Disusun oleh :
KELOMPOK 9
Islam adalah agama rahmatan lil’ alamin dalam arti yang sesungguhnya, sejak
awal diturunkan, agama Ilahiyyah ini telah menjadikan dirinya sebagai satu-satunya
agama yang menginginkan terwujudnya rasa keadilan, ketentraman dan kesejahteraan
bagi seluruh pemeluknya. Untuk meraih kesejahteraan dimaksud Allah telah
mempersiapkan seperangkat aturan dan ajaran baik melalui wahyu maupun hadits
rasulullah yang dapat dijadikan acuan bagi kaum muslimin dalam tatanan kehidupan
mereka, baik dalam lingkup kecil maupun dalam skala yang lebih besar. Dalam
perjalanan sejarah umat Islam awal dan beberapa periode setelahnya kesejahteraan
tersebut berhasil dicapai dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
PEMBAHASAN
Pada waktu Tanah Makkah masih berupa padang pasir tanpa rumah dan tanpa
sumur, belum ada manusia yang bertempat tinggal di tanah tersebut, terkecuali Siti
Hajar, Nabi Ibrahim dan putranya yang masih bayi yang bernama Nabi Ismail.
Nabi Ibrahim berda kepada Allah Ta’ala yang do’anya itu berbunyi meminta
agar tanah Makkah itu dijadikan Negera yang aman, penduduk Makkah yang beriman
agar diberi rizki dari buah-buahan. Pada saat itu Allah berfirman yang berbunyi:
“Tidak hanya orang yang beriman, akan tetapi orang Kafir pun akan diberi rizki
dan kenikmatan selama hidup di dunia. Adapun di Akhirat kelak orang-orang Kafir
akan disiksa di dalam Neraka, yaitu tempat yang teramat sakit.”.
” Allah berfirman: “Dan aku berikan rezeki juga kepada orang kafir sebagimana
Aku berikan rezeki pada oran mukmin, tegakah Aku menciptakan makhluk kemudian
tidak Aku beri rezeki? Bagi orang kafir Aku beri kesenangan di dunia yang bersifat
sementara, yaitu masa mereka hidup di dunia. “Kemudian Aku paksa ia menjalani siksa
neraka,” kemudia Aku memaksanya menjalani siksa api neraka di akhirat, dan orang
kafir tidak memproleh tempat lari dari padanya, “ Dan itulah seburuk-buruk tempat
kembali.” Dan seburuk buruk tempat kembali bagi orang kafir adalah tempat di neraka
jahanam.1
1
Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim (Jakarta: P.T. Hidakarya Agung, 1992), hal 123
dan hanya mengharao ridha-Mu, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar
doa-doa kami, Egkau juga mengetahui niat kami.
Dalam sebuah sejarah Islam mengenai penduduk kota Mekkah yang durhaka
kepada Allah swt. mengalami masa-masa sulit bahkan paceklik selama tujuh tahun,
sedang penduduk Madinah hidup aman dan sejahtera di bawah bimbingan Rasulullah
saw. Ketakwaan yang dimiliki oleh suatu penduduk negeri, akan mendatangkan kerja
sama dalam kebajikan dan tolong menolong dalam mengelola bumi begitu juga dalam
menikmatinya bersama. Semakin kukuh kerja sama akan semakin tenang jiwa, semakin
banyak pula yang dapat diraih dari alam raya yang terutamanya membawa
kesejahteraan dan kemakmuran.
Salah satu aspek penting yang perlu diwujudkan adalah aspek kesejahteraan
sosial. Aspek ini dalam Islam mendapatkan perhatian utama, baik jika dilihat dari segi
teologis maupun lainnya. Sejahtera dapat diartikan sebagai aman, sentosa, damai dan
makmur serta selamat dari macam gangguan dan kesukaran. Pengertian sejahtera ini
selaras dengan pengertian islam secara harfiah yang berarti selamat, sentosa, aman dan
damai.2 Oleh karena itu, kesejahteraan tidak akan dapat dipisahkan dari roh Islam itu
sendiri sebagai misi kerasulan Nabi Muhammad saw sebagaimana diungkapkan dalam
surah al-Anbiya (21) ayat 107
“dan tiada kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam”.
2
Jamhari Makmur, Islam Untuk Kesejahteraan Masyarakat (Jakarta: PPiM, 2016), hal. 2-3.
Dalam surat Qurays ayuat 3-4 indikator kesejahteraan meliputi tiga hal, yaitu;
tauhid, pemenuhan konsumsi, serta hadirnya rasa aman dan nyaman. Jika kecukupan
konsumsi salah satu faktor dalam kesejahteraan sosial, maka tidak dapat dipungkiri
adanya peran Allah Swt. dalam mewujudkannya. Dan jika dalam kesejahteraan adalah
adanya rasa aman dan tentram, maka sangat jelaslah bahwa Allah Swt. juga berperan
didalamnya.
Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Rijal Assidiq Mulyanayana dengan judul
“Peran Negara Untuk Mewujudkan Kesejahteraan dalam Kerangka Maqashidus
Syariah” dijelaskan bahwa peran sebuah negara untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat tidak selalu berjalan mulus, dan hal ini ditandai dengan adanya tantangan
sebuah fakta mengejutkan datang dari Pilger, aktivis lingkungan dan wartawan dari
berita Australia dalam sebuah laporan khususnya tentang akibat buruk globalisasi bagi
sebuah negara besar seperti Indonesia. Laporan tersebut secara terang-teranganj
menelanjangi kegagalan negara dalam mensejahterakan rakyatnya.
3
Teuku Saiful Bahri Johan, Perkembangan Ilmu Negara Dalam Peradaban Globalisasi Dunia
(Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018), hal. 22.
memiliki empat pilar utama, yaitu; kewarganegaraan sosial, demokrasi penuh, sistem
hubungan industri modren, hak atas pendidikan dan perluasan sistem pendidikan
massal modren. Keempat pilar ini dimungkinkan dalam negara kesejahteraan, karena
negara memperlakukan penerapan kebijakan sosial sebagai “penganugrahan hak-hak
sosial” kepada warganya yang diberikan berdasarkan basiskewargaan dan bukan atas
dasar kinerja atau kelas.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Yunus, Mahmud. Tafsir Quran Karim. Jakarta: P.T. Hidakarya Agung, 1992.