Anda di halaman 1dari 14

PENGANTAR ILMU FIQIH

“ USHUL FIQIH ”

Oleh

Karan Herlangga 18.2300.038


Safira Wardani 18.2300.045
Restu Candrah 18.2300.085

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PRODI PERBANKAN SYARIAH
2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Berkat


limpahanrahmat, karunia dan kuasa-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas
makalah ini.Shalawat beserta salam juga disanjungkan kepada Nabi Muhammad
SAW yangtelah membawa umat dari alam kebodohan kepada alam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis melakukan metode penelaahan
melalui studi pustaka dan dari bahan bacaan media lainnya yang bertujuan untuk
melengkapi materi atau data-data dalam penyusunan makalah ini.
Penulisan makalah ini telah diupayakan semaksimal mungkin, namun
disadari bahwa masih terdapat berbagai kekurangan yang disebabkan oleh
keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Karena itu, diharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun guna kesempurnaannya dan semoga makalah ini
dapat memberi manfaat bagi semua pihak. AamiinYa Rabbal ’Alamin.

Parepare, 20 Mei 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

SAMPUL ..............................................................................................................
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
a. Latar belakang ........................................................................................... 1
b. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
c. Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
a. Defenisi ushul fiqh .................................................................................... 3
b. Ruang lingkup ushul fiqh .......................................................................... 3
c. Objek ushul fiqh ........................................................................................ 4
d. Sejarah perkembangan ushul fiqh ............................................................. 5
e. Kegunaan/Manfaat ushul fiqh ................................................................... 8
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 10
a. Kesimpulan ............................................................................................. 10
b. Saran ........................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Ilmu Fiqh yang bersumber dari kitab suci Al-Quran dan Hadist Nabi,
ternyata mampu bertahan dan terus mengetahui kehidupan muslim, baik
individu maupun kelompok. Ushul fiqh juga merupakan suatu ilmu yang
berisikan tentang kaidah yang menjelaskan cara-cara mengistinbatkan hukum
dari dalil-dalilnya.
Bahasan tentang kaidah-kaidah kebahasaan ini penting mengingat
kedua hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan sunnah berbahasa arab, untuk
membimbing mujtahid dalam memahami al-Qur’an dan sunnah sebagai
landasan dalam menetapkan hukum tentu perlu mengetahui tentang lafal dan
ungkapan yang terdapat pada keduanya.
Fiqh telah lahir sejak periode sahabat, yaitu sesudah Nabi saw wafat,
sejak saat itu sudah digunakan para sahabat dalam melahirkan fiqh, meskipun
ilmu tersebut belum dinamakan ushul fiqh. Perkembangan terakhir dalam
penyusunan buku Ushul Fiqh lebih banyak menggabungkan kedua sistem yang
dipakai dalam menyusun ushul fiqh, yaitu aliran Syafi’iyyah dan Hanafiyyah.
Keadaan seperti ini terus berlangsung dan akan terus pula diberikan
jawabannya oleh ilmu fiqh terhadap problem yang muncul sebagai akibat dari
perubahan sosial yang disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan.
Dalam kehidupan umat islam, perkembangan lembaga tidak hanya terjadi
sebagai aplikasi ajaran islam, tetapi juga timbul hanya sebagai interaksi umat
islam dengan kebudayaan lain. Karena didalam kehidupan bersama diperlukan
pranata yang dapat memelihara ketertiban dan ketentraman, termasuk pranata
hukumnya.
Dalam sebuah penetapan sebuah hukum yang akan diberlakukan secara
umum, perlu diketahui dan juga menjadi sangan urgent untuk dapat memahami
apa saja unsur-unsur yang harus ada dalam penentuan tersebut. sebut saja salah
satunya adalah hukum itu sendiri, pada umumnya setiap orang pasti

1
mengetahui adanya hukum. Akan tetapi tidak menjamin mereka memahami
apa makna sesungguhnya dari hukum tersebut.

2. RUMUSAN MASALAH
a. Apakah defenisi dari ushul fiqh ?
b. Apa saja ruang lingkup ushul fiqh ?
c. Apa saja objek ushul fiqh ?
d. Bagaimana sejarah perkembangan ushul fiqh ?
e. Apa Kegunaan/manfaat ushul fiqh ?
3. TUJUAN
a. Untuk mengetahui Defenisi dari ushul fiqh
b. Untuk mengetahui Ruang lingkup ushul fiqh
c. Untuk mengetahui Objek ushul fiqh
d. Untuk mengetahui Sejarah perkembangan ushul fiqh
e. Untuk mengetahui Kegunaan / manfaat ushul fiqh

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Ushul Fiqh


Kata “ushul” yang merupakan jamak dari kata “ashal” secara etimologi
berarti “sesuatu yang dasar bagi yang lainnya”. Dengan demikian dapat diartikan
bahwa ushul fiqh itu adalahilmu yang membawa kepada usaha merumuskan
hukum syara’ dari dlilnya yang terinci. Atau dalam artian sederhana : kaidah-
kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-
dalilnya. Sebagai contoh didalam kitab-kitab fiqh terdapat ungkapan bahwa
“mengerjakan salat itu hukumnya wajib”. Wajibnya mengerjakan salat itulah yang
disebut “hukum syara’.” Tidak pernah tersebut dalam Al- Qur;an maupun hadis
bahwa salat itu hukumnya wajib. Yang ada hanyalah redaksi perintah
mengerjakan salat. Ayat Al-Qur’an yang mengandung perintah salat itulah yang
dinamakan “Dalil syara’”.
Dalam merumuskan kewajiban salat yang terdapat dalam dalil syara’ ada
aturan yang harus menjadi pegangan. Kaidah dalam menentukannya, umpamanya
“setiap perintah itu menunjukkan wajib”. Pengetahuan tentang kaidah
merumuskan cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalil syara’ tersebut, itulah yang
disebut dengan ‘Ilmu Ushul Fiqh”.
Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan ushul fiqh dan
fiqh adalah, jika ushul fiqh itu pedoman yang membatasi dan menjelaskan cara-
cara yang harus diikuti seorang fakih dalam usahanya menggali dan mengeluarkan
hukum syara’ dari dalilnya.Sedangkan fiqh itu hukum-hukum syara’ yang telah
digali dan dirumuskan dari dalil menurut aturan yang sudah ditentukan itu
B. Ruang Lingkup Ushul Fiqh
Secara Global ruang lingkup ushul fiqh terbagi 4 yaitu :
Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya.
Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.

3
Syarat – syarat orang yang berwenang melakukan istinbat (mujtahid )
dengan berbagai permasalahannya.
Menurut Al-Ghazali dalam kitab al-Mustashfa ( tanpa tahun, 1 : 8 )
ruang lingkup kajian Ushul fiqh ada 4, yaitu:
Hukum-hukum syara’, karena hukum syara’ adalah tsamarah
(buah/ hasil) yang dicari oleh ushul fiqh.
Dalil-dalil hukum syara’, seperti al-kitab, sunnah dan ijma’,
karena semuanya ini adalah mutsmir (pohon).
Sisi penunjukkan dalil-dalil (wujuh dalalah al-adillah), karena ini
adalah thariq al-istitsmar (jalan / proses pembuahan).
Penunjukkan dalil-dalil ini ada 4, yaitu dalalah bil manthuq
(tersurat), dalalah bil mafhum (tersirat), dalalah bil dharurat
(kemadharatan), dan dalalah bil ma’na al-ma’qul (makna
rasional).
Mustamtsir (yang membuahkan) yaitu mujtahid yang
menetapkan hukum berdasarkan dugaan kuatnya (zhan). Lawan
mujtahid adalah muqallid yang wajib mengikuti mujtahid,
sehingga harus menyebutkan syarat-syarat muqallid dan
mujtahid serta sifat-sifat keduanya.

C. Objek Kajian Ushul Fiqh


Dari definisi di atas,terlihat jelas bahwa yang menjadi objek kajian ushul
fiqih secara garis besarnya ada tiga:
 Sumber hukum dengan semua seluk beluknya.
 Metode pendaya gunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum
dari sumbernya.
 Persyaratan orang yang berwewenang melakukan istinbath dengan semua
permasalahannya.
Sementara itu,Muhammad Al-Juhaili merinci objek kajian ushul
fiqih sebagai berikut:

4
1) Sumber-sumber hukum syara’baik yang di sepakati seperti Al-
Qur’an dan sunah,maupun yang di perselisihkan,seperti istihsan
dan maslahah m ursalah.
2) Pembahasan tentang ijtihad, yakni syarat-syarat dan sifat-sifat
orang yang melakukan ijtihad.
3) Mencarikan jalan keluar dari dua dalil yang bertentangan secara
zahir,ayat dengan ayat atau sunah dengan sunah ,dan lain-lain baik
dengan jalan pengomromian (Al-Jam’u’wa At-taufiq).meguatkan
salah satu (tarjih),pengguguran salah satu atau kedua dalil yang
bertentangan (nasakh/tatsaqut Ad-dalilain)
4) Pembahasan hukum syara’yang meliputi syarat-syarat dan macam-
macamnya,baik yang bersifat tuntutan,larangan,pilihan atau
keringanan (rukhsah).Juga di bahas tentang hukum,hakim,mahkum
alaih (orang di bebani) dan lain-lain.
5) Pembahasan kaidah-kaidah yang akan di gunakan dalam
mengistinbath hukum dan cara menggunakannya.

D. Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh


Secara garis besar perkembangan Ushul Fiqh melalui 3 periode yaitu:
1). Zaman Rasulullah
Di zaman Rasulullah SAW sumber hukum Islam hanya dua, yaitu
Al-Quran dan Assunnah. Apabila suatu kasus terjadi, Nabi SAW
menunggu turunnya wahyu yang menjelaskan hukum kasus tersebut.
Apabila wahyu tidak turun, maka Rauslullah SAW menetapkan hukum
kasus tersebut melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan hadits
atau sunnah.
Pada masa Nabi Muhammad masih hidup, seluruh permasalahan
fiqih (hukum Islam) dikembalikan kepada Rasul. Pada masa ini dapat
dikatakan bahwa sumber fiqih adalah wahyu Allah SWT. Namun
demikian juga terdapat usaha dari beberapa sahabat yang menggunakan
pendapatnya dalam menentukan keputusan hukum. Hal ini didasarkan

5
pada Hadis muadz bin Jabbal sewaktu beliau diutus oleh Rasul . Sebelum
berangkat, Nabi bertanya kepada Muadz:
“Sesungguhnya Rasulullah Saw mengutus Mu’adz ke Yaman. Kemudian
Nabi bertanya kepada Muadz bin Jabbal: Bagaimana engkau akan
memutuskan persoalan?, ia menjawab: akan saya putuskan berdasarkan
Kitab Allah (al-Quran), Nabi bertanya: kalau tidak engkau temukan di
dalam Kitabullah?, jawab: akan saya putuskan berdasarkan Sunnah Rasul
SAW, Nabi bertanya lagi: kalau tidak engkau temukan di dalam Sunnah
Rasul?, ia menjawab: saya akan berijtihad dengan penalaranku, aka Nabi
bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah memberi Taufiq atas diri
utusan Rasulullah SAW”. (HR. Tirmizi).
Ushul Fiqih secara teori telah digunakan oleh beberapa sahabat,
walaupun pada saat itu Ushul Fiqih masih belum menjadi nama keilmuan
tertentu. Salah satu teori Ushul Fiqih adalah, jika terdapat permasalahan
yang membutuhkan kepastian hukum, maka pertama adalah mencari
jawaban keputusannya di dalam al-Quran, kemudian Hadis. Jika dari
kedua sumber hukum Islam tersebut tidak ditemukan maka dapat
berijtihad.
Dorongan untuk melakukan ijtihad itu tersirat juga dalam hadits
Nabi yang menjelaskan tentang pahala yang diperoleh seseorang yang
melakukan ijtihad sebagai upaya yang sungguhsungguh dalam
mencurahkan pemikiran baik hasil usahanya benar atau salah. Dalam
beberapa kasus, Rasulullah SAW juga menggunakan qiyas ketika
menjawab pertanyaan para sahabat. Misalnya ketika menjawab pertanyaan
Umar Ibn Khatab tentang batal atau tidaknya puasa seseorang yang
mencium istrinya.18 Rasulullah SAW bersabda :
“Apabila kamu berkumur-kumur dalam keadaan puasa, apakah
puasamu batal?” Umar menjawab:”Tidak apa-apa” (tidak batal).
Rasulullah kemudian bersabda “maka teruskan puasamu.”(HR al-Bukhari,
muslim, dan Abu Dawud).

6
Hadits ini mengidentifikasikan kepada kita bahwa Rasulullah SAW
jelas telah menggunakan qiyas dalam menetapkan hukumnya, yaitu
dengan mengqiyaskan tidak batalnya seseorang yang sedang berpuasa
karena mencium istrinya sebagaimana tidak batalnya puasa karena
berkumur-kumur.
2). Zaman sahabat
Setelah wafatnya Rasulullah, maka yang berperan besar dalam
pembentukan hukum islam adalah para sahabat nabi. Periode ini dimulai
pada tahun 11 H sampai pertengahan abad 50 H. Meninggalnya Rasulullah
memunculkan tantangan bagi para sahabat. Munculnya kasus-kasus baru
menuntut sahabat untuk memecahkan hukum dengan kemampuan mereka
atau dengan fasilitas khalifah. Sebagian sahabat sudah dikenal memiliki
kelebihan di bidang hukum, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Umar bin
Khattab, Abdullah Ibnu Mas’ud, Abdullah Ibn Abbas, dan Abdullah bin
Umar. Karir mereka berfatwa sebagian telah dimulai pada masa Rasulullah
sendiri. Pada era sahabat ini digunakan beberapa cara baru untuk
pemecahan hukum, di antaranya ijma sahabat dan maslahat mursalah.
Pertama, khalifah (khulafa’ rasyidun) biasa melakukan
musyawarah untuk mencari kesepakatan bersama tentang persoalan
hukum. Musyawarah tersebut diikuti oleh para sahabat yang ahli dalam
bidang hukum. Keputusan musywarah tersebut biasanya diikuti oleh para
sahabat yang lain sehingga memunculkan kesepakatan sahabat. Itulah
momentum lahirnya ijma’ sahabat, yang dikemudian hari diakui oleh
sebagian ulama, khususnya oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan
pengikutnya sebagai ijma yang paling bisa diterima.
Kedua, sahabat mempergunakan pertimbangan akal (ra’yu), yang
berupa qiyas dan maslahah. Penggunaan ra’yu (nalar) untuk mencari
pemecahan hukum dengan qiyas dilakukan untuk menjawab kasus-kasus
baru yang belum muncul pada masa Rasulullah. Qiyas dilakukan dengan
mencarikan kasus-kasus baru contoh pemecahan hukum yang sama dan
kemudian hukumnya disamakan.

7
3). Zaman tabi’in
Pada masa ini juga semakin banyak terjadi perbedaan dan
perdebatan antara para ulama mengenai hasil ijtihad, dalil dan jalan-jalan
yang ditempuhnya. Perbedaan dan perdebatan tersebut, bukan saja antara
ulama satu daerah dengan daerah yang lain, tetapi juga antara para ulama
yang sama-sama tinggal dalam satu daerah.Kenyataan-kenyataan di atas
mendorong para ulama untuk menyusun kaidah-kaidah syari’ah yakni
kaidah-kaidah yang bertalian dengan tujuan dan dasar-dasar syara’ dalam
menetapkan hukum dalam berijtihad.
E. Kegunaan ( Manfaat ) Ushul Fiqh
Kegunaan utama ushul fiqh adalah untuk mengetahui kaidah-
kaidah yang bersifat kulli (umum) dan teori-teori yang terkait dengannya
untuk diterapkan pada dalil-dalil tafsili (terperinci) sehinggan dapat
diistinbathkan hukum syara’ yang di tunjukkannya. Dengan ushul fiqh
dapat dapat dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatan
bertentangan satu sama lain. Sementara kegunaan utama fiqh untuk dapat
menerapkan hukum syara’ terhadap segala perbuatan dan perkataaan
mukallaf. Fiqh hukum syara’ terhadap segala perbuatan dan perkataaan
mukallaf. Fiqh merupakan rujukan bagi hakim dalam menetapakan
putusannya dan menjadi pedoman bagi mufti dalam mengeluarkan fatwa.
Bahkan fiqh menjadi petunjuk berharaga bagi setiap mukallaf dalam
menetapkan hukum perkataan dan perbuatannya sehari-hari.
Secara sistematis, para ulama Ushul Fiqh mengemukakan
kegunaan Ilmu Ushul Fiqh, yaitu antara lain:
1. Mengetahui kaidah-kaidah dan cara-cara yang digunakan mujtahid
dalam memeroleh hukum melalui metode ijtihad yang mereka
susun.
2. Memberikan gambaran mengenai syarat-syarat yang harus dimiliki
seorang mujtahid, sehingga dengan tepat ia dapat menggali hukum-
hukum syara’ dari nash. Di samping itu, bagi masyarakat awam,
melalui ushul fiqh mereka dapat mengerti bagaimana para mujtahid

8
menetapkan hukum sehingga dengan mantap mereka dapat
memedomani dan mengamalkannya.
3. Menentukan hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan
para mujtahid, sehingga berbagai persoalan baru yang secara lahir
belum ada dalam nash; dan belum ada ketetapan hukumnya di
kalangan ulama terdahulu dapat ditentukan hukumnya.
4. Memelihara agama dari penyalahgunaan dalil yang mungkin
terjadi. Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum Islam
mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus
dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang
bersifat sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari’at
sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
5. Menyusun kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna
menetapkan hukum dari berbagai persoalan social yang terus
berkembang.
6. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan
dengan dalil yang digunakan dalam berijtiahd, sehingga para
peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan) salah
satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan alasan.

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Fiqh adalah Sekumpulan hukum syara’ yang berhubungan dengan
perbuatan yang diketahui melalui dalil-dalilnya yang terperinci dan dihasilkan
dengan jalan ijtihad. Sedangkan Ushul fiqh adalah ilmu kaidah-kaidah dan
pembahasan-pembahasannya yang merupakan cara untuk menemukan hukum-
hukum syara yang amaliah dari dalil-dalilnya yang terperinci. Ushul fiqh
mengkaji hukum-hukum syara’ yang meliputi tuntunan berbuat, meninggalkan.
Kajian Fiqh adalah semua perbuataan mukallaf yang berkaitan dengan hukum
syara’, yang membahas tentang seluk beluk hukum-hukum islam dan yang ada
hubungannya dengan tindakan mukallaf.
Kegunaan utama ilmu ini adalah untuk mengeathui kaidah-kaidah yang
bersifat kulli (umum) dan teori-teori yang terkait dengannya untuk iterapkan pada
dalil-dalil tafsili (terperinci) sehingga dapat di istinbathkan hukum syara’yang
ditunjukkan. Dan dengan ushul fiqh dapat dicarikan jalan keluar menyelesaikan
dalil-dalil yang kelihatan bertentangan satu sama lain. Dan juga kegunaannya
dapat menerapkan hukum syara’ terhadap segala perbuatan dan perkataan
mukallaf, yang merupakan rujukan bagi hakim dalam menetapkan keputusannya
dan menjadi pedoman bagi mufti dalam mengeluarkan fatwa. Bahkan fiqh
menjadi petunjuk berharga bagi setiap mukallaf dalam menetapkan hukum
perktaaan dan perbuatannya sehari-hari.
B. SARAN
Sebagai penulis kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dalam pembuatannya. Untuk itu kami memohon maaf apabila ada
kesalahan dan kami sangat mengharap saran yang membangun dari pembaca agar
kemudian pembuatan makalah kami semakin lebih baik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Aliddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet. 3,
2004
Syaikh Muhammad Al-Khudhari Biek, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Amani,
2007)
Syarifuddin Amir. Ushul Fiqh. Jakarta ,Kencana. 2011
https://www.academia.edu/32822997/MAKALAH_FIQH_DAN_USUL_FIQH_R
uang_Lingkup_Fiqh_dan_Ushul_Fiqh_Sejarah_Perkembangan_Fiqh_Kompo
nen_Hukum_Syari
http://ligakartina.blogspot.com/2017/01/ushul-fiqh.html
https://www.academia.edu/12097658/Makalah_Ushul_Fiqh

11

Anda mungkin juga menyukai