Anda di halaman 1dari 21

Berkah Pengabdian Di Nahdlatul Ulama

Diibaratkan institusi Pondok Pesantren, Nahdliyin adalah santri dan mereka yg


mengurus NU dari mulai level Kyai sepuh di PBNU, PWNU (Provinsi), PCNU (Kabupaten),
MWCNU di Kecamatan hingga Ustadz kampung di Ranting Desa (PRNU) adalah para
pengasuh dan Kiai-kiainya. Sedangkan Banom dan Lajnah sebagai pengurus para santri.

Baik santri yakni warga NU (nahdliyin) maupun kiai adalah para khodim yg membantu
meneruskan estafet wali songo dan Hadrotusy Syaikh KH. Hasyim Asyari sebagai funding
father Nahdlatul Ulama mewujudkan Islam Rahmatan lil alamain ala Nusantara.

A. PENGERTIAN

Berkah diambil dari kata baraka. Allah SWT menggunakan kata ini dalam bentuk
jamak, barakat.Artinya adalah rahmat, kasih sayang, dan kekuatan supranatural yang
diberikan Tuhan kepada manusia.Banyak ucapan, perbuatan, serta keadaan diberkahi
jika seorang Muslim melakukannya untuk mencari kebaikan dengan mengikuti sunah.
Dia akan mendapatkan kebaikan dan berkah itu sesuai dengan niat dan
kesungguhannya.

Menurut istilah, berkah (barokah) artinya ziyadatul khair, yakni “bertambahnya


kebaikan” (Imam Al-Ghazali, Ensiklopedia Tasawuf, hlm. 79).

Para ulama juga menjelaskan makna berkah sebagai segala sesuatu yang banyak dan
melimpah, mencakup berkah-berkah material dan spiritual, seperti keamanan,
ketenangan, kesehatan, harta, anak, dan usia.
Dalam Syarah Shahih Muslim karya Imam Nawawi disebutkan, berkah memiliki dua arti:
Tumbuh, berkembang, atau bertambah; 

Kebaikan yang berkesinambungan. 

Menurut Imam Nawawi, asal makna berkah ialah “kebaikan yang banyakdanabadi”.
Dalam keseharian kita sering mendengar kata "mencari berkah", bermaksud mencari
kebaikan atau tambahan kebaikan, baik kebaikan berupabertambahnyaharta, rezeki,
maupunberupakesehatan, ilmu, dan amal kebaikan (pahala).

Kata Berkah dalam Al-Quran

Dalam Al-Qur`an kata berkah (barakah) hadir dengan beberapa makna, di antaranya:
kelanggengan kebaikan, banyak, dan bertambahnya kebaikan. Al-Quran sendiri
merupakan berkah bagi manusia sebagaimana firman-Nya:

Pengertian Berkah Menurut Al Quran dan Hadist

Berikut ini ayat dan hadits tentang harta yang berkah sekaligus mengandung pengertian
harta yang berkah –yaitu bertambahnya kebaikan.

1. Surah Al Baqarah Ayat 261

“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa


dengan sebutir benih yang menumbuhkan 7 bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas lagi Maha
Mengetahui” (Al Baqarah : 261)
2. Surah Al Baqarah Ayat 245

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (QS. Al-baqarah ; 245).

3. Hadist Riwayat Muslim

“Harta tidak akan berkurang karena sedekah, dan tidaklah Allah menambah bagi hamba
yang pemaaf kecuali kemuliaan, dan tidaklah seseorang yang berlaku tawadlu’ karena
Allah melainkan Dia akan meninggikannya.” (HR. Muslim).

4. Hadist Riwayat Baihaqi

“Sembuhkan penyakit kalian dengan cara shadaqah. Lindungi harta yang kalian miliki
dengan zakat” (HR. Baihaqi).

