Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

“EFUSI PLEURA”
RUANG 27 RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners
Departemen Medikal

Oleh:
Agnes Arisca
190030700111027
Kelompok 1A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
A. Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terdapat penumpukan cairan
dalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau
darah. Efusi pleura bukanlah suatu disease entinity tapi merupakan suatu
gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam, jiwa penderita.
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan: fremitus yang menurun, perkusi
yang pekak, tanda-tanda pendorongan mediastinum, suara napas yang
menghilang pada auskultasi
Efusi pleura adalah suatu akumulasi cairan yanga abnormal dalam
rongga pleura.(Mark A. Grabber, dkk, 2006)
Efusi pleura adalah suatu keadaandi mana terdapatnya penumpukan
cairan dalam rongga pleura ( Irman Sumantri,2007)
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural,
proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat
penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan
transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane,
2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5
sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan
pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan
dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)

B. Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya
bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor
mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava
superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang
menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan
berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit
neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh
sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
1. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
2. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
3. Peningkatan tekanan negative intrapleural
4. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

C. Tanda dan Gejala


Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak napas.
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
1. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
2. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
3. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu
daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada
auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
4. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D. Faktor Resiko
1. Penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura,
2. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan
perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan
yang berlebihan ke dalam rongga pleura
3. Sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga
memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan
4. Infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura
dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga
secara cepat.

E. Patofisiologi
Terlampir

F. Komplikasi pleura
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks
meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-
jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi)
perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang
menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara
keluar dan mengakibatkan kolaps paru.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien efusi pleura terdiri dari penatalaksanaan
medis / farma koterapi dan penatalaksanaan keperawatan.
1. Penatalaksanaan medis / Farmakoterapi menurut Brunner dan sud darth.
Tujuannya adalah untuk mengurangi volume total yang bersirkulasi dan
untuk memperbaiki pertukaran pernapasan. Untuk mengurangi volume
total yang besirkulasi dapat di berikan pengobatan sebagai berikut :
a. Morfin IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea,
merupakan kontraindikasi pada cedera vaskular serebral, penyakit
pulmorial kronis, atau sosok kardiogenik, siapkan selalu nalahson
hidroklosida (Narcan) untuk depresi pernapasan luas.
b. Diuretik : Furosemid (Clasix) IV untuk membuat efek diuretik cepat.
c. Digitalis : untuk memperbaiki kekuatan kontraksi jantung : diberikan
dengan kewaspadaan tinggi pada pasien dengan MI akut.
d. Aminofilin : untuk mengi dan bronkospasure, driptu kontiun dalam
dosis sesuai berat badan.
2. Pentalaksanaan keperawatan
a. Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki di bawah, lebih baik
bila kaki tersuntai di samping tempat tidak, untuk membantu arus
balik vena ke Jantung.
b. Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan
realitas yang konkret.
c. Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur.
d. Berikan inforamsi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang
sedang dilakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respons
terahdap pengobatan.
Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan efusi pleura
menurut Brunner dan suddarth (2002) adalah untuk menemukan
penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan dan untuk
menghilangkan ketidak nyaman serta dispnea. Pengobatan spesifik di
arahkan pada penyebab yang merdasari.
a. Torasentesis di lakukan untuk membuang cairan mengumpulkan
spesimen untuk analisis dan menghilangkan dispnea.
b. Sedang dada dan drainase water- seal mungkin di akibat torasentesis
berulang).
c. obat dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang
pleura dan mencegah penumpukan cairan lebih lanjut.
d. Modalistas pengobatan lainnya. Radiasi dinding dada, oterasi,
pleurketomi, dan terapi diuretik keberadaan cairan di kuatkan dengan
rontgen dada, ultratound, pemeriksaan fisik dan torahosentesi. Cairan
pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan guam, basil tahan
asama, analisis sitologi, untuk sel-sel malingnan, dan PH Biopsi
pleura mungkin juga dilakukan.

H. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak
cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di
mediatinum.
 Ultrasonografi: USG bisa membantu menentukan lokasi dari
pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan
pengeluaran cairan.
 Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna,
biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris
anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin
serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus
(kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil
bendungan) atau eksudat (hasil radang).
 Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil
tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan
kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis
sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
 Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

I. Pengkajian

1. Anamnesis:
Pada umumnya tidak bergejala . Makin banyak cairan yang tertimbun
makin cepat dan jelas timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak,
disertai demam sub febril(komponen filamen dari suatu serat) pada
kondisi tuberkulosis.
2. Kebutuhan istrahat dan aktifitas
a. Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya,
kesulitan tidur, demam pada sore atau malam hari disertai keringat
banyak.
b. Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha
bernapas sekuat-kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut),
kelemahan otot, nyeri dan stiffness (kekakuan)
3. Kebutuhan integritas pribadi
a. Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan
kebutuhan akan pertolongan dan harapan
b. Dapat ditemukan perilaku denial/penolakan (terutama pada tahap
awal) dan kecemasan
4. Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
a. Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
b. Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi,
dan kurang istrahat/kelelahan
5. Kebutuhan Respirasi
a. Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif, napas
pendek, nyeri dada
b. Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut
dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang
asimetris, fremitus vokal menurun, pekak pada perkusi suara nafas
menurun atau tidak terdengan pada sisi yang mengalami efusi pleura.
Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat
ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat
ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.
c. Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak
darah
d. Dapat pula ditemukan deviasi trakea
6. Kebutuhan Keamanan
a. Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi(terapi untuk
mengurangi daya responsif imonologis) misalnya kanker, AIDS ,
demam sub febris
b. Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris
7. Kebutuhan Interaksi social
Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang diderita,
perubahan pola peran.
8. Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya keluhan
seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada dan
berat badan menurun. Perlu juga ditanyakan sejak kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
9. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan pula, apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB
paru,pneumonia, gagal jantung, trauma, asites, dan sebagainya. Hal ini
perlu diketahui untuk melihat ada tidaknya kemungkinan faktor
predisposisi.
10. Riwayat penyakit keluarga pleura
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura seperti kanker
paru, asma,TB paru dan sebagainya.
11. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Pasien tampak sesak nafas
b. Tingkat kesadaran : Composmentis
c. TTV
1) RR : Takhipneu (≥ 24 x /menit)
2) N : Takhikardia (≥ 100 x/ menit)
3) S : Jika ada infeksi bisa hipertermia
(suhu tubuh dapat mencapai ≥ 38 ºC)
4) TD : Bisa hipotensia (sistol ≤ 120 mmHg dan diastol ≤ 80 mmHg)
d. Kepala : Mesochepal
e. Rambut : Kurang bersih
f. Mata : Conjungtiva anemis
g. Hidung : Sesak nafas, cuping hidung
h. Mulut : Mukosa bibir kering, kebersihan gigi kurang
i. Dada : Gerakan pernafasan berkurang
j. Pulmo (paru-paru )
Inspeksi : Terlihat ekspansi dada simetris, tampak sesak nafas tampak
penggunaan otot bantu nafas
Palpasi : Vokal Fremitus menurun
Perkusi : Pekak, redup
Auskultasi : Bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas bagian
yang terkena
k. Jantung
Inspeksi : Simetris, Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus teraba pada intercosta V2
Perkusi : Konfigurasi jantung dengan bunyi normal, redup
Auskultasi : Suara jantung dengan I-II murni
l. Abdomen
Inspeksi : Terlihat datar
Palpasi : Adanya nyeri tekan
Auskultasi : Bising usus normal (5-35x/menit)
Perkusi : Bunyi tympani
m. Kulit : Lembab, turgor kulit menurun
n. Ekstremitas atas dan bawah
Mengalami kelemahan untuk melakukan aktivitas (malaise)
12. Pemeriksaan Diagnostik
Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam
Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi
selama 48 – 72 jam setelah injeksi.
Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas
paru, deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus
kostalis yang menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung
Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis
Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)
Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia
disebabkan oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang
kronis
ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru
Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space,
peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit
pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut
J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan
kelemahan dan upaya batuk buruk
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
keefektifan permukaan paru dan atalektasis
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan
kelemahan, dispnea dan anoreksia

K. Intervensi
1. Ketidak efektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan
kelemahan dan upaya batuk buruk.
NOC :
a. Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif dan dibuktikan
dengan status pernafasan, pertukaran gas dan ventilasi yang tidak
berbahaya :
1) Mempunyai jalan nafas yang paten
2) Mengeluarkan sekresi secara efektif.
3) Mempunyai irama dan frekuansi pernafasan dalam rentang yang
normal.
4) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
b. Menunjukkan pertukaran gas yang adekuatditandai dengan :
1) Mudah bernafas
2) Tidak ada kegelisahan, sianosis dan dispnea.
3) Saturasi O2 dalam batas normal
4) Rontgen toraks dalam rentang yang diharapkan.
NIC :
a. Kaji dan dokumentasikan
1) Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain.
2) Keefektifan pengobatan.
3) Kecenderungan pada gas darah arteri.
b. Auskultasi dada anterior dan posterior untukmengetahui adanya
penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi hambatan.
c. Penghisapan jalan nafas
1) Tentukan kebutuhan penghisapan oral/trakeal.
2) Pantau status oksigen dan status hemodinamik serta irama
jantung sebelum, selama dan setelah penghisapan.
d. Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunan viskositas
sekresi.
e. Jelaskan penggunaan peralatan pendukung denganbenar, misalnya
oksigen, alat penghisap lender.
f. Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok
merupakan kegiatan yang dilarang di dalam ruang perawatan.
g. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam
untuk memudahkan keluarnya sekresi.
h. Rundingkan dengan ahliterapi oernafasan sesuai dengan kebutuhan.
i. Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi.
j. Beritahu dokter tentang hasil analisa gas darah yang abnormal.
k. Bantu dalam pemberian aerosol. Nebulizer dan perawatan paru lain
sesuai dengan kebijakan dan protocol institusi.
l. Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi.
m. Jika pasien tidak mampu untuk melakukan ambulasi, letak posisi tidur
pasien diubah tiap 2 jam.
n. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk
menurunkan kecemasan dan peningkatan kontrol diri.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
keefektifan permukaan paru dan atalektasis.
NOC :
a. Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan
status pernafasan yang tidak bermasalah.
b. Pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan indicator :
1) Status neurologist dalam rentang yang diharapkan.
2) Tidak ada dispnea saat istirahat dan aktifitas.
3) Tidak ada gelisah, siamosis dan keletihan
4) Pa O2, Pa CO2, pH arteri dan saturasi O2 dalam batas normal.
NIC :
a. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman, usaha bernafas,
produksi sputum.
b. Pantau saturasi O2 dengan oksimeter.
c. Pantau hasil analisa gas darah.
d. Pantau status mental ( tingkat kesadaran, gelisah, confuse)
e. Peningkata frekuanse pemantauan pada saatpasien tampak
somnolen.
f. Observasi terhadap sianosis, terutama membrab mukosa mulut.
g. Jelaskan penggunaan alat bantu yang digunakan.
h. Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi.
i. Ajarkan batuk yang efektif.
j. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan pemeriksaan AGD
dan alat Bantu yang dianjurkan sesuai dengan perubahan kondisi
pasien.
k. Laporkan perubahan kondisi pasien: bunyi nafas, pola nafas, hasil
AGD dan efek dari pengobatan.
l. Berikan obat-obat yang diresepkan.
m. Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur,
untuk menurunkan ansietas.
n. Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen.
o. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi
dispnea.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
NOC :
a. Mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan
daya tahan, penghematan energi dan aktifitas kehidupan sehari-hari.
b. Menunjukkan penghematan energi ditandai dengan indicator :
1) Menyadari keterbatasan energi.
2) Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat.
3) Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas.
NIC :
a. Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.
b. Tentukan penyebab keletihan.
c. Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas.
d. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber
energi.
e. Pantau pola istirahat pasien dan lamanya istirahat.
f. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri
yang akan meminimalkan konsumsi oksigen.
g. Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu
untuk mencegah kelelahan.
h. Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat.
i. Bantu pasien untuk mengubah posisi tidur secara berkala dan
ambulasi yang dapat ditolerir.
j. Rencanakan aktifitas dengan pasien / keluarga yang meningkatkan
kemandirian dan daya tahan.
k. Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktifitas.
l. Rencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi
paling banyak.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan
kelemahan, dispnea dan anoreksia.
NOC :
a. Menunjukkan status gizi yang baik dengan indicator adekuatnya
makanan oral, pemberian makanan lewat NGT atau nutrisi
parenteral.
b. Mempertahankan berat badan dalam batas normal.
c. Nilai laboratorium albumin, transferin dan elektrolit dalam batas
normal.
NIC :
a. Tentukan motivasi pasien untk mengubah kebiasaan makan.
b. Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin dan
elektrolit.
c. Ketahui makanan kesukaan pasien.
d. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
e. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
f. Timbang pasien pada interval yang tepat.
g. Ajarkan keluarga dan pasien tentang makanan yang bergizi dan
tidak mahal.
h. Diskusikan dengan ahli gizi dalam memberikan asupan diet.
i. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi.
j. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.
k. Bantu makan sesuai kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.1999.Rencana Asuhan Keperawatan &


Pendokumentasian Keperawatan. Edisi 2.Jakarta:EGC

Graber, Mark dkk.2006.Buku Saku Dokter Keluarga Eds.3.Jakarta:EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

Sari, wijaya kartika.2013.Standar Asuhan Keperawatan.Jakarta:Trans Info Media

Soemantri, Irman. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan


Pernapasan.2007. Jakarta:Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai