TINJAUAN TEORI
A. Penilaian Kesadaran
Penilaian statis kesadaran ada 2 yaitu penilaian secara kualitatif dan penilaian secara kuantita-tif.
1. Secara Kualitatif
Penilaian kesadaran secara kualitatif antara lain :
a. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indra
dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun
dalam. GCS Skor 14-15
b. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah,
masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan
orientasi terhadap sekitarnya menurun. Skor 11-12 : somnolent
c. Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau
bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang
nyeri.GCS Skor 8-10 : stupor
d. Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang
tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
e. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata,
bicara maupun reaksi motorik. Skor < 5 : koma ( Harsono , 1996 ).
f. Delirium yaitu tingkat kesadaran yang paling bawah ditandai dengan dicorientasi yang sangat iriatif,
kacau dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik.
2. Secara Kuantitatif
- Dapat menggunakan Skala Coma Glasgow, yang terdiri dari :
a. Respon motorik
b. Respon bicara
c. Pembukaan mata
Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka dan dijumlahkan. Penilaian pada
Glasgow Coma Scale
a. Respon motorik
- Nilai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan,
menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka yang disebutkan oleh pemeriksa,
melepaskan gangguan.
- Nilai 5 : Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti
tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius
- Nilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi tidak mampu
menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan tangannya.
- Nilai 3 : fleksi abnormal . Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi
pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decorticate
rigidity )
- Nilai 2 : ekstensi abnormal. Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan
bawah, fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri (
decerebrate rigidity )
- Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon
Catatan:
- Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat
- Tidak ada trauma spinal, bila hal ini ada
- hasilnya akan selalu negative
3. Penilaian AVPU
Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa
apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika
dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal
maupun diberi rangsang nyeri (unresponsiv) . A (Alert): Korban sadar jika tidak sadar
lanjut ke poin V.
1. V (Verbal): Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara keras di
telinga korban. Pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau
menyentuh pasien, jika tidak merespon lanjut ke P.
2. P (Pain): Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah
menekan bagian putih dari kuku tangan di pangkal kuku. Selain itu dapat juga
dengan menekan bagian tengah tulang dada atau sternum dan juga areal di atas
mata.
3. U (Unresponsive): Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi
maka pasien berada dalam keadaan unresponsive.
B. Pemeriksaan Nadi
Denyut nadi dapat diraba pada arteri besar seperti a. radialis, a. brakhialis, a.
femoralis, a.karotis. Jantung memompa darah dari ventrikel kiri menuju ke sirkulasi
tubuh dan dari ventrikel kanan ke paru. Dari ventrikel kiri darah dipompa ke aorta dan
diteruskan ke arteri di seluruh tubuh. Akibat kontraksi ventrikel dan aliran darah timbulah
gelombang tekanan yang bergerak cepat pada arteri yang dirasakan sebagai denyut nadi.
Dengan menghitung frekuensi denyut nadi dapat diketahui frekuensi denyut jantung
dalam satu menit.
Penghitungan frekuensi nadi biasanya dilakukan dengan cara palpasi a. Radialis
yang terdapat pada daerah pergelangan tangan. Seringkali denyut arteri tersebut dapat
terlihat dengan mudah sehingga membantu kita dalam menentukan letak arteri tersebut.
Selama palpasi nadi kita menentukan frekuensi nadi, irama dan kualitas denyutan.
Denyut nadi dewasa normal memiliki frekuensi 60-100 x/menit, irama teratur/regular
dengan kualitas denyutan kuat angkat/terisi penuh.
Denyut nadi dapat dihitung secara langsung dengan mendengarkan denyut
jantung melalui stetoskop. Besarnya denyut jantung bervariasi tergantung dari usia.
Seorang bayi baru lahir memiliki denyut nadi sekitar 130-150 x /menit, balita 100-120
x/menit, anak-anak 90-110 x/menit, dewasa 60-100 x menit.
Bila frekuensi nadi < 60 x/menit dinamakan bradikardi. Sedangkan bila > 100
x/menit dinamakan takikardi. Irama jantung yang normal (teratur) dinamakan irama sinus
normal. Irama jantung yang bukan irama sinus normal dinamakan aritmia. Pada keadaan
tertentu denyut jantung tidak sampai ke arteri, hal ini disebut defisit nadi (pulsus deficit).