B. SEJARAH BERKAH

Barokah atau berkah oleh para ulama yang mula-mula menyebarkan Islam di
Indonesia disimbolkan dengan “berkat” atau oleh-oleh yang dibawa dari acara hajatan
atau tasyakuran.Di kalangan pesantren, barokah didefinisikan secara singkat dengan
kata majemuk “jalbul khoir” atau sesuatu yang dapat membawa kebaikan.Definisi ini
memang sangat umum dan belum bisa menjelaskan arti barokah.Uraian berikut semoga
bisa memberikan penjelasan itu secara lebih gamblang. (red) Ketika bayi Muhammad
SAW lahir, ia disusui oleh seorang ibu dari Bani Sa'ad bemama Halimah Sa'diyah. Bani
Sa' ad adalah salah satu marga dari suku Quraish di Makkah. Sebelum kehadiran bayi
Muhammad SAW, kondisi kehidupan Bani Sa'ad dalam keadaan paceklik yang
tergambarkan pada kurusnya binatang ternak, keringnya kantong susu, ketidaksuburan
tanah dan minimnya hasil tanaman. Setelah bayi Muhammad SAW dibawa oleh Halimah
ke kampung Bani Sa'ad, ternak berangsur gemuk, kantong susu ternak pun menjadi
penuh, dan tanah berubah menjadi subur. Terutama kehidupan keluarga Halimah
menjadi sejahtera. ADVERTISEMENT Perubahan kondisi yang terjadi, diakui bahwa
kehadiran bayi Muhammad SAW di Bani Sa' ad telah membawa barokah. (Terjemahan
singkat dari kitab Dalail An-Nubuwwah, Baihaqy 1:107) Sasok bayi, untuk duduk dan
berdiri belum marnpu, untuk makan dan minum saja masih memerlukan bantuan orang
lain. Secara logika matematik, bayi tidak mungkin melakukan perubahan yang terjadi
seperti ini.Namun secara logika tauhid, perubahan di Bani Sa'ad ini dapat terjadi atas
dasar kehendak Allah SWT yang ditandai dan diawali dengan kehadiran bayi tersebut.
Untuk itulah, kehadiran bayi tersebut disebut barokah. Al-Qur' an, awal surat Al-Mulk,
menegaskan bahwa Allah SWT merupakan sumber barokah:

Maha Suci (Maha Barokah) Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Di samping Allah SWT merupakan sumber barokah, menurut
firnan-Nya dalam surat Al-An' am ayat 155 menyatakan bahwa Al-Qur'an juga
merupakan sumber Barokah.

Dan Al-Qur'an ini adalah kitab barokah (yang diberkati) yang Kami turunkan, maka
ikutilah (ajaran)nya, dan bertaqwalah agar kamu disayangi (oleh Allah). Dalam Al-Qur'
an banyak contoh mahluk-mahluk-Nya yang dianugerahi barokah. Diantaranya: tempat
(negeri, kota, kampung), manusia (keluarga, perorangan), waktu, benda (pohon, rizki,
air, dll).
Barokah kepada Tempat

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah komi anugerahkan barokah pada
negeri/tempat sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari landa-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(QS. Al-Isro' ayat 1)

Sesunguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah
(Baitullah) yang di Bakkah (Makkah) yang dianugernhi barokah, dan menjadi petunjuk
bagi semua manusia. (QS. Ali Imron ayat 96).

Barokah kepada Manusia

Dan Dia menjadikan aku (Nabi Isa as) seorang yang dianugerahi barokah dimana saja
aku berada: dan dia memerintahkan kepadaku untuk (mendirikan) shalat dan
(menunaikan) zakat selama aku hidup. (QS. Maryam ayat 31) Anugerah barokah yang
diterima Nabi Isa as, menyebabkan sebuah keistimewaan, bahwa kemanapun ia pergj,
maka tempat yang ia singgahi dan siapa pun yang bertemu dengannya mendapatkan
manfaat barokah darinya, seperti orang yang sakit jadi sembuh, yang susah jadi mudah
urusannya dan seterusnya.

Barokah kepada Keluarga

Dalam surat Al-Mu'minun ayat 29, Allah SWT mengajarkan doa, bagaimana memohon
agar barokah dianugerahkan kepada keluarga / rumah tangga

Dan berdoalah: Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada rumah yang dianugerahi barokah,
dan Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat.
Barokah kepada Waktu

Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qu'an) pada suahl malam yang


dianugerahi barokah dan sesunggguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.
(QS. Ad-Dukhon ayat 3).

Barokah kepada Pohon

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.Perumpamaan cahaya Allah, adalah
seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di
dalam kaca, kaca itu seakan bintang (bercahaya) seperti mutiara, dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang dianugerahi barokah, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di
sebelah timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi,
walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing
kepada cahaya-Nya siapa yang dia  kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-
perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
(QS. An-Nur ayat 35).

Barokah kepada Air

Dan Kami turunkan dari langit, air yang telah dianugerahi barokah.Lalu Kami tumbuhkan
dengan air itu pohon dan bijibijian. (QS. Qof ayat 9)
Barokah kepada Rizki

Rasul SAW mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berdoa, memohon kepada Allah
SWT agar diberi rizki yang barokah.

Ya Allah, anugerahkanlah barokah kepada rizki kami, dan jagalah diri kami dari api
neraka.

Barokah dalam Kehidupan

Jikalau sekiranya penduduk desa / negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami
anugerahkan kepada (kehidupan) mereka barokah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
(QS AI-A'rof ayat 96) Allah SWT dan Al-Qur'an adalah merupakan sumber barokah. Bila
nilai-nilai Al-Qur' an diamalkan dalam kehidupan, maka secara otomatis kehidupan di
negeri, kota, desa, kelompok dan perorangan yang menerapkan nilai-nilai tersebut
menjadi objek sasaran barokah. Bila barokah dianugerahkan kepada kehidupan di
negeri, kota, desa dan seterusnya, maka segala sesuatu yang diupayakan bakal
mencapai hasil yang luar biasa diluar dugaan akal manusia, sesuai dengan karakter
barokah itu sendiri yang melebihi perhitungan akal manusia .

C. Buah Dari Barokah

Buah dari ilmu adalah akhlak yang mulia. Kalimat padat berisi ini yang menjadi
landasan beberapa pondok pesantren untuk melahirkan generasi-generasi berbudi
pekerti santun. Di mata masyarakat umum, tanda santri yang mendapatkan ilmu
manfaat bisa dilihat dari tata kramanya terhadap sesama. 

Akhlak yang mulia merupakan kunci keberkahan di dalam hidup. Bahkan Nabi
Muhammad SAW diutus di muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak-akhlak
manusia.
Bagi para santri, faktor keberkahan yang paling ampuh adalah tata krama seorang santri
kepada Pak Kyai. Cara para santri memuliakan Pak Kyai sering dianggap tidak masuk akal
oleh sebagian masyarakat. Seperti ketika santri melihat Pak Kyai hendak melewati jalan
di area Pondok, maka santri akan segera mengosongkan jalan yang hendak dilewati
sebagai wujud memuliakannya. 

Contoh lainnya adalah ketika mencium tangan Pak Kyai, santri biasanya menciumnya
bolak-balik. Bagi sebagian masyarakat, hal ini dinilai terlalu berlebihan sebab sama saja
dengan menuhankan manusia. 

Tentu saja hakikatnya tidak seperti opini sebagian masyarakat, justru hal seperti itulah
cara mendapatkan keberkahan dari orang yang dekat dengan Sang Pencipta. Para santri
biasa menyebutnya dengan istilah Ngalap Barokah.

***

Dalam kitab Ta’limul Muta’allim dijelaskan bahwa ilmu manfaat dapat diperoleh dengan
enam syarat. Satu di antaranya ialah harus dalam kurun waktu yang lama, bahkan dalam
hadits disebutkan bahwa tuntutlah ilmu mulai dari ayunan ibu hingga ke liang kubur,
atau dengan kata lain menuntut ilmu itu hingga hembusan nafas terakhir. 

Di Pondok Pesantren Raudhatul Muta’allimin yang terletak di Desa Kedung Cangkring,


Jabon, Sidoarjo terdapat satu santri yang telah belajar di Pondok selama 18 tahun
sekaligus menjadi Ustadz tertua di sana. Santri tersebut biasa dipanggil Ust. Reden. Ia
dikenal sebagai sosok yang pendiam, bersuara halus, dan menguasai tiga pelajaran
pokok pondok pesantren, yakni Tauhid, Fiqih, dan Nahwu Shorof. 

