Anda di halaman 1dari 6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Lansia

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan


Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas (BPS, 2010). Berdasarkan data dari WHO (2010)
lanjut usia dibagi menjadi empat kelompok yaitu middle age (45-59 tahun), elderly
(60-74 tahun), old (75-90 tahun) dan very old (di atas 90 tahun) (Nugroho, 2005).

Usia lanjut sebagai tahap akhir dalam siklus kehidupan merupakan tahap
perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia
lanjut. Lansia adalah suatu proses alamiah yang selalu terjadi oleh setiap orang dan
pasti mengalami perubahan anatomi, fisiologis dan biokimia pada jaringan atau
organ secara berkelanjutan yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan fungsi
dan kemampuan badan keseluruhan. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan
yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga
tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua
berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan
kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang
jelas, pengelihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak
proporsional serta kemunduran dalam segi social. (Nugroho, 2008).

2.2 Batasan Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lansia dikelompokkan


menjadi :

a. Usia pertengahan (middle age) terjadi antara usia 45 - 59 tahun


b. Usia lanjut (elderly) terjadi antara usia 60 - 74 tahun
c. Usia lanjut tua (old) terjadi antara usia 75 - 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) terjadi pada usia lebih dari 90 tahun

Sedangkan menurut Departemen Kesehatan RI (2006), lansia


dikelompokkan menjadi 3 tahap yaitu:

a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang


menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa terjadi pada usia
55-59 tahun.
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa
usia lanjut dini terjadi terjadi di usia 60-64 tahun.
c. Usia lanjut >65 tahun yaitu lansia dengan resiko tinggi menderita
berbagai penyakit degeneratif.

2.3 Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara


degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia,
tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual
(Azizah, 2011).

2.3.1 Perubahan peran social pada lansia

Peran sosial adalah peran yang dimainkan seseorang dalam lingkungan


sosialnya. Peran ini adalah merupakan tuntutan dari masyarakat terhadap individu
untuk memberikan sumbangan sosial dari anggotanya dalam rangka menjaga
keutuhan sosial dan meningkatkan kebaikan dalam masyarakat tersebut. Peran
sosial bisa berupa aktivitas individu dalam masyarakat dengan cara mengambil
bagian dalam kegiatan yang ada di masyarakat dalam berbagai sektor, baik sosial,
politik, ekonomi, keagamaan dan lainlain. Pengambilan peran ini tergantung pada
tuntutan masyarakat dan atau pada kemampuan individu bersangkutan serta
kepekaannya dalam melihat keadaan masyarakatnya (Syuhud, 2007).

Lansia yang mengalami pensiun, maka ia akan kehilangan finansial,


kehilangan status, jabatan, relasi atau teman, kehilangan pekerjaan atau kegiatan,
sehingga berpengaruh terhadap kondisi ekonomi. Setelah lansia mengalami
pensiun, lansia lebih memilih mendalami diri terkait masalah spiritual. Merasakan
sadar akan kematia, semakian lanjut usia seseorang biasanya mereka menjadi
semakin kurang tertarik terhadap masalah dunia, dan lebih mementingkan dunia
akhirat. Kondisi tersebut semakin erat apabila dikaitkan dengan kondisi fisik dan
mental yang semakin memburuk, maka mereka akan cenderung lebih
berkonsentrasi pada masalan kematian.

Lansia yang mengalami kemunduran dalam hal peran sosial misalnya pada
kemunduran fisik, lansi atau usia tua sudah tidak kuat lagi dalam mengikuti
kegiatan kemasyarakatan yang membutuhkan tenaga yang kuat oleh sebab itu lansia
jarang atau tidak pernah diikut sertakan dalam kegiatan sosial atau kemasyarakatan
dan itu dapat mempengaruhi konsep diri lansia misalnya harga diri dapat diperoleh
melalui orang lain dan diri sendiri. Aspek utama harga diri adalah dicintai,
disayangi, dikasihi orang lain dan mendapatkan penghargaan dari orang lain.
Individu akan merasa berhasil atau hidupnya bermakna apaila diterima dan diakui
orang lain atau merasa mampu menghadapi kehidupan dan mampu mengontrol
dirinya. Individu yang berhasil dalam mencapai citacita akan menumbuhkan
perasaan harga diri yang tinggi atau sebaliknya. Akan tetapi, pada umumnya
individu memiliki tendensi negatif terhadap orang lain, walaupun isi hatinya
mengakui keunggulan orang lain (Sunaryo, 2004).

2.3.2 Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik


dan sebagainyamaka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada
lansia. Misalnya badannyamenjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,
penglihatan kabur dan sebagainya sehinggasering menimbulkan keterasingan. Hal
itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak merekamelakukan aktivitas, selama
yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi
denganorang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta
merengek-rengek dan menangis bilaketemu orang lain sehingga perilakunya seperti
anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia
yang memilikikeluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat
beruntung karena anggotakeluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan
kerabat umumnya ikut membantumemelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara
karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namuntidak punya anak dan
pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri,seringkali
menjadi terlantar.

Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk


pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation
yang tetap memeliharakehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan
sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidupdan kehidupan dalam lingkungan sosial
Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidupsendirian dalam masyarakat sebagai
seorang lansia

2.3.3 Post power syndrome

Post power syndrome adalah suatu keadaan mal adjustment dari seseorang yang
mempunyai kedudukan “dari ada menjadi tidak ada” dan menunjukkan gejala-
gejala diantaranya frustasi, depresi, dan lainnya pada orang yang bersangkutan.

Ada empat faktor yang perlu diperhatikan:

1. Perkembangan kepribadian yang kurang dewasa


2. Kedudukan yang relatit memberikan kekuasaan dan kepuasan
3. Proses kehilangan kedudukan yang relative cepat
4. Lingkungan yang mungkin memberikan suasana terhadap timbulnya post
power syndrome.
2.3.4 Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun
tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan
hari tua, namun dalamkenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun
sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,
kegiatan, status dan harga diri (Post Power Syndrome).
Respon lansia sangat tergantung pada sikap mental individu dalam
menghadapi masa pensiun.Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut
kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang
seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut
sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun
negatif. Dampak positif yang muncul yaitu lebih menenteramkan diri lansia dan
dampak negatif yang dapat muncul seperti akan mengganggu kesejahteraan hidup
lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun
yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri,
bukanhanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji
penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah
bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment
untuk menentukan arahminatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan
positif. Untuk merencanakan kegiatansetelah pensiun dan memasuki masa lansia
dapat dilakukan pelatihan yang sifatnyamemantapkan arah minatnya masing-
masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usahasendiri yang sangat
banyak jenis dan macamnya.

Model pelatihan yang dapat diberikan hendaknya bersifat praktis dan


langsung terlihat hasilnya sehinggamenumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa
disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya,masih ada alternatif lain yang
cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak
membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna,
menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Depkes RI. (2006). Pedoman Pelatihan Kader Kelompok Usia Lanjut
Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Depkes.
Nugroho (2008). Keperawatan Gerontik. Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai