Anda di halaman 1dari 33

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kasus

2.1.1 Definisi

Kanker serviks adalah kanker yang menyerang uterus, yaitu pada

bagian serviks uterus (leher rahim) suatu daerah pada organ reproduksi

perempuan yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak

antara rahim dengan vagina atau rahim bagian bawah. Kanker serviks

adalah penyakit keganasan yang paling banyak ditemukan pada

perempuan yang dapat berdampak terhadap fisik, mental dan sosial,

bahkan kematian penderitanya (Susilawati, 2014). Kanker serviks adalah

tumbuhnya sel-sel tidak normal pada leher rahim. Sel-sel yang tumbuh

tidak normal ini berubah menjadi sel kanker. Kanker leher rahim adalah

kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ

reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang

terletak antara rahim dan vagina. (Mursita, 2018)

2.1.2 Etiologi

Penyebab terjadinya kelainan pada sel-sel serviks tidak diketahui

secara pasti, tetapi sampai saat ini infeksi HPV diduga sebagai penyebab

utama kanker serviks (Ariani,2015). Serta terdapat beberapa faktor resiko

yang dapat menyebabkan kanker serviks pada wanita :


2

1. (HPV) Human Papilloma Virus

Human Papilloma Virus (HPV) merupakan penyebab dari kanker

serviks. Sedangkan penyebab banyak kematian pada kaum wanita

adalah virus HPV tipe 16 dan 18. Virus ini sangat mudah berpindah

dan menyebar, tidak hanya melalui cairan, tapi juga bisa berpindah

melalui sentuhan kulit. Selain itu, penggunaan wc umum yang sudah

terkena virus HPV, dapat menjangkit seseorang yang menggunakannya

jika tidak membersihkannya dengan baik. (Juanda & Kesuma, 2015)

2. Usia

Usia adalah faktor alamiah penyebab penderita kanker serviks. Puncak

usia penderita kanker serviks di Indonesia ialah 45-54 tahun. Semakin

tua seorang wanita maka makin tinggi risikonya terkena kanker

serviks. Umur >35 tahun berisiko terhadap kanker serviks karena

semakin tua umur seseorang maka tingkat kekebalan tubuh juga

menurun. Saat tingkat kekebalan mulai menurun maka mudah bagi

virus penyebab kanker serviks untuk berkembang dalam tubuh.

Kekebalan tubuh sangat penting dalam proses melindungi tubuh dari

serangan virus atau kuman penyakit.

3. Jumlah paritas

Jumlah kelahiran dengan jarak pendek dan terlalu banyak merupakan

faktor resiko terkena kanker serviks. Menurut teori Arum (2015)

Memilki banyak anak juga bisa memicu terjadinya kanker. Saat

dilahirkan, janin akan melewati serviks dan menimbulkan trauma pada


3

serviks. Jika hal ini terjadi terus-menerus, maka serviks akan terinfeksi

dan bisa menimbulkan kanker serviks. Bila memilki banyak anak,

makin sering pula terjadi trauma pada serviks. Berdasarkan hasil

penelitian dan teori di atas maka wanita multipara cenderung beresiko

terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang primipara.

Karena dengan seringnya seorang wanita melahirkan, maka akan

berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya

yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya

virus penyebab kanker serviks.

4. Menikah usia <20 tahun

Menikah dini mempunyai beberapa resiko, selain kurang kesiapan

mental juga mempunyai resiko lebih besar mengalami perubahan sel

serviks. Sel-sel serviks masih belum matang. Sel-sel tersebut tidak

rentan terhadap zat-zat kimia yang dibawa oleh sperma. Dan segala

macam perubahannya. Jika belum matang, ketika ada rangsangan sel

yang tumbuh tidak seimbang dengan sel yang mati. Dengan begitu

maka kelebihan sel ini bisa berubah menjadi sel kanker. Berdasarkan

hasil penelitian ditemukan bahwa perkawinan dalam usia muda yaitu

<20 tahun sangat berpengaruh terhadap kejadian kanker serviks.

5. Koitus pada usia muda

Perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 20

tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah

pada usia yang lebih dari 20 tahun. Wanita yang melakukan hubungan
4

seksual saat alat reproduksinya belum matang hanya akan mendorong

virus HPV sampai pada serviks. Hal ini berbeda jika wanita yang telah

memiliki kematangan alat reproduksinya. Tubuhnya akan membentuk

kekebalan tubuh yang dapat menangkal virus HPV sehingga hubungan

antar pasangan yang dilakukan pada wanita usia >20 tahun tidak

beresiko kanker serviks.

6. Pasangan seksual berganti-ganti

pasangan seksual yang berganti-ganti atau pasangan seksual lebih dari

satu dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks. (Jasa, 2016)

2.1.3 Tanda dan Gejala

Sebagian besar wanita tidak memiliki tanda atau gejala

prakanker. Pada wanita dengan kanker stadium lanjut dan metastasis,

gejalanya mungkin lebih parah tergantung pada jaringan dan organ

tempat penyebaran penyakit (Sarwono, 2012). Salah satu dari yang

berikut ini bisa menjadi tanda atau gejala kanker serviks:

1. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan

nekrosis jaringan

2. Perdarahan menstruasi yang lebih lama dan lebih berat dari

biasanya

3. Perdarahan setelah hubungan intim

4. Perdarahan yang terjadi diluar senggama

5. Nyeri saat berhubungan seksual


5

2.1.4 Klasifikasi

Kanker pada serviks dibedakan menjadi dua bagian yaitu

kanker preinvasif dan kanker invasif. Kanker preinvasif yang bukan

merupakan sel kanker namun dapat berkembang menjadi kanker

yang disebut dengan Cervical intraepithelial neoplasia (CIN),

umumnya pada tahap pra kanker ini sering tidak menimbulkan

gejala. Adapun kanker invasif dimulai dari kanker stadium I sampai

stadium IV. Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan

klinik meliputi kolposkopi, biopsi serviks, CT-scan. Pemeriksaan

sistokopi, rektoskopi dilakukan hanya pada kasus dengan stadium

IB2 atau lebih. (PNPK, 2018)

Tabel 2.1 stadium kanker serviks menurut BENSON 2009

Stadium 0 Karsinoma in situ, karsinoma intraepitelial.


Stadium I Karsinoma terbatas pada serviks (perluasan ke korpus harus
disingkirkan).
Stadium IA Karsinoma mikroinvasif (invasi stroma dini).
Stadium IB Semua kasus lain pada stadium I (kanker tersembunyi harus
ditulis “occ”).
Stadium II Karsinoma meluas melebihi serviks tetapi belum sampai
dinding pelvis. Karsinoma mengenai vagina tetapi tidak
sampai sepertiga bawah.
Stadium IIA Tidak jelas mengenai parametrium
Stadium IIB Jelas mengenai parametrium

Stadium III Karsinoma meluas sampai ke dinding pelvis. Pada


pemeriksaan rektum tidak ada ruang yang bebas kanker antara
tumor dan dinding panggul. Tumor mengenai sepertiga bawah
vagina. Semua kasus dengan hidronefrosis atau ginjal yang
tidak berfungsi.

Stadium IIIA Tidak ada perluasan ke dinding panggul


6

Stadium IIIB Ada perluasan ke dinding panggul dan hidronefrosis atau ginjal
yang tidak berfungsi

Stadium IV Karsinoma meluas melebihi pelvis minor atau secara klinis


mengenai mukosa kandung kemih atau rektum. Kasus edema
bulosa jangan dimasukkan dalam stadium IV.

Stadium IVA Penyebaran ke organ yang berdekatan (misalnya rektum atau


kandung kemih dengan hasil biopsi organ-organ ini positif).

Stadium IVB Penyebaran ke organ jauh.

2.1.3 Patofisiologi

Faktor resiko mayor pada kanker serviks adalah human papilloma

virus (HPV) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Adapun faktor

resiko lain perkembangan kanker serviks yaitu : jumlah paritas, koitus

pada usia muda, menikah <20 tahun, usia, merokok (Jasa, 2016)

Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel

skuamosa dan epitel kubus mukosa endoserviks (persambungan

skuamokolumnar atau zona transformasi). Pada zona transformasi

serviks memperlihatkan tidak normalnya sel progresif yang berakhir

sebagai karsinoma servikal invansif. Displasia servikal dan karsinoma

in situ atau High-grade squamos Intraepithelial Lesion (HSIL)

mendahului karsinoma invansif. Karsinoma serviks terjadi bila tumor

menginvasi epitelium masuk ke dalam stroma serviks. Kanker servikal

menyebar luas secara langsung ke dalam jaringan para servikal.

Pertumbuhan yang berlangsung mengakibatkan lesi yang dapat dilihat

dan terlibat lebih progresif pada jaringan servikal. Karsinoma servikal

invasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding vagina, ligamentum


7

kardinale dan rongga endometrium. Invasi ke kelenjar getah bening

dan pembuluh darah mengakibatkan metastase ke bagian tubuh yang

jauh (Price,2012)

Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi

neoplastik pada lapisan epitel serviks, dimulai dari neoplasia

intraepitel serviks (NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS).

Selanjutnya setelah menembus membran basalis akan berkembang

menjadi karsinoma mikroinvansif dan invansif. Pemeriksaan sitologi

pap smear digunakan sebagai skrining, sedangkan pemeriksaan

histopatologik sebagai kon firmasi diagnostik. (Andrijono, 2013).

Karsinoma servikal invasif tidak memiliki gejala , namun

karsinoma invasif dini dapat menyebabkan sekret pada vagina atau

munculnya perdarahan pada vagina. Walaupun perdarahan adalah

gejala yang signifikan, perdarahan tidak selalu muncul pada saat awal,

sehingga kanker sudah dalam keadaan lanjut pada saat didiagnosis.

Jenis perdarahan vagina yang paling sering adalah pasca koitus atau

bercak antara menstruasi. (Price, 2012).


8

2.1.4 Pathway

HPV Proses metaplasi Displasia Ca.serviks


serviks
Usia

Jumlah paritas
Tahap awal Tahap lanjut
Koitus usia muda

Merokok Nekrosis
jaringan Menyebar ke pelvis Pembesaran masssa
Menikah usia<20 serviks
tahun
Tekanan intrapelvic Penipisan sel epitel
Keputihan
yang berbau Tekanan intraabdomen Rusaknya permeabilitas
pemuluh darah
Malu
Nyeri kronis
Perdarahan
Hambatan interaksi sosial

Harga diri rendah Anemia Risiko ketidakseimbangan


situasional cairan
imunitas
Risiko infeksi

Radiasi kemoterapi
Pembedahan/histerektomi

Mempercepat
Pre Post pertumbuhan sel normal
Pre Post

Defisit Gastrointestinal
Memperpendek usia
pengetahuan akar rambut
Ansietas Tekanan gaster
Alopecia Defisit
pengetahuan

Mual, muntah
Gangguan citra tubuh Aktivitas terbatas
(NANDA, 2015
Defisit nutrisi
Intoleransi aktivitas
9

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik Kanker Serviks

Pada umumnya, lesi prakanker belum menimbulkan gejala. Namun

pada tahap awal kanker bisa terdeteksi dengan prosedur skrining,

hanya saja sebagian besar wanita memiliki kesadaran rendah untuk

melakukan pemeriksaan dini baik dalam melakukan pemeriksaan pap

smear maupun dengan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA).

Program skrining kanker serviks dengan pap smear dan IVA telah

dilakukan di banyak negara maju dan berhasil menurunkan jumlah

insiden kanker serviks di negara maju tersebut. Meskipun program

skrining telah telah berjalan baik di beberapa negara, tetapi

diperkirakan 30% dari kasus kanker serviks terjadi pada wanita yang

tidak pernah menjalani pemeriksaan pap smear. Oleh karena itu, perlu

dilakukan skrining kanker serviks dengan pemeriksaan pap smear dan

IVA untuk mendapatkan data kelainan sitologi serviks yang meliputi

data normal smear, proses peradangan, karsinoma in situ, dan

karsinoma invasif untuk mendapatkan data kelainan serviks.

1. Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA)

Pemeriksaan IVA merupakan pemereiksaan serviks secara

visual menggunakan asam cuka, berarti melihat serviks dengan

mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan

asam asetat atau cuka (3-5%). Kelebihan metode IVA ini yaitu

mudah, praktis dan sangat mampu terlaksana, dapat dilaksanakan


10

oleh tenaga kesehatan yang bukan dokter ginekologi (mursita,

2018)

Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan untuk

pemeriksaan IVA diantaranya yaitu IVA negatif apabila halus,

berwarna merah muda, seragam, tidak berfitur, servisitis,kista

nabothy (serviks normal). IVA radang yaitu apabila serviks dengan

radang (servisitis) atau kelaianan jinak lainnya (polip serviks).

Kemudian IVA positif apabila ditemukan bercak putih (aecto white

epithelium) dengan batas yang jelas dan meninggi, tidak mengkilap

yang terhubung, atau meluas dari squamocolumnar junction, dan

dicurigai kanker serviks apabila pertumbuhan massa seperti

kembang kol yang mudah berdarah atau luka bernanah.

Skrining kanker serviks dengan pemeriksaan visual

menunjukkan akurasi diagnostik yang tepat saat digunakan untuk

mendeteksi dini lesi serviks. Ini adalah metode yang sederhana dan

mudah dilakukan yang diperkenalkan secara progresif dalam

kebijakan asuransi kesehatan. Selain itu, berbagai studi yang

dilakukan oleh International Agency for Research on Cancer

(IARC) dan WHO di India dan Afrika tekah membuktikan IVA

mempunyai akurasi tes yang lebih tinggi dibandingkan dengan pap

smear.
11

2. Tes Pap Smear

Progam skrining kanker serviks dengan pap smear telah

dilakukan di banyak negara maju dan berhasil menurunkan jumlah

insiden kanker serviks di negara tersebut. Tes pap semar

merupakan cara atau metode yang dilakukan untuk mendeteksi

sejak dini munculnya lesi prakanker serviks. Pemeriksaan ini

dilakukan dengan cepat, tidak sakit, dan dengan biaya yang relatif

terjangkau serta hasil yang akurat (Wijaya,2010).

Pemeriksaan pap smear dilakukan ketika wanita tidak sedang

masa menstruasi. Waktu yang terbaik untuk skrining adalah antara

10 dan 20 hari setelah hari pertama menstruasi. Selama kira-kira

dua hari sebelum pemeriksaan, seorang wanita sebaiknya

menghindari douching atau penggunaan pembersih vagina, karena

bahan-bahan ini dapat menghilangkan atau menyembunyikan sel-

sel yang abnormal (Wijaya,2010)

Pemeriksaan pap smear dilakukan diatas kursi periksa

kandungan oleh dokter atau bidan yang sudah ahli dengan

menggunakan alat untuk membantu membuka kelamin wanita.

Ujung leher rahim diusap dengan spatula untuk mengambil cairan

yang mengandung sel-sel dinding leher rahim. Usapan ini kemudia

diperiksa jenis sel-selnya dibawah mikroskop (Wijaya,2010)

Hasil pemeriksaan pap smear biasanya akan keluar setelah dua

atau tiga minggu. Pada akhir pemeriksaan pap smear, setiap wanita
12

hendaknya menanyakan kapan dia bisa menerima hasil

pemeriksaan pap smear-nya dan apa yang harus dipelajari darinya

(Wijaya,2010).

Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya

kanker serviks. Jadi, apabila hasil pemeriksaan positif yang berarti

terdapat sel-sel abnormal, maka harus dilakukan pemeriksaan lebih

lanjut dan pengobatan oleh dokter ahli kandungan. Pemeriksaan

tersebut seperti kalposkopi, yaitu pemeriksaan dengan pembesaran

(seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati secara

langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal.

Dengan kalposkopi, akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaan

serviks. Setelah itu, dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut

(Wijaya,2010)

2.1.6 Penatalaksanaan Kanker Serviks

1. Penatalaksanaan medis

Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditentukan

terapi apa yang tepat untuk setiap kasus. Secara umum jenis terapi

yang dapat diberikan bergantung pada usia dan keadaan umum

penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang

menyertai. (Rasjidi, 2010)


13

a. Stadium 0 (Carsinoma in situ)

1) Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) yaitu

prosedur eksisi untuk menghilangkan jaringan abnormal

serviks

2) Pembedahan laser

3) Konisasi yaitu mengangkat jaringan yang mengandung

selaput lendir serviks dan epitel serta kelenjarnya

4) Cryosurgery yaitu penggunaan suhu ekstrem (sangat

dingin) untuk menghancurkan sel abnormal atau mengalami

kelainan

5) Total histerektomi (untuk wanita yang tidak bisa atau tidak

menginginkan anak lagi)

6) Radiasi internal (untuk wanita yang tidak bisa dengan

pembedahan)

b. Stadium IA

Pengobatan yang bisa dilakukan pada stadium ini :

1) Histerektomi yang dilakukan secara total maupun vaginal

2) Konisasi yaitu mengangkat jaringan yang mengandung

selaput lendir serviks dan epitel serta kelenjarnya

3) Histerektomi radikal dimana rahim dan jaringan sekitarnya

diangkat
14

4) Trakelektomi yaitu pengangkatan serviks, namun rahim

tetap pada tempatnya

c. Stadium IB

1) Histerektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah

bening

2) Terapi radiasi internal dan eksternal

3) Kemoterapi

d. Stadium IIA

1) Histerektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah

bening

2) Terapi radiasi internal dan eksternal

3) Histerektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah

bening diikuti dengan terapi radiasi dan kemoterapi

e. Stadium IIB

Pengobatan pada stadium IIB yaitu dengan terapi radiasi

internal dan eksternal diikuti dengan kemoterapi

f. Stadium III

Pengobatan pada stadium ini yaitu dengan terapi radiasi

internal dan eksternal diikuti dengan kemoterapi

g. Stadium IVA

Pengobatan pada stadium IVA yaitu dengan eksenterasi pelvis

merupakan prosedur bedah untuk membuang kolon bagian

bawah, rektum dan kandung kencing.


15

h. Stadium IVB

1) Terapi radiasi untuk mengatasi gejala-gejala kanker dan

sebagai terapi paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup

2) Kemoterapi

3) Eksenterasi pelvis merupakan prosedur bedah untuk

membuang kolon bagian bawah, rektum dan kandung

kencing.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Asuhan keperawatan meliputi pemberian edukasi dan

informasi untuk meningkatkan pengetahuan klien dan mengurangi

kecemasan serta ketakutan klien. Perawat mendukung kemampuan

klien dalam perawatan diri untuk meningkatkan kesehatan klien

dan mencegah komplikasi. Perawat perlu mengkaji bagaimana

klien dan pasangannya memandang kemampuan reproduksi wanita

dan memaknai setiap hal yang berhubungan dengan kemampuan

reproduksinya. Intervensi berfokus pada upaya membantu klien

dan pasangannya untuk menerima berbagai perubahan fisik dan

psikologis akibat masalah tersebut serta menemukan kualitas lain

dalam diri wanita sehingga ia dapat dihargai. Intervensi

keperawatan kemudian difokuskan untuk membantu klien

mengekspresikan rasa takut, membuat parameter harapan yang

realistis, memperjelas nilai dan dukungan spiritual, meningkatkan


16

kualitas sumber daya keluarga dan komunitas, dan menemukan

kekuatan diri untuk menghadapi masalah. (Reeder,2014)

Perawat juga perlu mengidentifikasi bagaimana klien dan

pasangannya memandang kemampuan reproduksi wanita dan

memaknai setiap hal yang berhubungan dengan kemampuan

reproduksinya. Apabila terdiagnosis kanker, banyak wanita merasa

hidupnya lebih terancanm. Perasaan ini jauh lebih penting

dibandingkan kehilangan kemampuan reproduksi. (Reeder, 2014)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yaitu : pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi. Setiap tahap

dari proses keperawatan saling ketergantungan satu sama lain.

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama di dalam memberikan

asuhan keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data tentang status

kesehatan pasien secara sistematis,menyeluruh, akurat, singkat dan

berkesinambungan. Kebenaran data sangat penting dalam merumuskan

diagnosa keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta melakukan

tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien

(Hutahaean,2010)

Tahap selanjutnya yaitu merumuskan diagnosa keperawatan yang

merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan

yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang dialami klien, faktor-


17

faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah, dan keadaan klien

termasuk kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah yang

dialaminya. Tahap yang dilakukan oleh perawat adalah dengan menganalisis

data yang ada, menginterpretasi data, kemudian memvalidasi data,

merumuskan diagnosa keperawatan lalu menyusun prioritas dari diagnosa yang

muncul (Hutahaean,2010)

Perencanaan merupakan bagian dari tahap proses keperawatan yang

meliputi tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, penetapan rencana tindakan

pada tahap ini perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk

mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. yang akan diberikan

kepada klien untuk memecahkan masalah yang dialami klien.

Pada tahap implementasi, tugas perawat adalah membantu pasien untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah rencana

tindakan disusun. Perawat mengimplementasi tindakan yang telah

diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan (Hutahaean,2010)

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan

tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan

seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya

sudah berhasil dicapai. Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap

tindakan keperawatan dalam mencapai tujuan. Evaluasi dilakukan dengan

melihat respon klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga

perawat dapat mengambil keputusan selanjutnya( Hutahaean,2010)


18

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

1. Identitas Pasien

Terdiri dari nama pasien, usia, pekerjaan, alamat, agama, suku bangsa,

status perkawinan, pekerjaan, pendidikan terakhir, nomor rekam

medik, nama orang tua.

2. Identitas penanggung jawab

Terdiri dari nama, alamat, pekerjaan, usia dan hubungan dengan

pasien.

3. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Pasien biasanya datang kerumah sakit dengan keluhan seperti

perdarahan intra servikal dan disertai keputihan yang berbau

busuk. Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya

datang dengan keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak nafsu

makan dan anemia (Padila,2015)

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien biasanya datang kerumah sakit dengan keluhan seperti

perdarahan intra servikal dan disertai keputihan yang berbau

busuk. Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya

datang dengan keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak nafsu

makan dan anemia (Padila,2015)


19

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien biasanya mengalami riwayat penyakit dahulu seperti

keputihan yang berkepanjangan, riwayat penyakit HIV/AIDS.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga yang memiliki riwayat kanker di dalam keluarganya

beresiko lebih tinggi terkena kanker daripada keluarga yang tidak

memiliki riwayat penyakit kanker. Faktor keluarga termasuk

faktor penting karena paling mempengaruhi karena kanker bisa

dipengaruhi oleh kelainan genetika.

4. Keadaan psikososial

Perlu juga mengkaji ekspresi wajah pasien dalam keadaan murung

atau sedih serta keluhan pasien yang merasa tidak berguna atau

menyusahkan orang lain. Juga tentang penerimaan pasien terhadap

penyakitnya serta harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani

baik hubungan dengan suami atau keluarga maupun dari sumber

keuangan. Konsep diri pasien meliputi gambaran diri peran dan

identitas. (Reeder,2014)

5. Data khusus

a. Riwayat Obstetri dan Ginekologi

Yang perku dikaji pada wiwayat obstetri pasien kanker serviks

adalah :
20

1) Keluhan haid

Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi perdarahan

diantara siklus haid adalah salah satu tanda dan gejala kanker

serviks yang perlu dikaji. Perawat juga perlu mengkaji riwayat

menarche dan haid terakhir karena kanker serviks tidak pernah

ditemui sebelum menarche dan mengalami atropi pada masa

menopouse.

2) Riwayat Kehamilan dan persalinan

Jumlah kelahiran dan jumlah berapa anak yang hidup juga

perlu dikaji karena berkaitan dengan salah satu faktor resiko

pada kanker serviks. Dan semakin banyak jumlah paritas

semakin memperbesar resiko terkenak kanker serviks.

b. Aktivitas dan Istirahat

Berikut beberapa gejala yang dialami pasien :

1) Pasien mengalami kondisi cepat capek atau keletihan karena

anemia

2) Pasien mengalami susah tidur apabila disertai dengan rasa

nyeri

3) Pasien merasa risih atau gelisah karena perdarahan ataupun

keputihan dalam jumlah banyak.

c. Integritas Ego

Beberapa gejala yang dirasakan pasien :


21

Stress, menyangkal terhadap diganosa yang ditegakkan, putus

asa, menolak dan menunda mencari pengobatan, keyakinan

religius dan spiritual

d. Eliminasi

Perubahan pada pola defekasi dan perubahan eliminasi karena

nyeri.

e. Nutrisi

Kebiasaan diet yang buruk, misalnya rendah serat,tinggi lemak,

adiktif, bahan pengawet.

f. Neurosensori

Beberapa gejala yang dirasakan :

Klien merasa pusing ataupun sinkop.

g. Nyeri dan keamanan

Beberapa gejala yang dirasakan :

Klien merasakan nyeri dengan skala yang bervariasi, nyeri

ringan sampai nyeri hebat sesuai dengan proses penyakit.

h. Keamanan

Beberapa gejala yang dirasakan :

Pada pemajanan zat kimia toksik dan karsinogen yang

dirasakan seperti demam, ruam kulit dan ulserasi.

i. Seksualitas

Perubahan pola seksual, keputihan (jumlah, karakteristik, bau),

perdarahan setelah senggama


22

j. Integritas sosial

Ketidaknyamanan dalam berinteraksi dengan orang lain,

perasaan malu dengan lingkungan sekitar, perasaan bersalah

dan tidak berguna.

k. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan klinik ini meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi

serviks, sistokopi, rektoskopi, USG, CT-scan atau MRI.

Kecurigaan metastasis ke kandung kemih atau rektum harus

dikonfirmasi dengan biopsi dan histologik. Konisasi dan

amputasi serviks dianggap sebagai pemeriksaan klinik. Khusus

pemeriksaan sistoskopi dan rektoskopi dilakukan hanya pada

kasus dengan stadium IB2 atau lebih.

l. Pemeriksaan fisik

1) Kepala

Pada pasien post kemoterapi apakah mengalami rambut

rontok dan tercabut sehingga mengalami kebotakan.

2) Wajah

Konjungtiva tampak anemis karena anemia

3) Leher

Adanya pembesaran kelenjar getah bening pada stadium

lanjut
23

4) Abdomen

Adanya nyeri abdomen atau nyeri pada punggung

bawah akibat tumor menekan saraf lumbosakralis

5) Ekstermitas

Nyeri dan terjadi pembengkakan pada anggota gerak

bawah

6) Genitalia

Biasanya pasien mengalami keputihan yang berlebihan,

pendarahan lesi. Pada pasien kanker serviks post

kemoterapi biasanya mengalami peerdarahan

pervaginam. (Brunner,2013)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Dalam merumuskan diagnosa keperawatan, diperlukan komponen-

komponen diagnosa keperawatan, yang terdiri dari :

1. Problem (P)

Problem (masalah) menjelaskan masalah dan status kesehatan

pasien secara jelas dan sesingkat mungkin.

2. Etiologi (E)

Etiologi (penyebab) merupakan faktor klinik dan personal yang

dapat merubah status kesehatan atau mempengaruhi

perkembangan masalah.
24

3. Symtom (S)

Symtom (tanda dan gejala) merupakan data-data klien yang

terdapat dalam pengkajian.

Adapun rumusan diagnosa keperawatan ini dapat dibedakan menjadi 5

kategori, yaitu:

1. Diagnosa keperawatan aktual

Diagnosa keperawatan aktual menurut NANDA menyajikan

keadaan klinis yang telah divalidasi melalui batasan karakteristik

mayor yang telah diidentifikasi.

2. Diagnosa keperawatan risiko atau risiko tinggi

Diagnosa keperawatan risiko menurut NANDA merupakan

keputusan klinis tentang individu, keluarga atau komunitas yang

sangat rentan mengalami masalah dibandingkan individu atau

kelompok lain pada situasi yang sama atau hampir sama (masalah

belum terjadi). Diagnosa keperawatan ini tidak mempunyai

batasan karakteristik.

3. Diagnosa keperawatan potensial

Diagnosa keperawatan potensial merupakan diagnosa

keperawatan dimana data tambahan diperlukan untuk memastikan

masalah keperawatan (data penunjang dan masalah belum

ditemukan tetapi sudah ada faktor yang dapat menimbulkan

masalah tersebut)
25

4. Diagnosa keperawatan sejahtera

Diagnosa keperawatan sejahtera adalah kenentuan klinis

mengenal individu, kelompok atau masyarakat dalam transisi dari

tingkat kesehatan khusus ketingkat yang telah baik.

5. Diagnosa keperawatan sindrom

Diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnosa yang terdiri dari

sekelompok diagnosa keperawatan aktual dan risiko tinggi yang

diperkirakan akan muncul karena suatu kejadian tertentu.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien kanker serviks

menurut SDKI :

1. D.0078 Nyeri Kronis berhubungan dengan penekanan saraf

2. D.0019 Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan

menelan makanan

3. D.0009 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan

konsentrasi hemoglobin

4. D.0069 Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur

tubuh

5. D.0087 Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan pada citra

tubuh

6. D.0054 Gangguan mobilitas fisik

7. D.0111 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar

informasi
26

8. D.0142 Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan

pertahanan tubuh sekunder (imunosupresi)

9. D.0012 Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi

(trombositopenia)

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah bagian dari tahap proses keperawatan yang

meliputi tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, penetapan rencana

tindakan yang akan diberikan kepada klien untuk memecahkan

masalah klien. Karakteristik dari perencanaan keperawatan adalah

rasional berdasarkan prinsip ilmiah, berdasarkan kondisi pasien dan

digunakan untuk mencapai situasi aman dan teraupetik. Adapun

pedoman dalam penulisan tujuan kriteria hasil keperawatan

berdasarkan SMART, yaitu :

S : Spesific (tidak menimbulkan makna ganda)

M : Measurable (dapat diukur, didengar, dilihat, diraba ataupun


dirasakan)

A : Achievable (dapat dicapai)

R : Reasonable ( dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah)

T : Time (punya batas waktu yang jelas)


27

Tabel 2.2 Perencanaan keperawatan


No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1. D.0078 SLKI : SIKI:
Nyeri kronis b.d Setelah dilakukan tindakan I.08238
penekanan saraf keperawatan selama 6x24 Manajemen Nyeri
jam diharapkan tingkat nyeri 1.1 Identifikasi
menurun dengan kriteria lokasi,karakteristik,
hasil : durasi,frekuensi, kualitas
1. Keluhan nyeri cukup dan intensitas nyeri
menurun 1.2 Identifikasi skala nyeri
2. Kesulitan tidur sedang 1.3 Identifikasi respon nyeri
3. Meringis menurun non verbal
4. Tekanan darah membaik 1.4 Berikan teknik
120/80 mmHg nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(terapi musik)
1.5 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
1.6 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
1.7 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. D.0019 SLKI SIKI


Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan I.03119
ketidakmampuan keperawatan selama 6x24 Manajemen nutrisi
menelan jam diharapkan status nutrisi 2.1 Identifikasi status nutrisi
makanan membaik terpenuhi dengan 2.2 Identifikasi adanya alergi
kriteria hasil : atau adanya intoleransi
1. Porsi makanan yang 2.3 Monitor asupan makanan
dihabiskan cukup 2.4 Monitor berat badan
meningkat 2.5 Monitor hasil dari
2. Kekuatan otot menelan pemeriksaan
sedang laboratorium
3. Nafsu makan cukup 2.6 Berikan makanan tinggi
membaik kalori dan tinggi protein
2.7 Anjurkan pasien makan
sedikit tapi sering
2.8 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu.
28

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


keperawatan

3. D.0009 SLKI SIKI


Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan I.02079
tidak efektif b.d keperawatan selama 6x24 Perawatan Sirkulasi
penurunan jam diharapkan status 3.1 Periksa sirkulasi perifer
konsentrasi sirkulasi membaik dengan 3.2 Identifikasi faktor resiko
hemoglobin kriteria hasil : gangguan pada sirkulasi
1. Pucat cukup menurun 3.3 Monitor adanya panas,
2. Akral dingin menurun kemerahan, nyeri atau
bengkak ekstermitas
3.4 Catat hasil lab
hemoglobin dan
hemotokrit
3.5 Lakukan hidrasi
3.6 Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang tindakan
pemberian transufusi
darah
3.7 Kolaborasi pemberian
transfusi darah

4. D.0069 SLKI SIKI


Disfungsi seksual Setelah dilakukan tindakan I.07214
b.d perubahan keperawatan selama 6x24 Konseling seksualitas
struktur tubuh jam diharapkan fungsi 4.1 Identifikasi tingkat
seksual membaik dengan pengetahuan masalah
kriteria hasil: sistem reproduksi,
1. Verbalisasi aktivitas seksualitas dan penyakit
seksual berubah cukup menular
meningkat 4.2 Identifikasi waktu
2. Keluhan hubungan disfungsi seksual dan
seksual terbatas menurun kemungkinan penyebab
3. Konflik nilai cukup 4.3 Monitor stress,
menurun kecemasan, depresi dan
penyebab disfungsi
seksual
4.4 Fasilitasi komunikasi
antara pasien dan
pasangan
4.5Berikan kesempatan
kepada pasangan untuk
menceritakan
permasalahan seksual.
4.6Berikan pujian terhadap
perilaku yang benar
29

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

5. D.0087 SLKI SIKI


Harga diri rendah Setelah dilakukan tindakan I.09312
situasional b.d keperawatan selama 6x24 Promosi Koping
perubahan pada jam diharapkan harga diri 5.1 Identifikasi kemampuan
citra tubuh meningkat dengan kriteria yang dimiliki
hasil : 5.2 Identifikasi pemahaman
1. Penilaian diri positif proses penyakit
cukup meningkat 5.3 Identifikasi dampak
2. Penerimaan penilaian situasi terhadap peran dan
positif terhadap diri hubungan
sendiri sedang 5.4 Identifikasi metode
3. Perasaan tidak mampu penyelesaian masalah
melakukan apapun cukup 5.5 Identifikasi kebutuhan
menurun dan keinginan terhadap
dukungan sosial
5.6 Diskusikan perubahan
peran yang dialami
5.7 Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
5.8 Motivasi untuk
menentukan harapan
yang realistis
5.9 Anjurkan penggunaan
sistem spiritual, jika perlu
5.10Anjurkan keluarga
terlibat
5.11 Latih penggunaan
teknik relaksasi

6. D.0054 SLKI SIKI


Gangguan Setelah dilakukan tindakan I.14572
mobilitas fisik keperawatan selama 6x24 Perawatan Tirah Baring
b.d penurunan jam diharapkan toleransi 6.1 Monitor kondisi kulit
kekuatan otot aktivitas meningkat dengan 6.2 Posisikan senyaman
kriteria hasil : mungkin
1. Saturasi oksigen cukup 6.3 Pertahankan sprei tetap
meningkat 96-100%. kering, bersih dan tidak
2. Perasaan lemah cukup kusut
menurun 6.4 Berikan latihan gerak
aktif dan pasif
6.5 Ubah posisi setiap 2 jam
6.6 Jelaskan tujuan dilakukan
tirah baring
30

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

7. D.0111 SLKI SIKI


Defisit Setelah dilakukan tindakan I.12444
pengetahuan b.d keperawatan selama 6x24 Edukasi Proses Penyakit
kurang terpapar jam diharapkan tingkat 7.1 Identifikasi kesiapan dan
informasi pengetahuan membaik kemampuan menerima
dengan kriteria hasil : informasi
1. Pertanyaan tentang 7.2 Sediakan materi dan
masalah yang dihadapi media pendidikan
cukup meningkat kesehatan
2. Persepsi keliru terhadap 7.3 Jadwalkan pendidikan
masalah cukup menurun kesehatan sesuai
3. Perilaku cukup membaik kesepakatan
7.4 Beri kesempatan untuk
bertanya
7.5 Jelaskan penyebab dan
faktor resiko penyakit
7.6 Jelaskan proses
patofisiologi munculnya
penyakit
7.7 Jelaskan tanda dan gejala
yang ditimbulkan oleh
penyakit
7.8 Jelaskan kemungkinan
terjadinya komplikasi
7.9 Ajarkan cara meredakan
atau mengatasi gejala
yang dirasakan
7.10 Informasikan kondisi
pasien

8. D.0142 SLKI SIKI


Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan I.14539
b.d keperawatan selama 6x24 Pencegahan Infeksi
ketidakadekuatan jam diharapkan kontrol 8.1 Monitor tanda dan gejala
pertahanan tubuh resiko meningkat dengan infeksi lokal dan sistemik
sekunder kriteria hasil: 8.2 Cuci tangan sebelum dan
(imunosupresi) 1. Kemampuan sesudah kontak dengan
mengubah perilaku pasien
cukup meningkat 8.3 Jelaskan tanda dan gejala
2. Kemampuan infeksi
modifikasi gaya 8.4 Jelaskan cara mencuci
hidup sedang tangan dengan benar
3. Kemampuan 8.5 Anjurkan meningkatkan
menghindari faktor nutrisi
resiko cukup 8.6 Kolaborasi pemeberian
meningkat antibiotik
31

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
9. D.0012 SLKI SIKI
Resiko Setelah dilakukan tindakan I.02067
perdarahan b.d keperawatan selama 6x24 Pencegahan Perdarahan
gangguan jam diharapkan kontrol 9.1 Monitor tanda dan gejala
koagulasi resiko meningkat dengan perdarahan
(trombositopenia) kriteria hasil: 9.2 Monitor nilai
1. Kemampuan melakukan hematokrit/hemoglobin
strategi kontrol resiko sebelum dan setalah
cukup meningkat kehilangan darah
2. Kemampuan mengenali 9.3 Monitor tanda-tanda vital
perubahan status ortostatik
kesehatan sedang 9.4 Monitor koagulasi
9.5 Pertahankan bedrest
selama perdarahan
9.7 Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan.

2.2.1 Implementasi

Implementasi keperawatan adalah tindakan yang dilakukan dari

rencana keperawatan yang telah disusun dengan menggunakan

pengetahuan keperawatan, perawat melakukan dua intervensi yaitu

mandiri/independen dan kolaborasi/interdisipliner. (NANDA, 2015)

Tujuan dari implementasi keperawatan : meningkatkan kesehatan

klien, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan klien, memfasiltasi

koping klien (Hutahaean,2010)

2.2.2 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah bentuk penilaian terhadap efektivitas

perawatan yang telah dilakukan serta pencapaian hasil yang

teridentifikasi. Evaluasi akhirnya harus terjadi pada setiap langkah

dalam proses keperawatan, serta rencana perawatan yang telah

dilaksanakan. (NANDA, 2015).


32

Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik yang

relevan dengan cara membandingkannya dengan kriteria hasil. Hasil

evaluasi menggambarkan tentang perbandingan tujuan yang hendak

dicapai dengan hasil yang diperoleh (Hutahaean,2010)

Adapun penentuan keputusan terhadap evaluasi ada 3, yaitu :

1. Masalah teratasi,klien telah mencapai hasil yang telah

ditentukan di dalam tujuan (kriteria tujuan tercapai)

2. Masalah teratasi sebagian, klien masih dalam proses

mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan

3. Masalah tidak teratasi,klien tidak dapat mencapai hasil

yang telah ditentukan dalam tujuan (kriteria tujuan tidak

tercapai).

Evaluasi ditulis setiap kali setelah semua tindakan dilakukan

terhadap pasien. Pada tahap evaluasi dibagi menjadi 4 tahap yaitu

Subyektif, obyektif, assessment, planning (SOAP) :

S : Subyektif adalah keluhan pasien saat ini yang didapatkan dari

melakukan anamnesa untuk mendapatkan keluhan pasien saat

ini, riwayat penyakit yang lalu, riwayat penyakit keluarga.

O: Obyektif adalah hasil pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan

tanda-tanda vital, dan hasil pemeriksaan penunjang pada saat

ini.
33

A: Assessment merupakan penilaian keadaan yang berisi diagnosis

kerja, diagnosis diferensial atau masalah pasien, yang

didapatkan dari menggabungkan penilaian subyektif dan

obyektif. Pada tahap ini dijelaskan apakah masalah kebutuhan

pasien telah terpenuhi atau tidak.

P : Planning merupakan pengembangan rencana segera atau yang

akan datang untuk mencapai status kesehatan klien yang

optimal.

Kualitas asuhan keperawatan dapat di evaluasi pada saat proses

(formatif) dan dengan melihat hasilnya (sumatif) . Evaluasi formatif

(proses) merupakan evaluasi terhadap respon yang segera timbul

setelah perencanaan keperawatan dilakukan. Evaluasi sumatif (hasil)

merupakan evaluasi respon terhadap tujuan atau hasil akhir yang

diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan (Hutahaean, 2010)

2.2.3 Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan adalah kegiatan pencatatan dan

pelaporan yang dilakukan perawat terhadap pelayanan keperawatan

yang telah diberikan kepada klien, berguna untuk klien, perawat dan

tim kesehatan yang lain sebagai tanggung jawab perawat dan sebagai

bukti dalam yang sah dalam persoalan hukum (Francisco, 2013)

Anda mungkin juga menyukai