Anda di halaman 1dari 20

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS TEKS PIDATO DENGAN

MENGGUNAKAN TEKNIK SINEKTIK TERHADAP SISWA KELAS X5


SMAN TANJUNGSARI KECAMATAN TANJUNGSARI

Ridha Herdiani

ABSTRAK: Menulis adalah salah satu di antara kegiatan mental manusia yang
paling rumit. Pembelajaran menulis perlu beralih dari model belajar konvensional
ke model belajar modern. Kemampuan menulis yang diharapkan oleh kurikulum
pada jenjang pendidikan meliputi berbagai kompetensi, termasuk di dalamnya
kompetensi menulis teks pidato.Pembelajarn pidato harus diarahkan pada
kemampuan siswa dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk meningkatkan menulis pidato dengan menggunakan
metode sinektik. Dengan menggunakan strategi sinektik, maka dapat diambil
manfaatnya yaitu afektifitas metaforik yang terencana memberikan kebebasan
imajinasi dan pemahaman siswa pada pemerolehan kreasi yang bermakna
khususnya dalam bentuk tulisan. Hasil temuan penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa teknik sinektik dapat meningkatkan kemampuan menulis teks pidato.

Kata kunci: teknik sinektik, menulis pidato

Pendahuluan
Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari sebagai alat
komunikasi yang logis. Bahasa lahir dari kreatifitas yang diungkapkan dalam
bentuk bunyi, lisan, gerak, maupun isyarat atau juga bentuk lainnya. Bahasa
memiliki empat keterampilan di antaranya berbicara, menyimak, membaca, dan
menulis. Menulis adalah meletakan atau mengatur simbol-simbol grafis yang
menyatakan pemahaman suatu bahasa sedemikian rupa sehingga orang lain dapat
membaca simbol-simbol sebagai penyajian ekspresi bahasa (Lado, 1964), menulis
merupakan keterampilan berbahasa yang paling tinggi (aktif produktif), karena
menulis lebih menekankan pada aspek motorik yang dituangkan dalam bahasa
tulisan. Untuk menyambungkan ilmu pengetahuan, dan wawasan melalui bahan
tertulis perlu kreatifitas, sehingga dapat diuraikan dan dimanfaatkan problem
solving. Menulis merupakan suatu proses yang kompak, yang merupakan
keterampilan berbahasa yang meminta perhatian paling akhir di sekolah (M.E.
Folwer, 1965). Menurut William JJ. Gordon menjelaskan bahan sinektik

1
2

merupakan suatu pendekatan baru yang menarik guna mengembangkan kreatifitas.


Bahkan Gordon nuga menjelaskan, kreatifitas merupakan bagian dari kegiatan
sehari-hari dan berlangsung seumur hidup. Model yang mengembangkan Gordon
dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan (problem-solving),
ekspresif-kreatif (Creative Expression), empati, insigh dalam hubungan sosial.
Menulis seperti juga keterampilan bahasa lainnya, merupakan suatu proses
perkembangan. Menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, latihan,
keterampilan-keterampilan khusus, dan pengajaran langsung menjadi seorang
penulis (Tarigan, 1994:8). Sebagai suatu proses perkembangan, tentunya
keterampilan menulis berkembang seiring dengan perkembangan, tentunya
keterampilan menulis berkembang seiring dengan perkembangan fisik, mental, dan
keterampilan orang yang bersangkutan.
Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang
mengembangkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain
dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut jika mereka memahami bahasa
dan gambaran garafik tersebut (Tarigan, 1994:21).
Dengan kata lain menulis adalah suatu kegiatan atau aktivitas dari seorang
penulis untuk menyampaikan suatu gagasan secara tidak langsung kepada orang
lain atau pembaca dan menggunakan lambang atau grafik yang dapat dipahami
penulis dan pembaca.
Demikian pentingnya kompetensi menulis sehingga di dalam kurikulum
1968 sampai kurikulum 13 tercantun di semua kelas dan jenjang pendidikan.
Kemampuan menulis yang diharapkan oleh kurikulum pada jenjang SD/SMP/SMA
meliputi berbagai kompetensi, termasuk di dalamnya kompetensi menulis teks
pidato. Pembelajaran pidato harus diarahkan pada kemampuan siswa dalam
berkomunikasi baik lisan maupun tulisan (Tarigan, 1995:28). Dengan
menggunakan strategi sinektik aktifitas metaforik yang terencana memberikan
kebebasan imajinasi dan pemahaman siswa pada pemerolehan kreasi yang
bermakna khususnya dalam bentuk tulisan.
Di antara karunia Allah SWT yang paling besar bagi manusia adalah
kemampuan berbicara. Kemampuan untuk mengungkapkan isi hatinya dengan
3

bunyi yang dikeluarkan dari mulutnya. Berbicara telah membedakan manusia dari
makhluk lainnya. Dengan berbicara, manusia mengungkapkan perasaan dirinya,
mengatur lingkungannya dan pada akhirnya menciptakan budaya insani.
Sebelum lambang-lambang tulian digunakan, orang sudah menggunakan
berbicara sebagai alat berkomunikasi. Bahkan setelah tulisan ditemukan sekalipun,
berbicara lebih banyak digunakan. Ada beberapa kelebihan berbicara yang tidak
dapat digantikan dengan tulisan. Berbicara terasa lebih akrab, lebih pribadi dan
lebih manusiawi.
Namun, kenyataannya berbeda dengan harapan. Kemampuan siswa dalam
menulis pidato khususnya di SMAN Tanjungsari masih jauh dari harapan.
Keterbatasan wawasan, pengetahuan, dan keingintahuan guru sebagai pelaksana
kurikulum belum dapat memvariasikan metode, dan teknik pembelajaran yang
bertumbu pada PAKEM. Siswa sebagai subjek dianggap sebagai objek sehinga
kreatifitasnya terbatasi pada suatu teknik yang diatur oleh guru. Melihat kenyataan
tersebut, penulis merasa terdorong untuk mengadakan Penelitian Tindakan dengan
judul “Model Pembelajaran Menulis Naskah Pidato Dengan Teknik Sinektik
Terhadap Siswa Kelas X5 SMAN Tanjungsari Kecamatan Tanjungsari Tahun
Pelajaran 2013-2014”.
Karena luasnya ruang lingkup yang tergambar pada latar belakang masalah,
maka penelitian ini dibatasi hal-hal sebagai berikut:
1) Kompetensi yang menjadi pusat perhatian penulis adalah pembelajaran
menulis pidato berdasarkan kosa kata dan paragrap.
2) Siswa yang menjadi sumber data penelitian ini adalah siswa kelas X5 SMAN
Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014.
3) Metode Pengajaran yang dipilih untuk dieksperimenkan adalah menggunakan
strategi sinektik.
Berdasarkan hal di atas, dapat dirumuskan bahwa penelitian ini merupakan
uji coba model pembelajaran menulis pidato dengan menggunakan strategi sinektik
di kelas X5 SMAN Tanjungsari tahun pelajaran 2013-2014.
Berdasarkjan masalah di atas, masalah yang akan diteliti berkaitan dengan:
1) Kemampuan siswa sebelum mengikuti pembelajaran.
4

2) Kemampuan siswa sesudah mengikuti pembelajaran.


3) Perbedaan kemampuan siswa sebelum dengan sesudah mengiktui
pembelajaran
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah penelitian ini dapat
dirumuskan berikut:
1) Bagaimana tingkat kemampuan siswa kelas X5 SMAN Tanjungsari
Kecamatan Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014 dalam menulis naskah
pidato sebelum mengikuti pembelajaran menulis naskah pidato dengan
menggunakan teknik sinektik?
2) Bagaimana kemampuan siswa kelas X5 SMAN Tanjungsari Kecamatan
Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014 dalam menulis naskah pidato sesudah
mengikuti pembelajaran menulis naskah pidato dengan menggunakan teknik
sinektik?
3) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan siswa sebelum
dan sesudah mengikuti pembelajaran menulis naskah pidato dengan
menggunakan teknik sinektik?
Sebagai acuan untuk menentukan cara dan upaya yang harus ditempuh
dalam penelitian ini, penulis merumuskan tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1) Mengetahui gambaran tentang kemampuan siswa dalam menulis naskah pidato
sebelum pembelajaran.
2) Menemukan gambaran kemampuan siswa dalam menulis naskah pidato
sesudah pembelajaran.
3) Membuktikan apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan
siswa dalam menulis pidato sebelum dan sesudah pembelajaran menulis
naskah pidato dengan teknik sinektik.
Penulis berharap pada akhir penelitian ini, dapat bermanfaat bagi pihak-
pihak terkait antara lain sebagai berikut:
1) Bagi Penulis
Melalui penelitian ini, penulis dapat mengembangkan wawasan dan
pengalaman di bidang penelitian, khususnya mengenai pembelajaran menulis
5

naskah pidato dengan menggunakan teknik sinektik sebagai pembangkit


kreatifitas.
2) Bagi Guru
Penelitian ini dapat berguna bagi guru, karena akan memberikan pengetahuan
tentang variasi penggunaan metode pembelajran pada siswa, sebagai
pembangkit kreatifitas dalam berbicara (pidato).
3) Bagi Siswa
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa sebagai upaya penambahan ilmu
pengetahuan, pengembangan imajinasi, sehingga dapat memecahkan
masalahnya di kemudian hari dan berguna bagi dirinya kelak.

