Anda di halaman 1dari 9

III.

ASKEP FRAKTUR PADA ANAK

1. Pengkajian Fraktur pada Anak

A. Anamnesa
 Identitas klien
 Keluhan utama
 Riwayat kesehatan sekarang
 Riwayat kesehatan masa lalu
 Rieayat kesehatan keluarga
 Penyebab fraktur
 Mekanisme fraktur
 Klasifikasi fraktur

B. Pemeriksaan fisik
 Look (inspeksi)
 Fraktur tertutup atau terbuka
 Deformitas : angulasi (medial, lateral, posterior, atau anterior), diskrepensi (rotasi,
perpendekan, atau perpanjangan)
 Kaji adanya bengkak atau kebiruan
 Kaji adanya fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)
 Feel (palpasi)
 Palpasi seluruh ekstremitas dari proksimal hingga distal
 Kaji adanya tenderness (nyeri tekan) pada daerah fraktur
 Kaji area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi
 Move (gerakan)
 Nyeri apabila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif
 Gerakan tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya
 Kaji Range of Motion (ROM) klien

C. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah yang menyatakan adanya perdarahan : penurunan hemoglobin dan
hematokrit
 Pemeriksaan darah yang menyetakan adanya kerusakan otot : peningkatan aspartat
transaminase (AST) dan lactic dehydrogenase (LDH)

D. Pemeriksaan penunjang
 X-Ray
 CT scan
 MRI
 PET scan
 Nuclear bone scans
 Ultrasonografi

E. Pemeriksaan sistematika/persistem
1. Sistem pernafasan
Pada pemeriksaan sistem pernapasan, di dapatkan bahwa klien fraktur tidak
mengalami kelainan pernafasan kecuali jika klien trauma panggul terjadi sesak nafas,
karena adanya perubahan pada sistem pernafasan di sertai banyaknya perdarahan dan
syok, klien trauma panggul berat biasanya akan mengalami ARDS atau gagal nafas
akut.

2. Sistem pencernaan
- Inspeksi : mukosa bibir ananemis, tidak terdapat stomatitis, turgor kulit abdomen
elastis, bentuk abdomen simetris
- Auskultasi: bunyi bising usus normal 8-12x/menit
- Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada area abdomen, tidak terdapat asites
- Perkusi: Bunyi perkusi abdomen timpani

3. Sistem neurovascular
Penting untuk melakukan pengkajian fungsi neurovascular pada klien yang mengalami
fraktur. Pengkjian neurovascular tersebut adalah “enam P”, yaitu pain, pulse, pallor,
paresthesia, paralysis, dan polar.
1. Kaji pain –nyeri, merupakan tanda awal adanya iskemia otot
 P – Provocating dan Precipitating : faktor yang mempengaruhi berat/ringannya nyeri
 Q – Quality of pain: bagaiamana nyeri yang dirasakan klien. Apakah terasa seperti
menikam, tajam, tumpul, atau terbakar.
 R – Radiation : area dan penjalaran nyeri.
 S – Severity : keparahan atau intensitas nyeri. Pada pasien anak dapat diukur dengan
skala nyeri yaitu:
Wong-Baker Faces Pain Scale
Tampilan skala gambar atau warna juga dapat membantu anak dalam menggambarkan
nyeri yang ia rasakan apabila anak mengalami kesulitan menggunakan skala angka.

Gambar 1. Wong-Baker Faces Pain Scale


 T – Timing : kapan nyeri muncul, berapa lama durasi nyeri berlangsung serta
seberapa sering frekuensi nyeri muncul.

2. Kaji pulses – denyut nadi pada sisi yang terkena fraktur


 Jika tidak teraba denyut nadi yang adekuat mengindikasikan adanya gangguan aliran
darah arteri.
 Kaji denyut nadi pada setiap lokasi, termasuk radial, brachial, pedal, tibial posterior,
popliteal, dan femoral. Tandai denyut nadi dengan tanda “X”
 Dokumentasikan kekuatan denyut nadi dengan skala 0 – 4:
0 = tidak ada denyut
+1 = lemah
+2 = normal
+3 = kuat
+4 = sangat kuat
 Gunakan alat Doppler-alat yang dapat mendeteksi aliran darah di ekstremita, jika
diperlukan untuk membantu mengkaji denyut nadi.

Gambar 2. Alat Doppler

3. Kaji pallor - pucat, merupakan indikasi adanya gangguan aliran darah arteri.
 Cek CRT (capillary refill time) yang normalnya kurang dari 3 detik.
 Kaji warna dan suhu disekitar area fraktur. Apakah tampak sianosis, kedinginan,
terdapat bercak-bercak,dan kulit tampak pucat atau putih.

4. Kaji paresthesia – sensasi pada area distal fraktur.


Fungsi syaraf mungkin saja mengalami gangguan akibat kompresi syaraf
 Ketahui apakah klien mengalami sensasi mati rasa, atau kesemutan
 Ketahui apakah klien masih dapat merasakan sensasi sentuhan pada bagian tubuh
yang terkena fraktur. Apakah sensasi yang dirasakan klien tumpul atau tajam.

