Anda di halaman 1dari 9

TIGA HAL YANG MENYERTAI JENAZAH

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah : Hadist Tarbawi II

Disusun oleh :

Yusril Khoirul Anjar (2112.2340)

Dosen Pengampu : Dr. Irman, M.Ag

SEMESTER V.1

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-MASTHURIYAH

SUKABUMI
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya serta kekuatan iman, islam, dan juga ihsan kepada saya,
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “TIGA HAL YANG
MENYERTAI JENAZAH ”.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Irman, M.Ag selaku Dosen
mata kuliah Hadist Tarbawi II yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
menyusun makalah ini.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat
memperbaiki makalah ini.
Sebagai bantuan dan dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada penyusun
supaya diterima oleh Allah SWT sebagai sebuah kebaikan. Semoga makalah ini memberikan
manfaat bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Sukabumi, 20 September 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fiqih atau Hukum Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang paling dikenal oleh
masyarakat. Hal ini antara lain karena Fiqih terkait langsung dengan kehidupan masyarakat. Dari
sejak lahir sampai dengan meninggal dunia manusia selalu berhubungan dengan Fiqih. Fiqih adalah
pengetahuan tentang hukum syara yang bersifat amaliyah yang diperoleh dari dalil-dalil terperinci.
Demikian besar fungsi yang dimainkan oleh Fiqih, maka tidak mengherankan jika di perguruan tinggi
atau Universitas terdapat Fakultas Hukum yang didukung oleh para ahli bidang Hukum yang amat
banyak jumlahnya. Keadaan Fiqih yang demikian itu nampak inheren atau menyatu dengan misi
agama Islam yang kehadirannya untuk mengatur kehidupan manusia agar tercapai ketertiban dan
keteraturan, dengan Rasulullah SAW. sebagai aktor utamanya yang melaksanakan aturan-aturan
hukum tersebut. Karena wahyu, yaitu cara memperoleh dan mengetahui kehendak Tuhan secara
langsung, terhenti semenjak meninggalnya Nabi Muhammad SAW.
B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Tiga Hal Menyertai Jenazah ?


2. Apa Saja 3 Macam Itu ?

C. Tujuan
1. Mahasiswa Mampu Mengetahui Tiga Hal Menyertai Jenazah
2. Mahasiswa Mampu Mengetahui 3 Macam Itu
BAB II

PEMBAHASAN

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari hadits Dari Anas bin
Malik Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫ فيْر ِج ع اثناِن ويْب َق ى‬،‫ أهُلُه وماُله وعَم ُله‬: ‫ يْت بُع المْيَت ثالَثٌة‬: ‫أنس بن مالك – رضي هللا عنه – أن النبي – صلى هللا عليه وسلم – قال‬
‫ ويبَق ى عمُلُه‬،‫ يرجُع أهُلُه وماُلُه‬: ‫واِح ٌد‬
Mayit itu diikuti oleh tiga golongan, akan kembali dua golongan dan satu golongan akan
tetap menemaninya, dia akan diikuti oleh keluarganya, hartanya dan amalnya. Maka keluarga dan
hartanya akan kembali pulang sementara amalnya akan tetap menemaninya”.[1]

Hadits ini telah dijelaskan oleh Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hambali di dalam risalah yang sangat
berharga, aku merangkum penjelasannya dalam bahasan yang singkat ini :

Dia berkata, “Dan tafsir hadits ini adalah bahwa anak Adam mesti memiliki keluarga yang
selalu bergaul dengan dirinya, harta sebagai bekal hidupnya, dua shahabat ini selalu menyertainya
dan suatu saat akan berpisah dengannya. Maka orang yang berbahagia adalah orang yang
menjadikan harta sebagai sarana untuk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan
menafkahkannya untuk kepentingan akhirat, dan dia mengambil harta itu sebatas kebutuhan yang
bisa menyampaikannya untuk kehidupan akherat, dia mencari istri yang shalehah yang bisa menjaga
keimanannya. Adapun orang yang menjadikan harta dan keluarga yang menyibukkannya sehingga
melalaikan Allah Subhanahu wa Ta’ala maka dia temasuk orang yang merugi, sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang orang-orang Badui:

‫َشَغ َلْت َن ا َأْم َو اُلَن ا َو َأْه ُلوَن ا َف اْس َتْغ ِفْر لن‬

“Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami…”. [Al-
Fath/48: 11]

Allah Subhanahu wa Ta’ala:

‫َي ا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا اَل ُتْلِه ُك ْم َأْم َو اُلُك ْم َو اَل َأْو اَل ُد ُك ْم َع ن ِذ ْك ِر ِهَّللا َو َم ن َي ْف َع ْل َذ ِلَك َفُأْو َلِئَك ُه ُم اْلَخ اِس ُروَن‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak anakmu melalaikan
kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang
yang rugi...[Al-Munafiqun/63: 9].

Diriwayatkan Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak dari hadits Sahl bin Sa’d bahwa Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

‫ ُثَّم‬،‫ َو اْع َم ْل َم ا ِش ْئ َت َف ِإَّن َك َم ْج ِز ٌّي ِبِه‬،‫ َو َأْح ِبْب َم ْن ِش ْئ َت َف ِإَّن َك َم َفاِر ُقُه‬، ‫ َي ا ُم َح َّم ُد ِع ْش َم ا ِش ْئ َت َف ِإَّن َك َم ِّي ٌت‬: ‫ َفَقاَل‬،‫َأَت اِني ِج ْب ِر يُل َع َلْيِه الَّس اَل ُم‬
‫ َو ِع ُّز ُه اْس ِتْغ َن اُؤ ُه َع ِن الَّن اِس‬، ‫ َي ا ُم َح َّم ُد َش َر ُف اْلُمْؤ ِم ِن ِقَي اُمُه ِبالَّلْي ِل‬: ‫َق اَل‬
“Jibril datang kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallamdan berkata: Wahai
Muhammad hiduplah sekehendakmu sebab engkau padsti akan mati, cintailah siapa yang engkau
kehendaki sebab engkau akan meninggalkannya, dan berbuatlah apa yang engkau kehendaki sebab
engkau akan mendapat balasannya, kemudian dia berkata: Wahai Muhamad kemulian seorang
mu’min ada pada saat qiyamullail dan ketinggiannya pada ketidakbutuhannya pada manusia”.[2]

Maka apabila anak Adam mati, dan meninggalkan dunia ini maka dia tidak mengambil
mamfaat apapun dari keluarga dan hartanya kecuali do’a keluarga baginya, permohonan ampun
mereka untuk dirinya dan perbuatan-perbuatan yang dijelaskan oleh syara’ yang bisa mendatangkan
manfaat untuk dirinya serta apa yang di kekluarkan dari hartanya untuk kebutuhan dirinya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫َي ْو َم اَل َي نَف ُع َم اٌل َو اَل َب ُنوَن ِإاَّل َم ْن َأَت ى َهَّللا ِبَقْلٍب َس ِليم‬

(yaitu) di hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih”. [Al-Asyu’ara/26: 88-89]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫َو َلَقْد ِج ْئُتُم وَن ا ُفَر اَد ى َك َم ا َخ َلْق َن اُك ْم َأَّو َل َمَّر ٍة َو َت َر ْك ُتم َّما َخ َّو ْلَن اُك ْم َو َر اء ُظ ُهوِر ُك ْم‬
“Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan
pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami kurniakan
kepadamu;…”. [Al-An’am/6: 94].

Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari hadits Abi Hurairah bahwa Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ِإَذ ا َم اَت اِإلْن َس اُن اْن َقَط َع َعَم ُلُه ِإَّال ِمْن َث َالٍث َص َد َقٌة َج اِر َي ٌة َو ِع ْلٌم ُيْن َتَفُع ِبِه َو َو َلٌد َصاِلٌح َي ْد ُعو َل‬
Apabila anak Adam meninggal maka akan terputus amalnya kecuali tiga hal: Shadaqah
jariyah, ilmu yang bermanafaat dan anak shaleh yang selalu mendo’akan kedua orang tuanya”.[3]

Adapun teman pertama adalah keluarga, maka keluaraga tidak akan memberikan manfaat
apapun baginya setelah kematiannya kecuali orang yang memintakan ampun baginya dan berdo’a
baginya seperti apa yang telah disebutkan sebelumnya. Bisa jadi keluaraganya tidak berdo’a baginya,
sebab bisa jadi orang lain yang lebih jauh, lebih memberikan manfaat bagi keluarganya,
sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh orang-orang shaleh: Keluargamu sibuk membagi
warisan yang telah engkau tinggalkan, sementara ada orang lain yang bersedih dengan kematianmu
dan berdo’a untukmu pada saat dirimu berada di antara himpitan lubang-lubang dalam tanah, dan di
antara keluarga itu ada yang menjadi musuh bagimu, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:

‫َي ا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا ِإَّن ِمْن َأْز َو اِج ُك ْم َو َأْو اَل ِد ُك ْم َع ُد ًّو ا َّلُك ْم َف اْح َذ ُروُه ْم‬
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang
menjadi musuh bagimu [At-Tagabun/64: 14]

Adapun teman yang kedua adalah harta, maka dia tidak mengikuti pemiliknya dan tidak pula
masuk ke dalam kuburnya, dan kembalinya harta tersebut sebagai kalimat kiasan bahwa harta itu
tidak menemani pemiliknya di dalam kuburnya dan tidak masuk ke dalam liang kubur pemiliknya.

Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Muthariif dari ayahnya bwekata : berkata: Aku
mendatangi nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam dan beliau tengah membaca: “Bermegah-megahan
telah melalaikanmu.” (At Takaatsur/108: 1), beliau bersabda:
‫َي ُقوُل اْبُن آَد َم َم اِلي َم اِلي َق اَل َو َه ْل َلَك َي ا اْب َن آَد َم ِمْن َم اِلَك ِإاَّل َم ا َأَك ْلَت َفَأْف َنْيَت َأْو َلِبْس َت َف َأْب َلْيَت َأْو َت َص َّد ْق َت َف َأْم َض ْيَت‬

Anak Adam berkata: Hartaku, hartaku, Allah berfirman: Apakah engkau memiliki harta wahai
anak Adam kecuali apa yang engkau telah makan dan habis, atau engkau pakai lalu rusak, atau
engkau sedekahkan lalu engkau berlalu membawanya dan apa-apa selain itu maka dia pergi dan
ditinggalkan untuk orang lain”.[4]
Maka seorang hamba tidak akan mengambil manfaat apapun dari hartanya kecuali apa yang
dipersembahkannya untuk masa depan dirinya di (akherat kelak) dan menafkahkan harta itu di jalan
Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan apa yang telah dimakan dan dipakainya, maka dia bukan bagian
yang menjadi miliknya (secara hakiki) dan bukan pula dosa baginya dalam pemanfaatannya.

Dan Ibnu Umar tidak bangga kepada hartanya kecuali apa yang telah dipersembahkannya
sebagai amal shaleh karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga pada suatu ketika pada saat dia
menunggang seekor onta, lalu dia kagum dengannya, maka diapun segera turun darinya dan
mengaraknya dan menjadikannya sebagai shadaqah di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Adapun teman yang ketiga: Dia adalah amal yang mengikuti pemiliknya ke dalam kubur dan
hidup bersamanya dalam kubur tersebut, dia bersamanya pada saat dibangkitkan menghadap Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Amal itu menyertainya pada saat dikumpulkan di padang mahsyar, di atas
shirot, pada saat ditimbang dan dengan amal itu pula seseorang akan memperoleh tingkat
kedudukannya di surga atau di neraka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫َم ْن َعِمَل َص اِلًح ا َف ِلَن ْف ِس ِه َو َم ْن َأَس اء َفَع َلْي َه ا َو َم ا َر ُّبَك ِبَظاَّل ٍم ِّلْلَع ِبيِد‬
Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya)untuk dirinya sendiri dan
barang siapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah
Tuhanmu menganiaya hamba-hamba (Nya). [Fushilat/41: 46]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫َم ن َكَف َر َفَع َلْيِه ُكْف ُرُه َو َم ْن َع ِمل َص اِلًح ا َفَأِلنُفِس ِه ْم َي ْم َه ُدوَن‬
Barang siapa yang kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan
barang siapa yang beramal saleh maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat
yang menyenangkan). [Al-Rum/30: 44]

Sebagian ulama salaf berkata tentang tafsir ayat di atas atau mereka mempersiapkan bagi
diri mereka kebutuhan di dalam kubur mereka. Maka amal shaleh sebagai tempat yang
menyejukkan bagi yang mengerjakannya di dalam kubur, di mana saat di dalam kubur seorang
hamba tidak memiliki apapun yang pernah dinikmatinya selama di dunia seperti kasur yang empuk,
bantal dan ranjang-ranjang tidur namun setiap orang akan tidur dengan ranjang amal, berbantal
kebaikan atau keburukan. Maka orang yang berakal adalah orang yang membangun rumah tempat
dia menetap dalam jangka waktu yang panjang, walau seandainya dia membangunnya dengan
puing-puing rumahnya yang roboh yang akan ditinggalkannya maka dia tidak akan merugi, bahkan
dia beruntung.

Sebagian ulama salaf berkata, “Bekerjalah untuk kepentingan duniamu sebatas lamanya
masa kamu menetap padanya, dan berbuatlah untuk akheratmu sebatas lamanya kamu tinggal
padanya. Al-Hasan berkata, “Seorang lelaki dari kaum muslimin mengikuti janazah saudaranya lalu
pada saat jenazah diturunkan di dalam liang kuburnya lelaki itu berkata: Aku tidak mengetahui yang
mengikutimu dari dunia ini kecuali tiga helai kain, demi Allah aku meningalkan rumahku dengan
barang-barang yang begitu banyak, demi Allah seandainya aku diberi kesempatan untuk pulang
kerumah niscaya aku akan sedekahkan rumahku untuk kepentingan diriku. Al-Hasan berkata: Maka
lelaki itupun kembali dan menyedekahkannya. Dan mereka tahu bahwa orang itu adalah Umar bin
Abdul Aziz”.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari hadits Dari
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

‫ فيْر ِج ع اثناِن‬،‫ أهُلُه وماُله وعَم ُله‬:‫ يْتبُع المْيَت ثالَثٌة‬: ‫أنس بن مالك رضي هللا عنه – أن النبي – صلى هللا عليه وسلم – قال‬
‫ويْبَقى‬ ‫ ويبَقى عمُلُه‬،‫ يرجُع أهُلُه وماُلُه‬: ‫واِح ٌد‬
Mayit itu diikuti oleh tiga golongan, akan kembali dua golongan dan satu golongan
akan tetap menemaninya, dia akan diikuti oleh keluarganya, hartanya dan amalnya. Maka
keluarga dan hartanya akan kembali pulang sementara amalnya akan tetap menemaninya”.[1]

Jadi Yang dimaksud dengan 3 hal yang menyertai jenazah adalah :

1. Keluarganya
2. Hartanya
3. Amalnya

B. Kritik dan Saran


Penyusun sudah berusaha dengan sebaik mungkin dalam penulisan makalah ini.
namun tidak dapat saya pungkiri, dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa
kekurangan yang mungkin tidak saya sadari. Maka dari itu, saya mohon kepada pembaca
untuk memberikan kritikan yang bersifat baik dan membangun agar ke depannya penulisan
makalah saya dapat menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Shahih Bukhari: 4/194 no: 6514 dan shahih Muslim: 4/2273
[2] Mustadrokul Hakim: 4/360 dan Al-Mundziri di dalam kitab: Al-Targib wat tarhib 1/485: HR.
Thabrani fil awsath dengan sanad yang hasan, dan shahihkan oleh Al-Bani rahimhullah di dalam
shahihul jami’: 1/76 no: 73.

[3] Shahih Muslim, halaman: 670 o: 1631

[4] Shahih Muslim, halaman: 1187 no: 2958

[5] Shahihul Al-Bukhari, halaman: 1236 no: 6442

Referensi : https://almanhaj.or.id/36234-makna-hadits-tiga-hal-yang-mengikuti-jenazah.html

Anda mungkin juga menyukai