Sangat jarang seorang santri yang mampu menguasai tiga bidang ilmu tersebut, karena
tiga bidang ilmu tersebut memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibanding dengan
bidang-bidang ilmu lain. 
Saat mengajar, Ust. Reden selalu berkata bahwa ia bisa menguasai tiga bidang ilmu
sekaligus bukan karena memiliki kecerdasan di atas rata-rata, tetapi semua itu karena
berkah dari Pak Kyai. Suatu siang saat Ust. Reden mengajar Nahwu Shorof, ia
menceritakan tentang cara-cara santri Ngalap Barokah kepada Pak Kyai.

Ia menjelaskan bahwa kata “berkah” diambil dari bahasa Arab “barokatun”. Menurut
Imam Nawawi, berkah adalah kebaikan yang berlimpah dan abadi. Sedangkan dalam
kitab Riyadhus Sholihin berkah berarti bertambahnya kebaikan. Jika ilmu seseorang itu
berkah, maka akan menarik kebaikan-kebaikan yang lain.

“Akan aku ceritakan kepada kalian semua tentang tiga santri yang mendapatkankan
keberkahan dari Pak Kyai dengan caranya sendiri-sendiri. Tiga santri tersebut bernama
Arya, Rikan, dan Firdaus,” kata Ust. Reden. 

***

Tidak semua santri di pondok pesantren mampu menyerap ilmu yang diajarkan oleh
guru dengan cepat. Ada yang dijelaskan cukup satu kali sudah memahami secara
keseluruhan, namun ada juga yang dijelaskan berkali-kali pun malah mandi di kali hingga
para santri menyebutnya Jahl Murokkab.

Itulah pondok pesantren, sebuah miniatur realita kehidupan di masyarakat. Salah satu
santri yang mendapat gelar Jahl Murokkab adalah Arya. Meskipun begitu, Arya tak
patah semangat sebab ia yakin bodoh atau pintar merupakan takdir yang bisa diubah
jika ada niat yang sungguh-sungguh. Yang paling penting Arya yakin, ada sesuatu yang
lebih berharga dari sekadar pintar, yakni berkah. 

Suatu pagi di ambang fajar, Pak Kyai sedang mengajar ilmu Faroidh. Ilmu Faroidh adalah
ilmu yang membahas tentang tata cara membagi harta warisan sesuai dengan syariat
Agama Islam. Pak Kyai menjelaskan bahwa setiap anggota keluarga memiliki bagian
harta waris yang berbeda-beda, namun ilmu ini sudah jarang diterapkan oleh
masyarakat umum. 

Sebagian masyarakat memilih membaginya secara rata agar tidak terlalu rumit. Setelah
menjelaskan dengan tuntas, Pak Kyai ingin menguji tingkat kepahaman santrinya. Satu
per satu diberi pertanyaan hingga tiba giliran Arya.

“Arya, apa yang dimaksud dengan Akhun Syaqiq?” tanya Pak Kyai. Arya hanya diam
tertunduk tak menjawab. Bukan karena Arya tak bisa menjawab, tetapi Arya tidak tahu
harus menjawab apa. Padahal Arya sudah berusaha mendengarkan dengan serius,
berusaha tak melewatkan setiap kalimat yang disampaikan Pak Kyai meskipun satu kata
saja. Namun tetap saja Arya tak mengerti. 

“Arya, dengarkan! Maksud dari Akhun Syaqiq  adalah saudara laki-laki sekandung,” kata
Pak Kyai menjelaskan kepada Arya yang diulang sebanyak tiga kali dengan harapan
memudahkan pemahaman Arya. 

“Arya, istilah apa yang digunakan dalam ilmu Faroidh untuk menyebut saudara laki-laki
sekandung?” tanya Pak Kyai sekali lagi. Tentu saja masih dengan jawaban yang sama,
jawaban yang tak berjawab. 

Arya bingung, mengapa pertanyaan yang diajukan Pak Kyai berbeda dengan yang
pertama tadi? Andai saja Arya tahu bahwa sejatinya pertanyaannya sama. Pertanyaan
yang hanya dibalik subjeknya, tetapi semua itu hanya tinggal andai saja. Sampai pada
akhirnya Pak Kyai memanggil Arya untuk maju.

“Arya, majulah!” panggil Pak Kyai. Arya maju dengan tubuh gemetar.

“Buka mulutmu!” Perintah Pak Kyai diiringi terbukanya mulut Arya.


“Kurang lebar!” kata Pak Kyai. Arya langsung membuka mulutnya lebar-lebar.

“Hadapkan ke langit!” perintah Pak Kyai. Selang beberapa detik, Pak Kyai sudah
mengambil ancang-ancang. Kejadian selanjutnya adalah suara “Huuueeekkkk Juuuhh”
dari lisan Pak Kyai. Pak Kyai meludahi mulut Arya.

“Telan Ar!” kata Pak Kyai.

Ajaibnya, keesokan harinya Arya sudah hafal Furudhul Muqoddaroh.

***

Kisah kedua adalah tentang santri yang bernama Rikan. Seorang santri yang boleh
disebut “nakal” dan juga boleh disebut “malas”. Ia disebut “nakal” karena sering
melanggar peraturan pondok pesantren dan “malas” karena sering terlambat ketika
mengaji.

Allah selalu saja mempunyai rahasia di balik rahasia. Meskipun bergelar “nakal” dan
“malas”, Rikan sangat tawadhu’ terhadap Pak Kyai. Bagi Rikan, Pak Kyai adalah sebuah
keharusan yang harus disegerakan. Satu kebiasaan favorit Rikan adalah mengharapkan
sisa makanan atau minuman Pak Kyai yang tidak habis. 

Rikan rela berdebat sengit dengan Agus untuk memperebutkan nasi pecel sisa Pak Kyai
yang tidak habis. Kebetulan saat itu Agus sedang lapar dan kondisi dompet yang sedang
krisis moneter, sebab Agus belum mendapatkan kiriman uang saku dari orang tuanya.

“Gus, nasi pecel ini disediakan Pak Kyai untukku,” kata Rikan.

“Enak saja, kau sudah lihat bukan? Nasi ini sudah berada di tanganku, secara otomatis
nasi ini adalah milikku,” bantah Agus.
“Aaahhh. Pokoknya tidak bisa. Sisa makanan Pak Kyai denganku itu sudah ibarat kucing
dengan ikan tongkol, tak bisa terpisahkan,” kata Rikan.

“Aaahhh juga. Tidak bisa juga. Titik. Ini sudah aku stempel yang bertuliskan ‘milik Agus’,”
kata Agus.

“Yasudah, begini saja nasi itu aku beli seharga makanan paling mahal di Mak Saroh,”
kata Rikan mencoba memberikan penawaran.

“Nah gitu dong. Setuju dan deal,” ucap Agus sambil nyengir.

Sebelum pergi ke Warung Mak Saroh, Agus sempat bertanya kepada Rikan, “Kan,
mengapa kau rela menukar nasi sisa Pak Kyai dengan harga yang jauh lebih mahal?”

“Sebab nasi sisa Pak Kyai itu berkah Gus, bahkan seluruh isi dunia pun tak kan mampu
menandingi nasi pecel sisa Pak Kyai ini,” jawab Rikan.

***

Santri itu bernama Firdaus, nama sebuah surga terbaik di antara surga-surga yang lain.
Firdaus terkenal sebagai santri yang lemah lembut. Gegara terlalu lembut, sulit
dibedakan antara Firdaus yang marah dan tidak. 

Dari segi pelajaran, Firdaus tergolong papan tengah. Tidak bersaing di papan atas dan
tidak bersusah payah berjuang keluar dari zona degradasi. Setiap Firdaus ditanyai
perihal tujuannya menuntut ilmu di pondok pesantren ini, ia hanya menjawab ingin
mendapatkan berkah. 

Alasannya terbukti dengan ketekunannya menyiapkan sandal Pak Kyai saat datang
mengajar agar saat selesai mengajar Pak Kyai tidak kesulitan memakai sandalnya. Hal ini
sudah menjadi rutinitas wajib bagi Firdaus, hingga ia dijuluki sebagai “Santri Sandal”.
Di penghujung senja saat hendak berangkat makan, Firdaus mendengar kabar bahwa
Pak Kyai hendak berangkat memimpin shalat jenazah di rumah tetangga sebelah
Pondok. Seketika itu juga Firdaus mengurungkan niatnya untuk berangkat makan. Ia
ingin menyusul Pak Kyai dan mengamankan sandalnya agar tidak tertukar dengan
sandal-sandal yang lain.

Setelah selesai memimpin shalat jenazah, Pak Kyai sempat kebingungan mencari
sandalnya hingga Firdaus datang membawa dan menyiapkan sandalnya.

“Daus, kamu tidak makan?” tanya Pak Kyai.

“Sudah kenyang Pak Kyai,” jawab Firdaus.

“Mengapa kamu menyimpan sandal saya Daus?” tanya Pak Kyai.

“Takut sandal Pak Kyai tertukar dengan berpuluh-puluh sandal di sini,” jawab Firdaus.

“Insya Allah namamu sesuai tempatmu kelak. Aamiin,” kata Pak Kyai.

***

Para santri masih terdiam menanti kelanjutan tiga santri istimewa yang telah diceritakan
Ust. Reden.

“Apa kalian menunggu kelanjutan kisah Arya, Rikan, dan Firdaus? Kalian tak perlu
bingung dengan hasil dari Ngalap Barokah tiga santri tersebut, sebab terkadang hal yang
terbaik adalah tidak tahu. Agar kalian belajar ikhlas, karena ‘merasa tahu’ bisa saja
mengurangi keikhlasan kalian atau bahkan hilang tak berbekas,” kata Ust. Reden.
D. Berkhidmat Di NU

Berbicara tentang khidmah di Nahdlatul Ulama, maka pengurus-pengurus di tubuh NU


juga tak lain sebagai mandataris poro kiai sepuh (Ru’asa). 

Imam Fariduddin Attar dalam Tadzkirotul Auliya berpesan: 

‫محبّة الجسد بالخدمة و محبّة الرّوح باإلستقامة‬

“Pengejawantahan cinta terhadap tubuh adalah dengan Khidmah dan


pengejawantahan rasa cinta terhadap jiwa adalah dengan istiqomah.”

Dengan demikian jika mengaku cinta akan Nahdlatul Ulama maka secara lahiriah mau
berkhidmah, leladen umat menjaga Ahlussunnah wal Jamaah secara konsisten
(istiqomah) dan total tanpa ada tujuan (ghord) yang menyimpang.

“Khidmah di NU harus lahir dan bathin, jiwa raga, dan penuh cinta.”

Dalam kitab Majma’ al-Ahbâb, Sayyid Muhammad bin al-Husain juga membicarakan
seputar amal yang sudah terkontaminasi dan melenceng dari tujuan awal (khittah),
apakah akan mendapat pahala (reward), atau sama sekali tidak mendapatkannya, atau
justru akan mendapatkan siksa karena bermacam motif yang mengotorinya?
Menurutnya, pendapat yang diyakini kebenaranya adalah yang menganggap tidak
mendapatkan pahala sama sekali, bahkan bisa jadi mendapat siksa.

Dari sini kita bisa ambil pelajaran, bahwa jika ada yang memanfaatkan NU hanya sebagai
kendaraan politik atau numpang hidup tidak akan diakui santrinya mbah Hasyim dan
tidak akan mendapat ridho dari para Ulama. Bahkan mendapatkan laknat, siksa. Naudzu
billah min dzalik.
Kata Imam Suyuthi; al-Isytighol bighoiril maqshud i’rodhun anil maqshud_; berbuat
sesuatu yang bukan maksud, berarti berpaling dari yang dimaksud. Maka ketika ada
oknum siapapun yang telah keluar dari tujuan awal berkhidmah di NU secara total, loyal
dan ikhlas maka sama saja orang itu berpaling dari kiai. 

Sangatlah naif jika ada segelintir oknum yang hanya main-main di NU, apalagi numpang
hidup di NU, memanfaatkan sebagai pengurus NU (struktural).

Konferensi Cabang Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama Kabupaten Kuningan yang
ke XIV tinggal beberapa jam lagi. Semoga sukses dan melahirkan pemimpin dan pelayan
bagi organisasi dan umat yang loyalitas, totalitas dan ikhlas

Sering kali kita ucapkan kata 'khidmah' khususnya kepada NU. Namun sebenarnya apa
itu arti kata khidmah. Berkhidmah dalam NU secara sederhana berarti mengikuti.
Mengikuti di sini berarti mengikuti segala kegiatan yang diadakan oleh NU dan
mengamalkan sikap dalam kehidupan sehari-hari. Sikap pengamalan pemahaman
keagamaan NU yaitu: tawasuth (moderat), tasamuh (toleransi), tawazun (seimbang),
dan amar ma’ruf nahi munkar. (mencegah dari perbuatan yang tidak terpuji). Maka dari
itu, warga NU seyogyanya harus terus berpegang teguh pada sikap keagamaan yang
sudah menjadi ciri khas dari NU.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata khidmah adalah kegiatan,
pengabdian, dan pelayanan. Jadi pada dasarnya sikap khidmah pada NU bisa kita
tuangkan dari berbagai sisi dan bidang, misalnya bidang keagamaan, bisa melalui
pesantren dan madrasah diniyah, bidang ekonomi, bisa juga membuka dan mendirikan
kios atau toko halalmart, aswaja toko, dll. Dan pada bidang kepenulisan atau jurnalistik,
kita bisa berikan opini tentang pemikiran yang moderat sesuai dengan paham
keagamaan yang ada di NU. 

Bukan sebatas yel-yel saja, siapa kita ?? NU… Siapa Kita ?? NU.. NKRI Harga Mati.
Seakan-akan ucapan itu sudah melekat pada diri warga NU. Akan tetapi lebih jauh
daripada itu yel-yel yang sering kita ucapkan itu bukanlah sebuah identitas yang hanya
terikrarkan saja. Tapi ada hal yang harus di wujudkan dalam pengamalan dalam tindak
dan laku di organisasi atau banom-banomnya. Sebagai wujud dari pengamalan tersebut,
maka kader IPNU-IPPNU yang bersifat keterpelajaran maka harus bisa membuktikan
bahwa dalam setiap langkah yang di laluinya mampu mengamalkan budaya ilmiah
kreatif melalui diskusi dan dialog ala pelajar NU milenial sesering mungkin dan interatif
guna mengasah pemikiran dan wawasan kita tentang keaswajaan. 

Serta yang bersifat kepemudaan di NU juga ada Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan
Fatayat NU harus mampu menjadi garda terdepan dalam upaya dan segala bentuk
pelemahan terhadap tradisi dan amaliyah NU baik yang datang dari dalam maupun dari
luar. Contohnya banyak faham dan aliran radikal yang kian merebak di sekitar kita.
Selain itu juga harus mampu berfikir kritis atas segala betuk sikap yang telah kita lakukan
selama ini dan terus sadar dengan beragam fenomena yang ada dan berkembang di
masyarakat.

Setelah semuanya kita lakukan, kita harus memiliki keyakinan terhadap perjuangan para
sesepuh dan ulama NU, salah satu pesan yang di sampaikan oleh KH Ridwan Abdullah:
Jangan takut tidak makan kalau berjuang mengurus NU. Yakinlah! kalau sampai tidak
makan, komplainlah aku jika aku masih hidup. Tapi kalau aku sudah mati maka tagihlah
kebatu nisanku. Dan juga ada pesan  dari KH Hasan Genggong: Barang siapa yang
menolong NU, maka dia akan hidup beruntung di dunia dan di akhirat. Siapa yang
memusuhi NU dia akan hancur. Inilah beberapa pesan yang di sampaikan ulama NU
kepada Nahdliyin agar bisa memberikan keberkahan dan kemaslahatan bersama. 

Jadi dengan kita ber-NU bukan hanya sekadar bisa qunut dan tahlilan saja, akan tetapi
harus mau juga mengaji pada para ulama untuk menambah keimanan dan ketaqwaan
kita, karena kegiatan ngaji dengan para ulama sudah sejak dahulu menjadi ciri khas
santri NU. Dan semoga kita semua dapat diakui sebagai santrinya Mbah Hasyim Asy’ari
sehingga doa kita bisa terkabul karena lantaran kita mau mengurusi NU. Dan yang
terpenting yaitu kita yakinkan pada diri masing-masing untuk selalu mengurus NU
dengan ikhlas dan seluruh program yang kita buat di NU selalu mendapatkan ridha dan
berkah dari para sesepuh dan muassis NU.

"Siapa yang mengurus NU, saya anggap santriku, siapa yang menjadi santriku saya
doakan husnul khoatimah beserta keluarganya" (Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari)

 
E. Cara Berkhidmat Di NU

Mustasyar Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH. Ahmad Shobri
menjelaskan bahawa terdapat tiga macam cara untuk berjuang dan berkhidmat untuk
NU. Ketiga cara tersebut bisa dilakukan semuanya, bisa juga dengn memilih salah
satunya.

“Pertama adalah khidmat bil nafs, atau berjuang secara fisik atau tenaga,” jelas KH
Ahmad Shobri saat mengisi tausiyah tasyukuran Hari Lahir (Harlah) ke 96 NU yang
diadakan oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Jatilawang
Jumat,(28/1/2022) malam.

Cara yang kedua adalah khidmat bil mal, atau berjuang dengan harta yang dimiliki. Serta
cara yang ketiga adalah khidmat bil ilmi atau berjuang dengan ilmu pengetahun yang
dimilikinya.

Kiai Shobri menjelaskan bahwa ketiga cara tersebut semuanya sangat mudah untuk
dilakukan oleh semua orang, asalkan ikhlas  dan diniatkan untuk ibadah kepada Allah
dalam melakukanya.

“Kuncinya adalah ikhlas dan niatkan hanya untuk ibadah kepada Allah,” tegas Pengasuh
Pesantren Al Falah Jatilawang itu.

Kegiatan yang digelar di Gedung MWCNU Jatilawang tersebut dihadiri oleh jajaran
pengurus NU, lembaga, badan otonom (Banom) NU se Kecamatan Jatilawang serta
segenap warga NU setempat.
F. MANFAAT BERKHIDMAH DI NU

Kiai Sepuh asal Jatibarang, Brebes, Jawa Tengah KH Rosyidi Malawi dalam Istighotsah
Harlah ke-95 NU beberapa waktu lalu berpesan, agar Nahdliyin senantiasa memegang
teguh Nahdlatul Ulama (NU). Baik itu dalam hal ajaran, amaliyah, maupun
perjuangannya. 

“Dengan ber NU banyak manfaat dan keberkahan datang tak disangka sangka. Tetep
cekelana NU, tetep gandulana NU, akeh manfaate, akeh berkahe,” ungkap Abah Yai
Rosyidi Malawi.

Dikatakan, NU yang kini berusia 95 tahun, sudah terbukti membawa kemaslahatan


umat. Sehingga patut kita syukuri, karena kita juga bisa berkhidmat di NU. Termasuk di
masa pandemi Covid-19, NU turut berkiprah dalam penanganan Covid-19 di berbagai
tingkatan. 

“NU terus berkiprah dan ketika merayakan hari lahirnya pun 31 Januari ada beragam
cara yang dilakukan warga NU untuk mengekspresikan rasa syukur tersebut,” ucapnya. 

Ketua Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Jatibarang KH Afifullah kepada
NU Online, Kamis (4/2) menjelaskan, salah satu agenda Harlah ke-95 NU adalah
menggelar Istighosah. Kiai Afif mengingatkan kepada jamaah bahwa Nahdliyin yang
membutuhkan NU, bukan NU yang membutuhkan kita. 

“Kita yang butuh NU, bukan NU yang butuh kita. NU dijaga oleh Auliya sampai
sekarang,” ungkap Kiai Afif.

Lebih lanjut Kiai Afif menyampaikan, tiga pesan untuk warga NU dari Ketua PBNU, KH
Said Aqil Siroj. Di antaranya, kepada para kiai dan nahdliyin yang piawai kitab kuning
agar mengkontekstualisasikan isi dan ajaran dari kitab-kitab para ulama/kiai, untuk
menjawab dinamika dan permasalahan yg ada. 

“Kedua, dalam khidmah berorganisasi di NU, Badan otonom, dan Lembaga-lembaga di


bawah naungan NU di semua tingkatan untuk lebih ditingkatkan soliditasnya. Dan pesan
yang ketiga, kepada seluruh warga NU agar mensukseskan vaksinasi nasional (Covid-19)
yang telah diprogramkan pemerintah Republik Indonesia,” tegasnya

Anda mungkin juga menyukai