Kajian Teori
Pidato
Socrates adalah seorang tokoh yang berusaha mengembangkan retorika
dengan menyingkirkan sophesme negative. Socrates percaya bahwa retorika tidak
boleh dipisahkan dari politik dan sastra. Tetapi ia mengganggap tidak semua orang
boleh diberi pelayanan ini. Retorika menjadi sebuah pelajaran elit, hanya untuk
mereka yang berbakat. Ia mendirikan sekolah retorika yang paling berhasil pada
tahun 391 SM. Ia mendidik muridnya menggunakan kata-kata dalam susunan yang
seimbang dengan pergeseran suara dan gagasan yang lancar. Karena ia tidak
mempunyai suara yang baik dan keberanian untuk tampil, ia hanya menuliskan
pidato. Ia menuliskan risalah-risalah itu dianggap warisan prosa Yunani yang
menakjubkan.
Aristoteles membagi lima tahap dalam penyusunan pidato yang terkenal
sebagai lima hukum retorika, yaitu:
1) Invention (penemuan)
Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk
mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Juga merumuskan tujuan dan
mengumpulkan bahan (argument) yang sesuai dengan kebutuhan khalayak.
2) Deposito (penyusunan)
6

Pembicara menyusun pidato atau mengorganisasikan pesan. Aristoteles


menyebutkan taxis, yang berarti pembagian. Pesan harus dibagi dalam
beberapa bagian yang berkaitan secara logis.
3) Elucution (gaya)
Pembiacara memiliki kata-kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk
mengemas pesannya.
4) Memoria (memori)
Pembicara harus mengingat apa yang ingin disampaikan, dengan mengatur
bahan-bahan pembicaraannya.
5) Pronontiatio (penyampaian)
Pembicara menyampaikan pesannya secara lisan. Di sini, akting sangat
berperan. Pembicara harus memperhatikan suara dan gerakan-gerakan anggota
badan.
Menurut ada tidaknya persiapan, sesuai dengan cara yang dilakukan waktu

persiapan, dikemukakan empat macam pidato, yaitu impromptu, manuskrip,

memoriter, dan ekstempore.

Pada jenis pidato impromptu dilaksnakan secara spontan. Bagi juru pidato

yang berpengalaman impromptu memilki beberapa keuntungan:

a. Impromptu lebih dapat mengungkapkan perasaan pembicara yang

sebenarnya, karena pembicara tidak memikirkan lebih dulu pendapat yang

disampaikannya.

b. Gagasan dan pendapatnya datang secara spontan, sehingga tampak segar

dan hidup.

c. Impromptu memungkinkan kita untuk terus berfikir. Impromptu sebaiknya

dihindari, tetapi bila terpaksa hal-hal berikut dapat dijadikan pegangan,

yaitu pikirkan terlebih dahulu teknik permulaan pidato yang baik. Misalnya

cerita, hubungan pidato sebelumnya, bandingan, ilustrasi, dan sebagainya.


7

Tentukan sistem organisasi pesan, misalnya susunan kronologis, teknik

pemecahan soal, kerangka sosial, ekonomi-politik, hubungan teori dan

praktek. Pikirkan teknik menutup pidato yang mengesankan. Kesukaran

menutup pidato biasanya merepotkan pembicara impromptu.

Jenis pidato yang kedua adalah manuskrip. Ini disebut juga dengan pidato

naskah, juru pidato membacakan naskah-naskah pidato, tetapi membacakan pidato.

Manuskrip diperlukan oleh tokoh nasional, sebab kesalahan kata saja akan kacau

dan berakibat kurang baik bagi pembicara. Manuskrip dilakukan oleh ilmuan yang

melaporkan hasil penelitiannya dalam pertemuan ilmiah. Contoh lain adalah pidato

radio menggunakan manuskrip tanpa terlihat oleh pendengar.

