrasi 70% karena pada alkohol konsentrasi sangat tinggi
hanya akan mampu mendenaturasi protein di luar sel bakteri, tidak mampu
menembus membran sel bakteri dan mendenaturasi protein di dalam sel
bakteri yang sebenarnya merupakan target utamanya. Antiseptik yang ideal
adalah antiseptik yang dapat menghambat pertumbuhan dan merusak sel-sel
bakteri, spora bakteri jamur, virus dan protozoa, tanpa merusak jaringan
tubuh. Antiseptik dapat merusak sel dengan cara koagulasi atau denaturasi
protein protoplasma sel, atau menyebabkan sel mengalami lisis, yaitu
dengan mengubah struktur membran sel sehingga menyebabkan kebocoran
isi sel (Yunanto, 2010).
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini telah disterilisasi
dengan autoklaf yang berfungsi untuk menjaga kebersihan alat yang
digunakan dan melindungi alat-alat tersebut dari kontaminan. Autoklaf
adalah adalah alat yang digunakan untuk sterilisasi media mikrobiologi,
peralatan gelas laboratorium dan dekontaminasi atau membunuh bakteri
dengan menggunakan uapbersuhu dan bertekanan tinggi 121 oC selama
kurang lebih 15 menit. Perhitungan waktu sterilisasi autoklaf dimulai ketika
suhu di dalam autoklaf mencapai 121oC. Jika objek yang disterilisasi cukup
tebal atau banyak, transfer panas pada bagian dalamautoklaf akan melambat,
sehingga terjadi perpanjangan waktu pemanasan total untukmemastikan
bahwa semua objek bersuhu 121oC untuk waktu 10-15 menit. Perpanjangan
waktu juga dibutuhkan ketika cairan dalam volume besar akan diautoklaf
karena volume yang besar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
mencapai suhu sterilisasi (Suwito, 2010).
Setelah alat disterilisasi, tahap selanjutnya dalah mempersiapkan alat
dan bahan. Alat yang digunakan diantaranya adalah tabung reaksi besar dan
kecil, pipet volume 1 ml dan 5 ml, labu erlenmeyer, dan pembakar spirtus.
Tabung reaksi besar sebanyak enambuah berfungsi sebagai tempat
pengenceran sediaan uji, yaitu larutan fenol 2,5%. Sementara tabung reaksi
kecil sebanyak 36 buah digunakan untuk menyimpan media, yaitu Nutrient
Broth (NB). Media Nutrient Broth yang disediakan bertujuan untuk
memberi tambahan nutrisi pada bakteri yang dipakai dalam pengujian,
yaitu Escherichia coli. Digunakan medium cair karena tahap terakhir dari
praktikum ini adalah melihat kekeruhan atau kejernihan dari medium, yang
menandakan ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri yang terjadi (Fauzia,
2010).
Labu erlenmeyer digunakan pada praktikum ini untuk menempatkan
aquadest steril. Pada labu erlenmeyer, ujung Erlenmeyer disumbat dengan
menggunakan kapas yang dibalut dengan kassa yang berfungsi untuk
melindungi masuknya kontaminan kedalam labu erlenmeyer tersebut
(Safitri, 2013).
Untuk mengambil sediaan uji dan aquadest steril, digunakan pipet
volume. Pipet volume digunakan karena memiliki skala yang berkisar dari 1
ml hingga 10 ml. Pada pipet volume, ujung pipet volum disumbat dengan
menggunakan kapas. Kapas yang disumbat pada pipet volume berfungsi
untuk menyumbat alat yang akan disterilisasi atau pun alat yang sudah
disterilisasi agar terhindar dari kontaminasi dari mulut atau lingkungan
sekitar (Pastra, 2012).
Langkah pertama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah
melakukan pengenceran larutan standar fenol dengan konsentrasi 2,5%
dalam labu ukur menjadi 6 pengenceran bertingkat dalam tabung reaksi
besar dengan menggunakan aquade ststeril. Untuk pengenceran 1/40,
dipipet larutan fenol sebanyak 5 ml dari labu ukur dan dipindahkan kedalam
tabung reaksi besar yang berlabel ‘A’. Untuk pengenceran 1/50, dipipet
aquadest steril sebanyak 1 ml dari labu Erlenmeyer dan dipindahkan ke
dalam tabung reaksi besar yang berlabel ‘B’. Kemudian dipipet larutan fenol
sebanyak 4 ml dari labu ukur, ditambahkan kedalam tabung reaksi besar
yang sama, dan dihomogenkan. Untuk pengenceran 1/60, dipipet aquadest
steril sebanyak 2 ml dari labu Erlenmeyer dan dipindahkan kedalam tabung
reaksi besar yang berlabel ‘C’.Kemudian dipipet larutan fenol sebanyak 4
ml dari labu ukur, ditambahkan kedalam tabung reaksi besar yang sama,
dihomogenkan, dan dipipet sebanyak 1 ml dari campuran tersebut untuk
dibuang. Untuk pengenceran 1/70, dipipe taquade ststeril sebanyak 3 ml dari
labu Erlenmeyer dan dipindahkan kedalam tabung reaksi besar yang
berlabel ‘D’.Kemudian dipipet larutan fenol sebanyak 4 ml dari labu ukur,
ditambahkan kedalam tabung reaksi besar yang sama, dihomogenkan, dan
dipipet sebanyak 2 ml dari campuran tersebut untuk dibuang. Untuk
pengenceran 1/80, dipipet aquadest steril sebanyak 4 ml dari labu
Erlenmeyer dan dipindahkan kedalam tabung reaksi besar yang berlabel ‘E’.
Kemudian dipipet larutan fenol sebanyak 4 ml dari labu ukur, ditambahkan
kedalam tabung reaksi besar yang sama, dihomogenkan, dan dipipet
sebanyak 3 ml dari campuran terseb utuntuk dibuang. Dan untuk
pengenceran 1/90, dipipet aquadest steril sebanyak 5 ml dari labu
Erlenmeyer dan dipindahkan kedalam tabung reaksi besar yang berlabel ‘F’.
Kemudian dipipet larutan fenol sebanyak 4 ml dari labu ukur, ditambahkan
kedalam tabung reaksi besar yang sama, dihomogenkan, dan dipipet
sebanyak 4 ml dari campuran tersebut untuk dibuang. Pengenceran ini
dimaksudkan untuk mendapatkan larutan fenol uji dalam berbagai
konsentrasi untuk dibandingkan kekuatannya dalam mematikan atau
membunuh bakteri uji, yaitu Escherichia coli.
Kemudian dilakukan penanaman bakteri dengan menggunakan
mikropipet secara aseptis. Setiap melakukan penanaman bakteri, setelahnya
selalu dilakukan pengocokkan agar homogen. Penanaman bakteri dilakukan
pada interval 30 detik antar tabung kecil, dengan urutan tabung A1 hingga
F1 dahulu, baru kemudian A2 hingga F2 dan seterusnya. Penanaman bakteri
pada tabung F bersamaan dengan penanaman pada tabung A selanjutnya.
Jadi, tabung F1 bersamaan dengan tabung A2. Karena waktu yang
diperlukan dalam menguji kekuatan fenol adalah 18-24 jam, sedangkan
untuk kekuatan mata untuk melihat dan mengawasi tidak mungkin selama
itu, maka digunakan waktu tertentu dengan metode kontak secara
konvensional, waktu yang paling cepat adalah 2,5 menit, paling lama 15
menit. Sehingga waktu penanaman bakteri dalam NB dari tabung berisi
fenol masing-masing berselang 30 detik hal ini dapat memperlihatkan
perbandingan bahwa waktu kontak yang semakin lama akan mempengaruhi
keefektifan fenol dalam menghambat pertumbuhan Escherichia coli.
Kemudian dilakukan inkubasi selama 24 jam. Bakteri E.coli dibiakkan
terlebih dahulu pada media NA dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24
jam. Inkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam, maka terbentuklah kekeruhan
yang setara dengan standart Mc Farland 1 dengan konsentrasi bakteri 3 x
108 / ml. Jumlah bakteri telah memenuhi syarat untuk uji kepekaan yaitu :
105 – 108 / ml (Hermawan et al, 2007).
Berdasarkan hasil diperoleh bahwa bahan uji yaitu turunan fenol yang
digunakan sebagai baku pembanding ternyata ditumbuhi oleh bakteri. Hal
ini ditunjukkan dengan tanda plus (+) yang artinya bakteri dapat hidup dan
tumbuh pada bahan uji tersebut ditandai dengan adanya kekeruhan pada
larutan yang diujikan. Pengamatan ini dilakukan setelah inkubasi selama 24
1 1 1 1 1 1
jam. Adapun pengenceran fenol yang digunakan ialah 40, 50, 60, 70, 80, 90.
Kekeruhan (+) menandakan pertumbuhan bakteri E.Coli pada semua tabung uji A, B , dan
C.
Kekeruhan (+) menandakan pertumbuhan bakteri E.Coli pada semua tabung uji D, E , dan
F.
VIII. Simpulan
Diperoleh hasil bahwa koefisien fenol pada sampel yaitu Wipol memiliki
nilai sebesar 1,44, sedangkan pada fenol seebgai baku pembanding nilai
koefisien fenol tidak didapat. Sehingga sampel memiliki efektifitas yang
lebih besar dari baku pembanding yaitu fenol.
IX. Saran
Fauzia. 2010. Uji Efek Ekstrak Air dari Daun Avokad (Persea
gratissima)terhadapStreptococcus Mutans dari Saliva dengan Kromatografi
Lapisan Tipis (TLC)dan Konsentrasi Hambat Minimum (MIC). Majalah
Kedokteran Nusantara. Volume 41, No. 3: 173-178.