Ridha Herdiani
ABSTRAK: Menulis adalah salah satu di antara kegiatan mental manusia yang
paling rumit. Pembelajaran menulis perlu beralih dari model belajar konvensional
ke model belajar modern. Kemampuan menulis yang diharapkan oleh kurikulum
pada jenjang pendidikan meliputi berbagai kompetensi, termasuk di dalamnya
kompetensi menulis teks pidato.Pembelajarn pidato harus diarahkan pada
kemampuan siswa dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk meningkatkan menulis pidato dengan menggunakan
metode sinektik. Dengan menggunakan strategi sinektik, maka dapat diambil
manfaatnya yaitu afektifitas metaforik yang terencana memberikan kebebasan
imajinasi dan pemahaman siswa pada pemerolehan kreasi yang bermakna
khususnya dalam bentuk tulisan. Hasil temuan penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa teknik sinektik dapat meningkatkan kemampuan menulis teks pidato.
Pendahuluan
Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari sebagai alat
komunikasi yang logis. Bahasa lahir dari kreatifitas yang diungkapkan dalam
bentuk bunyi, lisan, gerak, maupun isyarat atau juga bentuk lainnya. Bahasa
memiliki empat keterampilan di antaranya berbicara, menyimak, membaca, dan
menulis. Menulis adalah meletakan atau mengatur simbol-simbol grafis yang
menyatakan pemahaman suatu bahasa sedemikian rupa sehingga orang lain dapat
membaca simbol-simbol sebagai penyajian ekspresi bahasa (Lado, 1964), menulis
merupakan keterampilan berbahasa yang paling tinggi (aktif produktif), karena
menulis lebih menekankan pada aspek motorik yang dituangkan dalam bahasa
tulisan. Untuk menyambungkan ilmu pengetahuan, dan wawasan melalui bahan
tertulis perlu kreatifitas, sehingga dapat diuraikan dan dimanfaatkan problem
solving. Menulis merupakan suatu proses yang kompak, yang merupakan
keterampilan berbahasa yang meminta perhatian paling akhir di sekolah (M.E.
Folwer, 1965). Menurut William JJ. Gordon menjelaskan bahan sinektik
1
2
bunyi yang dikeluarkan dari mulutnya. Berbicara telah membedakan manusia dari
makhluk lainnya. Dengan berbicara, manusia mengungkapkan perasaan dirinya,
mengatur lingkungannya dan pada akhirnya menciptakan budaya insani.
Sebelum lambang-lambang tulian digunakan, orang sudah menggunakan
berbicara sebagai alat berkomunikasi. Bahkan setelah tulisan ditemukan sekalipun,
berbicara lebih banyak digunakan. Ada beberapa kelebihan berbicara yang tidak
dapat digantikan dengan tulisan. Berbicara terasa lebih akrab, lebih pribadi dan
lebih manusiawi.
Namun, kenyataannya berbeda dengan harapan. Kemampuan siswa dalam
menulis pidato khususnya di SMAN Tanjungsari masih jauh dari harapan.
Keterbatasan wawasan, pengetahuan, dan keingintahuan guru sebagai pelaksana
kurikulum belum dapat memvariasikan metode, dan teknik pembelajaran yang
bertumbu pada PAKEM. Siswa sebagai subjek dianggap sebagai objek sehinga
kreatifitasnya terbatasi pada suatu teknik yang diatur oleh guru. Melihat kenyataan
tersebut, penulis merasa terdorong untuk mengadakan Penelitian Tindakan dengan
judul “Model Pembelajaran Menulis Naskah Pidato Dengan Teknik Sinektik
Terhadap Siswa Kelas X5 SMAN Tanjungsari Kecamatan Tanjungsari Tahun
Pelajaran 2013-2014”.
Karena luasnya ruang lingkup yang tergambar pada latar belakang masalah,
maka penelitian ini dibatasi hal-hal sebagai berikut:
1) Kompetensi yang menjadi pusat perhatian penulis adalah pembelajaran
menulis pidato berdasarkan kosa kata dan paragrap.
2) Siswa yang menjadi sumber data penelitian ini adalah siswa kelas X5 SMAN
Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014.
3) Metode Pengajaran yang dipilih untuk dieksperimenkan adalah menggunakan
strategi sinektik.
Berdasarkan hal di atas, dapat dirumuskan bahwa penelitian ini merupakan
uji coba model pembelajaran menulis pidato dengan menggunakan strategi sinektik
di kelas X5 SMAN Tanjungsari tahun pelajaran 2013-2014.
Berdasarkjan masalah di atas, masalah yang akan diteliti berkaitan dengan:
1) Kemampuan siswa sebelum mengikuti pembelajaran.
4
Kajian Teori
Pidato
Socrates adalah seorang tokoh yang berusaha mengembangkan retorika
dengan menyingkirkan sophesme negative. Socrates percaya bahwa retorika tidak
boleh dipisahkan dari politik dan sastra. Tetapi ia mengganggap tidak semua orang
boleh diberi pelayanan ini. Retorika menjadi sebuah pelajaran elit, hanya untuk
mereka yang berbakat. Ia mendirikan sekolah retorika yang paling berhasil pada
tahun 391 SM. Ia mendidik muridnya menggunakan kata-kata dalam susunan yang
seimbang dengan pergeseran suara dan gagasan yang lancar. Karena ia tidak
mempunyai suara yang baik dan keberanian untuk tampil, ia hanya menuliskan
pidato. Ia menuliskan risalah-risalah itu dianggap warisan prosa Yunani yang
menakjubkan.
Aristoteles membagi lima tahap dalam penyusunan pidato yang terkenal
sebagai lima hukum retorika, yaitu:
1) Invention (penemuan)
Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk
mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Juga merumuskan tujuan dan
mengumpulkan bahan (argument) yang sesuai dengan kebutuhan khalayak.
2) Deposito (penyusunan)
6
Pada jenis pidato impromptu dilaksnakan secara spontan. Bagi juru pidato
disampaikannya.
dan hidup.
yaitu pikirkan terlebih dahulu teknik permulaan pidato yang baik. Misalnya
Jenis pidato yang kedua adalah manuskrip. Ini disebut juga dengan pidato
Manuskrip diperlukan oleh tokoh nasional, sebab kesalahan kata saja akan kacau
dan berakibat kurang baik bagi pembicara. Manuskrip dilakukan oleh ilmuan yang
melaporkan hasil penelitiannya dalam pertemuan ilmiah. Contoh lain adalah pidato
Pidato manuskrip tentu saja bukan jenis pidato yang baik walaupun
(1) Kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya sehingga dapat menyampaikan arti yang
kehilangan gerak dan bersifat kaku, umpan balik dari pendengar tidak dapat
8
lebih informal dan langsung; baca naskah itu berkali-kali sambil membayangkan
pendengar; siapkan manuskrip dengan ketikan besar, misalnya tiga spasi dan batas
Jenis pidato yang ketiga adalah memoriter. Pada jenis memoriter, pesan
pidato ditulis kemudian diingat kata demi kata. Seperti halnya manuskrip,
pemilihan bahasa yang teliti, gerak dan isyarat yang diintegrasikan dengan uraian.
Tetapi karena pesan sudah tepat, tidak terjalin saling berhubungan antara pesan
Bahaya terbesar adalah timbul bila satu kata atau lebih hilang dari ingatan. Seperti
pidato yang paling baik dan yang paling sering dilakukan oleh juru pidato yang
mengingatnya kata demi kata. Out line itu hanya merupakan pedoman untuk
mengatur gagasan yang ada dalam pikiran kita. Keuntungan ekstempore ialah
pesan dapat fleksibel untuk diubah sesuai kebutuhan dan panyajiannya lebih
spontan. Bagi pembicara yang belum ahli, kerugian-kerugian berikut ini dapat
timbul. Persiapan kurang baik bila dibuat terburu-buru, pemilihan bahasa yang
jelek, kefasihan yang terhambat karena kesukaran memilih kata dengan segera.
Kemungkinan menyimpang dari out-line, dan tentu saja tidak dapat disajikan bahan
Teknik Sinektik
Kata sinektik merupakan kata sifat yang berasal dari bahasa Grik synektinos
yang berarti joining, connecting, of, causa, immediate. Arti yang lebih tepat dengan
istilah sinektik adalah connecting “menghubungkan”, atau menyambung. Arti ini
diperluas lagi melalui proses metafonik, yaitu penggunaan analogi.
Sinektik yang ini bukan saja digunakan dalam bidang industri, melainkan
dalam bidang pendidikan. Pengembangan kreativitas individu dalam memecahkan
masalah kreatif. Kreatif tidak terbatas pada seni, melainkan juga pada bidang
lainnya, seperti sain dan teknologi (Dahlan, 1990:88).
Sinektik merupakan suatu pendekatan baru yang menarik guna
mengembangkan kreatifitas dirancang oleh William J.J. Gordon dan kawan-
kawannya. Mula-mula Gordon menerapkan prosedur sinektik untuk keperluan
mengembangkan aktifitas kelompok dalam organisasi industri, di mana individu
dilatih untuk mampu bekerja sama satu sama lain dan nantinya berfungsi sebagai
orang yang mampu mengatasi masalah (problem solvers) atau sebagai orang yang
mampu mengembangkan produksi (product developers).
10
Hasil Pembahasan
Setelah dilaksanakan pengumpulan data debagaimana telah diungkapkan
pada bab terdahulu, maka diperoleh deskripsi data hasil penelitian yang dapat
penulis uraikan sebagai berikut.
1. Data hasil pretes yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa kelas
X5 SMAN Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014 dalam Menulis Naskah
Pidato adalah sebagai berikut.
Tabel 1
Nilai Pretes pada Pembelajaran menulis Naskah Pidato
No No. Induk Nama JK Skor Nilai
2. Data hasil postes yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa kelas
X5 SMAN Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014 dalam Menulis Naskah
Pidato adalah sebagai berikut.
Tabel 2
Nilai Postes Pada Pembelajaran Menulis Naskah Pidato
No No. Induk Nama JK Skor Nilai
𝑀𝑑
t=√ 𝛴𝑥2 𝑑
𝑁(𝑁−1)
Tabel 3
Distribusi Perbedaan Mean Pretes dan Postes
Skor Gain Xd= Xd2
No Nama Siswa
Pretes Postes (d) (d-md)
1 AIMAN RASYID 5.0 7.0 2 0,6 0,36
MAYA ROBIATUL
16 5.5 6.5 1 -0,4 0,16
ADAWIAH
MUHAMMAD SAMSUL
20 6.5 8.0 1,5 0,1 0,01
ANWAR
Jumlah 42 7,36
Dengan demikian:
𝑀𝑑
t=√ 𝛴𝑥2 𝑑
𝑁(𝑁−1)
1,4
t=√ 0,25
30(30−1)
t = 14,8253
Dengan thitung (14,8253) dan ttabel (1,70) pada taraf kepercayaan 95% serta derajat
kebebasan 29, maka terbukti bahwa thitung (14,8253) lebih beesar dari ttabel (1,70).
Rata-rata nilai yang diraih siswa kelas X5 SMAN Tanjungsari tahun
Pelajaran 2013-2014 sebelum mengikuti pembelajaran menulis teks pidato dengan
menggunakan teknik Sinektik (pretes) adalah 5,7 (tergolong sedang). Setelah
mengikuti pembelajaran menulis teks pidato dengan menggunakan teknik Sinektik
(postes) adalah 7,1 (tergolong baik).
Tabel 4
Keterangan Nilai Dengan Angka
10 Istimewa 5 Sedang
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis laksanakan, diperoleh hasil bahwa:
1. Mean pretes adalah 5,7 (tergolong sedang);
2. Mean postes adalah 7,1 (tergolong baik);
3. Dengan thitung (14,8253) dan ttabel (1,70) pada taraf kepercayaan 95% serta
derajat kebebasan 29 (n-1), maka terdapat perbedaan yang signifikan antara
kemampuan menulis teks pidato siswa sebelum dan sesudah mendapat
perlakuan berupa menulis teks pidato dengan menggunakan teknik Sinektik.
Dengan demikian penulis berpendapat bahwa teknik Sinektik dalam
pembelajaran menulis teks naskah pidato siswwa kelas X5 SMAN Tanjungsari
Tahun Pembelajaran 2013-2014 merupakan salah satu teknik pembelajaran yang
efektif.
Simpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdiri atas deskripsi data,
pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian, sebagaimana telah penulis
paparkan di atas, penulis dapat mengemukakan beberapa fakta dari Penelitian
Tindakan kelas yang berjudul “Model Pembelajaran Menulis Pidato dengan Teknik
Sinektik Terhadap Siswa Kelas X5 SMAN Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014
adalah sebagai berikut.
1) Kemampuan siswa kelas X5 SMAN Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-
2014 dalam Menulis Teks Pidato sebelum mendapat perlakuan
pembelajaran menulis pidato dengan teknik sinektik tergolong sedang,
dengan mean 5,7.
2) Kemampuan siswa kelas X5 SMAN Tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-
2014 dalam Menulis Teks Pidato setelah mendapat perlakuan pembelajaran
menulis pidato dengan teknik sinektik tergolong baik, dengan mean 7,86.
19
3) Terdapat perbedaan yang disignifikan antara mean pretes dan mean postes
dalam pembelajaran menulis teks pidato dengan menggunakan teknik
Sinektik dengan thitung (14,8253) dan ttabel (1,70) pada taraf kepercayaan 95%
serta derajat kebebasan 29 (n-1).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik Sinektik merupakan
salah satu teknik yang efektif digunakan dalam pembelajaran menulis teks pidato
pada siswa kelas X5 SMAN tanjungsari Tahun Pelajaran 2013-2014 yang
berjumlah 30 orang.
Pustaka Rujukan
Sunarto, Achmad. Contoh-contoh Teks Pidato dan Pedoman Pembawa Acara.
Jakarta: Pustaka Amani.
Arikunto, S. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.
Jakarta: Erlangga.
Badudu, Jd. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.
Depdiknas. 2002. Laporan Penilaian Hasil Belajar Sekolah Dasar. Jawa Barat:
Dinas Pendidikan.
Djojosuroto dan Sumaryati. 2004. Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Bahasa dan
Sastra. Bandung: Nuansa.
Harjasujana, A. 1991. Materi Pokok Membaca. Jakarta: Universitas Terbuka.
Keraf, Gorys. 1980. Tatabahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah.
Larry King, Bill Gilbert. 1996. Seni Bebicara. Jakarta: Gramedia.
Rogers, natalie. 2004. Berani Bicara Di Depan Publik Cara Cepat Berpidato.
Bandung: Nuansa.
Nuareni, Euis. 1995. Materi Pokok Pendidikan Indonesia 3. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Nuergiantoro, B. 1996. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: BPFE.
Ramlan, M. 1981. Ilmu Bahasa Indonesia: Morfologi, Suatu Tujuan Deskriptif.
Yogyakarta: Karyono.
20
Rusyana, Yus. 1986. Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Sudarmianti. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar Maju.
Sudjana, Nana. 1986. Dasar-dasar Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Serajaya.
Suhendar, M.E. 1992. Seri Materi Kuliah MKDU Bahasa Indonesia. Bandung:
Pionir Jaya.
Surakhmad. 1980. Dasar dan Tehnik Research. Bandung: Tarsito.
Tarigan, HG. 1986. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
Tarigan, HG. 1984. Menulis Sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.