Pidato manuskrip tentu saja bukan jenis pidato yang baik walaupun

memiliki keuntungan-keuntungan sebagai berikut;

(1) Kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya sehingga dapat menyampaikan arti yang

tepat dan pertanyaan yang gambling.

(2) Pernyataan pendapat dihemat, karena manuskrip dapat disusun kembali.

(3) Kefasihan bicara dapat dicapai, karena kata-kata sudah disiapkan

(4) Hal-hal yang ngawur atau menyimpang dapat dihindari

(5) Manuskrip dapat diterbitkan atau diperbanyak.

Ditinjau dari proses komunikasi kerugiannya cukup berat yaitu, komunikasi

pendengaran akan berkurang karena pembicara tidak bicara langsung kepada

mereka, pembicara dapat melihat pendengar dengan baik, sehingga akan

kehilangan gerak dan bersifat kaku, umpan balik dari pendengar tidak dapat
8

mengubah, memperpendek atau memperpanjang pesan-pesan, pembuatannya lebih

cepat dan sekedar menyiapkan garis-garis besarnya atau (otline) saja.

Untuk mengurangi kekurangan-kekurangan di atas, beberapa petunjuk

dapat diterapkan dalam penyusunan dan penyampaian manuskrip yakni, susunlah

lebih terlebih dahulu garis besarnya dan disiapkan bahan-bahannya, tulislah

manuskrip seakan-akan anda sedang berbicara. Gunakan gaya percakapan yang

lebih informal dan langsung; baca naskah itu berkali-kali sambil membayangkan

pendengar; hafalkan sekedarnya sehingga anda dapat lebih sering melihat

pendengar; siapkan manuskrip dengan ketikan besar, misalnya tiga spasi dan batas

pinggir yang luas.

Jenis pidato yang ketiga adalah memoriter. Pada jenis memoriter, pesan

pidato ditulis kemudian diingat kata demi kata. Seperti halnya manuskrip,

memoriter memungkinkan pengungkapan yang tepat, organisasi yang terencana,

pemilihan bahasa yang teliti, gerak dan isyarat yang diintegrasikan dengan uraian.

Tetapi karena pesan sudah tepat, tidak terjalin saling berhubungan antara pesan

dengan pendengar, kurang langsung, memerlukan banyak waktu dalam persiapan,

kurang spontan, perhatian beralih dari kata-kata kepada usaha mengingat-ingat.

Bahaya terbesar adalah timbul bila satu kata atau lebih hilang dari ingatan. Seperti

penulisan manuskrip, maka naskah memoriter pun harap ditulis kembali.

Jenis pidato yang keempat adalah ekstempore. Ekstempore adalah jenis

pidato yang paling baik dan yang paling sering dilakukan oleh juru pidato yang

mahir. Pidato sudah dipersiapkan sebelumnya berupa out-line, dan pokok-pokok

penunjang pembahasan (supporting points). Tetapi pembicara tidak berusaha


9

mengingatnya kata demi kata. Out line itu hanya merupakan pedoman untuk

mengatur gagasan yang ada dalam pikiran kita. Keuntungan ekstempore ialah

komunikasi pendengar dengan pembicara berbicara langsung kepada khalayak,

pesan dapat fleksibel untuk diubah sesuai kebutuhan dan panyajiannya lebih

spontan. Bagi pembicara yang belum ahli, kerugian-kerugian berikut ini dapat

timbul. Persiapan kurang baik bila dibuat terburu-buru, pemilihan bahasa yang

jelek, kefasihan yang terhambat karena kesukaran memilih kata dengan segera.

Kemungkinan menyimpang dari out-line, dan tentu saja tidak dapat disajikan bahan

penerbitan. Beberapa kekurangan ekstempore yang disebut belakangan sebenarnya

dengan mudah dapat diatasi melalui latihan-latihan yang intensif.

Teknik Sinektik

Kata sinektik merupakan kata sifat yang berasal dari bahasa Grik synektinos
yang berarti joining, connecting, of, causa, immediate. Arti yang lebih tepat dengan
istilah sinektik adalah connecting “menghubungkan”, atau menyambung. Arti ini
diperluas lagi melalui proses metafonik, yaitu penggunaan analogi.
Sinektik yang ini bukan saja digunakan dalam bidang industri, melainkan
dalam bidang pendidikan. Pengembangan kreativitas individu dalam memecahkan
masalah kreatif. Kreatif tidak terbatas pada seni, melainkan juga pada bidang
lainnya, seperti sain dan teknologi (Dahlan, 1990:88).
Sinektik merupakan suatu pendekatan baru yang menarik guna
mengembangkan kreatifitas dirancang oleh William J.J. Gordon dan kawan-
kawannya. Mula-mula Gordon menerapkan prosedur sinektik untuk keperluan
mengembangkan aktifitas kelompok dalam organisasi industri, di mana individu
dilatih untuk mampu bekerja sama satu sama lain dan nantinya berfungsi sebagai
orang yang mampu mengatasi masalah (problem solvers) atau sebagai orang yang
mampu mengembangkan produksi (product developers).
10

Menurut Gordon, ada empat pandangan yang mendasari sinektik dan


sekaligus menantang pandangan lama tentang kreatifitas:
1. Kreatifitas merupakan kegiatan sehari-hari. Umumnya kita beranggapan
bhawa proses kreatifitas itu merupakan pekerjaan yang luar biasa seperi
seni, musik, atau penemuan baru. Menurut Gordon, krestifitas merupakan
bagian dari kegiatan kerja kita sehari-hari dan berlangsung seumur hidup.
Model yang dikembangkan Gordon dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah, ekspresif kreatif, empati.
2. Proses kreatif tidak selamanya misterius, tetapi dapat diuraikan dan
mungkin dapat dimanfaatkan untuk melatih individu guna meningkatkan
kreatifitas mereka. Menurut pandangan tradisional, kreatifitas itu
merupakan sesuatu hal yang bersifat misterius, bawaan sejak lahir, dan
kapasitas ini dapat hilang sewaktu-waktu. Gordon percaya jika individu
memehami kreatifitas di mana mereka hidup atau bekerja secara mandiri
atau sebagai anggota kelompok. Menurut Gordon, kreatifitas ditingkatkan
oleh kesadaran yang memberi petunjuk baginya untuk menjabarkan dan
menciptakan prosedur latihan yang dapat ditetapkan di sekolah atau setting
yang lainnya.
3. Kreatifitas tercipta disegala bidang, ini merupakan ide yang bertentangan
dengan keyakinan umum bahwa kreatifitas itu terbatas hanya dalam bidang
seni pada hal bidang-bidang sain dan mesin pun meningkatkan karena kreasi
manusia. Gordon menunjukkan suatu hubungan yang erat antara
tumbuhnya berfikir di bidang seni dan sain.
4. Peningkatan berfikit kreatif inidvidu dan kelompok yang sama. Individu
dan kelompok menimbulkan ide-ide dan produk dalam berbagai hal, sangat
berbeda dengan pendirian yang mengatakan bahwa kreatifitas merupakan
pengalaman yang bersifat individual.
Pemrosesan spesifik dalam sinektik dikembangkan dari seperangkat
anggapan dasar tentang psikologi kreatifitas:
- Munculkan proses-proses kreatif menuju kesadaran serta
mengembangkannya secara nyata.
11

- Elemen-elemen emosional dan irasional harus dipahami guna


meningkatkan kemungkinan sukses dalam situasi problem solving.
Perlu digarisbawahi proses kreatif yang dikembangkan secara sadar sangat
menunjang kreatifitas, komponen intelektual yang secara irasional lebih mantap
secara irasional harus dipahami dalam rangka meningkatkan kemungkinan
keberhasilan suatu situasi pemecahan masalah.
Aktifitas dasar sinektik adalah metaforik. Metafora-metafora membentuk
hubungan persamaan, membedakan objek atau ide yang satu dan yang lainnya
dengan menggunakan pengganti. Objek pengganti ini langsung mengilhami proses
kreatif dengan cara menghubungkan sesuatu yang belum dikenal. Dalam kegiatan
ini guru akan menggugah para siswanya dengan pernyataan evokatif, yaitu sejenis
pernyataan terbuka yang memungkinkan subjek didik dalam proses kreatif.
Strategi sinektik mempergunakan aktifitas metaforik secara terencana,
memberikan struktur langsung di mana individu bebas mengembangkan imajinasi
dan pemahaman mereka ke dalam aktifitas sehari-hari.

Hasil Pembahasan
Setelah dilaksanakan pengumpulan data debagaimana telah diungkapkan
pada bab terdahulu, maka diperoleh deskripsi data hasil penelitian yang dapat
penulis uraikan sebagai berikut.
1. Data hasil pretes yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa kelas
X5 SMAN Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014 dalam Menulis Naskah
Pidato adalah sebagai berikut.
Tabel 1
Nilai Pretes pada Pembelajaran menulis Naskah Pidato
No No. Induk Nama JK Skor Nilai

1 131410141 AIMAN RASYID L 50 5.0

2 131410142 AJENG AMELIA P 50 5.0

3 131410143 ALMA ARSYLYNANFAH P 55 5.5


12

4 131410144 ANDREAS NATANAEL L 60 6.0

5 131410145 BOBBY RAHMAN L 65 6.5

6 131410146 CUCUN MULYASARI P 55 5.5

7 131410147 DIDA ANGGRAENA P 50 5.0

8 131410148 ELIS NURSAMSIAH P 60 6.0

9 131410149 FAUZI NUR HAKIM L 60 6.0

10 131410150 FEBYAN SANJAYA PUTRA L 50 5.0

11 131410151 HADELA RIFANI P 65 6.5

12 131410152 IMAM AHMAD K L 50 5.0

13 131410153 IWAN GUNAWAN L 60 6.0

14 131410154 KHAIRUNISA P 60 6.0

15 131410155 KRISNA GUMILAR L 55 5.5

16 131410156 MAYA ROBIATUL ADAWIAH P 55 5.5

17 131410157 MELANI HARDIYANTI P 55 5.5

18 131410158 MOHAMAD IQBAL SATYA P. L 60 6.0

19 131410159 MUH. RIDWAN FAUZY L 55 5.5

20 131410160 MUHAMMAD SAMSUL ANWAR L 65 6.5

21 131410161 NOVIA PERMATA DEWI P 50 5.0

22 131410162 PEPI SUPRIATNA L 60 6.0

23 131410163 PIPIT NURPITRI P 60 6.0

24 131410164 RIO DAKOSTA PUTRA L 60 6.0


13

25 131410165 RISMA NOFIANA P 60 6.0

26 131410166 ROBBY NUR HIDAYAT L 50 5.0

27 131410167 SHINTA DEWI RAHAYU P 60 6.0

28 131410168 SIN SIN LARANG PUTRI P 50 5.0

29 131410169 SINTA MESI P 65 6.5

30 131410170 SITI AIDA KHOLIFAH P 50 5.0

2. Data hasil postes yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa kelas
X5 SMAN Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014 dalam Menulis Naskah
Pidato adalah sebagai berikut.

Tabel 2
Nilai Postes Pada Pembelajaran Menulis Naskah Pidato
No No. Induk Nama JK Skor Nilai

1 131410141 AIMAN RASYID L 70 7.0

2 131410142 AJENG AMELIA P 60 6.0

3 131410143 ALMA ARSYLYNANFAH P 65 6.5

4 131410144 ANDREAS NATANAEL L 75 7.5

5 131410145 BOBBY RAHMAN L 80 8.0

6 131410146 CUCUN MULYASARI P 65 6.5

7 131410147 DIDA ANGGRAENA P 65 6.5

8 131410148 ELIS NURSAMSIAH P 80 8.0

9 131410149 FAUZI NUR HAKIM L 70 7.0

10 131410150 FEBYAN SANJAYA PUTRA L 65 6.5


14

11 131410151 HADELA RIFANI P 65 6.5

12 131410152 IMAM AHMAD K L 65 6.5

13 131410153 IWAN GUNAWAN L 65 6.5

14 131410154 KHAIRUNISA P 75 7.5

15 131410155 KRISNA GUMILAR L 70 7.0

16 131410156 MAYA ROBIATUL ADAWIAH P 65 6.5

17 131410157 MELANI HARDIYANTI P 65 6.5

18 131410158 MOHAMAD IQBAL SATYA P. L 65 6.5

19 131410159 MUH. RIDWAN FAUZY L 70 7.0

20 131410160 MUHAMMAD SAMSUL ANWAR L 80 8.0

21 131410161 NOVIA PERMATA DEWI P 65 6.5

22 131410162 PEPI SUPRIATNA L 75 7.5

23 131410163 PIPIT NURPITRI P 80 8.0

24 131410164 RIO DAKOSTA PUTRA L 70 7.0

25 131410165 RISMA NOFIANA P 75 7.5

26 131410166 ROBBY NUR HIDAYAT L 70 7.0

27 131410167 SHINTA DEWI RAHAYU P 80 8.0

28 131410168 SIN SIN LARANG PUTRI P 70 7.0

29 131410169 SINTA MESI P 80 8.0

30 131410170 SITI AIDA KHOLIFAH P 70 7.0


15

Sehubungan dengan adanya persyaratan yang harus dipenuhi sebelum


menentukan teknik analisis statistik yang digunakan, terlebih dahulu penulis
melakukan uji normalitas untuk memeriksa keabsahannya.
Teknik yang digunakan untuk mengetahui tingkat normalitas penyebaran
data antara nilai tertinggi dengan nilai terendah serta variabilitas di dalamnya.
Sehingga penulis dapat menentukan teknik statistik parametik jika sebaran
merupakan sebaran normal, atau teknik statistik non-parametik jika data yang akan
diolah tidak merupakan sebaran normal.
Mengingat metode penelitian yang penulis gunakan adalah pretest and postest one
group design, maka digunakan rumus sebagai berikut.

𝑀𝑑
t=√ 𝛴𝑥2 𝑑
𝑁(𝑁−1)

Tabel 3
Distribusi Perbedaan Mean Pretes dan Postes
Skor Gain Xd= Xd2
No Nama Siswa
Pretes Postes (d) (d-md)
1 AIMAN RASYID 5.0 7.0 2 0,6 0,36

2 AJENG AMELIA 5.0 6.0 1,5 0,1 0,01

3 ALMA ARSYLYNANFAH 5.5 6.5 1 -0,4 0,16

4 ANDREAS NATANAEL 6.0 7.5 1,5 0,1 0,01

5 BOBBY RAHMAN 6.5 8.0 1,5 0,1 0,01

6 CUCUN MULYASARI 5.5 6.5 1 -0,4 0,16

7 DIDA ANGGRAENA 5.0 6.5 1,5 0,1 0,01

8 ELIS NURSAMSIAH 6.0 8.0 2 0,6 0,36

9 FAUZI NUR HAKIM 6.0 7.0 1 -0,4 0,16


16

10 FEBYAN SANJAYA PUTRA 5.0 6.5 1,5 0,1 0,01

11 HADELA RIFANI 6.5 6.5 0 -1,4 1,96

12 IMAM AHMAD K 5.0 6.5 1,5 0,1 0,01

13 IWAN GUNAWAN 6.0 6.5 0,5 -0,9 0,81

14 KHAIRUNISA 6.0 7.5 1,5 0,1 0,01

15 KRISNA GUMILAR 5.5 7.0 1,5 0,1 0,01

MAYA ROBIATUL
16 5.5 6.5 1 -0,4 0,16
ADAWIAH

17 MELANI HARDIYANTI 5.5 6.5 1 -0,9 0,81

MOHAMAD IQBAL SATYA


18 6.0 6.5 0,5 -0,4 0,16
P.

19 MUH. RIDWAN FAUZY 5.5 7.0 1,5 0,1 0,01

MUHAMMAD SAMSUL
20 6.5 8.0 1,5 0,1 0,01
ANWAR

21 NOVIA PERMATA DEWI 5.0 6.5 1,5 0,1 0,01

22 PEPI SUPRIATNA 6.0 7.5 1,5 0,1 0,01

23 PIPIT NURPITRI 6.0 8.0 2 0,6 0,36

24 RIO DAKOSTA PUTRA 6.0 7.0 1 -0,4 0,16

25 RISMA NOFIANA 6.0 7.5 1,5 0,1 0,01

26 ROBBY NUR HIDAYAT 5.0 7.0 2 0,6 0,36

27 SHINTA DEWI RAHAYU 6.0 8.0 2 0,6 0,36

28 SIN SIN LARANG PUTRI 5.0 7.0 2 0,6 0,36


17

29 SINTA MESI 6.5 8.0 1,5 0,1 0,01

30 SITI AIDA KHOLIFAH 5.0 7.0 2 0,6 0,36

Jumlah 42 7,36

Rata-rata Md 1,4 0,25

Dengan demikian:

𝑀𝑑
t=√ 𝛴𝑥2 𝑑
𝑁(𝑁−1)

1,4
t=√ 0,25
30(30−1)

t = 14,8253
Dengan thitung (14,8253) dan ttabel (1,70) pada taraf kepercayaan 95% serta derajat
kebebasan 29, maka terbukti bahwa thitung (14,8253) lebih beesar dari ttabel (1,70).
Rata-rata nilai yang diraih siswa kelas X5 SMAN Tanjungsari tahun
Pelajaran 2013-2014 sebelum mengikuti pembelajaran menulis teks pidato dengan
menggunakan teknik Sinektik (pretes) adalah 5,7 (tergolong sedang). Setelah
mengikuti pembelajaran menulis teks pidato dengan menggunakan teknik Sinektik
(postes) adalah 7,1 (tergolong baik).

Tabel 4
Keterangan Nilai Dengan Angka

Nilai Sebutan Nilai Sebutan

10 Istimewa 5 Sedang

9 Baik sekali 4 Kurang

8 Baik 3 Kurang sekali


18

7 Lebih dari cukup 2 Buruk

6 Cukup 1 Buruk sekali

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis laksanakan, diperoleh hasil bahwa:
1. Mean pretes adalah 5,7 (tergolong sedang);
2. Mean postes adalah 7,1 (tergolong baik);
3. Dengan thitung (14,8253) dan ttabel (1,70) pada taraf kepercayaan 95% serta
derajat kebebasan 29 (n-1), maka terdapat perbedaan yang signifikan antara
kemampuan menulis teks pidato siswa sebelum dan sesudah mendapat
perlakuan berupa menulis teks pidato dengan menggunakan teknik Sinektik.
Dengan demikian penulis berpendapat bahwa teknik Sinektik dalam
pembelajaran menulis teks naskah pidato siswwa kelas X5 SMAN Tanjungsari
Tahun Pembelajaran 2013-2014 merupakan salah satu teknik pembelajaran yang
efektif.

Simpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdiri atas deskripsi data,
pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian, sebagaimana telah penulis
paparkan di atas, penulis dapat mengemukakan beberapa fakta dari Penelitian
Tindakan kelas yang berjudul “Model Pembelajaran Menulis Pidato dengan Teknik
Sinektik Terhadap Siswa Kelas X5 SMAN Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014
adalah sebagai berikut.
1) Kemampuan siswa kelas X5 SMAN Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-
2014 dalam Menulis Teks Pidato sebelum mendapat perlakuan
pembelajaran menulis pidato dengan teknik sinektik tergolong sedang,
dengan mean 5,7.
2) Kemampuan siswa kelas X5 SMAN Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-
2014 dalam Menulis Teks Pidato setelah mendapat perlakuan pembelajaran
menulis pidato dengan teknik sinektik tergolong baik, dengan mean 7,86.
19

3) Terdapat perbedaan yang disignifikan antara mean pretes dan mean postes
dalam pembelajaran menulis teks pidato dengan menggunakan teknik
Sinektik dengan thitung (14,8253) dan ttabel (1,70) pada taraf kepercayaan 95%
serta derajat kebebasan 29 (n-1).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik Sinektik merupakan
salah satu teknik yang efektif digunakan dalam pembelajaran menulis teks pidato
pada siswa kelas X5 SMAN tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014 yang
berjumlah 30 orang.

Pustaka Rujukan
Sunarto, Achmad. Contoh-contoh Teks Pidato dan Pedoman Pembawa Acara.
Jakarta: Pustaka Amani.
Arikunto, S. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.
Jakarta: Erlangga.
Badudu, Jd. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.
Depdiknas. 2002. Laporan Penilaian Hasil Belajar Sekolah Dasar. Jawa Barat:
Dinas Pendidikan.
Djojosuroto dan Sumaryati. 2004. Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Bahasa dan
Sastra. Bandung: Nuansa.
Harjasujana, A. 1991. Materi Pokok Membaca. Jakarta: Universitas Terbuka.
Keraf, Gorys. 1980. Tatabahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah.
Larry King, Bill Gilbert. 1996. Seni Bebicara. Jakarta: Gramedia.
Rogers, natalie. 2004. Berani Bicara Di Depan Publik Cara Cepat Berpidato.
Bandung: Nuansa.
Nuareni, Euis. 1995. Materi Pokok Pendidikan Indonesia 3. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Nuergiantoro, B. 1996. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: BPFE.
Ramlan, M. 1981. Ilmu Bahasa Indonesia: Morfologi, Suatu Tujuan Deskriptif.
Yogyakarta: Karyono.
20

Rusyana, Yus. 1986. Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Sudarmianti. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar Maju.
Sudjana, Nana. 1986. Dasar-dasar Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Serajaya.
Suhendar, M.E. 1992. Seri Materi Kuliah MKDU Bahasa Indonesia. Bandung:
Pionir Jaya.
Surakhmad. 1980. Dasar dan Tehnik Research. Bandung: Tarsito.
Tarigan, HG. 1986. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
Tarigan, HG. 1984. Menulis Sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai