PENDAHULUAN
1
Tulisan ini bertujuan menjelaskan secara ringkas hukum musik dan
menyanyi dalam pandangan fiqih Islam. Diharapkan, norma-norma Islami yang
disampaikan dalam makalah ini tidak hanya menjadi bahan perdebatan akademis
atau menjadi wacana semata, tetapi juga menjadi acuan dasar untuk
merumuskan bagaimana bermusik dan bernyanyi dalam perspektif Islam. Selain
itu, tentu saja perumusan tersebut diharapkan akan bermuara pada pengamalan
konkret di lapangan, berupa perilaku Islami yang nyata dalam aktivitas bermain
musik atau melantunkan lagu, minimal di kampus atau lingkungan kita berada.
2
BAB 2
PEMBAHASAN MATERI
Karena bernyanyi dan bermain musik adalah bagian dari seni, maka kita
akan meninjau lebih dahulu definisi seni, sebagai proses pendahuluan untuk
memahami fakta (fahmul waqi’) yang menjadi objek penerapan
hukum. Dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa seni adalah penjelmaan
rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, yang dilahirkan dengan
perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indra
pendengaran (seni suara), indra penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan
perantaraan gerak (seni tari dan drama).
Adapun seni musik (instrumental art) adalah seni yang berhubungan
dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat-alat musik tersebut. Seni
musik membahas antara lain cara memainkan instrumen musik, cara membuat
not, dan studi bermacam-macam aliran musik. Seni musik ini bentuknya dapat
berdiri sendiri sebagai seni instrumentalia (tanpa vokal) dan dapat juga disatukan
dengan seni vokal. Seni instrumentalia, seperti telah dijelaskan di atas, adalah
seni yang diperdengarkan melalui media alat-alat musik. Sedang seni vokal,
adalah seni yang diungkapkan dengan cara melagukan syair melalui perantaraan
oral (suara saja) tanpa iringan instrumen musik. Seni vokal tersebut dapat
digabungkan dengan alat-alat musik tunggal (gitar, biola, piano, dan lain-lain)
atau dengan alat-alat musik majemuk seperti band, orkes simfoni, karawitan,
dan sebagainya
3
2.2.1 DALIL YANG MENGHARAMKAN NYANYIAN
1. Berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S. Lukman ayat 6 :
Artinya :
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang
tidak berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa
pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan
memperoleh adzab yang menghinakan.”
Beberapa ulama menafsirkan maksud lahwal hadits ini sebagai nyanyian, musik
atau lagu, di antaranya al-Hasan, al-Qurthubi, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud.
4
6. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah SAWbersabda :
“Sesungguhnya aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan
suara nyanyian yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus
syaithan). 2. Ratapan seorang ketika mendapat musibah sehingga menampar
wajahnya sendiri dan merobek pakaiannya dengan ratapan syetan (rannatus
syaithan).”
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang
baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas,
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.”
5
4. Dari Aisyah ra :
Dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-tiba
Rasulullah Saw bersabda:
“Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada
permainan.” [HR. Bukhari].
6
Maka dari itu, melihat perbuatan jibiliyyah hukum asalnya adalah boleh
(ibahah). Jadi, melihat apa saja adalah boleh, apakah melihat gunung, pohon,
batu, kerikil, mobil, dan seterusnya. Masing-masing ini tidak memerlukan dalil
khusus untuk membolehkannya, sebab melihat itu sendiri adalah boleh menurut
syara’. Hanya saja jika ada dalil khusus yang mengaramkan melihat sesuatu,
misalnya melihat aurat wanita, maka pada saat itu melihat hukumnya haram.
Demikian pula mendengar. Perbuatan mendengar termasuk perbuatan
jibiliyyah, sehingga hukum asalnya adalah boleh. Mendengar suara apa saja
boleh, apakah suara gemericik air, suara halilintar, suara binatang, juga suara
manusia termasuk di dalamnya nyanyian. Hanya saja di sini ada sedikit catatan.
Jika suara yang terdengar berisi suatu aktivitas maksiat, maka meskipun
mendengarnya mubah, ada kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, dan tidak boleh
mendiamkannya. Misalnya kita mendengar seseorang mengatakan, “Saya akan
membunuh si Fulan !” Membunuh memang haram. Tapi perbuatan kita
mendengar perkataan orang tadi, sebenarnya adalah mubah, tidak haram. Hanya
saja kita berkewajiban melakukan amar ma’ruf nahi munkar terhadap orang
tersebut dan kita diharamkan mendiamkannya.
Demikian pula hukum mendengar nyanyian. Sekedar mendengarkan
nyanyian adalah mubah, bagaimanapun juga nyanyian itu. Sebab mendengar
adalah perbuatan jibiliyyah yang hukum asalnya mubah. Tetapi jika isi atau syair
nyanyian itu mengandung kemungkaran, kita tidak dibolehkan berdiam diri dan
wajib melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Nabi SAW bersabda :“Siapa saja di
antara kalian melihat kemungkaran, ubahlah kemungkaran itu dengan tangannya
(kekuatan fisik). Jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya (ucapannya). Jika
tidak mampu, ubahlah dengan hatinya (dengan tidak meridhai). Dan itu adalah
selemah-lemah iman.” [HR. Imam Muslim, an-Nasa’i,Abu Dawud dan Ibnu
Majah].
7
Jika seseorang mendengarkan nyanyian secara interaktif dan nyanyian
serta kondisi yang melingkupinya sama sekali tidak mengandung unsur
kemaksiatan atau kemungkaran, maka orang itu boleh mendengarkan nyanyian
tersebut.
Adapun jika seseorang mendengar nyanyian secara interaktif (istima’ al-
ghina’) dan nyanyiannya adalah nyanyian haram, atau kondisi yang
melingkupinya haram (misalnya ada ikhthilat) karena disertai dengan
kemaksiatan atau kemunkaran, maka aktivitasnya itu adalah haram. Allah SWT
berfirman dalam Q.S. An Nisa ayat 140 :
Artinya :
“Dan sudah turun kepadamu dalam Kitab bahwa apabila kamu mendengar ayat-
ayat Allah [dibacakan], mereka ditolak [oleh mereka] dan diejek, jadi jangan
duduk bersama mereka sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain.
Memang, Anda kemudian akan menjadi seperti mereka. Sesungguhnya Allah
akan mengumpulkan orang-orang munafik dan kafir di Neraka bersama-sama.”
8
Kesimpulannya, memainkan alat musik apa pun, adalah mubah. Inilah
hukum dasarnya. Kecuali jika ada dalil tertentu yang mengharamkan, maka pada
saat itu suatu alat musik tertentu adalah haram. Jika tidak ada dalil yang
mengharamkan, kembali kepada hukum asalnya, yaitu mubah.
9
3. Sya’ir / Lirik Lagu
Berisi :
a. Amar ma’ruf (menuntut keadilan, perdamaian, kebenaran dan sebagainya)
dan nahi munkar (menghujat kedzaliman, memberantas kemaksiatan, dan
sebagainya).
b. Memuji Allah, Rasul-Nya dan ciptaan-Nya.
c. Berisi ‘ibrah dan menggugah kesadaran manusia.
d. Tidak menggunakan ungkapan yang dicela oleh agama.
e. Hal-hal mubah yang tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam.
Tidak berisi :
a. Amar munkar (mengajak pacaran, dsb) dan nahi ma’ruf (mencela jilbab,dsb).
b. Mencela Allah, Rasul-Nya, al-Qur’an.
c. Berisi “bius” yang menghilangkan kesadaran manusia sebagai hamba Allah.
d. Ungkapan yang tercela menurut syara’ (porno, tak tahu malu, dan sebagainya).
e. Segala hal yang bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam.
10
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa menyanyi,
mendengarkan musik, maupun memainkan alat musik merupakan mubah (boleh)
selama hal tersebut tidak berlebihan / tidak melanggar norma agama yang
berlaku di masyarakat, tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, dan juga tidak
membuat kita lalai / lupa terhadap kewajiban kepada Allah SWT.
3.2 SARAN
Demikianlah kiranya apa yang dapat penulis sampaikan
mengenai musik dalam pandangan Islam. Semoga pembaca dapat
menerapkannya dalam kehidupannya masing-masing. Namung tentu saja tulisan
ini terlalu sederhana jika dikatakan sempurna. Maka dari itu, dialog dan
kritik sangat diperlukan guna penyempurnaan dan koreksi. Mungkin sebagian
pembaca ada yang berbeda pandangan dalam menentukan status hukum musik
ini dan perbedaan itu sangat penulis hormati.
DAFTAR PUSTAKA
http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/18/hukum-menyanyi-dan-musik-dalam-
fiqih-islam/
http://www.anneahira.com/musik-dalam-pandangan-islam.htm
quran.com
11