5. Kaji paralysis - paralisis, peningkatan edema akibat kompresi syaraf


 Kaji apakah klien dapat menggerakan bagian tubuh yang mengalami fraktur. Apabila
tidak, maka ada kemungkinan gangguan syaraf atau tendon.
 Kaji fungsi motorik dan range of motion klien
6. Kaji polar – kedinginan, hal ini mengindikasikan adanya gangguan pada aliran darah
arteri.
 Kaji apakah klien merasakan kedinginan pada bagian ekstremitasnya
 Kaji warna kebiruan pada bagian ekstremitas klien

4. Sistem penglihatan
Bentuk mata simetris,warna sklera putih, tidak adanya kelainan pada mata, kurangnya
reflek mengedipkan mata, tidak dapat merapatkan mata (lagophthalmos).

5. Sistem pendengaran
Bentuk telinga simetris, tidak adanya nyeri tekan, tidak terdapat serumen, fungsi
pendengaran baik.

6. Sistem perkemihan
Tidak adanya nyeri tekan.

7. Sistem muskuloskeletal
Kerusakan fungsi motorik kekuatan otot yang terjadi trauma dapat menjadi lemah/
lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) jika tidak langsung di tangani dengan
baik.

8. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran getah bening, dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

9. Sistem integumen
Biasanya pada fraktur terbuka terdapat luka, perdarahan

2. Diagnosa
 Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang edema, cedera
jaringan lunak pemasangan traksi.
 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka/tulang neuromuskuler.
 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan alat fiksasi invasive.

3. Perencanaan

Diagnosa I Nyeriakut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang edema, cedera
jaringan lunak pemasangan traksi.
NOC :
 Pain level
 Pain control
 Comfort level
Kriteria hasil :
 Pasien mampu mengontrol nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
NIC : Manajemen Nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.
d. Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien
e. Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri

Diagnosa II Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka/tulang neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi).

NOC :
 Joint movement: active
 Mobility Level
 Self care: ADL
 Transfer performance
Kriteria hasil:
 Pasien meningkat dalam aktivitas fisik
 Mengerti tujuan dari peningkatan mobilisasi
 Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dalam kemampuaan
berpindah

NIC :
a. Kaji tingkat mobilitas yang bisa dilakukan pasien.
b. Anjurkan gerak aktif pada ekstremitas yang sehat.
c. Pertahankan penggunaan spalek dan elastis verban.
d. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan.
e. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
f. Berikan alat bantu jika klien memerlukan

Diagnosa III Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka.
Tujuan : Tidak terjadi adanya infeksi.
NOC : kontrol infeksi
Kreteria hasil :
 Tidak ditemu-kan tanda-tanda infeksi seperti : rubor, tumor, dolor, kolor.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal.
 Luka kering.

NIC :
a. Kaji tanda vital dan tanda infeksi
b. Ganti balutan luka secara septik aseptik setiap hari.
c. Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan.

Diagnosa IV Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
NOC :
 Tissue integrity : skin and mucous
 Membranes
 Hemodyalis akses
Kriteria hasil :
 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi,
pigmentasi) tidak ada luka/lesi
 Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera
ulang.

NIC :
a. Jaga kebersihan kulit agar tetap kering dan bersih.
b. Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar.
c. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
d. Ganti balutan, bersihkan area sekitar jahitan atau staples , menggunakan lidi kecil

4. Implementasi
Diagnosa I
1. melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. menggunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. mengajarkan Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien
5. memberian analgetik untuk mengurangi nyeri sesuai resep dokter

Diagnosa II
1. memonitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
2. mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
3. mendampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
4. memberikan alat bantu jika klien memerlukan

Diagnosa III
1. Lihat tanda-tanda infeksi : suhu tubuh, adanya pus
2. Lakukan perawatan luka dengan teknik steril
3. Pertahankan balutan tetap bersih dan kering

Diagnosa IV
1. menjaga kebersihan kulit agar tetap kering dan bersih
2. menganjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar
3. memonitor aktivitas dan mobilisasi pasien
4. mengganti balutan, bersihkan area sekitar jahitan atau staples , menggunakan lidi kecil

Diagnosa V

5. Evaluasi
Diagnosa I
S : pasien mengatakan nyeri berkurang
O: skala nyeri 0-10
A: nyeri akut belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan, Kolaborasi pemberian analgetik

Diagnosa II
S: Pasien mengatakan kaku atau sulit menggerakan tubuhnya.
O: klien sulit melakukan aktivitas
A: Hambatan mobilisasi fisik
P: intervensi dilanjutkan , mendampingi dan bantu pasien saat mobilisasi.
Diagnosa III
S : Pasien mengatakan luka belum sembuh.
O : Daerah luka masih terlihat basah.
A : Kontrol infeksi belum teratasi.
P : intervensi dilanjutkan, kolaborasi pemberian obat.

Diagnosa IV
S: Pasien mengatakan cemas karna terdapat luka pad kulitnya yang tidak normal.
O: luka fraktur terbuka
A: Kerusakan integritas kulit belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan, Mengganti balutan setiap hari.

Diagnosa V

Anda mungkin juga menyukai