Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FIQIH SIYASAH I

“PEMERINTAHAN PADA MASA UMAR BIN KHATTAB”

Dosen pengampu : Seva Mayasari, MA

Disusn oleh :

Kelompok 4

Haris Frandani (0203172092)

Rizki Wahyuni (0203172095)

Zulkifli (0203172122)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

SIYASAH IV C
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATRA UTARA

T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayahnya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Pemerintahan Pada Masa Umar Bin
Khattab” tepat pada waktunya.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah “Fiqih Siyasah I. Kami juga berharap semoga pembuatan makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Dalam pembuatan makalah ini tentu nya tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu kami ucapakan terimakasih kepada “ Seva Maya sari, MA”
Selaku dosen pengampu. Serta pihak-pihak lain yang turut membantu
memberikan referensi buku.

Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, begitu pula
dengan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 15 April 2019

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGANGKATAN UMAR IBN KHATTAB............................................2


B. KEBIJAKAN PEMERINTAHAN UMAR IBN KHATTAB......................4

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN............................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Setelah khalifah Abu Bakar meninggal dunia karena sakit, tampuk


kekuasaan (kepemimpinan) Islam jatuh kepada Khulafarrasyidin kedua, yakni
Umar bin Khatab. Berbeda dengan Abu Bakar yang terpilih secara aklamasi,
Umar bin Khattab ditunjuk menjadi Khalifah melalui testamen (wasiat), yang
diberikan oleh Abu Bakar sebelum ia wafat. Penunjukan Umar bin Khatab oleh
Abu Bakar, menurut Al-Baqillani, dinyatakan sah dan bijaksana karena tiga
alasan.

Pertama, motivasinya baik dan tidak diragukan. Kedua, pilihan terhadap


Umar bin Khatab merupakan pilihan yang logis, karena tidak ada orang lain yang
lebih tepat untuk menduduki jabatan khalifah setelah Abu Bakar, selain Umr bin
Khatab. Ketiga, tindakan memberikan wasiat kekuasaan kepada penggantinya itu
secara hukum adalah sah. Sebab, hal itu diambil oleh Abu Bakar selaku Khalifah
yang berwenang untuk mengambil tindakan yang demikian.

Wasiat Abu Bakar juga berdasarkan kenangannya tentang pertentangan


yang terjadi antara kaum Muhajirin dan Anshar. Ia khawatir, bila tidak segera
menunjuk pengganti dan ajal segera dating, akan timbul pertentangan dikalangan
umat Islam, yang mungkin dapat lebih parah ketika Nabi Muhammad saw. wafat
dahulu.

Dengan demikian, ada perbedaan antara prosedur pengangkatan Umar bin


Khatab sebagai Khalifah dengan khalifah sebelumnya. Umar mendapat
kepercayaan sebagai Khalifah kedua tidak melalui pemilihan dalam sistem
musyawarah yang terbuka, tetapi penunjukan atau wasiat oleh pendahulunya (Abu
Bakar).
B. Rumusan Masalah

a. Pengangkatan Umar ibn al-Khattab


b. Kebijakan penting pemerintahan Umar ibn al-Khattab
c. Suksesi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengangkatan Umar bin al-Khattab

Umar bin Khatab (583-644 M) memiliki nama lengkap Umar bin Khatab
bin Nufail bin Abd al-Uzza bin Ribah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘Adi
bin Ka’ab bin Lu’ay. Umar ibn al-Khattab dilahirkan di Mekah dari keturunan
suku Quraisy yang terpandang dan terhormat.

Ia lahir empat tahun sebelum terjadinya perang Fijar. Sebelum masuk


Islam, Umar termasuk di antara kaum kafir Quraisy yang paling ditakuti oleh
orang-orang yang sudah masuk Islam. Dia adalah musuh dan penentang Nabi
Muhammad saw. yang paling ganas dan kejam, bahkan sangat besar keinginannya
untuk membunuh Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnyaa. Setelah Umar
masuk Islam, kepribadiannya bertolak belakang dengan keadaan sebelumnya, dia
berubah jadi salah seorang yang gigih dan setia membela agama Islam.1

Setelah dilantik menjadi kalifah, Umar berpidato dihadapan umat Islam


untuk menjelaskan isi politik dan arah kebijakan yang akan dilaksanakannya
dalam memimpin kaum Muslimin.

Aku telah dipilih menjadi Khalifah. Kerendahatian Abu Bakar sejalan


dengan jiwanya yang terbaik di antara kalian dan lebih kuat dari kalian serta juga
lebih mampu memikul urusan-urusan kamu yang penting. Aku diangkat menjadi
khalifah tidak sama dengan beliau. Seandainya aku tahu ada orang yang lebih kuat
untuk memikul jabatan ini daripadaku, maka aku lebih suka memilih memberikan
leherku dipenggal daripada memikul jabatan ini.”

Setelah dilantik menjadi kepala Negara, Umar segera melaksanakan tugas-


tugas kenegaraan. Secara prinsip, Umar melanjutkan garis kebijaksanaan yang
telah ditempuh Abu Bakar. Namun karna permasalahan yang dihadapi Umar
semangkin berkembang dan dan seirirng dengan perluasan daerah islam, Umar
melakukan melakikan berbagai kebijak sanaan yang antisifatif terhadap

1 Nurul Aen, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV Pustika Setia, 2008), hlm. 77.
perkembangan dan tantangan yang dihadapinya. Kebijaksannan yang dilakukan
Umar sebagai kepala negara meliputi perkembangan daerah kekuasaan islam,
pembenahan birokrasi pemerintahan, peningkatam kesejah teraan rakyat,
pembentukan tentara regular yang dugaji oleh negara. Sehingga dapat dilihat
bagai mana system ketata negaraan yang dilaksanakan oleh Umar.2

Umar bin Khattab termasuk salah satu sahabat terbesar sepanjang sejarah
sesudah Nabi Muhammad saw. Peranannya dalam sejarah Islam masa permulaan
merupakan yang paling menonjol karena perluasan wilayahnya, selain kebijakan-
kebijakan politiknya yang lain.

Umar bin Khatab dikenal sebagai pemimpin yang sangat disayangi oleh
rakyatnya karena perhatian dan tanggung jawabnya yang luar biasa terhadap
rakyatnya. Salah satu kebiasaannya adalah melakukan pengawasan langsung dan
sendirian berkeliling kota mengawasi kehidupan rakyatnya.

Umar jugalah sebagai orang pertama yang menetapkan tahun Hijriah


sebagai kalender Islam dan orang pertama juga yang dijuluki sebagai Amirul
Mukminin (pemimpin orang-orang yang beriman). Beberapa keunggulan yang
dimilikinya membuat kedudukannya semakin dihormati dikalangan masyarakat
Arab, sehingga kaum Quraisy memberinya gelar “Singa Padang Pasir”. Selain itu
berkat kecerdasan dan kecepatan dalam berfikir, ia pun dijuluki “Abu Faiz”.3

Pada tahun 638 M, Umar bin Khatab memerintahkan untuk memperluas


dan merenovasi Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah. Ia
juga memulai proses kodifikasi hukum Islam. Umar bin Khatab dikenal dari gaya
hidupnya yang sederhana. Alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para
penguasa pada zaman itu, ia justru hidup sangat sederhana.

Sementara itu, sekitar tahun ke-17 Hijriah, tahun ke-4 kekhalifahannya,


Umar bin Khatab mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya
mulai dihitung saat peristiwa hijrah.

2 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2014), hlm. 63.

3 Arif Setiawan, Islam di Masa Umar bin Khatab, (Jakarta: Hijri Pustaka, 2002), hlm. 2.
Ada beberapa perkembangan peradaban Islam pada masa khalifah Umar
bin Khatab, yang meliputi perluasan wilayah, sistem pemerintahan (politik), ilmu
pengetahuan, social, seni, dan agama.

B. Kebijakan Penting Pemerintahan Umar Ibn Al-Khattab

1. Perulasan Wilayah

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, masa Umar bin Khatab adalah
masa kejayaan Islam, Islam mulai menyebar ke seluruh pelosok bumi. Fokus
utamanya dalam perluasan wilayah ialah melakukan ekspansi wilayah seluas-
luasnya.

Ia menyadari bahwa tugas utamanya adalah menyukseskan ekspedisi yang


dirintis oleh pendahulunya. Hal ini terjadi karena pemerintahannya tidak
disibukkan oleh para pemberontak dan pembangkang di dalam negeri. Sebab,
mereka telah dikikis habis oleh khalifah sebelumnya (Abu Bakar), dan era
penaklukan militer pun telah dimulai.

Belum lagi genap 1 tahun memerintah, Umar bin Khattab telah


menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan wilayah kekuasaan Islam. Pada
tahun 635 M, Damaskus, Ibukota Suria, telah ia tundukkan. Nah, satu tahun
kemudian, seluruh wilayah Suria jatuh ketangan kaum Muslimin, setelah
pertempuran hebat di lembah Yarmuk, disebelah Timur anak sungai Yordania.

Keberhasilan pasukan Islam dalam penaklukan Suria pada masa Umar bin
Khatab tidak lepas dari rentetan penaklukan pada masa sebelumnya. Abu Bakar
telah mengirim pasukan besar dibawah pimpinan Abu Ubaidah bin al-Jarrah ke
front Suria.

Ketika pasukan itu terdesak, Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid
yang sedang dikirim untuk memimpin pasukan ke front Irak, untuk membantu
pasukan di Suria. Dengan gerakan cepat, Khalid bersama pasukannya
menyeberangi gurun pasir luas ke arah Suria. Ia bersama Abu Ubaidah mendesak
pasukan Romawi. Dalam keadaan genting itu, wafatlah Abu Bakar, lantas diganti
oleh Umar bin Khatab.
2. Sistem Pemerintahan dan Bidang Politik

Pada masa Umar bin Khatab, kondisi politik Islam dalam keadaan stabil.
Usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Karena
perluasan daerah terjadi dengan cepat, ia segera mengatur administrasi Negara,
dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang, terutama di Persia.

1. Ahlul Hall Wal ‘Aqdi

Secara etimologi, ahlul hall wal aqdi adalah lembaga penengah dan
pemberi fatwa Sedangkan menurut terminologi, adalah wakil-wakil rakyat yang
duduk sebagai anggota majelis syura, yang terdiri dari alim ulama dan kaum
cerdik pandai (cendekiawan) yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan
dipilih atas mereka.

Dinamakan ahlul hall wal aqdi untuk menekankan wewenang mereka guna
menghapuskan dan membatalkan. Penjelasan tentangnya merupakan deskripsi
umum saja, karena dalam pemerintahan Islam, badan ini belum dapat
dilaksanakan . Anggota dewan ini terpilih karena dua hal yaitu: pertama, mereka
yang telah mengabdi dalam Dunia politik, militer, dan misi Islam, selama 8
sampai dengan 10 tahun. kedua, orang-orang yang terkemuka dalam hal keluasan
wawasan dan dalamnya pengetahuan tentang yurisprudensi dan Al-Quran.

Dalam masa pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga


yang disebut juga dengan ahlul hall wal aqdi, di antaranya adalah:

1. Majelis Syura (Dewan Penasihat), ada tiga bentuk4


a. Dewan Penasihat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat
yang terkenal, antara lain Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf,
Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Tolhah dan
Zubair.
b. Dewan Penasihat Umum, terdiri dari banyak sahabat (Anshar dan
Muhajirin) dan pemuka berbagai suku, bertugas membahas
masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum.

4 Ali Audah, Ali bin Abi Talib, (Jakarta: PT. Pustaka Utama, 2013), hlm.106.
c. Dewan antara Penasihat Tinggi dan Umum. Beranggotakan para
sahabat (Anshar dan Muhajirin) yang dipilih, hanya membahas
masalah-masalah khusus.
2. Al-Katib (Sekretaris Negara), di antaranya adalah Abdullah bin Arqam.
3. 3.Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah keuangan
dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’ dan lain-lain.
4. Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan
pelayanan kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul jund yang
bertugas menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
5. Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan
dalam negara.
6. Departemen Pendidikan dan lain-lain .

Pada masa Umar, badan-badan tersebut belumlah terbentuk secara resmi,


dalam arti secara de jure belum terbentuk, tapi secara de facto telah dijalankan
tugas-tugas badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan roda
pemerintahannya, Umar senantiasa mengajak musyawarah para sahabatnya.

3. Dibidang Ekonomi

1. Al kharaj

Kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu


yang didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-
tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian
dengan ini diadakan pajak tanah (Al kharaj).

2. Ghanimah

Semua harta rampasan perang (Ghanimah), dimasukkan kedalam


Baitul Maal Sebagai salah satu pemasukan negara untuk membantu rakyat.
Ketika itu, peran diwanul jund, sangat berarti dalam mengelola harta
tersebut.

3. Pemerataan zakat
Khalifah Umar bin Khatab juga melakukan pemerataan terhadap
rakyatnya dan meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan
kepada orang-orang yang diperjinakan hatinya (al-muallafatu qulubuhum).

4. Lembaga Perpajakan

Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah Persia, Irak


dan Syria serta Mesir sudah barang tentu yang menjadi persoalan adalah
pembiayaan, baik yang menyangkut biaya rutin pemerintah maupun biaya
tentara yang terus berjuang menyebarkan Islam ke wilayah tetangga
lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek ini Ibnu Khadim mengatakan
bahwa institusi perpajakan merupakan kebutuhan bagi kekuasaan raja
yang mengatur pemasukan dan pengeluaran .

Sebenarnya konsep perpajakan secara dasar berawal dari keinginan Umar


untuk mengatur kekayaan untuk kepentingan rakyat. Kemudian secara tehnis
beliau banyak memperoleh masukan dari orang bekas kerajaan Persia, sebab
ketika itu Raja Persia telah mengenal konsep perpajakan yang disebut sijil, yaitu
daftar seluruh pendapatan dan pengeluaran diserahkan dengan teliti kepada
negara. Berdasarkan konsep inilah Umar menugaskan stafnya untuk mendaftar
pembukuan dan menyusun kategori pembayaran pajak.

Diantara ringkasan singkat tentang fiqih ekonomi pada masa Umar


sebagaimana tercantum di dalam (Al Haritsi,2006) sebagai berikut:

a. Memberikan lahan tanah kosong yang tidak ada pemiliknya


kepada rakyat untuk dijadikan lahan produktif untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka.
b. Mempekerjakan tawanan yang memiliki keterampilan dan
mengizikakannya untuk tinggal di Madinah
c. Umar sangat memotifasi aktifitas perdagangan pada masanya
d. Memperhatikan aktifis pengajar dengan memberikannya gaji
e. Menghimbau kepada rakyatnya untuk senantiasa melakukan
kegiatan yang produktif
f. Umar memberikan pinjaman modal kepada rakyatnya yang tidak
memiliki modal usaha
g. Ketika mereka tidak mampu bekerja Khalifah sendiri yang turun
tangan untuk membantu mereka bekera
h. Menghimbau kepada para hamba sahaya untuk berdagang dan
hasilnya digunakan untuk membayar angsuran untuk
memerdekakan diri mereka
i. Beliau juga menghimbau sanak keluarganya untuk berproduksi
j. Umar bukan hanya menghimbau rakyatnya untuk berproduksi,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a “Ketika Umar
sebagai khlifah, dia dan keluarganya makan dari baitul maal, dan
dia bekerja dalam hartanya sendiri’’

5. Lembaga Keuangan

Pada masa kekhalifahan Umar dalam mengembangkan lembaga


keuangan tersebut, dia berusaha untuk selalu menggunakan Ijtihad yang
sesuai tujuan syariat Islam dan kemashlahatan. Dia melakukan demikian
karena Negara selalu mendapatkan masalah baru yang tidak ada pada masa
Rasulullah.5

1. Zakat

Zakat merupakan penopang kehidupan yang utama dalam pemerintahan Islam


dan juga merupakan undang-undang yang pertama dari Allah.

2. Jizyah

Jizyah merupakan pajak yang diwajibkan kepada masing-masing individu non


muslim yang berada di bawah pemerintahan Islam seperti ahli kitab.[9]

3. Kharaj

Dalam pengertian secara umum kharaj berarti semua sumber pendapatan


Baitul Mal selain zakat. Sedangkan kharaj dalam pengertian khusus adalah pajak
bumi yang ditarik dari wilayah-wilayah yang ditaklukkan oleh pasukan Islam
dengan menggunakan kekuatan senjata.

6. Dibidang Sosial/Budaya

5 Muhammad Ash-Shalabi, Umar Bin Al-Khathab, (Jakarta Timur: PUSTAKA AL-KAUTSAR), hlm. 358
Buta huruf dan buta ilmu adalah sebuah fenomena yang biasa. Di samping
ilmu pengetahuan, seni bangunan, baik itu bangunan sipil (imarah madaniyah),
bangunan agama (imarah diniyah), ataupun bangunan militer (imarah harbiyah),
mengalami kemajuan yang cukup pesat pula.

Kota-kota gudang ilmu, di antaranya adalah Basrah, Hijaz, Syam, dan


Kuffah seakan menjadi idola ulama dalam menggali keberagaman dan kedalaman
ilmu pengetahuan. Ahli-ahli kebudayaan membagi ilmu Islam menjadi 3
kelompok, yaitu:

1. Al ulumul islamiyah atau al adabul islamiyah atau al ulumun naqliyah


atau al ulumus syariat yang meliputi ilmu-ilmu Quran, hadis, kebahasaan
(lughat), fikih, dan sejarah (tarikh).

2. Al adabul arabiyah atau al adabul jahiliyah yang meliputi syair dan


khitabah (retorika) yang sebelumnya memang telah ada, tapi mengalami
kemajuan pesat pada masa permulaan Islam.

3. Al ulumul aqliyah yang meliputi psikologi, kedokteran, tehnik, falak,


dan filsafat.

Pada saat itu, para ulama berlomba-lomba menyusun berbagai ilmu pengetahuan
karena:

a. Mereka mengalami kesulitan memahami Al Qur’an

b. Sering terjadi perkosaan terhadap hukum

c. Dibutuhkan dalam istimbath (pengambilan) hukum

d. Kesukaran dalam membaca Al Qur’an.

Oleh karena itulah, banyak orang yang berasumsi bahwa kebangkitan Arab
masa itu didorong oleh kebangkitan Islam dalam menyadari pentingnya ilmu
pengetahuan. Apabila ada orang menyebut, “ilmu pengetahuan Arab”, pada masa
permulaan Islam, berarti itu adalah “ilmu pengetahuan Islam”.

7. Peningkatan kesejahteraan
Masa pemerintahan ,umar dapat di anggap sebagai masa peningkatan
kesejahterahan rakyat. Perluasan daerah membawa dampak banyaknya devisa
Negara yang masuk, baik dari rampasan perang maupun pajak yang di bayarkan
dibayarkan oleh daerah-daerah yang telah di tundukan.karenya, umar
memamfaatkan keungan Negara tersebut untuk kesseejahteraan rakyatnya. Untuk
itu umar member tunjangan kepada kaum muslimin.pemberian ini diatur
berdasarkan nasab kepada nabi,senioritas dalam masuk islam, serta jasa dan
perjuangan mereka dalam menegakkan islam.rincian tunjangan tersebut adalah:

1. Keluarga nabi:
a. Abbas ibn ‘Abd al-Muthalib 25.000 dirham,
b. Aisyah 12.000 dirham;
c. Istri-istri Nabi lainnya 10.000 dirham ;
d. Shafiyah 6.000 dirham;
e. Juwairiyah 6.000 dirham;
2. Veteran perang badar
a. ‘Umar ibbn al-Khatab 5.000 dirham;
b. ‘Ali ibn abi Thalib 5.000 dirham;
c. ‘Usman ibn ‘Affan 5.000 dirham;
d. Hasan ibn ‘Ali 5.000 dirham;
e. Husein ibn ‘Ali 5.000 dirham;
3. Anshar
a. a.Abu Dzar al-Ghiffari 4.000 dirham;
b. b.Muhammad Ibnu Maslamah 5.000 dirham;
4. Tokoh tokoh Badar hingga perjanjian Hudaibiyah 4.000 dirham;
5. Orang yang hijrah ke Habsyi 4.000 dirham;
6. Orang yang hijrah sebelum Fath Mekkah 3.000 dirham;
7. Orang yang ikut dalam perjanjian Hudaibiyah hingga penumpasan gerakan
murtad 3.000 dirham;
8. Orang yang hidu pada masa Fath Mekkah hingga perang Qadisiyah
2.000dirham;
9. Orang yang hidup pada perang Qadisiyah hingga Yarmuk 1.000 dirham;
10. Panglima perang 7.000 s.d 8.000 dirham;
11. ‘Abdullah ibn ‘Umar 3.000 dirham;
12. Usamah ibn Zaid 4.000 dirham;
13. Penduduk Yaman, Syam dan Irak 1.000 s.d 2.000 dirham;
14. Istri-istri kaum Muhajirin dan Anshar 600 dirham;
15. Penduduk Mekkah 800 dirham;
16. Ibu yang menyusui 200 dirham;
17. Bayi yang baru dilahirkan 100 dirham

Selain yang tercatat diatas Umar juga menyediakan dana kesejah teraan
kepada setiap anak pungut atau terlantar sebesar 100 dirham yang diambil dari
Bait al – Mal’ dan disimpan oleh walinya. Makin besar anak itu, penberian
unruknya pun makin besar pula.

untuk meningkatkan kesejahteraan social, Umar juga sering melakukan


patrol pada malam hari. Terkada ia berjalan sendiri, dan terkadang ditemani oleh
pengawalnya.6

8. Lembaga Peradilan

Seperti disinggung, Umar melakukan perubahan yang mendasar dalam


kekuasaan peradilan dengan memisahkannya dari eksekutif. Umar mengangkat
Abu al - Darda’ sebagai hakim di Madinah. Adapun untuk hakim – hakim
daerah , Umar mengangkat Syari untuk Bashar, Abu Musa al-‘Asy’ari umtuk
Kufah, dan Usman ibn Qais Abi al – ‘Ash untuk Mesir. Merwka diberi kewenagan
yang luas dan bebas dari intervensi kekuasaan eksekutif. Namun yang perlu
digaris bawahin adalah bahwa hakim – hakim, baik dipusat maupun didaerah,
diberikan wewenang yang luas hanya untuk menangani masalah – masalah yang
berkaitan dengan sengketa harta ataupun hukum perdata. Adapun untuk masalah –
masalah tindak pidana seperti qishas atau hudud, Umar sendirirlah yang
menanganinya.
Umar melakukan perubahan yang mendasar dalam kekuasaan peradilan
dengan memisahkannya dari eksekutif. Umr mengangkat Abu al-Darda’ sebagai
hakim di Madinah. Adapun untuk hakim-hakim daerah, Umar mengangkat Syarih
untuk Bashrah, Abu Musa untuk Kufah, dan Usman ibn Qais ibn Abi al-‘Ash
untuk Mesir.
Mereka diberi kewenangan yang luas dan bebas dari intervensi kekuasaan
eksekutif. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa hakim-hakim, baik di
pusat maupun daerah, diberikan wewenang yang luas hanya untuk menangani
masalah-masalah yang berkaitan dengan sengketa harta atau hukum perdata.
Adapun untuk masalah-masalah tindak pidana seperti qishas dan hudud, ‘Umar
sendirilah yang menanganinya.
B. Sistem Suksesi

6 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2014), hlm. 70.
Dalam masalah suksesi, ‘Umar menempuh cara yang berbeda dengan Abu
Bakar sebelumnya. Setelah mengalami luka parah akibat tikaman seorang budak
Persia bernama Lu’luah, para sahabat merasa khawatir kalau-kalau ‘Umar
meninggal dunia dan tidak sempat meninggalkan pesan tentang penggantinya. Ini
bisa membahayakan umat Islam, mengingat trauma Tsaqifah bani Sai’dah masih
belum hilang dari umat Islam.

Penunjukan ‘Umar sebagai khalifah oleh Abu Bakar disetujui oleh umat
Islam ketika itu. Penunjukan ‘Umar sebagai khalifah merupakan suatu inovasi
baru. Disebabkan ‘Umar adalah sosok yang mempunyai kualitas yang hebat dalam
kepemimpinan. Beliau dengan cepat mengembangkan sistem aadministrasi
pemerintahan yang efektif.

Mulanya ‘Umar menolak memenuhi permintaan sahabat-sahabat yang


mengusulkan untuk dirinya dinobatkan sebagai khalifah, menurutnya, orang yang
pantas menduduki jabatan puncak menggantikannya sudah lebih dahulu
meninggal.

Namun, mengingat bahaya perpecahan semakin kelihatan bila ‘Umar tidak


meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikannya kelak, para
sahabat mengunjungi ‘Umar lagi dan mendesaknya agar menunjuk siapa yang
akan menjadi penggantinya. ‘Umar pun tak bisa mengelak dari permintaan
tersebut. Hanya saja, ‘Umar tidak langsung menunjuk seseorang sebagai
penggantinya, seperti yang dilakukan Abu Bakar kepada dirinya terdahulu. ‘Umar
memilih enam sahabat senior yang terdiri dari ‘Usman, ‘Ali, ‘bd al-Rahman ibn
‘Awf, Thalhah ibn ‘Ubaidillah, Zubeir ibn ‘Awwam, Sa’d ibn Abi Waqqas, dan
putranya sendiri, ‘Abdullah.

Mereka ini lah yang disebut sebagai “tim formatur” yang akan menunjuk
siapa diantara mereka yang akan menjadi khalifah.

Dari system pemilihan yang digariskan di atas, Umar merasa kekuatan


politik islam sudah semakin kuat. Umar tidak kawatir akan pecah dalam tubuh
umat islam, seperti halnya Abu Bakar, karna ia telah meletakan sendi – sendi
demokrasi dan memperkukuh daulah Islamiyah. Oleh sebab itu Umar memberikan
kesempatan sahabat peninggalnya untuk melaksanakan system musyawarah yang
digariskannya dalam pemilihan penggantinya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Umar diangkat menjadi Khalifah atas pencalonan dari Abu Bakar. Hal
yang pertama kali ia lakukan setelah diangkat menjadi khalfah adalah
membebaskan para tawanan perang ar-Riddah (perang menumpas orang-orang
murtad).

Pada masa pemerintahannya, wilayah Syam, Irak, Persia, Mesir, Burqah


(nama sebuah daerah di Libea), Tripoli bagian barat Azerbaijan, Nahawand dan
Jurjan berhasil dibebaskan alias ditaklukkan. Selanjutnya, pada masa
pemerintahnnya juga, kota Bashrah, Kufah, dan Fushtath (Kairo sekarang)
berhasil dibangun.

Ia juga mencetak mata uang Dirham dengan cap “Alhamdulillah” pada


satu sisinyadan disisi lainnya tertulis “ La ila ha illAllah” dan “Muhammad
Rosulullah”. Umar adalah sosok pemimpin yang sangat mengasihi rakyatnya, dan
terkenal tegas kepada para pembantuny.

Ia meriwayatkan 527 hadis dari Nabi saw. Ia menjabat sebagai khalifah


selama 10 tahun 6 bulan 4 hari. Dan ‘Umar meninggal pada usia yang ke 63 tahun,
persis seperti usi Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Iqbal, FIQH SIYASAH, Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2014

Arif Setiawan, Islam di Masa Umar bin Khatab, Jakarta: Hijri Pustaka, 2002

Ali Audah, Ali bin Abi Talib, Jakarta: PT. Pustaka Utama, 2013

Muhammad Ash-Shalabi, UMAR BIN AL-KHATHAB, Jakarta Timur:


PUSTAKA AL-KAUTSAR

Nurul Aen, SEJARAH PERADABAN ISLAM, Bandung: CV Pustika Setia, 2008

Anda mungkin juga menyukai