Anda di halaman 1dari 22

BAB I.

ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. S
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Gendong 07/02
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. Rekam Medis : 033056
Tgl. Masuk RS : 15/01/2019
Tgl. Keluar RS : 16/01/2019
Tgl. Pemeriksaan : 15/01/2019
1.2 Anamnesis
a. Keluhan utama : benjolan di payudara kiri
b. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien mengeluh adanya benjolan di payudara kiri sejak 8 bulan yang lalu, semakin
lama semakin membesar namun tidak disertai rasa nyeri, benjolan tidak bisa
digerakkan. Pasien tidak merasa adanya benjolan di payudara sisi yang lain.
c. Riwayat menstruasi:
Pasien pertama kali menstruasi pada usia 12 tahun dengan riwayat menstruasi yang
teratur setiap bulan dan berhenti menstruasi sejak 7 tahun yang lalu. Pasien riwayat
KB suntik 3 bulan.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan:
Pasien hamil anak pertama pada usia 24 tahun dan melahirkan pada usia kehamilan
9 bulan ditolong oleh bidan setempat, hamil anak kedua pada usia 28 tahun dengan
usia kehamilan 9 bulan.
e. Riwayat penyakit dahulu:
Hipertensi (-), Diabetes mellitus (-), operasi sebelumnya (-).
f. Riwayat penyakit keluarga:
Pasien mengaku tidak ada keluarga lain yang menderita penyakit yang sama atau
menderita keganasan.

1
1.3 Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis
ku : baik TD: 130/80 mmHg RR : 18 x/menit
kes: composmentis N : 83 x/menit Tax: 36,2˚ C

b. Pemeriksaan fisik umum


1) Kepala:
- Mata : konjungtiva anemis -/- sklera icteric -/- refleks pupil +/+
- Hidung: deformitas -/-, rhinorea -/-
- Telinga : othorea -/-
2) Leher: Pembesaran KGB axila (+)
3) Thorax:
- Inspeksi: terlihat bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada kanan dan kiri
simetris, retraksi dinding dada -/-
- Palpasi: pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, iktus kordis teraba
- Perkusi: sonor di lapang paru
- Auskultasi: cor S1S2 tunggal, regular, murmur –
Pulmo vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
4) Abdomen
- Inspeksi: flat
- Auskultasi: Bising usus (+) normal
- Palpasi: soepel, nyeri tekan (-)
5) Perkusi : timpani
6) Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-)
c. Status lokalis mammae sinistra
- Inspeksi: asimetris, massa (-), invertex nipple (-), nipple discharge (-)
- Palpasi: benjolan teraba massa Ø 3 x 4 cm, nyeri (-), imobile, pembesaran KGB
(+) mobile di daerah linea aksila anterior sinistra.

2
1.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan FNAB Tanggal 15/01/2019
- Makroskopis: dilakukan 2x puncture pada mammae sinistra, ukuran 3cm, batas
tegas, mobilitas terbatas, padat kenyal.
- Mikroskopis: hapusan menunjukkan sebaran dan kelompok sel epitel ductuli
anaplasi, inti bulat oval, pleomorfik, kromatin kasar, anak inti prominent.
- Diagnosa patologi: mammae sinistra superior, FNAB: invasive carcinoma
2. Pemeriksaan EKG Tanggal 15/01/2019

3
- Irama : sinus
- Heart rate : 105x/m
- Kelainan patologis :-

3. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 15/01/2019

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Normal


Hematologi Lengkap (DL)
Leukosit 6.900 4000-11000 sel/ul
Eritrosit 4,18 4,5-6,0 jt/ul
Hemoglobin 11,4 11,5-18,0
Hematokrit 35,3 35-47
MCV 84,5 76 fl -125 fl
MCH 27,3 27,0 pg -31,0 pg
MCHC 323 345 g/l – 410 g/l
Trombosit 231.000 150000-450000 sel/ul
Faal Hati
HbsAg Non reaktif Non reaktif
Gula Darah
Glukosa Darah Acak 88 <150 mg/dl
Lain-lain
HIV Non reaktif Non reaktif

1.5 Diagnosa Kerja


Ca mammae sinistra T2N1M0

1.6 Planning
Planning terapi : Pro MRM

1.7 Laporan Operasi


1. Diagnosa pre Op: ca mammae sinistra
2. Diagnosa post Op: ca mammae sinistra T2N1M0
3. Tanggal Op: 15/01/2019
4. Operasi: MRM sinistra (modified radical mastectomy)
5. Persiapan operasi: informed concent + Antibiotik profilaksis
6. Posisi pasien: supine, anastesi dengan GA
7. Insisi kulit dan pembukaan lapangan operasi: insisi sesuai design
8. Uraian Op:
a. Tumor dengan ukuran 2x2x2 cm
b. Pembesaran KGB sebanyak 3 buah dengan diameter 1 cm
c. Cuci lapangan operasi dengan PZ

4
d. Underdrain kearah inferior
9. Komplikasi: perdarahan 100 cc
10. Penutupan lapangan Op: lapis demi lapis
11. Instruksi Post Op:
a. Infus RL 1500 cc/ sampai besok pagi
b. Pasien sadar baik  MSS  diet lunak
c. Injeksi ketorolac 3x30 mg
d. Injeksi ondansentron 3x4 mg
e. Observasi TTV dan drain. Luka OP TAA pro KRS hari ke 2.
12. Pengiriman jaringan Op: PA

1.8 Prognosis
a. Ad Vitam : dubia et malam
b. Ad functionam : dubia et malam
c. Ad sanationam : dubia et malam

1.9 Follow Up
Tanggal 16/052019
S/ nyeri bekas operasi
O/ ku : cukup TD: 110/70 mmHg RR : 18 x/menit
kes: alert N : 82 x/menit Tax: 36,2˚ C
K/L : a/i/c/d = -/-/-/-
Tho: cor S1S2 tunggal e/g/m= -/-/-
pulmo Vesikuler +/+ Rhonki -/- Wheezing -/-
Abd: Flat, BU (+), timpani, soepel
Ext: AH +/+/+/+ OE -/-/-/-
Status lokalis regio mammae sinistra
Inspeksi: dressing (+), rembesan (-), drain (+) serum darah 150 cc/ 24 jam
Palpasi: Nyeri (+)

A/ ca mammae sinistra T2N1M0 post MRM H1


P/ Infus RL 1500 cc
Injeksi ketorolac 3x30mg
Injeksi ondansentron 3x4mg (kp)
Diet TKTP
Petahankan drain
TX KRS :
Po ciprofloxacin 2x500mg
Po Asam mefenamat 3x50mg

5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mammae
2.1.1 Anatomi Mammae

Gambar 2.1 Anatomi Mammae (Gordon, 2011)

Mammae mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio berupa penebalan
ektodermal di sepanjang garis susu yang terbentang dari aksila sampai regio inguinal.
Kelenjar mammae merupakan sekumpulan kelenjar kulit dengan batas mammae yang
normal terletak antara costae II di superior dan costae VI di inferior (pada usia tua atau
mammae yang besar bisa mencapai costae VII), serta antara taut sternokostal di medial dan
linea aksilaris anterior di lateral (Sjamsuhidayat dan de Jong, 2010). Beberapa kelenjar
mammae memiliki kutub latero-superior yang berekstensi hingga fossa aksila, membentuk
kauda aksilar dari kelenjar mammae yang disebut sebagai eminensia aksilaris (Desen,
2013). Dua pertiga bagian superior mammae terletak diatas muskulus pectoralis major
sedangkan sepertiga bagian inferior terlatak diatas muskulus serratus anterior, muskulus
obliquus externus abdominis, dan muskulus rectus abdominis.

6
Setiap mammae terdiri dari 12-20 lobulus kelenjar yang masing-masing memiliki
saluran duktus laktiferous dan bermuara ke papilla mammae. Diantara kelenjar mammae
dan fascia pectoralis terdapat jaringan lemak serta terdapat coopery ligament yaitu struktur
khusus yang berperan memberikan kerangka untuk mammae (Sjamsuhidayat dan de Jong,
2010).
Vascularisasi mammae terutama berasal dari cabang arteri aksilaris, ramus
perforata interkostalis I-IV dari arteri mammaria interna, dan ramus perforata arteri
interkostalis III-VII. Pada pembuluh darah vena dibagi menjadi dua kelompok yaitu
superfisial dan profunda. Vena superfisial terletak di subkutis dan bermuara ke vena
mammaria interna atau vena superfisial leher, sedang vena profunda akan bermuara ke
vena aksilaris, vena mammaria interna, dan vena azigos atau hemiazigos. Saluran limfe
kelenjar mammae terutama melalui dua kelompok yaitu bagian lateral dan sentral masuk
kedalam kelenjar fossa aksilaris dan bagian medial masuk ke kelenjar limfe mammaria
interna (Desel, 2013). Kelenjar limfe aksilaris juga dikelompokkan berdasarkan posisinya
terhadap muskulus pectoralis minor (Level Berg). Level Berg dibagi menjadi 3 tingkat,
yaitu: tingkat I lateral atau di bawah tepi bawah muskulus pektoralis minor (kelompok v.
aksilaris, mamaria eksterna, dan skapula), tingkat II di atas atau di bawah muskulus
pektoralis minor (kelompok sentral dan interpektoralis), dan tingkat III berada di medial
atau di atas tepi atas muskulus pektoralis minor (kelompok subklavikula).

Gambar 2.2 Anatomi Kelenjar Limfe Mammae (Gordon, 2011)

7
Mammae pada sisi superior diinervasi oleh nervus supraklavikula yang berasal dari
cabang III-IV pleksus servikalis dan sisi media dipersarafi oleh cabang kutaneus anterior
dari nervus interkostalis II-VII. Papilla mammae terutama dipersarafi oleh cabang
kutaneus lateralis dari nervus intercostalis IV.

2.1.2 Fisiologi
Fungsi faal dasar dari kelenjar mammae adalah sekresi air susu, fungsi lainnya
adalah sebagai ciri seksual sekunder yang penting bagi wanita. Kelenjar mammae
merupakan target dari berbagai hormon, perkembangan, sekresi susu, dan fungsi lainnya
yang dipengaruhi oleh sistem endokrin dan korteks serebri secara tidak langsung.
Perkembangan dan hiperplasia duktus glandula mammae terutama bergantung pada
hormon gonadotropin dan estrogen, sedangkan lobus glandula mammae bergantung pada
efek bersama dari estrogen dan progesteron (Desen, 2013).

Gambar 2.3 Tahap Perkembangan Kelenjar Mammae (Townsend, 2011)

8
Perkembangan payudara dibagi menjadi tiga tahap sesuai dengan perubahan
hormon yang dialami oleh wanita, yaitu tahap remaja, kehamilan-menyususi, dan
menopause. Pada masa remaja (adolesen), pengaruh hormon estrogen dan progesteron
yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofisis menyebabkan berkembangnya duktus
dan timbulnya asinus pada payudara. Pada masa kehamilan dan menyusui, payudara
membesar karena epitel duktus dan duktus alveolus berproliferasi, serta terjadi
pertumbuhan duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi
dan pengeluaran air susu yang dipicu oleh hormon oksitosin. Pada masa menopause, efek
hormon estrogen dan progesteron berhenti dan mulai terjadi involusi progresif. Kandungan
lemak dan fibrostoma periduktus penyokong terdepresi sehingga payudara tua menjadi
kehilangan bentuk dan konfigurasi (Townsend, 2011).

2.2 Ca Mammae
2.2.1 Definisi
Carcinoma mammae (ca mammae) atau kanker payudara merupakan keganasan
pada jaringan payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

2.2.2 Epidemiologi
Ca mammae merupakan kanker yang apling sering menyerang wanita baik pada
negara maju ataupun negara berkembang. Pada ahun 2011, diperkirakan sebanyak 508.000
wanita meninggal akibat ca mammae (Global Health Estimate, WHO 2013). Berdasarkan
data American Cancer Society pada tahun 2015, diperkirakan sebanyak 231.840 wanita
Amerika Serikat didiagnosis menderita ca mammae dan sebanyak 40.290 wanita
meninggal akibat metastasis ca mammae. Di Indonesia, insidensi kanker payudara sebesar
40 per 100.000 penduduk dengan angka estimasi kematian sebesar 16,6% (Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2015).

2.2.3 Etiologi
Etiologi terjadinya ca mammae sampai saat ini masih belum jelas, ada berbagai
faktor yang erat kaitannya dengan peningkatan angka terjadinya ca mammae diantaranya:
1. Faktor usia
Faktor usia merupakan faktor yang paling berperan dalam menimbulkan ca
mammae. Pada perempuan, besarnya insidensi ini akan berlipat ganda setiap 10

9
tahun, tetapi kemudian akan menurun drastis setelah masa menopause
(Sjamsuhidayat dan de Jong, 2010).
2. Genetik dan familial
Sekitar 5-10% ca mammae terjadi akibat adanya predisposisi genetik. Seseorang
dicurigai mempunyai faktor predisposisi genetik herediter sebagai penyebab ca
mammae yang dideritanya jika: 1) usia kurang dari 40 tahun dengan atau tanpa
riwayat keluarga; 2) menderita ca mammae sebelum usia 50 tahun dengan satu atau
lebih kerabat tingkat pertamanya mederita ca mammae atau kanker ovarium; 3)
menderita ca mammae bilateral; 4) menerita ca mammae pada usia berapapaun dan
dua atau lebih kerabat tingkat pertamanya menderita ca mammae; 5) laki-laki yang
menderita ca mammae (Sjamsuhidayat dan de Jong, 2010).
Penelitian baru-baru ini menunjukkan gen utama yang terkait dengan timbulnya ca
mammae adalah gen BRCA-1 dan BRCA-2 pada kromosom 17 dan 13 (Desen,
2013). Gen-gen yang berkaitan dengan ca mammae diantaranya mutasi gen ATM,
mutasi gen CHEK-2, dan mutasi gen supresor tumor p53. Gen ATM merupakan
gen yang mengatur perbaikan DNA, gen CHECK-2 berperan dalam regulator
siklus sel, serta gen supresor tumor p53 berfungsi dalam apoptosis sel
(Sjamsuhidayat dan de Jong, 2010).
3. Hormonal
Usia menarke yang lebih dini, kurang dari 12 tahun meningkatkan resiko ca
mammae sebanyak tiga kali lipat, sedangkan usia menopause yang lebih lambat
yakni diatas 55 tahun meningkatkan resiko ca mammae sebanyak dua kali lipat.
Wanita yang melahirkan bayi aterm lahir hidup pertama kalinya pada usia diatas 35
tahun mempunyai resiko tertinggi mengidap ca mammae. Sebaliknya, menyusui
bayi menurunkan resiko terkena kanker payudara terutama jika masa menyusui
dilakukan selama 27-52 minggu.
4. Gaya hidup
Beberapa gaya hidup yang meningkatkan terjadinya ca mammae diantaranya: berat
badan berlebihan, aktivitas fisik yang kurang, merokok, minum minuman
beralkohol. Berbagai studi kasus menunjukkan diet tinggi lemak dan kalori
berkaitan langsung dengan timbulnya ca mammae (Desen, 2013).
5. Penggunaan obat-obatan di masa lalu
Terdapat laporan penggunaan jangka pangjang reseprin, metildopa, analgesik
trisiklik, yang dapat menyebabkan kadar prolaktin meninggi, beresiko karsinogenik
10
bagi mammae. Selain itu, penggunaan pil KB hormonal juga dilaporkan
meningkatkan resiko terjadinya ca mammae.
6. Radiasi pengion
Kelenjar mammae relatif peka terhadap radiasi pengion, paparan berlebihan
menyebabkan peluang kanker menjadi lebih tinggi (Desen, 2013).
7. Kelainan kelenjar mammae dan penyakit displasia mammae sebelumnya
(hiperplastik).

2.2.4 Patogenesis
Tumorigenesis ca mammae merupakan proses multitahap, tiap tahapnya berkaitan
dengan satu mutase tertentu atau lebih dari gen regulator minor atau mayor. Secara klinis
dan histopatologi, terjadi berbagai tahap morfologis dalam perjalanan menuju keganasan.
Tahapan perjalanan ca mammae meliputi:

Gambar 2.4 Tumorigenesis Ca Mammae (Sjamsuhidayat dan de Jong, 2010)

1. Duktus normal: terdapat dua jenis sel utama pada payudara dewasa yaitu sel
mioepitel dan sel sekretorik lumen.
2. Hiperplasia duktal: ditandai oleh proliferasi sel-sel epitel poliklonal yang tersebar
tidak merata dan bentuk inti saling tumpang tindih dan lumen duktus yang tidak
teratur, sel relatif memiliki sedikit sitoplasma dan batas yang tidak jelas, secara
sitologis jinak.
3. Hiperplasia atipik: sitoplasma sel lebih jelas, inti jelas, tidak saling tumpang tindih,
lumen duktus yang lebih teratur tetapi secara klinis meningkatkan resiko kanker.
4. Karsinoma in situ: proliferasi sel yang memiliki gambaran sitologis sesuai dengan
keganasan tetapi proliferasi belum menginvasi stroma dan menembus membran
basal.

11
5. Karsinoma invasif: sel-sel tumor menembus membran basal dan menginvasi
stroma, tumor menjadi invasif, dan dapat menyebar secara hematogen atau
limfogen.

Secara histopatologis, keganasan pada sel-sel mammae dibagi menjadi tiga, yaitu:
Gambaran Histologis Ciri
1. Kanker epithelial non invasif Sel-sel secara mikroskopis memiliki sifat
a. Ductal carcinoma insitu (DCIS) keganasan, tetapi tidak menginvasi
b. Lobular carsinoma in situ (LCIS) membran basalis duktus ataupun lobus.
2. Kanker epithelial invasif
a. Karsinoma duktal invasif (50- Bentuk keganasan mammae yang paling
70%) sering ditemukan, terdapat metastasis
mikro ataupun makro ke kelenjar aksila,
gambaran histopatologis menempati
ruang celah diantara serat kolagen, secara
klinis berupa bentukan massa tunggal
yang padat dan terdapat peau de orange
b. Karsinoma lobular Infasif (10- Gambaran histopatologis berupa sel kecil
15%) dan nucleus yang bulat, nucleoli tidak
jelas, dan sitoplasmanya sedikit dengan
gambaran klinis bervariasi
3. Keganasan campuran antara jaringan Paling banyak disebabkan oleh
ikat dan epitel angiosarkoma, gambaran klinis adanya
a. Tumor filloides ganas ruam merah hingga ungu pada kulit dan
b. Karsinosarkoma cenderung mengalami nekrosis sentral,
c. Angiosarkoma
Tabel 2.1 Histopatologis Ca Mammae

Konsep fisiologis klasik menggambarkan bahwa ca mammae bermetastasis oleh


penyebaran sentrifugal kedalam melalui pembuluh limfe untuk mula-mula membentuk
penyakit regional kemudian membentuk penyakit sistemik. Kelenjar limfe mammaria
interna atau aksilaris regional memiliki kapasitas untuk volume spesifik yang bisa
ditampung. Apabila ambang ini melebihi, maka masa akan melewati saluran aferen dan
mencapai jalan ke sirkulasi limfe dan masuk ke vena. Keterlibatan vena sistemik akan
menyebabkan timbulnya metastasis kanker pada tempat lain. Tempat metastasis ca
mammae dalam urutan frekuensi statistik meliputi paru, tulang, hati, kulit, otak, dan
ovarium. Tetapi organ manapun bisa terliba dalam proses metastasis ca (Townsend, 2011).

12
2.2.5 Penentuan Staging dan Grading
American Joint Commite on Cancer (AJCC) dan International Union Agains
Cancer (UICC) menyusun panduan penentuan staging ca mammae menurut sistem Tumor-
Nodule-Metastase (TNM). Sistem TNM dikembangkan sebagai sistem penentuan stadium
standart ca mammae di seluruh dunia. Klasifikasi TNM ca mammae berdasarkan AJCC
Cancer Staging Manual 7th Edition diantaranya:
Klasifikasi Variasi Definisi
Tumor Primer (T)
Tx Tumor primer tidak didapatkan
T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer
Tis Karsinoma in situ
Tis (DCIS) Duktal karsinoma in situ
Tis (LCIS) Lobular karsinoma in situ
Tis (paget) Paget’s disease tanpa ada tumor
T1 Ukuran tumor < 2 cm
T1 mic Mikroinvasi tumor > 0,1 cm
T1a Tumor > 0,1 - < 0,5 cm
T1b Tumor > 0,5 cm - < 1 cm
T1c Tumor > 1 cm - < 2 cm
T2 Tumor > 2 cm - < 5 cm
T3 Tumor > 5 cm
T4 tumor dengan segala ukuran disertai dengan adanya
perlekatan pada dinding thorax atau kulit
T4a Melekat pada dinding dada, tidak termasuk muskulus
pectoralis major
T4b Edema (termasuk peau d’ orange) atau ulserasi pada
kulit
T4c Gabungan antara T4a dan T4b
T4d Inflamasi karsinoma
Kelenjar Limfe Regional (N)
Nx Kelenjar limfe regional tidak didapatkan
N0 Tidak ada metastasis pada kelenjar limfe
N1 Metastasis pada kelenjar limfe aksila ipsilateral, bersifat
mobile
N2 Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral, tidak dapat
digerakkan (fixed)
N2a Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral level I dan II,
yang terfiksir satu sama lain atau terfiksir struktur lain
N2b Metastasis hanya terletak pada kelenjar limfe mamaria
interna yang terdeteksi secara klinis, dan jika tidak
terdapat metastasis kelenjar limfe aksila secara klinis
N3 Metastasis pada kelenjar limfe level III infraklavikular

13
atau mengenai kelenjar mammae interna, atau kelenjar
limfe supraklavikular
N3a Metastasis kelenjar limfe infraklavikular ipsilateral
N3b Metastasis kelenjar limfe mammaria interna dan aksila
ipsilateral
N3c Metastasis kelenjar limpe surpaklavikular ipsilateral
Metastasis (M)
Mx Metastasis jauh tidak didapatkan
M0 tidak ada bukti adanya metastasis
M1 didapatkan metastasis yang telah mencapai organ
Tabel 2.2 Staging Ca Mammae Berdasarkan TMN AJCC

Gambar 2.5 Staging Ca Mammae Berdasarkan TMN (AJCC, 2009)

Ca mammae juga dibagi berdasarkan stadium klinis sesuai TNM AJCC Cancer
Staging Manual 7th Edition menjadi empat stadium yaitu:
Stadium Ukuran Tumor Kelenjar Limfe Metastasis Jauh
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
II A T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
II B T2 N1 M0
T3 N0 M0
III A T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1,N2 M0
III B T4 N apapun M0
III C T apapun N3 M0
IV T apapun N apapun M1
Tabel 2.3 Klasifikasi Ca Mammae Berdasarkan Stadium Klinis TNM

Grading ca mammae berdasarkan histopatologis dari gambaran sel-sel mammae


ditentukan dengan sistem grading Scaff Bloom-Richardson yang juga digunakan secara
luas oleh World Health Organization (WHO). Penilaian didasarkan pada formasi tubulus,

14
hiperkromatik nukleus, dan derajat mitosis sel tumor dibandingkan dengan histologi
normal sel-sel payudara (Sjamsuhidayat dan de Jong, 2010). Grade histologi ini dibagi
menjadi tiga yaitu:

Gambar 2.6 Grading Histopatologis Ca Mammae (Rakha et al, 2010)

Grade Ciri
Grade I Kanker berdiferensiasi baik (well differentiated) dimana sel kanker tidak
tumbuh dengan cepat dan tampak tidak menyebar
Grade II Kanker dengan diferensiasi moderat (moderately/intermediate
differentiated) yang memiliki gambaran antara grade I dan grade III
Grade III Kanker dengan diferensiasi jelek (poorly differentiated or
undifferentiated) dimana sel kanker tumbuh dengan cepat dan lebih
mungkin untuk menyebar
Tabel 2.4 Grading Ca Mammae Berdasarkan Histopatologis

2.2.6 Gejala Klinis


Ca mammae pada stadium dini tidak memberikan gejala yang spesifik, pada
stadium lanjut dan lanjut sekali pasien akan memberikan keluhan yang banyak. Pada
umumnya penderita datang dengan keluhan pada payudara atau keluhan metastasenya
(SMF Ilmu Bedah dr. Soetomo, 2010).

Keluhan pada payudara diantaranya:


1. Sebagian besar mengeluh adanya tumor, baik yang berukuran kecil sampai besar
atau menunjukkan tanda-tanda infiltrasi seperti mobilitas terbatas atau fixed,
perlekatan ke kulit atau ulkus, penarikan putting susu, sampai perlekatan pada
dinding thoraks.
2. Rasa yang tidak enak pada payudara dan besar payudara yang tidak sama.
3. Ada atau tidak nipple discharge yang kadang disertai perdarahan.

Keluhan metastase ca mammae terutama pada:

15
1. Kelenjar getah bening aksila: berupa penonjolan kelenjar getah bening di daerah
aksila sampai ke supraklavikula
2. Gejala metastase tempat lain: metastase ca mammae terutama terjadi pada paru,
tulang, hepar, otak, dan payudara kontralateral yang akan memberikan gambaran
khas pada setiap lokasinya.

2.2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Terutama menggali keluhan utama dan riwayat yang dirasakan oleh pasien,
diantaranya:
a. Benjolan di payudara: onset, konsentrasi, posisi, warna kulit
b. Kecepatan tumbuh dengan atau tanpa rasa sakit/nyeri
c. Nipple discharge, retraksi putting susu, krusta
d. Kelainan kulit, dimpling, peau de orange , ulserasi
e. Benjolan di aksila dan edema lengan
f. Keluhan tambahan metastasis: nyeri tulang (vertebra atau femur), sesak nafas
2. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan status lokalis, regionalis, dan sistemik karena adanya curiga
ke arah metastasis.

Gambar 2.6 Pemeriksaan Fisik Pada Mammae (Townsend, 2011)

16
a. Mammae kanan atau kiri atau bilateral
b. Massa tumor: lokasi, ukuran, konsistensi, bentuk dan batas tumor. Terfiksasi
atau tidak ke kulit, muskulus pektoralis atau dinding dada
c. Perubahan warna kulit: kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit, peau de
orange
d. Perubahan nipple
e. Status kelenjar getah bening: lokasi, jumlah pembesaran, konsistensi, fix atau
mobile
f. Pemeriksaan pada daerah metastasis: lokasi, bentuk, keluhan
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Biopsi
Setiap ada kecurigaan dari pemeriksaan fisik atau mammogram, biopsi harus
selalu dilakukan (Sjamsuhidayat dan de Jong, 2010). Jenis pemeriksaan biopsi
yang dapat dilakukan diantaranya:
1) Fine needle aspiration biopsy (FNAB)
Dengan jarum halus sejumlah kecil jaringan dari tumor diaspirasi keluar
lalu diperiksa dibawah mikroskop. FNAB hanya memungkinkan evaluasi
sitologi.
2) Core biopsi
Biopsi ini menggunakan jarum yang ukurannya cukup besar sehingga dapat
diperoleh spesimen silinder jaringan tumor yang lebih bermakna dari
FNAB. Core biopsi dapat membedakan tumor yang invasif dengan yang
noninvasif serta grade tumor.
3) Biopsi terbuka
Dilakukan terutama pada mamografi yang mengarah malignansi, hasil
FNAB atau core biopsi yang meragukan. Biopsi dapat dilakukan secara
eksisional dengan mengangkat seluruh massa tumor dan menyertakan
sedikit massa sehat di sekitar massa tumor, atau secara insisional dengan
mengambil sebagian massa tumor untuk kemudian dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi.
4) Sentinel node biospi
Dilakukan untuk menentukan status keterlibatan kelenjar limfe aksila dan
parasternal dengan cara pemetaan limfatik.
b. Mamografi
17
Merupakan metode pilihan deteksi ca mammae pada kasus kecurigaan
keganasan maupun kasus ca yang kecil dan tidak terpalpasi. Mamografi adalah
pencitraan menggunakan sinar X pada jaringan payudara yang dikompresi.
Mamografi dikerjakan pada wanita diatas usia 35 tahun, sebaiknya dikerjakan
pada hari ke 7-10 setelah menstruasi karena akan mengurangi rasa tidak
nyaman saat dikompresi (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).
c. USG
Berguna untuk menentukan ukuran lesi dan membedakan kista dengan tumor
solid. Salah satu kelebihan USG adalah dalam mendeteksi masa kistik.
d. MRI
Dipertimbangkan dilakukan pada pasien wanita muda karena gambaran
mamografi yang kurang jelas, wanita dengan payudara implan,
dipertimbangkan pasien dengan resiko tinggi untuk menderita ca mammae
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

2.2.8 Tata Laksana


Tatalaksana ca mammae meliputi tindakan operasi, radiasi, kemoterapi, terapi
hormon, targeting therapy, rehabilitasi medik serta paliatif.

1. Operatif / pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling awal dikenal untuk pengobatan ca
mammae. Jenis pembedahan pada ca mammae:
a. Mastektomi Radikal Modifikasi (MRM)
Tindakan pengangkatan tumor payudara dari seluruh payudara termasuk
kompleks putting-areola, disertai diseksi kelenjar getah bening aksilaris level I
sampai II secara en bioc.
b. Mastektomi Radikal Klasik (CRM)
Tindakan pengangkatan mammae, kompleks putting-areola, otot pektoralis
mayor dan minor, serta kelenjar getah bening aksilaris level I, II, II secara en
bioc.
c. Mastektomi simple
Pengangkatan seluruh jaringan mammae dengan preservasi kulit dan kompleks
putting-areola, dengan atau tanpa diseksi kelenjar getah bening aksila.
d. Breast Conserving Theraphy (BCT)

18
Pembedahan pada mammae dengan mempertahankan bentuk kosmetik
mammae.
e. Metastasektomi
Pengangkatan tumor metastasis pada ca mammae. Tindakan ini masih menjadi
kontroversi diantara para ahli.
2. Radioterapi
Merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana ca mammae, radioterapi
dapat diberikan sebagai terapi kuratif ajuvan dan paliatif.
a. Radioterapi kuratif ajuvan
Radioterapi dapat diberikan setelah BCT untuk tumor invasif in situ, stadium I
dan II. Sebagai terapi ajuvan, radioterapi diberikan pasca mastektomi tumor
stadium I dan stadium II, dan sebagai sandwich theraphy yaitu pembedahan
dikombinasikan dengan penyinaran pre dan pasca bedah dilakukan pada tumor
stadium III.
b. Radioterapi pasca mastektomi
Terutama diberikan pada:
1) Tumor T3-T4
2) Kelenjar limfe aksila diangkat ≥ 4 yang mengandung sel tumor dari sediaan
diseksi aksila
3) Batas sayatan positif atau dekat tumor
4) Kelenjar limfe yang diangkat 1-3 yang mengandung sel tumor dari sediaan
diseksi aksila dengan faktor resiko kekambuhan, diferensiasi jelek, atau
invasi limfo-vasikuler
c. Radioterapi paliatif
Tujuan paliatif diberikan untuk meredakan gejala sehingga meningkatkan
kualitas hidup pasien. Radioterapi juga diberikan sebagai terapi paliatif pada
pasien pasca mastektomi, penyakit rekuren, dan keadaan metastasis tulang dan
otak.
3. Kemoterapi
Kemoterapi pada ca mammae dipberikan sebagai:
a. Terapi ajuvan
Kemoterapi yang diberikan pasca mastektomi untuk membunuh sel-sel tumor
walaupun asimptomatik, atau mungkin tertinggal dan menyebar secara
hematogen.
19
b. Terapi neoajuvan
Kemoterapi yang diberikan sebelum pembedahan untuk memperkecil ukuran
ukuran tumor, sehingga dapat diangkat dengan lumpektomi atau mastektomi
simpel.
c. Terapi paliatif
Dilakukan apabila terdapat metastasis yang jelas secara klinis atau jika
pemeriksaan berulang setiap 6-8 minggu yang menunjukkan progresifitas.
4. Terapi hormonal
Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal positif, terapi ini
dapat diberikan pada stadium I-IV. Terapi hormonal terdiri dari obat-obatan anti
estrogen (tamoksifen, toremifen), analog LHRH, inhibitor aromatase selektif, agen
progestasional, agen androgen, dan prosedur ooforektomi.

2.2.9 Prognosis
Prognosis penderita ca mammae diperkirakan buruk jika usianya muda, menderita
ca mammae bilateral, mengalami mutase genetik dan mengalami tripple negarive (grade
tumor tinggi dan seragam, reseptor estrogen dan progesteron negatif, reseptor permukaan
HER 2 negatif).

2.2.10 Pencegahan dan Screening


Pencegahan primer adalah usaha agar tidak terkena ca mammae, pencegahan ini
berupa mengurangi atau meniadakan faktor resiko yang diduga erat kaitannya dengan
peningkatan insidensi ca mammae. Pencegahan sekunder adalah melakukan screening
kanker untuk mengetahui adanya abnormalitas yang mengarah pada ca mammae. Beberapa
tindakan untuk screening adalah:
2. Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)
3. Pemeriksaan payudara klinis (SADANIS)
4. Mamografi screening
Seseorang yang beresiko tinggi menderita ca mammae karena memiliki riwayat
familial atau genetik serta mutasi gen supresor tumor dapat dipertimbangkan untuk
menjalani mastektomi bilateral dan salfingo-ooforektommi bilateral preventif meskipun
pasien tidak menunjukkan gejala.

20
2.2.11 Differential Diagnosis
1. Tumor Phyllodes
Pada tumor phyllodes dengan perjalanan klinis menuju kearah ganas sulit
dibedakan dengan ca mammae. Secara umum gejala klinis tumor phyllodes adalah:
timbul pada usia dekade III atau lebih, benjolan dapat tumbuh lambat kemudian
tumbuh cepat, benjolan sangat besar, benjolan tidak nyeri yang dapat disertai
dengan ulkus, tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe aksila ipsilateral
walaupun tumor sangat besar.

2. Fibroadenoma Mammae (FAM)


Merupakan suatu neoplasma jinak mammae yang terdiri dari elemen kelenjar
(grandular) dan elemen stromal (mesenkimal). Pada ca mammae stadium dini akan
sulit dibedakan dengan FAM. Gejala klinis FAM diantaranya: usia dekade II-III
bahkan lebih muda, benjolan yang lambat membesar, tidak terasa nyeri, benjolan
padat-keras, mobile, berbatas tegas, dan dapat tunggal atau multipel.

3. Penyakit Fibrokistik
Adalah nama yang dipakai untuk sejumlah kelainan berupa pembentukan kista,
metaplasia apokrin, fibrosis stromal, kalsifikasi, inflamasi kronis, hyperplasia
epitel, sklerosing adenosis, papilomatosis, dan lobular ductal hyperplasia. Gejala
yang dialami pasien adalah tumor dengan batas tidak tegas dan terjadi penebalan
jaringan mammae di beberapa tempat.
4. Mastitis
Merupakan keradangan pada mammae. Secara klinis mirip dengan ca mammae
oleh adanya bentukan peau de orange oleh tarikan ligamentum cooper. Secara
umum gejala klinis dari mastitis adalah adanya massa yang berbatas tidak tegas,
kemerahan disertai rasa nyeri spontan dan nyeri tekan, adanya masa fluktuatif, dan
tidak didapatkan pembesaran kelenjar limfe aksila ipsilateral.

21
DAFTAR PUSTAKA

Alamgir, Jamal, dan Kafeel. 2008. Bloom-Richardson Grading: A marker of


Chemosensitifity in Invasive Breast Carcinoma. Parkisan Journal of Pharmacology.

American Join Committee on Cancer. 2009. Breast Cancer Staging. Tidak Diterbitkan.

Agustina, Ratna. 2015. Peran Derajat DIfferensiasi Histopatologik dan Stadium Klinis
Pada Rekurensi Kanker Payudara. Tidak diterbitkan.

Desen, Wan. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Gordon, Robert G. 2011. Sabiston Atlas Bedah Umum. Tangerang: Binarupa Aksara
Publisher.

Kementrian Kesehatan RI. 2015. Infodatin Pusat data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. Tidak diterbitkan.

Kementrian Kesehatan RI. 2015. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Tidak


diterbitkan.

Rakha, et al. 2010. Breast Cancer Prognostic Classification in the Molecular Era: The
Role of Histologcal Grade. Breast Cancer Research.

Sjamsuhidajat dan de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.

Townsend. 2011. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta: ECG.

22

Anda mungkin juga menyukai