Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN WAHAM
DI RSJD SAMBANG LIHUM

Tanggal 23-28 Juli 2012

Oleh :
RIZANI PAHMI, S.Kep
NIM I1B108239

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2012
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN WAHAM
DI RSJD SAMBANG LIHUM

Tanggal 23-28 Juli 2012

Oleh :
RIZANI PAHMI, S.Kep
NIM I1B108239

Banjarmasin, 28 Juli 2012

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Eka Santi, S.Kep. Ns Rusida Hereaty, S.Kep. Ns


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

A. PENGERTIAN
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah.
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien.
Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan,
kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. (Keliat, 1999).
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998).
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan keyataan tetapi dipertahankan
dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain, keyakinan ini berasal dari pemikiran
klien dimana sudah kehilangan control (Depkes RI, 1994).

B. JENIS-JENIS WAHAM
1. Waham kebesaran
Suatu kenyataan palsu dimana seorang memperluas atau memperbesar kepentingan
dirinya, baik kualitas tindakan/kejadian/orang disekelilingnya, dalam bentuk tidak
realistik. Waham ini timbul akibat perasaan yang tidak wajar, tidak aman dan rasa
rendah diri yang secara sadar dihalangi oleh komponen ideal dan efektif dari waham itu
sendiri. Isi dari waham kebesaran sering menunjukkan kekecewaan, kegagalan, dan
perasaan tidak aman.
2. Waham Kejar.
Klien yakin bahwa ada orang yang sedang mengganggunya, menipunya, memata-matai
atau menjelekkan dirinya.
3. Waham Depresif (menyalahkan diri sendiri).
Kepercayaan yang tidak berdasar. Menyalahkan diri sendiri akibat perbuatan-
perbuatannya yang melanggar kesusilaan atau kejahatan lain. Waham depresif sering
dirasakan sebagai : waham bersalah (perasaan bersalah, kehilangan harga diri), waham
sakit (gangguan perasaan tubuh yang berasal dari viseral yang dipengaruhi oleh keadaan
emosi), waham miskin (kehidupan perasaan nilai sosial).
4. Waham nihilistik
Suatu kenyataan bahwa dirinya atau orang lain sudah meninggal atau dunia ini sudah
hancur.
5. Waham somatik (waham hipokondria).
Kecenderungan yang menyimpang dan bersifat dungu mengenai fungsi dan keadaan
tubuhnya, misalnya penderita merasa tubuhnya membusuk atau mengeluarkan bau
busuk.
6. Waham hubungan.
Keyakinan bahwa ada hubungan langsung antara inteprestasi yang salah dari
pembicaraan, gerakan atau digunjingkan.
7. Waham pengaruh.
Keyakinan yang palsu bahwa dia adalah berlebihan dan diucapkan secara berulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
8. Waham curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai
dengan kenyataan.

C. PENYEBAB
Faktor predisposisi

a. Genetik, faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu
kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang sama
(orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).
b. Neurobiologis, adanya gangguan pada kosteks pre frontal dan korteks limbic.
c. Neurotransmiter : abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan glutamate.
d. Virus : paparan virus influenza pada trimester III.
e. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.

Faktor presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan.
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
D. PROSES TERJADINYA WAHAM
Menurut Yosep (2009), proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :
1. Fase of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik maupun
psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang dengan status
sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita.
Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi
kesenjangan antara realiti dengan self ideal sangat tinggi.
2. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self ideal
dengan self reality (keyataan dengan harapan) serta dorongn kebutuhan yang tidak
terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia katakan
adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan keyataan, tetapi
menghadapi keyataan bagi klien adalah suatu yang sangat berat, karena kebutuhannya
untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi
prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara
optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang
dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena
besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi
pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan
klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase envinment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan
klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan
tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai
terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (super ego) yang ditandai
dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap bahwa
semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering
disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien
sering menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang
salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan dengan
traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang).
Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan
ancaman diri dan orang lain.

E. PENGKAJIAN
Tanda dan gejala dari perubahan proses pikir : waham, yaitu klien mengatakan dirinya
sebagai seseorang besar yang mempunyai kekuatan, pendidikan atau kekayaan luar biasa,
klien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang, klien
menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan isolasi,
sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang berlebihan,
kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar,
kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain, gelisah.
Untuk mendapat data waham sesuai dengan jenis wahamnya, harus dilakukan observasi
terhadap perilaku klien sebagai berikut :
1. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Waham curiga.
Meyakini bahwa seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/mencederai dirinya,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
3. Waham Agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
4. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit, diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
5. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai dengan keyataan.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

G. RENCANA KEPERAWATAN
TUM :
Klien dapat berpikir sesuai dengan realitas
TUK 1
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,
mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang dihadapi.
Rencana Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar.
TUK 2
Klien dapat mengidentifikasi perasaan yang muncul secara berulang dalam pikiran klien,
Kriteria evaluasi :
Klien menceritakan ide-ide dan perasaan yang muncul secara berulang dalam pikirannya.
Rencana Tindakan :
1. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya.
2. Diskusikan dengan klien pengalaman yang dialami selama ini.
3. Dengarkan pernyataan klien dengan empati tanpa mendukung/menentang pernyataan
wahamnya

TUK 3
Klien dapat mengidentifikasi stressor/pencetus wahamnya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan kejadian-kejadian sesuai dengan urutan waktu serta harapan/kebutuhan
dasar yang tidak terpenuhi, seperti : harga diri, rasa aman dsb. Dapat menyebutkan hubungan
antara kejadian traumatis/kebutuhan tidak terpenuhi dengan wahamnya.
Rencana Tindakan :
1. Bantu klien mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi serta kejadian yang menjadi
faktor pencetus wahamnya.
2. Diskusikan dengan klien tentang kejadian-kejadian traumatik yang menimbulkan rasa takut,
cemas maupun perasaan tidak dihargai.
3. Diskusikan kebutuhan/harapan yang belum terpenuhi.
4. Diskusikan dengan klien cara-cara mengatasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kejadian
traumatik.
5. Diskusikan dengan klien antara kejadian traumatik dengan wahamnya.
TUK 4
Klien dapat mengidentifikasi wahamnya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan perbedaan pengalaman nyata dengan pengalaman wahamnya
Rencana Tindakan :
1. Bantu klien mengidentifikasi keyakinan yang salah tentang situasi yang nyata (bila klien sudah
siap) :
a. Diskusikan dengan klien pengalaman wahamnya tanpa beragumentasi.
b. Katakan kepada klien akan keraguan perawat terhadap pernyataan klien.
c. Diskusikan dengan klien respon perasaan terhadap wahamnya.
d. Bantu klien membedakan situasi nyata dengan situasi yang dipersepsikan salah oleh klien.

TUK 5
Klien dapat mengidentifikasi konsekuensi dari wahamnya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan gangguan fungsi hidup sehari-hari yang diakibatkan ide-ide/pikirannya
yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan dengan klien pengalaman-pengalaman yang tidak menguntungkan sebagai akibat
dari wahamnya.
2. Ajak klien melihat bahwa waham tersebut adalah masalah yang membutuhkan bantuan orang
lain.
3. Diskusikan dengan klien orang/tempat ia meminta bantuan apabila wahamnya timbul/sulit
dikendalikan.

TUK 6
Klien dapat melakukan tehnik distraksi sebagai cara menghentikan pikiran terpusat pada
wahamnya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat melakukan melakukan aktivitas yang konstruktif sesuai dengan minatnya yang dapat
mengalihkan fokus klien dari wahamnya.
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan hobi/ aktivitas yang disukainya.
2. Anjurkan klien memilih dan melakukan aktivitas yang membutuhkan perhatian dan
ketrampilan fisik.
3. Ikut sertakan klien dalam aktivitas fisik yang membutuhkan perhatian sebagai pengisi waktu.
4. Libatkan klien dalam TAK orientasi realita.
5. Beri reinforcement positif setiap upaya klien yang positif.

TUK 7
Klien dapat dukungan keluarga,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan tentang : pengertian waham, tanda dan gejala waham, penyebab dan
akibat waham, cara merawat klien waham dan dapat mempraktekan cara merawat klien waham.
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi waham.
2. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi waham.
3. Jelaskan kepada keluarga tentang : pengertian, tanda dan gejala, penyebab dan akibat, cara
merawat klien waham.
4. Latih keluarga cara merawat klien waham
5. Beri pujian kepada keluarga atas ketelibatannya merawat klien.

TUK 8
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, efek samping dan
efek terapi. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar. Klien dapat
menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter.
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat.
2. Pantau klien saat penggunaan obat.
3. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
5. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

http://keperawatan-gun.blogspot.com/search/label/JIWA :
Stuart G.W. and Sundeen (1995). Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed). St.
Louis Mosby Year Book.
Stuart dan Laraia (2001). Principle and Practice of Psychiatric Nursing, Edisi 6, St. Louis
Mosby Year Book.
Townsend. (1998). Diagnosis Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri : pedomanan Untuk
Pembuatan Rencana Keperawatan EGC, Jakarta (terjemahan).
Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Refika Aditama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai