Anda di halaman 1dari 30

ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn M
Usia : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kauman RT2 RW 10 Blimbing
Agama : Islam
No. Rekam Medis : 034190
Tgl. Masuk RS : 25/05/2019
Tgl. Keluar RS : 26/05/2019
Tgl. Pemeriksaan : 25/05/2019
1.2 Anamnesis
a. Keluhan utama : penurunan kesadaran
b. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien dibawa ke IGD RSU. Dr. suyudi dengan kondisi tidak sadar
sejak 6 jam SMRS. Sebelumnya pasien mengeluh nyeri kepala. Muntah 1x
dan badan lemas. Riwayat trauma kepala disangkal. Riwayat nyeri kepala
kronis disangkal. Riwayat kejang sebelumnya disangkal. BAB dan BAK
dalam batas normal.

c. Riwayat penyakit dahulu:


Hipertensi (+), Diabetes mellitus (-), riw stroke sebelumnya (-).
d. Riwayat penyakit keluarga:
Pasien mengaku tidak ada keluarga lain yang menderita penyakit yang
sama.

1.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status generalis
ku : sangat lemah TD: 200/110 mmHg RR : 22 x/menit
GCS E1V1M3 N : 103 x/menit Tax: 37,4˚ C
b. Pemeriksaan fisik umum
1) Kepala:
- Mata : konjungtiva anemis -/- sklera icteric -/- refleks pupil +/+
- Hidung: deformitas -/-, rhinorea -/-
- Telinga : othorea -/-
2) Leher: Pembesaran KGB (-)
3) Thorax:
- Inspeksi: terlihat bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada kanan
dan kiri simetris, retraksi dinding dada -/-
- Palpasi: pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, iktus kordis
teraba
- Perkusi: sonor di lapang paru
- Auskultasi: cor S1S2 tunggal, regular, murmur –
Pulmo vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
4) Abdomen
- Inspeksi: flat
- Auskultasi: Bising usus (+) normal
- Palpasi: soepel, nyeri tekan (-)
5) Perkusi : timpani
6) Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-)
c. Status Neurologis
 GCS : E1V1M3
 Meningeal Sign
KK (-) Kerniq (-) Brudzinski 1 (+) Brudzinski 2(-) Laseque (-)
 Nervus Cranialis :
N III : PBI, RC +/+, d 3mm/3mm
NVII : tidak dapat dievaluasi
N XII : tidak dapat dievaluasi
 Motorik : lateralisasi (-)
2
 Refleks Fisiologis
B +2 | +2
T +2 | +2
P +2 | +2
A +2 | +2
 Refleks patologis
H - | -
T - | -
B - | -
C - | -
O - | -
G - | -
G - | -
S - | -
 Sensorik : dbn
 Otonom : dbn

1.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan EKG Tanggal 25/05/2019

3
2. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 25/05/2019

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan


Hematologi Lengkap (DL)
Leukosit 8.200
Eritrosit 5,05
Hemoglobin 14,7
Hematokrit 41,8
MCV 84,5
MCH 27,3
MCHC 323
Trombosit 267.000
Faal Ginjal
BUN 19,1
Kreatinin 1,1

Gula Darah
Glukosa Darah Acak 116
Elektrolit
Na 141,9
K 3,02
Cl 101,1
Kolesterol 175
Trigliserida 135

1.5 Diagnosa Kerja


Obs penurunan kesadaran ec susp stroke ICH
1.6 Planning
Planning Diagnostik : pro CT scan kepala tanpa kontras
Planning terapi :
O2 nasal kanul 2-3 lpm
4
Inf PZ 1500cc/24 jam
Inj antrain 3x1g
Inj ranitidine 2x50mg
Inj citicolin 3x500mg
Inj mecobalamin 3x500mg
Po amlodipin 1x10mg
Pasang NGT
Pasang DC

1.7 Prognosis
a. Ad Vitam : dubia et malam
b. Ad functionam : dubia et malam
c. Ad sanationam : dubia et malam
1.8 Follow Up
Tanggal 26/05/2019
S/ Penurunan kesadaran
O/ ku : lemah TD: 150/90 mmHg RR : 20 x/menit
GCS 2-2-3 N : 82 x/menit Tax: 37,1˚ C
K/L : a/i/c/d = -/-/-/-
Tho: cor S1S2 tunggal e/g/m= -/-/-
pulmo Vesikuler +/+ Rhonki -/- Wheezing -/-
Abd: Flat, BU (+), timpani, soepel
Ext: AH +/+/+/+ OE -/-/-/-

A/ obs penurunan kesadaran ec susp stroke ICH


P/ Tx:
O2 nasal kanul 2-3 lpm
Inf PZ 1500cc/24 jam
Inj antrain 3x1g
Inj ranitidine 2x50mg

5
Inj citicolin 3x500mg
Inj mecobalamin 3x500mg
Po amlodipin 1x10mg
Dx : pasien di rujuk untuk kepentingan CT scan kepala tanpamkontras dan
perawatan lebih lanjut.

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Stroke merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan pada
usia dewasa dan merupakan penyebab kematian tersering kedua di dunia setelah
penyakit jantung iskemik.1 Diperkirakan 5,5 juta orang meninggal oleh karena
stroke di seluruh dunia. Sekitar 80% pasien selamat dari fase akut stroke dan 50-
70% di antaranya menderita kecacatan kronis dengan derajat yang bervariasi.2
Stroke berdasarkan definisi WHO adalah suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke sendiri merupakan salah
satu penyebab gangguan otak pada usia produktif.3
Di negara-negara berkembang, jumlah penderita stroke cukup tinggi dan
mencapai dua pertiga dari total penderita stroke di seluruh dunia.2 Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh
dunia. Usia penderita stroke di negara berkembang rata-rata lebih muda 15 tahun
daripada usia penderita stroke di negara maju dan ada pendapat yang menyatakan
bahwa kondisi tersebut terkait dengan keadaan ekonomi negara.4,5
Data di Indonesia menunjukkan prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per
1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah
Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah
Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Dari 8,3 per 1.000 penderita stroke, 6
diantaranya telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Hal ini menunjukkan sekitar
72,3% kasus stroke di masyarakat telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan,
namun angka kematian akibat stroke tetap tinggi. Hal ini terlihat dari angka
kematian stroke berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan
26,8% (umur 55-64 tahun), dan 23,5% (umur 65 tahun).6 Data menunjukkan
bahwa stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua

7
umur di Indonesia. Stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung
iskemik dan penyakit jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular
utama penyebab kematian di Indonesia.7 Penderita laki-laki lebih banyak daripada
perempuan dan profil usia di bawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun
54,2%, dan usia di atas 65 tahun sebesar 33,5%.8
Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 - 15% dari seluruh stroke dan
memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark serebral. Literatur lain
menyatakan hanya 8 – 18% dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik.
Namun, pengkajian retrospektif terbaru menemukan bahwa 40.9% dari 757 kasus
stroke adalah stroke hemoragik. Namun pendapat menyatakan bahwa peningkatan
presentase mungkin dikarenakan karena peningkatan kualitas pemeriksaan seperti
ketersediaan CT scan, ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen
antiplatelet dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan.45
Adanya unit stroke telah terbukti dapat menurunkan angka kematian dan
menurunkan derajat kecacatan selain mengurangi waktu perawatan bagi pasien di
rumah sakit.9 Menurut NIHSS (National Institute Health Stroke Scale), perawatan
pada unit stroke menunjukkan perbaikan defisit neurologis yang signifikan
dibandingkan bangsal biasa (10,4% pada unit stroke dan 5,4% pada bangsal
biasa).10
Untuk dapat mendiagnosis dan mendefinisikan tipe stroke bisa cukup sulit
dan tidak akurat bila hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Penggunaan Head CT-Scan sebagai baku emas dalam mendiagnosa stroke perlu
dilakukan. Namun tidak semua penyedia pelayanan kesehatan memiliki Head CT-
Scan.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Stroke


Stroke berdasarkan definisi WHO adalah suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.3
Sebagian besar stroke disebabkan tersumbatnya aliran darah otak yang
menyebabkan iskemiknya jaringan otak, hanya sekitar 13% penderita stroke
termasuk dalam kategori stroke hemoragik.11,12
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.3,46
Terdapat 2 jenis stroke hemoragik, perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarachnoid. Perdarahan pada otak lainnya, epidural hematom dan
subdural hematom. Namun perdarahan otak ini disebabkan trauma kapitis.12

2.2. Epidemiologi Stroke


Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. 5 juta dari
penderita tersebut meninggal, dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas permanen.
Stroke merupakan penyebab kematian keempat di Amerika. Sejak tahun 2001
hingga 2011, angka kematian stroke menurun 21,2%. Hal ini disebabkan usaha-
usaha yang dilakukan untuk menurunkan tekanan darah dan merokok. Akan
tetapi, angka stroke secara keseluruhan masih tinggi disebabkan populasi usia
yang semakin meningkat usianya.13
Setiap tahun di Amerika Serikat, 795.000 orang mengalami stroke baru dan
rekuren. Pada tahun 2011, setiap 1 dari 20 kematian disebabkan oleh stroke.

9
Setiap 40 detik, 1 orang mengalami stroke, dan setiap 4 detik, 1 orang meninggal
akibat stroke.14
Pada survey tahun 2005, 93% responden mengetahui bahwa rasa kebas pada
sebagian tubuh secara tiba-tiba merupakan salah satu gejala stroke. Hanya 38%
yang menyadari semua gejala stroke dan mencari pertolongan pertama.15 Telah
diketahui bahwa pasien yang tiba di ruang gawat darurat dalam waktu 3 jam sejak
gejala pertama cenderung untuk mempunyai lebih sedikit disabilitas dalam 3
bulan daripada yang menerima pertolongan lebih lambat.16
Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per 1.000 penduduk
(tahun 2007) menjadi 12,1 per 1.000 penduduk (2013).17 Prevalensi stroke pada
pria sama banyaknya dengan wanita. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok
tertinggi pada usia di atas 75 tahun (43,1‰).

2.3. Etiologi Stroke Hemoragik


Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 47
1. Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
2. Ruptur kantung aneurisma
3. Ruptur malformasi arteri dan vena
4. Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
5. Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi
hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan
hemofilia.
6. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
7. Septik embolisme, myotik aneurisma
8. Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
9. Amiloidosis arteri
10. Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral,
dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

2.4. Faktor Risiko Stroke Hemoragik

10
2.4.1. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui merupakan pertanda
risiko stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak dapat dimodifikasi, apabila
diketahui adanya faktor risiko ini, memungkinkan untuk diidentifikasinya pasien
dengan risiko yang tinggi, sehingga dapat dilakukan terapi yang lebih cepat
terhadap faktor risiko yang dapat dimodifikasi.18
Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada penyakit stroke.
Setiap kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun, risiko stroke meningkat dua kali
pada pria dan wanita. Insidens stroke ditemukan 1,25 lebih banyak pada pria.18.19
Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan karena beberapa
hal, antara lain, kecenderungan genetik, dan paparan lingkungan atau gaya hidup
yang mirip. Pada penelitian Framingham, menunjukkan bahwa riwayat dari ayah
dan ibu berhubungan dengan peningkatan risiko stroke.18 Risiko stroke juga
meningkat apabila ditemukan saudara derajat satu mempunyai penyakit jantung
koroner atau stroke sebelum usia 55 tahun (laki-laki) atau 65 tahun (wanita).19
Riwayat seseorang pernah mengalami gejala stroke (TIA/Transient ischemic
attack) meningkatkan risiko 10 kali dibandingkan seseorang yang tidak memiliki
riwayat stroke. Riwayat penyakit jantung sebelumnya juga memiliki risiko yang
sama.20
Pada usia tua, salah satu faktor risiko yang paling penting adalah adanya
amiloid angiopati. Amiloid angiopati serebral (CAA) disebabkan karena mutasi
pada protein prekursor amiloid atau gen protein sistatin C yang diturunkan dengan
pola autosomal dominan. Amiloid angiopati sering asimptomatik, tetapi
merupakan penyebab penting terjadinya perdarahan intraserebral lobaris pada
pasien usia tua.21

2.4.2. Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi


Faktor risiko yang dapat dimodifikasi lainnya yang diketahui menyebabkan
ICH adalah hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, penggunaan kronik alkohol,
kokain, antikoagulan, dan terapi trombolitik. Adanya malformasi vaskular,

11
aneurisma, vaskulitis, dan keganasan intrakranial juga merupakan faktor risiko
terjadinya stroke hemoragik.22-25
Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering memicu ICH. 18
Lebih dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita hipertensi.13 Pada kasus
stroke hemoragik, sekitar 60% kasus ICH menderita hipertensi.26 Risiko ICH
diketahui meningkat berhubungan dengan tingkat tekanan darah sistolik.
Hipertrofi ventrikel kiri juga berhubungan dengan peningkatan stroke hemoragik
sebanyak dua sampai tujuh kali.18
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial juga
merupakan faktor risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui berhubungan
dengan peningkatan risiko stroke. Depresi, adanya stres hidup kronik, dan
gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya stroke. Obat-obatan lain seperti
kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon juga meningkatkan risiko stroke.19
Faktor risiko lainnya, yaitu konsumsi alkohol, diketahui apabila konsumsi alkohol
satu hingga dua gelas per hari dapat menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun,
peminum berat dapat merusak miokardium.19
Koagulopati yang menyebabkan perdarahan disebabkan karena kurangnya
faktor pembekuan atau adanya kelainan pada hepar. Koagulopati yang
menyebabkan ICH biasanya terjadi karena penggunaan antikoagulan, antagonist
platelet, dan obat lainnya yang bersifat antikoagulan.27
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan rendahnya kadar
kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal yang sama juga terjadi pada
merokok. Merokok secara pasif merupakan faktor risiko tambahan untuk stroke.
Kurangnya aktivitas fisik akan meningkatkan risiko stroke dan PJK sebanyak
50%.19

2.5. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Aneurisma intrakranial merupakan lesi yang didapatkan pada 1-6%
pemeriksaan postmortem. Sebagian besar aneurisma ini tidak ruptur dan tetap
tidak terdiagnosis. Sekitar 27.000 kasus perdarahan subarakhnoid baru akibat

12
ruptur aneurisma terjadi setiap tahun (sekitar 5-15%). Rupturnya aneurisma ini
tidak diketahui secara jelas, namun berhubungan dengan hipertensi dan merokok.
Merokok dan hipertensi diketahui menyebabkan defek struktural dengan
menginduksi perubahan endovaskular, terutama di bagian tunika media, yang
menyebabkan kelemahan fokal pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
aneurysmal ballooning pada bifurkasio arteri.28

Gambar 2.1. Daerah Terjadi Perdarahan Intraserebral Paling Sering27

Lokasi paling sering terjadinya aneurisma serebri pada daerah sekitar arteri
kommunikans anterior dan arteri serebri anterior, pada percabangan dekat arteri
serebri media dan percabangan antara arteri basiler dan arteri serebri posterior.
Terjadinya perdarahan parenkim otak pada aneurisma tersebut merupakan
perdarahan intraserebral.29,30 Perdarahan intraserebral terdiri dari tiga fase, (1)
perdarahan awal, (2) ekspansi hematoma, dan (3) edema perihematom.31
13
Perdarahan awal terjadi karena ruptur arteri serebri yang disebabkan faktor
risiko yang telah disebutkan sebelumnya. Ekspansi hematoma terjadi beberapa
jam setelah gejala awal terjadi dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Ekspansi ini akan berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Ekspansi
hematoma juga akan mengganggu integritas jaringan lokal (cedera otak primer
yang diakibatkan dari efek masa hematom).32,33

14
Gambar 2.2. Patogenesis Perdarahan Intraserebral34

Cedera otak sekunder, sebagian besar, menyebabkan perdarahan


intraparenkim otak dan terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti (1)
sitotoksisitas darah, (2) hipermetabolisme, (3) eksitotoksisitas, (4) penyebaran
tekanan, dan (5) stres oksidatif dan inflamasi. Keseluruhan hal ini pada akhirnya
menyebabkan gangguan ireversibel neurovaskular dan diikuti dengan gangguan
sawar darah otak, dan edema yang diikuti kematian sel otak secara masif. Selain
itu, gangguan aliran keluar vena yang terobstruksi akan menginduksi pelepasan
tromboplastin, yang menyebabkan koagulopati.32
Lebih dari sepertiga pasien, terjadi ekspansi hematom yang disebabkan
hiperglikemia, hipertensi, dan antikoagulan. Ukuran awal hematom dan kecepatan
penyebaran hematom merupakan salah satu faktor prognostik untuk menentukan
perburukan neurologis. Ukuran hematoma > 30 ml berhubungan dengan tingginya
mortalitas.35 Diikuti penyebaran hematoma, edema serebri terbentuk sekitar
hematoma yang disebabkan inflamasi dan gangguan sawar darah otak. Edema
peri-hematoma ini merupakan penyebab utama terjadi perburukan neurologis dan
terus berkembang hingga beberapa hari sejak perdarahan awal.31,32
Perdarahan intraserebral mempunyai daerah predileksi pada otak seperti
talamus, putamen, serebelum, dan batang otak. Selain daerah otak yang rusak
karena perdarahan, otak sekeliling dapat rusak karena tekanan yang disebabkan
efek masa hematom. Peningkatan tekanan intrakranial dapat terjadi.30
Pada sekitar 40% kasus ICH, perdarahan menyebar sampai ventrikel
serebri menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan intraventrikel dapat
menyebabkan hidrosefalus obstruksi dan memperburuk prognosis. ICH dan edema
yang terjadi dapat mengganggu dan menekan jaringan sekitar. Hal ini yang
menyebabkan gangguan neurologis.36 Tergesernya parenkim otak dapat
meningkatkan tekanan darah intrakranial dengan menyebabkan sindroma
herniasi.37

15
Patofisiologi Perdarahan Subarakhnoid
Proses patologis yang terjadi pada PSA adalah terjadi pecahnya darah
arteri secara tiba-tiba yang terjadi pada ruang subarakhnoid atau ke bagian otak.
Pada perdarahan subarakhnoid, perdarahan disebabkan dari aneurisma Berry pada
salah satu arteri pada dasar otak, sekitar sirkulus Willis.34

Gambar 2.3 Patofisiologi Terjadinya Perdarahan Subarachnoid

Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada


percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau
tumor. Efek patologis dari perdarahan subarakhnoid bersifat multifokal. Pada
PSA, terjadi iritasi meningens yang mengakibatkan peningkatan TIK dan
mengganggu autoregulasi serebri. Gangguan ini dapat terjadi dengan adanya

16
vasokonstriksi akut, agregasi platelet mikrovaskular, dan hilangnya perfusi
mikrovaskular serebri yang menyebabkan penurunan aliran darah otak dan
iskemik serebri.30,34

2.6. Diagnosis Stroke Hemoragik


Perdarahan intraserebral merupakan kegawatdaruratan. Diagnosis dan
manajemen yang cepat diperlukan karena perburukan terjadi pada beberapa jam
setelah onset serangan. Lebih dari 20% pasien akan mengalami penurunan GCS >
2 poin sebelum tiba pada pelayanan kesehatan gawat darurat dan penilaian awal
pada ruang gawat darurat. Apabila terjadi penurunan kesadaran sebanyak 6 poin
pada pasien prehospital, telah diketahui angka mortalitasnya > 75%.18
Hal yang perlu dilakukan adalah menentukan apakah stroke yang diderita
adalah stroke infark atau hemoragik. Pembuatan diagnosis stroke iskemik atau
perdarahan di pusat neurologis tidak sulit karena adanya CT-Scan, tetapi karena
alat ini hanya dijumpai pada kota besar, maka diagnosis harus dibuat berdasarkan
pemeriksaan klinis.38

2.6.1. Anamnesis
Hal yang harus diketahui adalah mengenai onset gejala, apakah gejala
dialami pada saat pasien sedang beraktivitas, bagaimana perjalanan gejala, faktor-
faktor risiko yang ada pada pasien, berapa kali serangan telah dialami oleh
penderita. Apakah serangan disertai nyeri kepala, mual dan muntah.38
Hal lain yang perlu ditanyakan juga adalah apakah pasien mengalami
kesemutan separuh badan, gangguan penglihatan, apakah terjadi penurunan
intelektualitas, dan riwayat pemakaian obat sebelumnya. Riwayat trauma juga
perlu ditanyakan.30,38

2.6.2. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tanda vital, pemeriksaan umum
meliputi kepala, jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas. Pemeriksaan kepala dan

17
leher (cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda distensi vena
jugular pada gagal jantung kongestif.)10
Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis
terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap
dan cara jalan, refleks koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
digunakan adalah NIHSS (National Institutes of Heart Stroke Scale). Hipertensi
(tekanan darah sistolik di atas 220 mmHg) biasanya ditemukan pada stroke
hemoragik. Tekanan darah awal yg tinggi berhubungan dengan kerusakan
neurologis dini. Hal yang sama juga berlaku pada demam.10,30
Onset akut defisit neurologis, perubahan kesadaran atau status mental
lebih sering ditemukan pada stroke hemoragik. Hal ini disebabkan karena
peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat juga terjadi karena darah
pada ruang subarakhnoid.38
Defisit fokal neurologis
Defisit neurologis yang terjadi tergantung daerah otak yang terlibat. Apabila
terkena pada hemisfer yang kiri, sindroma berikut dapat terjadi: 30
1. Hemiparesis kanan
2. Kehilangan sensorik pada bagian kanan tubuh
3. Kecenderungan melihat pada sebelah kiri
4. Kehilangan lapangan pandang sebelah kanan
5. Afasia
Apabila terjadi pada hemisfer sebelah kanan, terjadi hal sebaliknya dari yang telah
disebutkan di atas.
Apabila perdarahan terjadi pada serebellum, pasien berisiko tinggi terjadi
herniasi dan kompresi batang otak. Herniasi akan menyebabkan penurunan
kesadaran yang cepat dan mengakibatkan apnea dan kematian.30
Tanda lain dari perdarahan pada serebelum atau batang otak dapat berupa
ataxia, vertigo atau tinitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,
kehilangan fungsi sensorik sebagian tubuh atau keempat ekstremitas, gangguan

18
sensorik pada separuh tubuh atau keempat ekstremitas, kelemahan orofaringeal
atau disfagia, crossed signs (wajah ipsilateral dan badan kontralateral).30
Sindrome stroke lainnya berhubungan dengan perdarahan intraserebral,
bervariasi mulai dari nyeri kepala ringan sampai gangguan neurologis. Perdarahan
serebri pada onset awal dapat menimbulkan kejang.30

Tabel 2.1. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik38


Gejala Stroke Hemoragik Stroke Iskemik
Permulaan Sangat akut Subakut
Waktu serangan Aktif Bangun pagi
Peringatan sebelumnya - ++
Nyeri kepala ++ -
Muntah ++ -
Kejang-kejang ++ -
Kesadaran menurun ++ +/-
Bradikardi +++ (dari hari I) + (terjadi hari ke 4)
Perdarahan di retina ++ -
Papiledema + -
Kaku kuduk, Kernig, ++ -
Brudzinki
Ptosis ++ -
Lokasi Subkortikal Kortikal/subkortikal

Tabel 2.2. Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoid38


Gejala Perdarahan Intraserebral Perdarahan Subarakhnoid
Nyeri kepala ++ +++
19
Kaku kuduk + +++
Kernig + +++
Gangguan n III, IV + (bila besar) +++
Kelumpuhan Biasanya hemiplegi Hemiparesis
Cairan serebrospinal Eritrosit > 1000 Eritrosit > 25000
Hipertensi ++ -

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang


Gejala stroke yang ditandai dengan nyeri kepala hebat, muntah, tekanan
darah sistolik > 220 mmHg, defisit neurologis fokal, gangguan kesadaran, dan
onset secara tiba-tiba diasumsikan merupakan stroke hemoragik.39 Untuk
membedakan perdarahan atau iskemik dan penyebab gangguan neurologis yang
lain, pemeriksaan neuroimaging stroke yang merupakan gold standard adalah CT-
Scan atau MRI.38
Tingginya angka perburukan neurologis setelah ICH untuk mengetahui
apakah perdarahan aktif dapat berlanjut selama beberapa jam setelah onset. CT-
Scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi, ukuran infark atau
perdarahan, apakah perdarahan dapat menyebar ke ruang intraventrikular, serta
membantu perencanaan operasi.31-33 Di antara pasien yang diperiksa head CT
dalam 3 jam setelah onset ICH, 28-38% mengalami ekspansi hematoma. Ekspansi
hematom diketahui merupakan perburukan klinis dan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.31
Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam
beberapa saat setelah serangan yang dengan pemeriksaan CT-Scan belum terlihat.
Sedangkan pemeriksaan MRI pada perdarahan intraserebral baru dapat terdeteksi
setelah beberapa jam pertama perdarahan. Pemeriksaan ini rumit serta
memerlukan waktu lama sehingga kurang digunakan pada stroke perdarahan akut.
38,40

Angiografi dilakukan pada kasus yang selektif terutama pada perdarahan


intraserebral non hipertensi, perdarahan yang letaknya atipis. Untuk mencari

20
kemungkinan AVM, aneurisma atau tumor sebagai penyebab perdarahan
intraserebral.38
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah darah lengkap,
elektrolit, kadar ureum, kadar kreatinin, dan glukosa. Kadar kreatinin yang tinggi
berhubungan dengan adanya ekspansi hematom. Kadar glukosa yang tinggi juga
menunjukkan adanya ekspansi hematoma dan prognosis yang lebih buruk.31,40
Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menentukan keadaan
hematologi yang mempengaruhi stroke, misalnya anemia atau polisitemia.38,41
Selain itu, kadar gula darah diperiksa untuk mengetahui adanya DM. Tingginya
kadar gula darah berkaitan dengan angka kecacatan dan kematian. Kadar gula
darah diperiksa juga untuk menyingkirkan hipoglikemia yang memberikan
gambaran klinik menyerupai stroke. 38
Pemeriksaan elektrolit serum untuk memeriksa osmolaritas serum yang
berkaitan dengan dehidrasi dan pemberian osmoterapi pada penderita stroke
dengan peningkatan tekanan intrakranial. Faal hemostasis seperti jumlah
trombosit, waktu protrombin, dan tromboplastin (aPTT) diperlukan untuk
pemakaian obat antikoagulan dan trombolitik. 38

Pemeriksaan elektrokardiografi untuk mengetahui adanya iskemik dan


aritmia jantung atau penyakit jantung lainnya untuk menilai fungsi jantung.39 Foto
toraks digunakan untuk menilai besar jantung ataupun adanya edema paru.38
Pemeriksaan lain yang diperlukan pada keadaan tertentu seperti tes faal
hati, saturasi oksigen, analisa gas darah, toksikologi, kadar alkohol dalam darah,
pungsi lumbal (apabila dugaan kuat perdarahan subarakhnoid, tetapi gambaran CT
scan normal), elektroensefalografi (terutama pada paralisis Todd).38
Untuk membedakan stroke iskemik akut dan stroke perdarahan, jika sarana
tidak memungkinkan, dapat menggunakan sistem skoring Siriraj Stroke Score38
Rumus Siriraj Stroke Score

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x


tekanan darah diastolik) – (3 x tanda ateroma) – 12
21
Skor < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik
Skor > 1 menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan
Catatan:
- Derajat kesadaran: sadar =0
- Mengantuk/stupor =2
- Koma/semikoma =2
- Nyeri kepala :
Tidak ada nyeri kepala = 0
Nyeri kepala =1
- Tanda ateroma :
Tidak ada tanda ateroma = 0
Tanda ateroma
(diabetes, angina, penyakit arteri perifer) = 1

2.7. Diagnosis Banding


Diagnosis banding stroke hemoragik adalah stroke iskemik. Perbedaan klinisnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.3. Perbedaan Stroke

22
Kejang lebih sering ditemukan pada stroke iskemik dan terjadi pada 28% stroke
hemoragik.
Pada perdarahan subarakhnoid perdarahan mengiritasi meningens. Hal ini
menyebabkan gejala nyeri kepala hebat yang tiba-tiba dan kaku kuduk. Sering
juga dijumpai adanya kehilangan kesadaran sementara pada saat perdarahan
terjadi. Onset yang terjadi secara tiba-tiba ini yang membedakan perdarahan
subarakhnoid dari nyeri kepala dan kaku kuduk dari meningitis, yang terjadi
dalam beberapa jam. Migren terkadang dapat menyebabkan nyeri kepala hebat
secara tiba-tiba tetapi tanpa kaku kuduk.34
Perdarahan intraserebral pada bagian kapsula interna akan menyebabkan
gangguan berat pada motorik, sensorik, dan gangguan penglihatan pada sisi
kontralateral tubuh (hemiplegia, hemianestesi, dan hemianopia homonim). Pada
pons, kehilangan fungsi motorik dan sensorik pada keempat ekstremitas,
berhubungan dengan gangguan fungsi batang otak. Perdarahan pada pons
merupakan perdarahan dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi. Perdarahan
pada sistem ventrikular, baik berasal dari perdarahan subarakhnoid atau
intraserebral, merupakan pertanda prognosis yang buruk. Apabila terjadi,
perdarahan ini sering menyebabkan kematian dalam waktu beberapa jam setelah
perdarahan.34

2.8. Penatalaksanaan
Setelah evaluasi dan diagnosis pasien, terapi yang dilakukan di ruang
gawat darurat adalah:10
1. Stabilisasi jalan napas
a. Pemantauan terhadap status neurologis, tanda vital, dan saturasi
oksigen dalam 72 jam pertama pada pasien dengan defisit neurologis
yang nyata.
b. Pemberian oksigen pada keadaan saturasi oksigen < 95%. Oksigen
diberikan 2 liter/menit.

23
c. Perbaiki jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran.
d. Intubasi ETT (Endotracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasen hipoksia (pO2 < 60 mmHg atau pCO2 >
50 mmHg), yang berisiko terjadi aspirasi atau syok.
2. Stabilisasi Hemodinamik
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid. Hindari pemberian cairan
hipotonik seperti dekstrosa.
b. Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter) untuk
memantau kecukupan cairan. Tekanan dijaga 5-12 mmHg.
c. Optimalisasi tekanan darah
d. Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obatan vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti
dopamin dosis sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target
tekanan darah sistolik sebesar 140 mmHg.
e. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal.
3. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
a. Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada hari pertama setelah serangan stroke.
b. Monitor TIK harus dilakukan pada pasien dengan GCS < 9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadran karena penurunan TIK.
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg.
c. Penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan TIK:
- Tinggikan posisi kepala 20-30o
- Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
- Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
- Hindari hipertermia
- Jaga normovolemia

24
- Osmoterapi atas indikasi sebagai berikut:
o Manitol 0,25-0,50 gram/kgBB, selama > 20 menit, diulangi
setiap 4-6 jam dengan target < 310 mOsm/L.
o Kalau perlu, furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB/iv
- Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi dapat
mengurangi naiknya TIK dengan mengurangi naiknya tekanan
intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking
ventilator.
- Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema
otak dan tekanan tinggi intrakranial pada stroke iskemik, dan dapat
diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi.
4. Apabila kejang, dapat diberikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg
dan diikuti pemberian fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, rawat di
ICU.
5. Pada stroke perdarahan intraserebral, pemberian antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila
kejang tidak dijumpai selama pengobatan.
6. Pengendalian suhu tubuh:
a. Setiap pasien demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi
penyebabnya.
b. Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5-38,5oC.
c. Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur dan hapusan (trakea, darah, urin) dan diberikan antibiotik.
Penatalaksanaan pada ruang rawat inap.
1. Cairan diberikan cairan isotonis seperti 0,9% salin untk menjaga euvolemi
dengan kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari.
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral
hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik.

25
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran, nutrisi diberikan
melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, komposisi kalori 25-30 kkal/kg/hari, dengan
komposisi:
i. Karbohidrat 30-40% dari total kalori
ii. Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat diberikan lebih
tinggi 35-55%)
iii. Protein 20-30% (pada keadaan stres kebutuhan protein 1,4-
2,0 g/kgBB/hari, pada gangguan fungsi ginjal < 0,8
g/kgBB/hari).
3. Pencegahan dan Komplikasi
a. Mobilisasi untuk mencegah komplikasi subakut malnutrisi,
pneumonia, trombosis vena dalam, emboli, dekubitus perlu
dilakukan
b. Berikan antibiotika sesuai indikasi.
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi
4. Penatalaksanaan medis lain44
a. Pemantauan kadar glukosa darah diperlukan. Hiperglikemia (KGD
> 180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin.
Hipoglikemia berat (<50mg/dL) harus diobati dengan dekstrosa
40% intravena atau infuse glukosa 10-20%.
b. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi
c. Berikan H2 antagonis sesuai indikasi
d. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir, atau
memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK.
e. Kandung kemih yg penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermiten.

Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke Akut10

26
Pada pasien dengan stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS >
200 mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah
diturunkan dengan obat antihipertensi secara kontiniu dengan pemantauan TD
setiap 5 menit.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala
dan tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi
serebral ≥60 mmHg.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala
dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten
dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau
tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS
hingga 140 mmHg masih diperbolehkan. Pada pasien stroke perdarahan
intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat
hingga TDS 140 mmHg cukup aman.
Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah
pada penderita stroke perdarahan intraserebral. Pemakaian obat antihipertensi
parenteral yang dianjurkan adalah golongan penyekat beta (labetalol dan esmolol),
penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena.
Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus
dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk
mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang.
Untuk mencegah terjadinya perdarahan subarakhnoid berulang, pada pasien stroke
perdarahan subarakhnoid akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160
mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS
dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual,
tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan
komorbiditas kardiovaskular.

27
Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai
panduan penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional
pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini
menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin.
Tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) dianjurkan
jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM).44
Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target
organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal
ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25%
pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama. Bahkan, sebuah
review sistematik dan beberapa penelitian multisenter di China menunjukkan
tekanan darah sistolik di atas 140 sampai 150 mmHg dalam 12 jam ICH
meningkatkan risiko sebanyak dua kali terhadap kematian.42,43
Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang
efekif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin sampai saat
ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan citicolin pada stroke
iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan
oral 2x1000 mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS
(International Citicholin Trial in Acute Stroke).10
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30
mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis
cenderung memburuk. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6
jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.44
2.9 Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering

28
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.45
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat
buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.45

2.10 Pencegahan Stroke Hemoragik


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun
kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa
pencegahan yang dapat dilakukan adalah:10
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
29
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah
pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor
risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,
dislipidemia, dan sebagainya.10

30

Anda mungkin juga menyukai