D. Pemeriksaan Pernafasan
Begitu jalan napas dilapangkan, penilaian usaha pernapasan dan pergerakan udara
harus dilakukan. Penolong harus mencari ekspansi dada dan mendengarkan serta
merasakan aliran udara. Tindakan sederhana membuka jalan napas mungkin cukup untuk
mengembalikan respirasi spontan. Namun, jika 7 korban tetap tanpa usaha pernapasan
yang memadai, maka intervensi lebih lanjut diperlukan. Dua napas lambat selama
masing-masing 1 1/2 sampai 2 detik harus diberikan. Pada titik ini, obstruksi benda asing,
seperti yang ditandai oleh kurangnya kenaikan dada atau aliran udara pada ventilasi,
membutuhkan upaya untuk meringankan obstruksi. Pernapasan Agonal dalam korban
yang baru saja mengalami serangan jantung tidak dianggap memadai. Pernapasan agonal
adalah napas yang terisolasi atau terengah-engah yang terjadi tanpa adanya pernapasan
normal pada korban yang tidak sadar. Napas ini bisa terjadi setelah jantung berhenti
berdetak dan dianggap sebagai tanda serangan jantung. Jika korban menunjukkan
pernapasan agonal, perlu dilakukan perawatan korban seolah-olah dia sama sekali tidak
bernapas. Ventilasi tekanan positif intermiten, jika memungkinkan dengan udara yang
diperkaya oksigen, harus dimulai.
a. Teknik Ventilasi
Ada sejumlah teknik untuk melakukan ventilasi termasuk mulut ke mulut,
mulut ke hidung, mulut ke stoma, mulut ke mask. Waktu inspirasi penolongan
dari masing-masing 1 1/2 sampai 2 detik harus diberikan selama 10 sampai 12 per
menit, dengan volume yang cukup untuk membuat dada naik 800-1200 mL di
sebagian besar orang dewasa. Terlalu besar volume atau terlalu cepat kecepatan
aliran inspirasi akan menyebabkan distensi lambung, yang dapat menyebabkan
regurgitasi dan aspirasi. Udara ekspirasi memiliki FiO2 16 sampai 17 persen.
Oksigen tambahan harus diberikan sesegera mungkin.
• Mulut ke Mulut
Dengan jalan napas terbuka, hidung korban harus ditutup dengan
hati-hati dengan jempol dan jari telunjuk penolong. Hal ini untuk
mencegah udara keluar. Setelah menarik napas dalam-dalam, penolong
meletakkan bibirnya di sekitar mulut korban. Penolong perlahan
mengembuskan napas dan berikan waktu yang cukup untuk pernapasan
pasif oleh korban lalu ulangi prosedurnya.
Saat memberi ventilasi, jika dada tidak naik setelah bantuan napas
pertama, buka kembali jalan napas dan coba napas kedua. Jika napas tidak
berhasil, kembalilah langsung ke penekanan dan periksa jalan napas untuk
mendapatkan obstruksi sebelum mencoba ventilasi berikutnya. Jika terjadi
penyumbatan, keluarkan dan coba ventilasi. Dengan ventilasi mulut ke
mulut, korban mendapat konsentrasi oksigen sekitar 16 persen
dibandingkan dengan konsentrasi oksigen ambien udara sekitar 20 persen.
Memberikan ventilasi individual dapat membantu mempertahankan
tingkat konsentrasi oksigen ini. Namun, jika penolong tidak menarik napas
di antara ventilasi, ventilasi kedua mungkin mengandung konsentrasi
oksigen 0 persen dengan konsentrasi tinggi karbon dioksida (CO2).
• Mulut ke Hidung
Terkadang pada trauma maksilaofagus berat, ventilasi dari mulut
ke hidung lebih efektif. Dengan jalan napas terbuka, penolong
mengangkat rahang korban lalu menutup mulutnya. Setelah menarik napas
dalamdalam, penolongan menempatkan bibirnya di sekitar hidung korban
dan perlahan mengembuskan napas.
• Mulut ke Stoma atau Trakeostomi
Setelah laringektomi atau trakeostomi, stoma atau trakeostomi
menjadi jalan napas korban. Seperti teknik sebelumnya, napas diberikan
melalui tabung stoma atau trakeostomi, dan penolongan perlahan
menghembuskan napas.
• Mulut ke Sungkup Muka
Penempatan sungkup muka dengan benar dan aman di wajah
korban adalah penting saat menggunakan sungkup muka untuk ventilasi.
Entah dengan bag atau via mulut ke sungkup muka. Sungkup muka harus
menutupi hidung dan mulut korban. Pastikan untuk menggunakan yang
sesuai dengan ukuran korban dan pastikan menempatkan dan menutup
sungkup muka dengan benar sebelum meniup sungkup muka. Penolong
menempatkan ibu jari pada bagian sungkup muka yang duduk di hidung
korban dan meletakkan jari telunjuk dari tangan yang sama pada bagian
sungkup muka yang duduk di dagu korban. Tiga jari lainnya dari tangan
yang sama kemudian diletakkan di sepanjang pinggiran rahang. Sungkup
muka kemudian bisa ditutup rapat ke wajah korban. Dua tangan dapat
digunakan untuk teknik ini jika tersedia penolong kedua. Ventilasi
kemudian dilakukan melalui sungkup muka.
Langkah - langkah :
1) Cuci tanga
2) Pilihlah ukuran OPA / Guedel yang sesuai dengan pasien. Hal ini
memungkinkan dilakukan dengan mempatkan jalan napas di pipi pasien dengan
bagian datar pada bibir. Ujung dari jalan napas harus pada dagu pasien.
3) Masukkan jalan napas dengan mengikuti salah satu cara dibawah ini :
4) Balik jalan napas sehingga bagian atasnya menghadap ke muka. Mulai untuk
memasukan jalan napas ke mulut. Sebagaimana jalan napas mendekati dinding
posterior faring dekat lidah belakang, putar jalan napas pada posisi yang
seharusnya.
5) Gunakan penekan lidah, gerakkan lidah keluar untuk menghindari terdorong ke
belakang masuk faring posterior. Masukan OPA/Guedel kedalam posisi yang
seharusnya dengan bagian atas menghadap kebawah. Tidak perlu diputar.
6) Jika refleks cegukan pasien terangsang, cabut jalan napas dengan segera dan
masukan kembali
7) Untuk digunakan sebagai penahan, jalan napas dipotong, sehingga hampir
mendekati 2cm keluar dari bagian yang datar (pada pasien dewasa).
8) Fiksasi jalan napas dengan plester dilekatkan di pipi dan melintasi bagian datar
dari jalan napas, pada bibir pasien. Jangan menutupi bagian terbuka dari
jalan napas. Harus berhati-hati untuk menjamin pasien tidak cegukan terhadap
jalan napas ketika direkatkan pada tempatnya. Perekatan dapat mencegah
pasien dari dilokasi jalan napas dan karena itu pasien akan muntah segera ia
sadar kembali.
• Chest Thrust
Manuver ini digunakan terutama jika seseorang mengalami
obesitas atau pada tahap akhir kehamilan dan penolong tidak dapat
menjangkau sekitar perut korban untuk melakukan dorongan perut. Untuk
melakukan dorong dada dengan korban berdiri atau duduk, penolong
berdiri di belakang korban dan meletakkan sisi ibu jari dari kepalan tangan
terhadap sternum korban, menjauhi batas kosta dan prosesus xiphoid.
Sambil memegang kepalan tangan dengan tangan satunya, penolong
menekan kepalan tangan ke dada korban dengan dorongan cepat ke
belakang. Hal ini diulang sampai sumbatan keluar atau korban menjadi
tidak sadarkan diri. Untuk korban yang tidak sadar, individu tersebut
ditempatkan telentang di permukaan yang tegas dengan penolong berlutut
di dekat sisi korban. Tangan diletakkan di posisi yang sama seperti untuk
kompresi dada, yaitu pada sternu bawah dan melakukan dorong dengan
cepat.
• Finger Sweep
Manuver ini hanya digunakan pada korban yang tidak sadar.
Dengan menggunakan ibu jari dan jari lain pada tangan yang sama,
penolong menangkap lidah dan rahang bawah lalu mengangkatnya. Hal ini
dapat menghilangkan penyumbatan sebagian dengan mengangkat lidah
dari belakang tenggorokan. Dengan cara lain, penolong kemudian
memasukkan jari telunjuknya ke bagian belakang tenggorokan dan
menggunakan tindakan pembukaan dalam upaya untuk mengeluarkan
benda asing tersebut secara manual. Hal ini harus dilakukan secara hatihati
agar tidak mendorong benda asing lebih dalam ke tenggorokan
2. Tujuan
3. Indikasi
4. Persiapan
- Alat
2) Handscoen
- Pasien
1) Informed consent
2) Berikan penjelasan tentagn tindakan yang akan dilakukan
- Petugas
2 orang
5. Pelaksanaan
2) Pegang kepala dengan cara satu tangan memegang bagian kanan kepala mulai
dari mandibula ke arah temporal, demikian juga bagian sebelah kiri dengan
tangan yang lain dan cara yang sama
1. Definisi
Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah. Jumlahnya dapat
bermacam-macam, mulai dengan sedikit sampai yang dapat menyebabkan kematian. Luka
robekan pada pembuluh darah besar di leher, tangan dan paha dapat menyebabkan kematian
dalam satu sampai tiga menit. Sedangkan perdarahan dari aorta atau vena cava dapat
menyebabkan kematian dalam 30 detik. Sedangkan menurut dr. Hamidi (2011) perdarahan
adalah peristiwa keluarnya darah dari pembuluh darah karena pembuluh tersebut mengalami
kerusakan. Kerusakan ini bisa disebabkan karena benturan fisik, sayatan, atau pecahnya
pembuluh darah yang tersumbat.
2. Macam-macam Perdarahan
Perdarahan dibagi menjadi dua yaitu:
1. Perdarahan External
Perdarahan external yaitu perdarahan dimana darah keluar dari dalam
tubuh. Perdarahan external dibagi menjadi tiga macam yaitu (Petra & Aryeh,
2012):
a. Perdarahan dari pembuluh kapiler
Tanda-tanda perdarahan dari pembuluh kapiler antara lain:
1) Perdarahannya tidak hebat
2) Darah keluarnya secara perlahan-lahan berupa rembesan
3) Biasanya perdarahan akan berhenti sendiri walaupun tidak diobati
4) Perdarahan mudah dihentikan dengan perawatan luka biasa
5) Darah yang keluar umumnya berwarna merah terang
b. Perdarahan dari pembuluh darah balik (vena)
Tanda-tanda perdarahan dari pembuluh darah vena antara lain:
1) Warna darah umunya merah tua (berupa darah kotor yang akan dicuci dalam paru-
paru, kadar oksigennya sedikit)
2) Pancaran darah tidak begitu hebat jika dibandingkan dengan pancaran darah arteri
3) Perdarahan mudah untuk dihentikan dengan cara menekan dan meninggikan
anggota badan yang luka lebih tinggi dari jantung
c. Perdarahan dari pembuluh darah arteri
Tanda-tanda perdarahan dari pembuluh darah arteri antara lain:
1) Darah yang keluar umumnya berwarna merah muda (merupakan darah bersih
karena habis dicuci didalam paru-paru untuk diedarkan ke seluruh tubuh)
2) Darah keluar secara memancar sesuai irama jantung
3) Biasanya perdarahan sulit untuk dihentikan
2. Perdarahan Internal
Perdarahan internal yaitu perdarahan yang terjadi di dalam rongga dada,
rongga tengkorak dan rongga perut. Dalam hal ini darah tidak tampak mengalir
keluar, tetapi kadang-kadang dapat keluar melalui lubang hidung, telinga, mulut
dan anus. Perdarahan internal dapat diidentifikasi dari tanda-tanda pada korban
sebagai berikut (Hamidi, 2011) :
a. Setelah cidera korban mengalami syok tetapi tidak ada tanda-tanda perdarahan
dari luar
b. Tempat cidera mungkin terlihat memar yang terpola
c. Lubang tubuh mungkin mengeluarkan darah
d. Hemoptysis dan hematemisis kemungkinan menunjukkan adanya perdarahan
di paru-paru atau perdarahan saluran pencernaan.
Perdarahan internal yang terjadi di rongga dada dapat menghambat
pernafasan dan akan mengakibatkan nyeri dada. Perdarahan pada rongga perut
akan menyebabkan kekakuan pada otot abdomen dan nyeri abdomen.
Beberapa penyebab perdarahan internal antara lain (Petra & Aryeh, 2012):
a. Pukulan keras, terbentur hebat.
b. Luka tusuk, kena peluru.
c. Pecahnya pembuluh darah karena suatu penyakit.
d. Robeknya pembuluh darah akibat terkena ujung tulang yang patah.
3. Perdarahan Internal
Berbeda dengan perdarahan external, penanganan perdarahan internal
pada korban bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut (Hamidi, 2011) :
a. Rest
Korban diistirahatkan dan dibuat senyaman mungkin
b. Ice
Bagian yang luka dikompres es hingga darahnya membeku. Darah yang
membeku ini lambat laun akan terdegradasi secara alami melalui sirkulasi dan
metabolisme tubuh.
c. Compression
Bagian yang luka dibalut dengan kuat untuk membantu mempercepat proses
penutupan lubang atau bagian yang rusak pada pembuluh darah
d. Elevation
Kaki dan tangan korban ditinggikan sehingga lebih tinggi dari jantung.
e. Bawa korban ke rumah saki terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA
Petra & Aryeh. 2012. Basic of Blood Management. New York: Wiley publisher
Solekhudin. 2011. Seri P3K: Perdarahan Berat. Jakarta: Intisari Smart & Inspirasing
Thohir. 2010. Standard Prosedur Operasional (SPO) Menghentikan Perdarahan. Sidoarjo, Jawa
Timur: Rumah Sakit Siti Khodijah
https://www.academia.edu/13455206/Penilaian_Kesadaran
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/75044/Ika%20R.%20Sutejo%2C%20Pi
piet%20W_Modul_Ketrampilan%20Klinik%20dasar%20Pemeriksaan%20Fisik%20dan%20BLS
%20%282%29_%28F.K%29.pdf?sequence=1
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/5e25fa3ff7f4d41acb8344b75ef64a0a.pdf
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pengabdian_dir/09b5c1cf7ba2db097e75d1a8bb79d4df.pdf