Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, buku
kurikulum dan modul pelatihan untuk “Training of Trainers (ToT) Pengelolaan
Program Kerja Sama antara Puskesmas, Unit Transfusi Darah dan Rumah Sakit
dalam Pelayanan Darah untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu” akhirnya dapat
diselesaikan. Buku ini telah mengalami penyempurnaan isi maupun penulisan
berdasarkan masukan lintas program maupun sektor Kementerian Kesehatan.
Terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berperan mulai
penyusunan hingga penyempurnaan buku ini. Kami menyadari bahwa masih ada
kekurangan dalam buku ini sehingga saran dan masukan tetap diharapkan. Semoga
buku ini dapat memberi maanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya
Puskesmas sebagai sasaran output pelatihan ini.
ii
DAFTAR ISI
iii
TIM PENYUSUN
KONTRIBUTOR:
dr. Robby Aditya, M.Psi.; Dr. dr. Banundari Rachmawati, Sp.PK (K); dr. Teguh
Triyono, M.Sc, SpPK (K); dr. Uke Muktimanah, M.Hkes ; dr. Susanti, MM; Syahni
Diaraty, Amd.Kep.; dr. Dian Winarti; dr. Raehana Samad, M.Kes, Sp.PK; Ummu
Aeman, S.Kep., Ners.; drs. Arief Rachman Sjahidy, Apt., MM
iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah
manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk
tujuan komersial. Kegiatan pelayanan darah meliputi perencanaan, rekrutmen
dan seleksi pendonor darah, penyediaan darah, pendistribusian darah, dan
tindakan medis pemberian darah kepada pasien untuk tujuan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi walaupun cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan sudah mencapai lebih dari 80%. Berdasarkan
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian
ibu sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu di Indonesia tetap
didominasi oleh tiga penyebab utama yaitu perdarahan, Hipertensi Dalam
Kehamilan (HDK) dan infeksi. Dari data Rutin Kesehatan Ibu tahun 2015,
tercatat AKI akibat perdarahan sebesar 29,8%. Terkait dengan kondisi tersebut,
pemenuhan kebutuhan darah untuk menurunkan AKI karena perdarahan
menjadi perhatian pemerintah. Upaya pemerintah untuk menjamin
ketersediaan darah sebagai bagian dari upaya peningkatan pelayanan darah
diamanahkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015–2019. Peraturan
Presiden tersebut menekankan dilaksanakannya reformasi di bidang kesehatan
dengan fokus utama peningkatan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan
darah adalah salah satu dari pelayanan kesehatan dasar.
Untuk mencapai terjaminnya ketersediaan darah yang aman dan berkualitas,
terutama bagi ibu hamil, melahirkan dan sesudah melahirkan yang
membutuhkan transfusi, diperlukan kerja sama antara Puskesmas, Unit
Transfusi Darah (UTD), dan Rumah Sakit (RS) dalam pelayanan darah. Peran
Puskesmasdi dalam kerja sama tersebut merupakan penguatan dari Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan Stiker yang
selama ini telah dijalankan oleh Puskesmas. Penguatan P4K adalah dalam
kegiatan rekrutmen pendonor yang bukan hanya ditujukan kepada keluarga
sebagai donor pendamping ibu hamil saja, namun juga kepada kelompok
masyarakat berisiko rendah. Untuk menjalankan kegiatan tersebut dapat
dilibatkan petugas promosi kesehatan Puskesmasmaupun kader kesehatan
dalam mengenalkan program donor darah sukarela kepada masyarakat.
Kegiatan rekrutmen pendonor ditujukan untuk meningkatkan kesadaran atas
pentingnya kecukupan persediaan darah sehingga diharapkan keluarga/kerabat
atau masyarakat dimana ibu hamil berada bisa tergugah untuk menyumbangkan
darahnya baik untuk kepentingan ibu hamil, melahirkan dan sesudah
melahirkan namun juga untuk pasien lainnya. Selanjutnya Puskesmas juga
1
diminta keterlibatannya dalam kegiatan seleksi pendonor darah, yang bukan
hanya berupa pemeriksaan golongan darah calon donor, namun juga meliputi
penilaian atas terpenuhinya persyaratan donor, pemeriksaan kesehatan
sederhana, dan pemeriksaan kadar hemoglobin. Dari kegiatan seleksi pendonor
darah, calon pendonor yang memiliki golongan darah yang sama dengan ibu
hamil dan dalam keadaan sehat, akan diminta untuk menyumbangkan
darahnya di UTD sebelum waktu persalinan.
Darah yang disumbangkan baik oleh donor pendamping ataupun masyarakat
akan disiapkan untuk ibu hamil, melahirkan atau sesudah melahirkan yang
membutuhkan transfusi jika persedian darah di UTD terbatas. Namun jika
persediaan darah di UTD mencukupi maka darah yang disumbangkan bisa untuk
mengganti persediaan darah di UTD atau digunakan untuk kebutuhan pasien
lainnya apabila ibu tidak membutuhkan transfusi. Dengan demikian, program
kerjasama ini lambat laun dapat turut menjamin ketersediaan darah secara
keseluruhan di UTD terkait.
Dalam rangka menjamin terlaksananya program kerja sama tersebut,
Kementerian Kesehatan akan melaksanakan pelatihan untuk pelaksana program
tersebut di Puskesmas. Pelatihan akan diselenggarakan di seluruh provinsi,
namun pelatih belum tersedia maka terlebih dahulu perlu dilakukan Training of
Trainers (ToT) untuk memenuhi kebutuhan pelatihan. Agar memiliki acuan
yang sama maka disusun kurikulum ToT pengelolaan program kerja sama
antara Puskesmas, UTD dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan
angka kematian ibu.ToT ini diharapkan dapat menciptakan pelatih tingkat
provinsi yang dapat memfasilitasi persiapan hingga terselenggaranya pelatihan
tersebut baik bersumber dari dana APBN, APBN, maupun sumber lainnya.
B. Filosofi Pelatihan
PelatihanTraining of Trainers (ToT) pengelolaan program kerja sama antara
Puskesmas, UTD dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka
kematian ibudiselenggarakan dengan memperhatikan:
1. Prinsip Andragogy, yaitu bahwa selama pelatihan peserta berhak untuk:
a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya.
b. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapat, sejauh berada di dalam
konteks pelatihan
c. Tidak dipermalukan, dilecehkan ataupun diabaikan
2. Berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk:
a. Mendapatkan satu paket bahan belajar
b. Mendapatkan pelatih profesional yang dapat memfasilitasi dengan
berbagai metode
2
c. Belajar dengan modal pengetahuan dan atau pengalaman yang dimiliki
masing-masing, saling berbagi antar peserta maupun fasilitator
d. Melakukan refleksi dan umpan balik secara terbuka
e. Melakukan evaluasi (bagi penyelenggara maupun fasilitator) dan
dievaluasi tingkat pemahaman dan kemampuannya.
3. Berbasis kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk:
a. Mengembangkan keterampilan langkah demi langkah dalam memperoleh
kompetensi yang diharapkan
b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mendapatkan
kompetensi yang diharapkan dalam akhir pelatihan.
4. Learning by doing yang memungkinkan peserta untuk:
a. Berkesempatan melakukan eksperimentasi
b. Melakukan pengulangan ataupun perbaikan yang dirasa perlu.
A. Peran
Setelah mengikuti pelatihan, peserta berperan sebagai pelatih pada pelatihan
pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas, UTD, dan RS dalam
pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu.
B. Fungsi
Dalam menjalankan perannya, peserta memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Melakukan integrasi program kerja sama dengan P4K.
2. Melakukan rekrutmen pendonor darah di Puskesmas.
3. Melakukan seleksi pendonor darah di Puskesmas.
4. Melakukan monitoring dan evaluasi program kerja sama.
5. Melatih pada pelatihan pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas,
UTD, dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian
ibu.
C. Kompetensi
Setelah mengikuti pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas, UTD,
dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu, peserta
mampu:
1. Melakukan integrasi program kerja sama dengan P4K.
2. Melakukan rekrutmen pendonor darah di Puskesmas.
3. Melakukan seleksi pendonor darah di Puskesmas.
4. Melakukan monitoring dan evaluasi program kerja sama.
5. Melatih pada pelatihan pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas,
UTD, dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian
ibu.
3
III. TUJUAN PELATIHAN
A. Tujuan Umum:
Setelah selesai mengikuti pelatihan, peserta mampu melatih pada pelatihan
pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas, UTD, dan RS dalam
pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu.
B. Tujuan Khusus:
Setelah selesai mengikuti pelatihan, peserta mampu:
1. Melakukan integrasi program kerja sama dengan P4K.
2. Melakukan rekrutmen pendonor darah di Puskesmas.
3. Melakukan seleksi pendonor darah di Puskesmas.
4. Melakukan monitoring dan evaluasi program kerja sama.
5. Melatih pada pelatihan pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas,
UTD, dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian
ibu.
Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, maka disusun materi yang akan diberikan
secara rinci pada tabel struktur program berikut:
WAKTU
NO MATERI
T P PL JML
A MATERI DASAR
1. Kebijakan pemerintah dalam pelayanan darah 2 0 0 2
2. Program kerja samaPuskesmas, UTD dan Rumah
Sakit dalam pelayanan darah untuk menurunkan 2 0 0 2
angka kematian ibu.
Sub Total 4 0 0 4
B MATERI INTI
1. Integrasi program kerja sama dengan P4K. 2 3 0 5
2. Rekrutmen pendonor darah di Puskesmas. 2 6 0 8
3. Seleksi pendonor darah di Puskesmas. 2 7 0 9
4. Monitoring dan evaluasi program kerja sama. 2 4 0 6
5. Teknik melatih 5 7 0 12
Sub Total 13 27 0 40
C MATERI PENUNJANG
1. Building Learning Comitment 0 3 0 3
2. Rencana tindak lanjut 1 2 0 3
3. Anti korupsi 2 1 0 3
Sub Total 3 6 0 9
TOTAL 19 34 0 53
4
Keterangan:
Waktu: 1 jam pembelajaran (Jpl) = 45 menit
T =teori; P = Penugasan; PL=Praktik Lapangan
Untuk teknik melatih pada Penugasan 7 Jpl asumsinya adalah setiap peserta diberi kesempatan
untuk mensimulasikan teknik melatih/microteachingselama 30 menit untuk setiap peserta. Khusus
materi teknik melatih khususnya microteaching diperlukan 3 kelas.
5
V. GARIS-GARIS BESAR PEMBELAJARAN (GBPP)
Nomor : MD.1
Materi : Kebijakan Pemerintah dalam Pelayanan Darah
Waktu : 2 Jpl (T = 2 Jpl; P = 0 Jpl; PL: 0 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan pemerintah dalam
pelayanan darah.
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1. Menjelaskan kebijakan 1. Kebijakan pemerintah Tugas baca Bahan tayang PP RI No. 7 Tahun
pemerintah dalam pelayanan dalam pelayanan darah. modul Modul pelatihan 2011 tentang
darah. Curah Pelayanan Darah.
Laptop/
pendapat Komputer Permenkes RI No. 83
2. Menjelaskan jejaring penyediaan 2. Jejaring penyediaan darah Ceramah Tahun 2014 tentang
LCD
darah nasional. nasional. TanyaJawab UTD, BDRS dan
ATK
(CTJ) Jejaring Pelayanan
3. Menjelaskan gambaran umum 3. Gambaran umum Film Gambaran Transfusi Darah.
Pemutaran Umum Pelayanan
pelayanan darah. pelayanan darah. Film Permenkes RI No. 91
Darah
Tahun 2015 tentang
Standar Pelayanan
Darah
6
Nomor : MD.2
Materi : Program Kerja Sama Puskesmas, UTD dan Rumah Sakit dalam Pelayanan Darah untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu.
Waktu : 2 Jpl (T = 2 Jpl; P = 0 Jpl; PL: 0 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami program kerja sama Puskesmas,
UTD dan rumah sakit dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu.
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1. Menjelaskan latar belakang dan 1. Latar belakang dan sasaran Tugas baca Bahan tayang Permenkes No.92
sasaran program kerjasama. program kerjasama. modul. Modul pelatihan Tahun 2015 tentang
Curah Laptop/komputer Petunjuk Teknis
2. Memahami peran dan tugas 2. Peran dan tugas Kementerian pendapat Ikatan Kerjasama
LCD
Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan dan Dinas Kesehatan. Ceramah Puskesmas, UTD dan
Kesehatan. ATK Rumah Sakit dalam
Tanya Jawab
(CTJ) Pelayanan Darah
3. Memahami tahapan pelaksanaan 3. Tahapan pelaksanaan program. untuk Menurunkan
program. Angka Kematian
ibu.
4. Memahami ruang lingkup 4. Ruang lingkup kegiatan program
kegiatan program kerja sama kerja sama
7
Nomor : MI.1
Materi : Integrasi program kerja sama dengan P4K
Waktu : 5 Jpl (T = 2 Jpl; P = 3 Jpl; PL: 0 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukanintegrasi program kerja sama
dengan P4K.
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1. Menjelaskan mekanisme P4K. 1. Mekanisme P4K: Tugas baca Bahan tayang Permenkes No.92
a. Pengertian modul Modul pelatihan Tahun 2015 tentang
b. Indikator program Curah Laptop/komputer Petunjuk Teknis
c. Output program pendapat LCD Ikatan Kerjasama
d. Komponen program Ceramah Tanya Video P4K Puskesmas, UTD
e. Tahap kegiatan Jawab (CTJ) dan Rumah Sakit
ATK dalam Pelayanan
Pemutaran Stiker Darah untuk
2. Melakukan integrasi program 2. Integrasi program kerja sama Video P4K Perencanaan Menurunkan Angka
kerja sama dengan P4K. dengan P4K: Latihan (TPK 2) Persalinan Kematian ibu.
a. Pendataan ibu hamil terkait Role Play (TPK Buku KIA
taksiran partus, golongan Pedoman P4K
2) Surat Pernyataan
darahdan kesiapan calon dengan Stiker
KesediaanMenjadi Tahun 2009.
donor.
Pendonor darah
b. Penyiapan materi
komunikasi, informasi dan Daftar Nama
edukasi untuk ibu hamil dan Pendonor Darah
keluarganya. Panduan Latihan
Panduan Role Play
8
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
c. Penyiapan materi
komunikasi, informasi dan
edukasi untuk kader
posyandu/kesehatan tentang
program kerjasama dan
donor darah.
d. Pembuatan jadwal KIE.
e. Pembuatanjadwal seleksi
donor.
9
Nomor : MI.2
Materi : Rekrutmen pendonor darah di Puskesmas.
Waktu : 8 Jpl (T = 2 Jpl; P = 6 Jpl; PL: 0 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan rekrutmen pendonor darah di
Puskesmas.
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1. Menjelaskan konsep rekrutmen 1. Konsep rekrutmen Tugas baca modul Bahan tayang Permenkes No. 83
pendonor darah di puskesmas. pendonor darah di Curah pendapat Modul pelatihan Tahun 2014 tentang
puskesmas: Ceramah Tanya Laptop/komputer UTD, BDRS dan
a. Pengertian Jawab (CTJ) LCD Jejaring Pelayanan
b. Tujuan Demonstrasi (TPK 2) Transfusi Darah.
ATK
c. Prinsip-prinsip Role play (TPK 3) Permenkes No. 91
Kit rekrutmen
Tahun 2015 tentang
d. Metode Latihan pengisian pendonor darah
Standar Pelayanan
formulir pencatatan (poster, standing
2. Melakukan persiapan alat dan 2. Persiapan alat dan bahan Transfusi Darah.
kegiatan rekrutmen banner, leaflet,
bahan untuk rekrutmen untuk rekrutmen pendonor darah bahan presentasi,
pendonor. pendonor. (TPK 4) perlengkapan
Latihan pengisian demo)
formulir Skenario role play
rekapitulasi Formulir
3. Melaksanakankomunikasi, 3. Komunikasi, informasidan kegiatan rekrutmen pencatatan
informasidan edukasi tentang edukasi tentang donor pendonor darah kegiatan
donor darah kepada ibu hamil, darah kepadaibu hamil, bulanan (TPK 4). rekrutmen
keluarga dan masyarakat. keluarga dan masyarakat.
10
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
4. Melakukan pencatatan kegiatan 4. Pencatatan rekrutmen pendonor darah
rekrutmen pendonor darah. pendonor darah. Formulir
rekapitulasi
kegiatan
rekrutmen
pendonor darah
bulanan.
Panduan
Demonstrasi.
Panduan Latihan.
11
Nomor : MI.3
Materi : Seleksi pendonor darah di Puskesmas.
Waktu : 9 Jpl (T = 2Jpl; P =7 Jpl; PL: 0 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan seleksi pendonor darahdi
Puskesmas.
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
12
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
cuvette,
3. Melakukan persiapan alat dan 3. Persiapan alat dan bahan Hemoglobinometer,
bahan untuk seleksi pendonor untuk seleksi pendonor darah. desinfektan kulit,
darah. kapas steril, CuSO4
wadah limbah
4. Melakukan seleksi pendonor 4. Seleksi pendonor darah: infeksius dan non
darah. a. Pengisian lembar informasi infeksius)
dan kuesioner donor darah. Alat dan bahan
b. Pemeriksaan kesehatan untuk pemeriksaan
calon pendonor darah golongan darah
meliputi anamnesa riwayat (termos wadah
penyakit, pengukuran untuk menyimpan
berat badan, tekanan antisera, cappilary
darah, nadi dan tube, kaca obyek
pernafasan. sekali pakai, kartu
golongan darah atau
c. Pemeriksaan kadar
hemoglobin. slide test, ice pack)
d. Pemeriksaan golongan Formulir pencatatan
darah. kegiatan seleksi
pendonor darah.
e. Pencatatan seleksi
pendonor darah. Panduan
Demonstrasi
Panduan latihan.
13
Nomor : MI.4
Materi : Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Program Kerja sama
Waktu : 6 Jpl (T = 2Jpl; P =4 Jpl; PL: 0 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum(TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan
Program Kerja Sama.
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
14
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
Program Kerja Rumah Sakit Dalam
Sama (TPK 1 Pelayanan Darah
dan 2) Untuk Menurunkan
Angka Kematian Ibu
15
Nomor : MI.5
Materi : Teknik Melatih
Waktu : 12 Jpl (T = 5Jpl; P =7 Jpl; PL: 0 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum(TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melatih pada pelatihan pengelolaan program
kerja sama antara Puskesmas, UTD dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
1. Melakukan pembelajaran orang 1. Pembelajaran orang dewasa Curah pendapat Bahan tayang Andreas Harefa:
dewasa (POD) (POD) Ceramah Tanya Modul pelatihan 2003. Pengantar
Jawab (CTJ) Laptop/kompute Presentasi Efektif,
2. Menyusun Satuan Acara 2. Satuan Acara Pembelajaran Microteaching r Gramedia. Jakarta.
Pembelajaran (SAP) (SAP) LCD Colin Rose dan
Formulir SAP Malcom J. Nicholl:
3. Menggunakan metode, media 3. Metode, media dan alat bantu 1997.
Check list AcceleratedLearning
dan alat bantu penilaianmicrote
for the 21stcenturi,
aching
4. Melakukan presentasi interaktif 4. Teknik presentasi interaktif Delacorte Press, New
ATK York.
Pointer DePorter Bobbi dan
Panduan Mike Hernachi : 1992.
microteaching QuantumLearning,
Dell Publishing, New
York.
16
Nomor : MP.1
Materi : Building Learning Commitment (BLC)
Waktu : 3 JPL (T=0 Jpl; P=3 Jpl; PL= 0 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu membangun komitmen belajar dalam rangka
menciptakan iklim pembelajaranyang kondusif selama proses pelatihan berlangsung.
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
17
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
18
Nomor : MP.2
Materi : Rencana Tindak Lanjut (RTL)
Waktu : 3 JPL (T = 1 Jpl; P= 2 Jpl; PL= 0 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut dan
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan.
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
19
Nomor : MP.3
Materi : Anti Korupsi
Waktu : 3 JPL (T = 2 Jpl; P= 1 Jpl; PL= 0 Jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami anti korupsi di lingkungan
kerjanya.
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
20
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
Korupsi Permenpan Nomor 5
c. Strategi Komunikasi tahun 2009
Pemberantasan Korupsi (PK) Permenkes No 49
d. Cara Penanggulangan Korupsi tahun 2012 tentang
Pedoman Penanganan
4. Tata Cara Pelaporan Dugaan 4. Tata cara Pelaporan Dugaan Pengaduan Masyarakat
Pelanggaran Tindak Pidana Pelanggaran Tindak Pidana terpadu di lingkungan
Korupsi (TPK) Korupsi (TPK) Kementerian
a. Laporan Kesehatan.
b. Penyelesaian Hasil Permenkes nomor 134
Penanganan Pengaduan tahun 2012 tentang
Masyarakat Tim Pengaduan
c. Pengaduan Masyarakat
d. Tatacara Penyampaian Permenkes Nomor 14
Pengaduan tahun 2014 Kebijakan
e. Tim Penanganan Pengaduan tentang Gratifikasi
Masyarakat Terpadu Di bidang Kesehatan
Lingkungan Kemenkes Keputusan Menteri
f. Pencatatan Pengaduan Kesehatan Nomor:
232/ Menkes/ SK/ VI/
5. Gratifikasi 5. Gratifikasi 2013 Tentang Strategi
a. Pengertian gratifikasi Komunikasi Penkerjaan
b. Landasan Hukum Gratifikasi dan Budaya Anti
Korupsi
c. Gratifikasi Merupakan Tindak
Pidana Korupsi (TPK) Dr. Uhar Suharsaputra,
d. Contoh gratifikasi M.Pd Budaya Korupsi
dan Pendidikan
e. Sanksi gratifikasi
Tantangan bagi Dunia
Pendidikan
6. Kasus-kasus Korupsi 6. Kasus-kasus Korupsi
KPK, Buku Saku
Gratifikasi
21
VI. DIAGRAM ALUR PROSES PEMBELAJARAN
PRE TEST
PEMBUKAAN
Microteaching
PENUTUPAN
1
VII. PROSES DAN METODE PEMBELAJARAN
1. Pre Test
Pelaksanaan Pre Test dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman
awal peserta latih terhadap materi yang akan diberikan pada proses pembelajaran.
2. Pembukaan
Proses pembukaan pelatihan meliputi beberapa kegiatan berikut:
a. Pembacaan susunan acara pembukaan oleh pembawa acara.
b. Laporan ketua penyelenggara pelatihan dan penjelasan program pelatihan.
c. Pengarahan dari pejabat yang berwenang tentang latar belakang perlunya
pelatihan dan dukungan terhadap program pelayanan darah, sekaligus
membuka pelatihan dengan resmi
d. Penyematan tanda peserta pelatihan sebagai tanda pelatihan dimulai.
e. Pembacaan doa agar pelatihan berjalan dengan lancar dan berhasil tanpa ada
hambatan yang berarti.
2
4. Wawasan
Setelah materi Membangun Komitmen Belajar, kegiatan dilanjutkan dengan
memberikan materi sebagai dasar wawasan yang sebaiknya diketahui oleh peserta
latih dalam pelatihan ini, yaitu:
a. Materi Dasar:
1) Kebijakan pemerintah dalam pelayanan darah.
2) Program kerja sama Puskesmas, UTD dan Rumah Sakit dalam pelayanan
darah untuk menurunkan angka kematian ibu.
b. Materi Penunjang: Anti Korupsi
Penyampaian kedua materi di atas dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode seperti tugas baca modul, curah pendapat dan CTJ.
3
6. Micro-teaching
Micro-teaching adalah suatu proses pembelajaran dimana peserta latih
memperoleh kesempatan untuk mempraktikkan kemampuan dalam
menggunakan teknik-teknik dan metode pembelajaran yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dalam kegiatan ini kelas terbagi atas
tiga, dimana masing-masing peserta diberikan waktu selama 30 menit untuk
praktik micro-teaching dan pemberian umpan balik dari pelatih (widyaiswara
dan pelatih substansi) berdasarkan instrumen penilaian yang tersedia. Hasil
penilaian ini diharapkan dapat menentukan layak atau tidaknya seorang peserta
menjadi pelatih pada pelatihan pengelolaan program kerja sama antara
Puskesmas, UTD dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka
kematian ibu.
7. Evaluasi
a. Evaluasi yang dimaksudkan adalah evaluasi terhadap proses pembelajaran tiap
hari (refleksi) dan terhadap pelatih.
b. Evaluasi tiap hari (refleksi) dilakukan dengan cara melakukan review kegiatan
proses pembelajaran yang sudah berlangsung, sebagai umpan balik untuk
menyempurnakan proses pembelajaran selanjutnya.
c. Evaluasi terhadap pelatih dilakukan oleh peserta latih pada saat pelatih telah
mengakhiri materi yang disampaikannya. Evaluasi dilakukan dengan
menggunakan form evaluasi terhadap pelatih.
9. Post Test
Setelah keseluruhan materi dan praktik lapangan dilaksanakan, dilakukan post
test. Tes ini bertujuan untuk melihat peningkatan pengetahuan dan keterampilan
peserta setelah mengikuti pelatihan.
11. Penutupan
4
Acara penutupan adalah sesi akhir dari semua rangkaian kegiatan, dilaksanakan
oleh pejabat yang berwenang dengan susunan acara sebagai berikut:
a. Laporan ketua penyelenggara pelatihan
Laporan hasil evaluasi penyelenggaraan pelatihan termasuk terhadap peserta,
pelatih, dan proses penyelenggaraan.
b. Kesan dan pesan dari perwakilan peserta latih
c. Pengarahan dan penutupan oleh pejabat yang berwenang
Pelatihan ditutup dengan resmi oleh pejabat yang berwenang dengan ditandai
secara seremonial lewat :
1) pembagian sertifikat kepada peserta latih
2) pelepasan kartu tanda peserta latih
d. Pembacaan doa
Diakhiri dengan pembacaan doa semoga hasil dari pelatihan ini dapat
bermanfaat sesuai dengan harapan dan tujuan pelatihan.
A. Peserta
Peserta latih berasal dari Dinas Kesehatan provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, BBPK/ Bapelkes/Diklat Provinsi, dan Unit Transfusi Darah dengan
kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria:
a. Tenaga kesehatan, dapat dari unsur:
1) Dokter
2) Perawat, minimal jenjang pendidikan D3
3) Bidan, minimal jenjang pendidikan D3
4) Tenaga kesehatan lain (S1) dengan latar belakang pendidikan
transfusi darah.
Catatan:
Pengecualian untuk dinas kesehatan provinsi/ kabupaten/kota yang tidak
memiliki unsur tenaga kesehatan di atas dapat mengirimkan calon
peserta ToT dari unsur tenaga kesehatan lain (S1) yang memegang
peranan sebagai pengelola program terkait pelayanan darah di
instansinya.
b. Bersedia menjadi pelatih tingkat provinsi pada pelatihan Pengelolaan
Program Kerja Sama antara Puskesmas, UTD dan RS dalam Pelayanan
Darah untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu.
c. Tidak akan dipindahtugaskan minimal 2 tahun.
5
d. Diprioritaskan Aparatur Sipil Negara (ASN).
2. Jumlah peserta
Jumlah peserta setiap kelas berjumlah maksimal 30 orang.
B. Pelatih
Kriteria:
1. Pernah mengikuti ToT/TPPK/Pekerti/Akta 5/Widyaiswara Dasar/memiliki
pengalaman melatih
2. Memahami kurikulum pelatihan Pengelolaan Program Kerja Sama antara
Puskesmas, UTD dan RS dalam Pelayanan Darah untuk Menurunkan Angka
Kematian Ibu, khususnya GBPP materi akan diajarkan
3. Minimal pendidikan S1/setara dengan pendidikan peserta
4. Menguasai substansi materi
A. Penyelenggara
ToTpengelolaan program kerja sama antara Puskesmas, UTD dan RS dalam
pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan bekerjasama dengan Pusat Pelatihan
SDM Kesehatan, Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK)/ Balai Pelatihan
Kesehatan (Bapelkes).
B. Tempat Penyelenggaraan
ToT pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas, UTD dan RS dalam
pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu diselenggarakan di BBPK/
Bapelkes/ Institusi lain yang memiliki sarana dan fasilitas yang memenuhi
persyaratan untuk pelatihan.
6
X. EVALUASI
2. Pelatih
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan pelatih dalam menyampaikan
materi pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dapat
dipahami oleh peserta. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan formulir evaluasi
terhadap pelatih.
3. Penyelenggaraan
Evaluasi dilakukan oleh peserta terhadap penyelenggaraan pelatihan.Objek
evaluasi adalah pelaksanaan administrasi dan akademis yang meliputi:
a. Tujuan pelatihan.
b.Relevansi program pelatihan dengan tugas.
c. Manfaat setiap materi bagi pelaksanaan tugas peserta ditempat kerja.
d.Manfaat pelatihan bagi peserta/instansi.
e. Hubungan peserta dengan pelaksana pelatihan.
f. Pelayanan sekretariat terhadap peserta.
g. Pelayanan akomodasi dan lainnya.
h. Pelayanan konsumsi
i. Pelayanan komunikasi dan informasi.
XI. SERTIFIKASI
Setiap peserta yang telah menyelesaikan proses pembelajaran minimal 95% dari
seluruh jumlah Jpl yang ada diberikan sertifikat pelatihan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Kesehatan RI dengan angka kredit 1 (satu), dan ditandatangani oleh
Kepala Pusat Pelatihan SDM Kesehatan atas nama Menteri Kesehatan dan
penyelenggara pelatihan. Untuk pengurusan Satuan Kredit Profesi (SKP) diserahkan
kepada institusi penyelenggara pelatihan sesuai ketentuan yang berlaku di organisasi
profesi terkait.
7
REFERENSI
8
27. Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan
Masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan.
28. Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan Masyarakat.
29. Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi bidang
Kesehatan.
30. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013 Tentang
Strategi Komunikasi Penkerjaan dan Budaya Anti Korupsi.
31. Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd Budaya Korupsi dan Pendidikan Tantangan bagi
Dunia Pendidikan.
32. KPK, Buku Saku Gratifikasi.
9
MATERI DASAR - 1
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PELAYANAN DARAH
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pelayanan darah merupakan bagian penting dari pelayanan kesehatan yang sampai
saat ini, untuk beberapa kasus, masih menjadi satu-satunya upaya untuk
menyelamatkan nyawa atau memperbaiki kondisi kesakitan. Walaupun dapat
menyelamatkan nyawa, transfusi darah membawa berbagai risiko baik untuk
pasien penerima transfusi darah, donor yang menyumbangkan darah ataupun
petugas penyediaan dan pemberian darah untuk transfusi.
10
2. Menjelaskan jejaring penyediaan darah nasional.
3. Menjelaskan gambaran umum pelayanan darah.
IV. METODE
Bahan tayang
Modul pelatihan
Laptop/komputer
LCD
ATK
Film Gambaran Umum Pelayanan Darah
11
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
1 Pengkondisian 1. Pelatih menyapa peserta dengan 10’
ramah dan hangat. Apabila belum
berkenalan mulai dengan perkenalan.
Sampaikan tujuan pembelajaran,
sebaiknya dengan menggunakan bahan
tayang.
2. Pelatih menggali pendapat/
pemahaman peserta terkait kebijakan
pemerintah dalam pelayanan darah.
12
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
3 Evaluasi dan 1. Pelatih melakukan evaluasi dengan 15’
Rangkuman melempar beberapa pertanyaan untuk
menilai apakah tujuan pembelajaran
tercapai
2. Pelatih merangkum sesi pembelajaran
3. Pelatih menutup sesi ini dengan
memberikan apresiasi atas
keterlibatan aktif seluruh peserta.
Pokok Bahasan 1.
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PELAYANAN DARAH.
13
Pelayanan penyediaan darah terdiri dari kegiatan perencanaan, rekrutmen dan
pelestarian pendonor darah, penyediaan darah, pendistribusian darah, dan
tindakan medis pemberian darah. Sedangkan kegiatan pemberian darah meliputi
pemeriksaan uji cocok serasi, transfusi darah serta pengamatan atas reaksi
transfusi.
Tujuan kegiatan seleksi pendonor dijelaskan didalam pasal 28, Permenkes No. 83
tahun 2014 tentang UTD, BDRS dan Jejaring Pelayanan Darah,untuk mendapatkan
pendonor potensial risiko rendah terhadap Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah
(IMLTD) demi menjamin kesehatan dan keselamatan pendonor, resipien, dan
petugas. Seleksi pendonor sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan riwayat
kesehatan pendonor dan pemeriksaan kesehatan.
Lebih lanjut, prinsip dan standar darirekrutmen serta seleksi pendonor darah
dijelaskan didalam Permenkes No. 91 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan
Transfusi Darah. Dengan adanya standar tersebut maka pelaksanaan rekrutmen
dan seleksi pendonor darah terlepas dari unit manapun yang melaksanakan harus
memenuhi standar tersebut.
Pokok Bahasan 2.
JEJARING PELAYANAN DARAH NASIONAL.
Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2011 tentang Pelayanan Darah, pada Bagian
Ketiga Pasal 42, tentang Jejaring, menyatakan bahwa (1) jejaring pelayanan
transfusi darah dibentuk untuk menjamin ketersediaan darah, mutu, keamanan,
sistem informasi pendonor darah,akses,rujukan danefisiensipelayanandarah;
(2)jejaringpelayanan transfusi darah meliputi semua institusi terkait dengan
pelayanan transfusi darah; (3) jejaring pelayanan transfusi darah berjenjang dari
tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; (4) pembentukan jejaring didukung
14
oleh sistim informasi sesuai dengan perkembangan teknologi dan (5) teknis
pelayanan transfusi darah dilakukan secara berjenjang dan jejaring transfusi
darah.
Lebih lanjut terkait jejaring pelayanan darah diuraikan lebih lengkap di dalam
Permenkes No. 83 tahun 2014 tentang UTD, BDRS dan Jejaring Pelayanan Darah
Pasal 54 sampai 59. Jejaring pelayanan transfusi darah adalah jalinan kerjasama
yang aktif untuk menjamin ketersediaan darah, mutu, keamanan, sistem informasi
pendonor darah, akses, rujukan dan efisiensi pelayanan transfusi darah. Jejaring
pelayanan transfusi darah meliputi semua institusi yang terkait dengan pelayanan
transfusi darah. Bimbingan teknis pelayanan transfusi darah dilakukan secara
berjenjang dalam jejaring transfusi darah.
Jejaring pelayanan transfusi darah berjenjang dari tingkat Nasional, Provinsi dan
Kab/Kota sebagai berikut :
Dibentuk oleh Dinkes, UTD, RS/BDRS dengan dukungan Pemda, PMI cabang dan
masyarakat. Manfaat jejaring :
a. Membangun rasa memiliki dan tanggung jawab bersama
b. Sebagai forum komunikasi
c. Dapat menyelesaikan permasalahan secara bersama
d. Institusi terkait saling mendukung tugas dan fungsi masing-masing
e. Pemantauan dan pembinaan lebih mudah
f. Dapat memantau kualitas dan keamanan darah
Mekanisme Jejaring :
15
a. Jejaring dibentuk dengan SK Walikota/Bupati dan diprakarsai oleh Dinas
Kesehatan sebagai penanggung jawab pelayanan kesehatan setempat.
b. Anggota jejaring terdiri dari petugas dinas kesehatan, petugas BDRS,
Direktur/Manajemen/Komite Medik RS, Kepala dan Petugas UTD PMI,
Organisasi PMI, Organisasi Donor Darah, dll.
c. Pertemuan berkala minimal setiap 3 bulan. Pertemuan diselenggarakan
setiap kali diperlukan baik formal maupun informal.
d. Laporan hasil pertemuan disampaikan kepada Kepala Daerah, kemudian
tembusan ke Ketua PMI setempat dan Direktur RS, bila perlu disampaikan
kepada masyarakat.
e. Biaya dibebankan pada dana Dinas Kesehatan.
f. Isi Pertemuan : Information sharing, penyelesaian masalah, kesepakatan
rencana tindak lanjut, hal-hal lain yang dianggap perlu.
g. Setiap anggota jejaring memiliki visi dan misi yang sama yaitu mewujudkan
pelayanan transfusi darah aman, jumlah cukup, tepat waktu dengan akses
yang mudah serta pemakaian secara rasional dapat dilaksanakan secara
terintegrasi dan menjadi tanggung jawab bersama. Diharapkan dengan
adanya jejaring/wadah ini, segala permasalahan ketersediaan darah aman
dapat ditanggulangi secara cepat dan dengan dukungan dari semua pihak.
h. Motivasi donor merupakan tanggung jawab bersama untuk mencapai
ketersediaan donor sukarela sesuai kebutuhan.
i. Mekanisme pelayanan di suatu Kabupaten perlu disepakati bersama dengan
manajemen yang baik (manajemen donor, manajemen pelayanan),
sehingga donor berhubungan dengan UTD, sementara pasien merupakan
tanggung jawab RS.
j. Organisasi PMI, PDDI dan organisasi donor lain mendukung penuh upaya
motivasi donor.
Pada tingkat Provinsi perlu dibentuk jejaring tingkat provinsi, yang bermanfaat
untuk penanggulangan masalah dan kerjasama antar kabupaten.
Manfaat Jejaring :
a. Membangun tanggung jawab bersama.
b. Sebagai Forum Komunikasi.
c. Saling membantu dalam menjalankan peran dan tugas masing-masing.
d. Permasalahan dapat diselesaikan segera dan bersama.
e. Pemantauan dan pembinaan lebih mudah.
16
f. Kualitas Pelayanan dan keamanan darah lebih terjaring.
g. Pelayanan darah di suatu propinsi terkoordinasi.
Peran Stakeholder Utama Jejaring Provinsi:
a. UTD : Penyedia darah transfusi yang aman dan berkualitas, Pembina
jejaring Kabupaten/Kota, pusat rujukan Provinsi.
b. RS/BDRS :Pengguna darah transfusi yang aman dan berkualitas.
c. Dinas Kesehatan:
1) Regulator
2) Pelatih terhadap permasalahan yang timbul dalam pelayanan transfusi
darah
3) Pemantauan dan pembinaan jejaring kabupaten/kota.
4) Koordinator peningkatan mutu pelayanan darah tingkat provinsi
Mekanisme jejaring:
a. Jejaring dibentuk dengan SK Gubernur dan diprakarsai oleh Dinas
Kesehatan Provinsi sebagai penanggung jawab pelayanan kesehatan tingkat
provinsi.
b. Anggota jejaring terdiri dari Dinas Kesehatan Provinsi, UTD Provinsi dan
Jejaring tingkat Kabupaten.
c. Setiap anggota jejaring memiliki visi dan misi yang sama yaitu mewujudkan
pelayanan transfusi darah aman, jumlah cukup, tepat waktu dengan akses
yang mudah serta pemakaian secara rasional dapat dilaksanakan secara
terintegrasi dan menjadi tanggung jawab bersama tingkat Provinsi.
d. Jejaring Provinsi sebagai koordinator pelaksanaan pelayanan transfusi
darah tingkat Provinsi, sehingga terwujud hubungan kerja antara
Kabupaten dan Provinsi. Dimanapun masyarakat dalam Provinsi ini,
mempunyai akses yang mudah kepada pelayanan transfusi darah aman
karena diupayakan oleh seluruh Kabupaten dan Provinsi.
e. UTD Provinsi mempunyai tanggung jawab membina UTD yang berada di
Kabupaten dan merupakan pusat rujukan Provinsi.
f. Dinas Kesehatan Provinsi bersama UTD Provinsi secara berkala melakukan
visitasi ke jejaring pelayanan transfusi darah Kabupaten (UTD, RS dan
Dinkes).
g. Pertemuan jejaring tingkat Provinsi minimal 1 tahun sekali yang dihadiri
oleh seluruh jejaring pelayanan transfusi darah Kabupaten. Hasil
pertemuan dilaporkan kepada Gubernur dengan tembusan keseluruh
Bupati/Walikota.
17
Pokok Bahasan 3.
GAMBARAN UMUM PELAYANAN DARAH.
Selanjutnya darah yang disumbangkan dalam bentuk darah lengkap (whole blood),
bisa diolah menjadi berbagai komponen darah. Baik whole blood maupun
komponen darah harus disimpan di suhu tertentu untuk menjaga viabilitas sel-sel
darah. Jika dibutuhkan oleh Rumah Sakit maka whole blood maupun komponen
darah harus ditransportasikan menggunakan alat dan cara transportasi sesuai
standar.
VIII. REFERENSI
IX. LAMPIRAN
18
MATERI DASAR - 2
PROGRAM KERJA SAMA PUSKESMAS, UTD DAN RUMAH SAKIT DALAM PELAYANAN
DARAH UNTUK MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU
I. DESKRIPSI SINGKAT
Masih tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, yang salah satunya
penyebabnya adalah perdarahan yang tidak teratasi, membutuhkan peningkatan
pelayanan darah sebagai salah satu pelayanan kesehatan dasar. Peningkatan
pelayanan darah yang diperlukan selain kualitas adalah juga kecukupan persediaan
darah di Unit Transfusi Darah (UTD) untuk ibu hamil, melahirkan atau pasca
melahirkan dengan perdarahan yang membutuhkan transfusi.
19
III. POKOK BAHASAN
IV. METODE
Bahan tayang
Modul pelatihan
Laptop/komputer
LCD
ATK
Pada sesi materi ini, peserta akan mempelajari 5 (lima) pokok bahasan.
Berikut ini merupakan pedoman bagi pelatih dan peserta dalam melaksanakan
pembelajaran.
20
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
sebaiknya dengan menggunakan bahan
tayang.
2. Pelatih menggali pendapat/
pemahaman peserta terkait program
kerja sama Puskesmas, UTD dan
Rumah Sakit dalam pelayanan darah
untuk menurunkan angka kematian ibu
3 1. Pelatih
E melakukan evaluasi dengan 15’
melempar
v beberapa pertanyaan untuk
menilai
a apakah tujuan pembelajaran
tercapai
l
2. Pelatih
u merangkum sesi pembelajaran
3. Pelatih
a menutup sesi ini dengan
memberikan
s apresiasi atas
keterlibatan
i aktif seluruh peserta.
21
VII. URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1
LATAR BELAKANG DAN SASARAN PROGRAM KERJASAMA.
Pengertian kesehatan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, merupakan “Kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”.
Pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Selanjutnya
pada ayat (2) ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
WHO telah sejak lama melihat ketersediaan darah merupakan masalah yang
krusial sejak World Health Assembly (WHA) ke 28 tahun 1975, bahkan dalam
Resolusi WHA ke 63 Tahun 2010 Nomor 12, tertulis bahwa sidang mendesak
negara-negara anggota untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk
membangun, menerapkan dan mendukung koordinasi secara nasional,
pengelolaan yang efisien dan program pelayanan darah dan plasma yang
berkelanjutan dengan tujuan untuk mencapai swasembada, kecuali terdapat
keadaan khusus yang menghalanginya.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi walaupun cakupan persalinan
oleh tenaga kesehatan sudah mencapai lebih dari 80%. Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu
sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu di Indonesia tetap
didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, Hipertensi
Dalam Kehamilan (HDK) dan infeksi. Sebagai salah satu upaya untuk menurunkan
angka kematian ibu melahirkan adalah melalui pemenuhan kebutuhan darah bagi
ibu melahirkan dengan komplikasi perdarahan. Hal ini membutuhkan pelayanan
22
darah yang aman dan berkualitas, serta perlu didukung dengan ketersediaan
darah sesuai kebutuhan.
Berdasarkan data pelayanan darah tahun 2014, produksi darah secara nasional
(Whole Blood dan komponennya) dalam satu tahun sebanyak 4,6 juta kantong
darah, sedangkan rekomendasi WHO untuk memenuhi kebutuhan darah suatu
daerah, produksi darah minimal 2% dari jumlah penduduk atau 5 juta kantong
darah/tahun. Dari data tersebut, maka untuk memenuhi kebutuhan penduduk
Indonesia masih kurang 400 ribu kantong darah. Kekurangan ketersediaan darah
tersebut meliputi juga jenis golongan darah langka seperti golongan darah AB,
Rhesus Negatif atau lainnya. Dari data penyumbangan berdasarkan golongan
darah dan Rhesus, didapatkan golongan darah O sebanyak 39%, B sebanyak 28%,
A sebanyak 25%, AB sebanyak 8% dan untuk Rhesus Negatif sebanyak 0,05%.
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa golongan darah AB dan Rhesus
Negatif adalah golongan darah langka.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dilakukan upaya khusus untuk
menjamin penyediaan darah bagi ibu melahirkan yang mempunyai risiko tinggi
dan golongan darah langka. Dengan adanya program kerja sama antara
Puskesmas, UTD, dan rumah sakit dalam pelayanan darah untuk menurunkan
Angka Kematian Ibu, diharapkan kekurangan jumlah kantong darah dan jenis
golongan darah langka dapat dipenuhi. Pemenuhan kekurangan tersebut dapat
dilakukan dengan menerapkan prinsip portabilitas. Prinsip portabilitas
dimaksudkan bahwa dalam pelaksanaan kerjasama tidak mengenal batas wilayah
dalam pemenuhan kebutuhan darah. Program ini pun dapat bermanfaat ganda,
karena darah yang telah tersedia namun tidak dipakai oleh ibu melahirkan, dapat
dipakai oleh pasien lain yang membutuhkan.
23
untuk memastikan adanya pendonor darah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan darah. Program ini dapat diintegrasikan kedalam program lain yang
memiliki tujuan untuk menurunkan angka kematian ibu seperti Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).
Pokok Bahasan 2
PERAN DAN TUGAS KEMENTERIAN KESEHATAN DAN DINAS KESEHATAN.
A. Kementerian Kesehatan
1. Menyusun regulasi.
2. Menyediakan pembiayaan untuk pelatihan pelatih, peningkatan kapasitas
tenaga kesehatan di Puskesmas untuk pengelolaan program, rekrutmen dan
seleksi donor.
3. Menyusun pedoman untuk peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di
Puskesmas untuk pengelolaan program, rekrutmen dan seleksi donor.
4. Melakukan sosialisasi dan pembinaan ke tingkat provinsi.
5. Menjadi koordinator lintas wilayah provinsi.
6. Melakukan monitoring.
7. Melakukan pembinaan dan evaluasi program.
24
C. Dinas kesehatan Kabupaten/Kota
1. Menjadi koordinator operasional program
2. Melakukan pembinaan program dan pembiayaan peningkatan kapasitas
tenaga kesehatan di Puskesmas untuk pengelolaan program, rekrutmen dan
seleksi donor
3. Menjadi penggerak, pelatih dan evaluator
4. Memaksimalkan jejaring pelayanan darah yang ada di wilayahnya
Pokok Bahasan 3
TAHAPAN PELAKSANAAN PROGRAM.
1. Dinas kesehatan mengidentifikasi Puskesmas, UTD, dan Rumah Sakit yang akan
melakukan kerja sama
2. Penandatanganan nota kesepahaman dan/atau perjanjian kerjasama oleh para
pihak
3. Peningkatan kapasitas, dan bimbingan teknis bagi tenaga kesehatan di
Puskesmas untuk pengelolaan program, rekrutmen, dan seleksi awal donor.
Materi yang diberikan pada peningkatan kapasitas tenaga kesehatan terdiri
dari:
a. Kebijakan Pemerintah dalam pelayanan darah.
b. Overview proses penyediaan darah di UTD
c. Kewaspadaan universal.
d. Pengetahuan tentang darah.
e. Pengetahuan tentang penyumbangan darah.
f. Persiapan sarana dan prasarana seleksi pendonor.
g. Seleksi pendonor darah.
h. Aspek medikolegal pada petugas pengerahan dan seleksi pendonor.
i.Aspek psikologis pada petugas pengerahan dan seleksi pendonor.
j. Pencatatan dan pelaporan kegiatan pengerahan dan seleksi pendonor
darah.
k. Pengelolaan program kerja sama.
4. Pelaksanaan program
5. Pencatatan dan pelaporan
6. Monitoring dan evaluasi
25
Pokok Bahasan 4
RUANG LINGKUP KEGIATAN PROGRAM KERJA SAMA.
a. Puskesmas
1) Melaksanakan pelayanan kesehatan pada ibu hamil sebagaimana
tertera pada peraturan perundang-undangan yang berlaku
2) Melakukan pendataan semua ibu hamil yang terdiri dari taksiran partus,
golongan darah, dan kesiapan calon donor. Melakukan penapisan
risikonya serta mengidentifikasi ibu yang mempunyai golongan darah
langka.
b. Rumah Sakit
Melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan dalam meningkatkan
kapasitas (technical assistance) tenaga kesehatan Puskesmas untuk
pemeriksaan dan deteksi kehamilan berisiko tinggi
a. Puskesmas
1) Memberikan edukasi kepada ibu hamil dan keluarganya agar
menyiapkan 4 orang calon donor pendamping yang siaga
2) Menyiapkan tenaga kesehatan untuk memberikan informasi tentang
persyaratan donor
3) Melakukan sosialisasi dan advokasi mengenai donor darah sukarela
kepada masyarakat dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya, terutama kepada ibu hamil dan keluarganya
4) Melakukan koordinasi dengan kader posyandu atau kader kesehatan
untuk pengerahan donor
5) Dokter Puskesmas melaksanakan seleksi awal calon donor darah
pendamping untuk mendapatkan calon donor yang memenuhi syarat.
Calon donor datang ke Puskesmas 14 hari sebelum taksiran partus ibu
hamil yang bersangkutan. Pelaksanaan seleksi awal meliputi:
26
- usia
- berat badan
- golongan darah
- kadar Hb
- tekanan darah
- riwayat kesehatan
- persyaratan donor lainnya
27
g. Pada kondisi darurat, UTD dapat menggunakan darah dari donor
pendamping ibu hamil untuk pasien gawat darurat dengan persetujuan
dari ibu hamil.
a. Rumah Sakit
1) Menyampaikan kepada UTD mengenai perencanaan kebutuhan darah
setiap bulan, termasuk untuk kebutuhan ibu melahirkan di RS
tersebut
2) Melaksanakan koordinasi dengan UTD mengenai kebutuhan darah ibu
melahirkan yang memerlukan transfusi darah
3) Merawat dan memberikan transfusi darah kepada pasien
5. Informasi
a. Puskesmas memberikan informasi dan data mengenai calon donor darah
pendamping ke UTD dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan
b. UTD memberikan umpan balik kepada Puskesmas tentang perolehan darah
dari donor pendamping ibu hamil
c. Puskesmas memberikan informasi dan data mengenai ibu hamil risiko
tinggi kepada Rumah Sakit.
28
Pokok Bahasan 5
ALUR PELAPORAN PROGRAM.
Dalam ikatan kerja sama ini pelaporan program dibuat sebagai berikut:
1. Puskesmas membuat pencatatan dan pelaporan bulanan kepada Dinas
Kesehatan mengenai calon donor darah pendamping ibu hamil yang telah
disiapkan dengan tembusan ke UTD
2. UTD membuat pencatatan dan pelaporan bulanan kepada Dinas Kesehatan
mengenai donor darah yang didapatkan dari calon donor darah pendamping
ibu hamil yang disiapkan dengan tembusan ke Puskesmas
VIII. REFERENSI
29
MATERI INTI - 1
INTEGRASI PROGRAM KERJA SAMA DENGAN P4K
I. DESKRIPSI SINGKAT
Dalam upaya menurunkan angka kematian ibu (AKI), pada tahun 2007, Menteri
Kesehatan mencanangkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) dengan Stiker. Program ini merupakan “upaya terobosan” dalam
percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Program ini
dijalankan melalui kegiatan peningkatan akses dan kualitas pelayanan, yang
sekaligus merupakan kegiatan yang membangun potensi masyarakat, khususnya
kepedulian masyarakat untuk persiapan dan tindakan dalam menyelamatkan ibu
dan bayi baru lahir. Melalui P4K dengan Stiker, masyarakat diharapkan dapat
mengembangkan norma sosial bahwa cara yang aman untuk menyelamatkan ibu
hamil-bersalin-nifas dan bayi lahir dengan memeriksakan kehamilan, bersalin,
perawatan nifas, dan perawatan bayi baru lahir ke bidan atau tenaga kesehatan
terampil di bidang kebidanan.
Meskipun Program P4K telah berjalannya selama sembilan tahun, AKI di Indonesia
masih tetap tinggi. Dari Data Rutin Kesehatan Ibu tahun 2015, tercatat penyebab
kematian ibu karena perdarahan sebesar 29,8%. Terkait dengan kondisi tersebut,
pemenuhan kebutuhan darah untuk menurunkan kejadian kematian ibu karena
perdarahan menjadi perhatian pemerintah. Upaya pemerintah untuk menjamin
ketersediaan darah sebagai bagian dari upaya peningkatan pelayanan kesehatan
dasar diamanahkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015–2019. Peraturan
Presiden tersebut menekankan dilaksanakannya reformasi di bidang kesehatan
dengan fokus utama peningkatan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan darah
adalah salah satu dari pelayanan kesehatan dasar.
30
Integrasi dilakukan sejak perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi.
Perencanaan yang dimaksud meliputi data sasaran ibu hamil di suatu wilayah
(desa/kelurahan dan Puskesmas). Data sasaran diperoleh bidan di desa/kelurahan
dari para kader dan dukun bayi yang melakukan pendataan ibu hamil, bersalin dan
nifas, dimana sasaran tersebut bagi ibu hamil dipasang stiker P4K di depan
rumahnya. Selain itu data sasaran juga dapat diperoleh dengan mengumpulkan
data sasaran yang berasal dari lintas program dan fasilitas pelayanan lain.
Sedangkan data sasaran Puskesmas berasal dari seluruh data sasaran
desa/kelurahan di wilayah kerjanya. Dengan ketersediaan data tersebut baik
Puskesmas, Unit Transfusi Darah (UTD) dan Rumah Sakit (RS) dapat membuat
perencanaan kegiatan rekrutmen pendonor darah pendamping, penyediaan darah
dan pelayanan rujukan.
31
III. POKOK BAHASAN
IV. METODE
Bahan tayang
Modul pelatihan
Laptop/komputer
LCD
Video P4K
ATK
Stiker Perencanaan Persalinan
Buku KIA
Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Pendonor darah
Daftar Nama Pendonor Darah
Panduan Latihan
Panduan Role Play
32
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
1 Pengkondisian 1. Pelatih menyapa peserta dengan ramah 10’
dan hangat. Apabila belum berkenalan
mulai dengan perkenalan. Sampaikan
tujuan pembelajaran, sebaiknya dengan
menggunakan bahan tayang.
2. Pelatih menggali pendapat/pemahaman
peserta terkait Mekanisme P4K dan
Integrasi program kerja sama dengan
P4K.
33
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
4 Role play integrasi 1. Pelatih membagi peserta dalam 3 90’
program kelompok untuk melakukan role play
kerjasama dengan integrasi program kerjasama dengan
P4K. P4K.
2. Pelatih memfasilitasi bila ada peserta
yang bertanya/ kurang memahami
dalam proses role play
Pokok Bahasan 1
MEKANISME P4K.
1.1. Pengertian
P4K merupakan suatu kegiatan yang difasilitasi oleh Bidan di desa dalam
rangka peningkatan peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam
merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi komplikasi
bagi ibu hamil; termasuk perencanaan penggunaan KB pasca persalinan
dengan menggunakan stiker sebagai media notifikasi sasaran dalam rangka
meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru
lahir.
34
hamil dengan melibatkan peran aktif unsur-unsur masyarakat di wilayahnya.
Pemasangan “Stiker P4K” bukanlah sekedar menempelkan stiker pada setiap
rumah ibu hamil, tetapi harus dilakukan konseling kepada ibu hamil, suami
dan keluarga untuk mendapat kesepakatan dan kesiapan dalam merencanakan
persalinan.
Calon donor darah, adalah orang-orang yang dipersiapkan oleh ibu, suami,
keluarga dan masyarakat yang sewaktu-waktu bersedia menyumbangkan
darahnya untuk keselamatan ibu melahirkan. Para calon pendonor darah akan
bergabung membentuk kelompok donor darah yang merupakan salah satu
bentuk kegiatan kesiagaan dalam P4K.
35
3. Ibu hamil dan keluarganya mempunyai rencana persalinan termasuk KB
yang dibuat bersama dengan penolong persalinan.
4. Bidan menolong persalinan sesuai standar.
5. Bidan memberikan pelayanan nifas sesuai standar.
6. Keluarga menyiapkan biaya persalinan, kebersihan dan kesehatan
lingkungan (sosial-budaya).
7. Adanya keterlibatan tokoh masyarakat baik formal maupun non formaldan
Forum Peduli KIA/Pokja Posyandu dalam rencana persalinan termasuk KB
pasca persalinan sesuai dengan perannya masing-masing.
8. Ibu mendapat pelayanan kontrasepsi pasca persalinan.
9. Adanya kerja sama yang mantap antara Bidan, Petugas Pustu, Forum Peduli
KIA/Pokja Posyandu dan (bila ada) dukun bayi, pendamping persalinan.
Pokok Bahasan 2
INTEGRASI PROGRAM KERJA SAMA DENGAN P4K.
2.1. Pendataan ibu hamil terkait taksiran partus, golongan darahdan kesiapan calon
donor.
36
Dari data ibu hamil ini, Puskesmas dapat membuat perencanaan kebutuhan
darah yang tentunya berdampak pada diperlukannya perencanaan kegiatan
rekrutmen dan seleksi pendonor darah asal keluarga ibu hamil ataupun
masyarakat dimana ibu hamil tersebut tinggal. Dalam rangka pengelolaan
donor darah ini, dikembangkan upaya bukan hanya untuk mengganti darah
pada ibu bersalin tetapi lebih berorientasi untuk menggalang tersedianya
calon pendonor darah untuk mengisi persediaaan darah di UTD. Untuk
memastikan kegiatan donor darah berjalan dengan maksimal perlu dilakukan
upaya partisipatif bidan bekerja sama dengan forum peduli KIA dan dukun,
dipimpin Kepala Desa/Lurah mewujudkan komitmen bersama di masyarakat
dalam penyediaan donor darah. Puskesmas dapat bekerja sama dengan PMI
Kecamatan atau organisasi lain di tingkat kecamatan untuk melakukan
rekrutmen donor darah. Komitmen masyarakat terhadap pelaksanaan donor
darah dapat diwujudkan dengan pembuatan surat pernyataan Kesediaan
Menjadi Pendonor Darah.
Setelah adanya surat pernyataan kesediaan menjadi pendonor darah, maka
langkah selanjutnya adalah membuat daftar tertulis tentang orang-orang yang
bersedia menjadi pendonor darah. Daftar ini dibuat diatas kertas karton besar
atau di papan tulis dan disosialisasikan kepada masyarakat luas di
desa/kelurahan.
37
Puskesmas paling lambat 7-10 hari sebelum waktu taksiran persalinan
dilanjutkan dengan kegiatan pengambilan darah jika semua persyaratan donor
dipenuhi. Bagi UTD jika persediaan darah diprediksi mencukupi, maka
perolehan darah dari donor pendamping bisa untuk mengganti persediaan
darah dan selanjutnya pendonor bisa dimasukan kedalam program pelestarian
donor darah sukarela oleh UTD.
2.2. Penyiapan materi komunikasi, informasi dan edukasi untuk ibu hamil dan
keluarganya.
Materi dan bentuk KIE penyumbangan darah untuk masyarakat tidak berbeda
dengan KIE penyumbangan darah untuk ibu hamil dan keluarganya.
Penyampaian materi KIE kepada masyarakat dapat lebih mudah dan efisien
jika diintegrasikan kedalam program promosi kesehatan Puskesmas
bekerjasama dengan organisasi kemasyarakatan terkait. Namun demikian
petugas promosi kesehatan perlu mendapat sosialisasi terlebih dahulu tentang
isi dari materi KIE penyumbangan darah.
38
2.4. Pembuatan jadwal KIE.
Jadwal KIE penyumbangan darah kepada ibu hamil dapat dipadukan ke dalam
jadwal antenatal care dari ibu hamil yang bersangkutan. Sedangkan jadwal
KIE penyumbangan darah untuk masyarakat dapat diintegrasikan ke dalam
jadwal kegiatan promosi kesehatan Puskesmas.
VIII. REFERENSI
IX. LAMPIRAN
1. Video P4K
2. Stiker Perencanaan Persalinan.
3. Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Pendonor darah.
4. Daftar Nama Pendonor Darah.
5. Panduan Latihan.
6. Panduan Role Play
39
Lampiran 2. Stiker Perencanaan Persalinan
40
Lampiran 3. Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Pendonor Darah
41
Lampiran 4. Daftar Nama Pendonor Darah
42
PANDUAN LATIHAN
B. Alokasi Waktu
3 Jpl x 45 menit
43
11. Panduan Latihan
12. ATK
D. Tempat
Ruang kelas pelatihan
44
PANDUAN ROLE PLAY
B. Alokasi Waktu
2 Jpl x 45 menit
D. Tempat
Ruang kelas pelatihan.
45
MATERI INTI- 2
REKRUTMEN PENDONOR DARAH DI PUSKESMAS
I. DESKRIPSI SINGKAT
Kegiatan rekrutmen donor merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam
pelayanan darah berbasis donor darah sukarela tanpa pamrih. Donor darah
sukarela dianggap sebagai sumber darah yang paling aman dibandingkan dengan
donor keluarga apalagi donor bayaran. Namun demikian dibutuhkan strategi
dalam menarik minat masyarakat untuk menjadi donor darah sukarela, salah
satunya dengan melakukan kampanye. Tujuan utama setiap kampanye
perekrutan donor darah adalah menemukan sumber darah yang aman dan
berkelanjutan. Prinsip rekrutmen donor darah adalah mencari tahu apa dan
bagaimana cara memotivasi calon donor dan cara terbaik untuk menyampaikan
pesan yang sesuai.
46
III. POKOK BAHASAN
IV. METODE
Bahan tayang
Modul pelatihan
Laptop/komputer
LCD
ATK
Audio Visual Aids
Kit rekrutmen pendonor darah (poster, standing banner, leaflet, bahan
presentasi)
Formulir pencatatan kegiatan rekrutmen pendonor darah
Formulir rekapitulasi kegiatan rekrutmen pendonor darah bulanan.
Panduan Role Play.
Panduan Demonstrasi.
Pedoman Latihan.
47
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
48
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
3 Demonstrasi 1. Pelatih dibantu asisten membimbing 90’
persiapan alat dan peserta dalam melakukan
bahan untuk demonstrasi persiapan alat dan
rekrutmen bahan untuk rekrutmen pendonor
pendonor 2. Pelatih dibantu asisten memfasilitasi
bila ada peserta yang bertanya/
kurang memahami dalam proses
demonstrasi
49
VII. URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1
KONSEP REKRUTMEN PENDONOR DARAH SUKARELA DI PUSKESMAS.
1. Pengertian
Rekrutmen donor adalah kegiatan memotivasi dan mendidik masyarakat
dengan berbagai cara agar bersedia menyumbangkan darahnya dan kemudian
mau menjadi donor darah sukarela yang lestari. Target dari rekrutmen donor
adalah mencari donor baru dan mempertahankan donor yang sudah ada.
2. Tujuan
Rekrutmen donor bertujuan :
Meningkatkan pengetahuan, sikap dan kesadaran masyarakat sehingga
mengerti mengapa kegiatan penyumbangan darah adalah sangat penting
dan merupakan upaya untuk menyelamatkan jiwa manusia.
Meningkatkan perilaku masyarakat untuk menyumbangkan darahnya
secara teratur dan sukarela.
Menjaga agar donor sukarela mengerti pentingnya darah yang aman
sehingga mereka tidak menyumbangkan darahnya apabila mereka tidak
sehat atau memiliki risiko infeksi penyakit yang dapat ditularkan melalui
transfusi darah.
3. Prinsip Prinsip
Prinsip perekrutan donor adalah :
Memberi penjelasan pentingnya donor darah sukarela tanpa pamrih.
Memotivasi dan mendidik donor sukarela mengenai kebutuhan akan
pasokan darah berkesinambungan.
Mencari donor sukarelayang paling mungkin memenuhi kriteria yang
didefinisikan sebagai donor risiko rendah.
Melibatkan tokoh masyarakat dalam program pendidikan donor darah.
Pelestarian donor.
Mengelola kampanye donor darah secara terus menerus.
4. Metode
Setiap sasaran penyuluhan bisa membutuhkan informasi yang berbeda tentang
penyumbangan darah. Oleh karena itu penting untuk menentukan beberapa
kelompok dalam masyarakat berdasarkan karakteristik sosial, ekonomi,
budaya, pendidikan atau pengetahuan mereka terhadap donor darah. Hal ini
penting untuk memilih metoda komunikasi yang sesuai dengan masing-masing
kelompok dalam upaya untuk membina sikap yang positif terhadap
penyumbangan darah.
50
Metoda komunikasi yang dapat digunakan untuk penyuluhan masyarakat
tentang penyumbangan darah diantaranya adalah :
Ceramah
Pembagian leaflet dan poster
Penjelasan melalui media massa cetak maupun elektronik
Iklan di media elektronik
Pokok Bahasan 2
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN REKRUTMEN PENDONOR.
Peralatan KIE :
Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan rekrutmen donor adalah alat untuk
melakukan komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang donor
darah. Alat tersebut meliputi, antara lain : laptop, LCD, layar, pengeras suara,
dll.
Bahan KIE :
Bahan penyuluhan adalah bagian penting dalam kegiatan rekrutmen donor,
diantaranya adalah leaflet dan poster penyumbangan darah. Setiap bahan
penyuluhan yang diproduksi, isinya harus mengacu pada Permenkes No. 91
Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan TransfusiDarah.
1. Leaflet
Apabila mempersiapkan leaflet, informasi yang akan disampaikan hendaknya
dalam alur pikir yang jelas, bahasa yang sederhana dan ilustrasi yang
menarik. Leaflet harus diuji coba terlebih dahulu walau hanya kepada
beberapa orang. Pilihlah beberapa orang yang hanya tahu sedikit tentang
donor darah dan tanyakan pada mereka apakah leaflet tersebut cukup jelas
dan berisi semua informasi yang mereka butuhkan. Dengan cara ini,
perbaikan dapat dibuat sebelum leaflet diproduksi dan didistribusikan lebih
luas.Wawancara dan diskusi dilaksanakan untuk melihat seberapa jauh
efektifitas dari bahan tersebut dalam menyampaikan pesan yang diinginkan.
2. Poster/ Spanduk/Baliho
Poster/Spanduk/Baliho sangat berguna karena cenderung dilihat oleh banyak
orang jika terpasang di tempat-tempat umum, kantor, pabrik, perguruan
tinggi atau tempat strategis. Fungsinya untuk memberitahukan atau
menyampaikan pesan iklan atau promosi mengenai donor darah yang
disampaikan lewat media kain, vinyl, sticker, atau semacamnya.
51
3. Media massa cetak
Baik media massa cetak nasional maupun yang ada di daerah merupakan
sarana penting agar masyarakat umum mengetahui akan kebutuhan donor
darah sukarela, serta kapan dan dimana dapat menyumbangkan darah
mereka. Surat kabar selalu mencari berita-berita yang menarik, sehingga
sangat mungkin tertarik untuk menulis tentang kegiatan donor darah,
testimoni pendonor darah yang telah memberikan penyumbangan darah
paling banyak, atau tentang pasien yang nyawanya telah terselamatkan oleh
transfusi.
Radio atau TV juga sangat penting untuk menyiarkan kepada donor darah
baru maupun donor darah teratur untuk menyumbangkan darah mereka
ketika persediaan darah mulai menipis, misalnya pada masa liburan atau
terjadinya musibah besar.
Pokok Bahasan 3
KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI TENTANG DONOR DARAH KEPADA IBU
HAMIL, KELUARGA DAN MASYARAKAT.
Materi KIE yang disampaikan kepada ibu hamil, calon pendonor asal keluarga
atau masyarakat dalam Program Kerjasama Puskesmas, UTD dan RS, meliputi:
1. Manfaat menyumbangkan darah bagi pendonor.
2. Manfaat darah yang disumbangkanbagi ibu hamil, bersalin dan nifas yang
memerlukan 52ransfuse.
3. Penyakit-penyakit yang dapat ditularkan melalui transfusi darah.
52
4. Perilaku-perilaku berisiko yang dapat ditularkan melalui transfusi darah.
5. Terjaminnya kerahasiaan atas hasil pemeriksaan uji saring Infeksi Menular
Lewat Transfusi Darah (IMLTD) terhadap darah donor.
6. Persyaratan/kriteria donor darah.
7. Alasan diperlukannya pemeriksaan kesehatan dan riwayat kesehatan.
8. Alasan mengapa pendonor tidak boleh menyumbangkan darah jika terdapat
risiko potensial baik untuk donor maupun pasien.
9. Proses penyumbangan darah dan efek samping yang mungkin terjadi dari
pengambilan darah.
10. Darah yang disumbangkan diperuntukkan bagi ibu hamil, bersalin dan nifas
dan jika tidak digunakan maka darah tersebut akan diperuntukan bagi pasien
lain.
Dari KIE, diharapkan terdapat 4 (empat) orang pendonor darah untuk setiap ibu
hamil yang golongan darahnya sama dengan ibu hamil dan memenuhi
persyaratan donor darah.
Pokok Bahasan 4
PENCATATAN KEGIATAN REKRUTMEN PENDONOR DARAH.
53
VIII. REFERENSI
1. Permenkes No. 83 Tahun 2014 tentang UTD, BDRS dan Jejaring Pelayanan
Transfusi Darah.
2. Permenkes No. 91 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Transfusi Darah.
IX. LAMPIRAN
54
PANDUAN DEMONSTRASI
B. Alokasi Waktu
2 Jpl X 45 menit = 90 menit
D. Tempat
Ruangan kelas dengan pengaturan disesuaikan kebutuhan.
55
PANDUAN ROLE PLAY
B. Alokasi Waktu
3 Jpl X 45 menit = 135 menit
56
6. ATK
7. Kit rekrutmen pendonor darah (poster, standing banner, leaflet, bahan
presentasi power point,lembar balik)
E. Tempat
Pengaturan ruangan disesuaikan dengan kebutuhan.
57
FORMULIR PENCATATAN KEGIATAN REKRUTMEN PENDONOR DARAH
Tanggal Kegiatan :
Nama Puskesmas :
Tempat Kegiatan :
Nama Desa/ Kelurahan :
2. 2.
3. 3.
4. 4.
( ) ( )
Keterangan :
Pekerjaan: 1 = Pegawai Negeri; 2 = PegawaiSwasta; 3 = Buruh; 4 = TNI/Polisi; 5 = Pelajar; 6 = Petani; 7 = lain-lain
Formulir dibuat rangkap 3 dimana 2 lembar pertama masing-masing disampaikan kepada UTD dan Dinas Kesehatan sebagai laporan dan lembar terakhir untuk arsip/ dokumen di Puskesmas.
58
FORMULIR REKAPITULASI KEGIATAN REKRUTMEN PENDONOR DARAH BULANAN
Bulan :
Nama Puskesmas :
No. Tanggal
Tempat Kegiatan Jumlah Peserta Materi yang Diberikan Nama Pemateri
Urut Kegiatan
( ) ( )
Keterangan :
Formulir dibuat rangkap 3 dimana 2 lembar pertama masing-masing disampaikan kepada UTD dan Dinas Kesehatan sebagai laporan dan lembar terakhir untuk arsip/ dokumen di Puskesmas.
59
PANDUAN LATIHAN
B. Alokasi Waktu
1Jpl X 45 menit = 45 menit
D. Tempat
Ruangan kelas.
60
MATERI INTI- 3
SELEKSI PENDONOR DARAH DI PUSKESMAS
I. DESKRIPSI SINGKAT
Seleksi pendonor darah yang dilaksanakan oleh Puskesmas merupakan seleksi awal,
sehingga kegiatannya hanya meliputi penilaian apakah calon pendonor memenuhi
persyaratan pendonor dalam aspek kondisi fisik, riwayat penyakit, pemeriksaan
golongan darah (dipilih yang sama dengan ibu hamil bersangkutan) dan
pemeriksaan kadar hemoglobin. Seleksi awal pendonor darah oleh Puskesmas
diutamakan bagi pendonor darah dari ibu hamil dengan faktor risiko. Pengarahan
dan pengisian inform consent penyumbangan darah akan dilakukan oleh UTD.
61
2. Melakukan kewaspadaan standar dan keamanan kerja.
3. Melakukan persiapan alat dan bahan untuk seleksi pendonor darah.
4. Melakukan seleksi pendonor darah.
IV. METODE
Bahan tayang
Modul pelatihan
Laptop/komputer
LCD
ATK
Panduan demonstrasi TPK 2-4
Lembar informasi dan kuesioner donor darah
Stetoskop
Tensimeter
Timbangan badan
Termometer suhu badan
Alat dan bahan untuk pemeriksaan hemoglobin (tempat kapas steril, blood
lancet, cuvette, hemoglobinometer, desinfektan kulit, kapas steril, wadah
limbah infeksius dan non infeksius)
62
Alat dan bahan untuk pemeriksaan golongan darah (termos wadah untuk
menyimpan antisera, termometer pengukur suhu antisera, kaca obyek / paper
golongan darah sekali pakai, kartu golongan darah, ice pack)
Formulir pencatatan kegiatan seleksi pendonor darah.
63
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
3 Latihan 1. Pelatih dan asisten membimbing 90’
kewaspadaan peserta melakukan latihan
standar dan kewaspadaan standar dan keamanan
keamanan kerja kerja yang terdiri dari:
a. Mengenakan Jas Laboratorium
b. Mengenakan dan melepas sarung
tangan
c. Mencuci tangan
64
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
7 Evaluasi dan 1. Pelatih melakukan evaluasi dengan 10’
rangkuman melempar beberapa pertanyaan
untuk menilai apakah tujuan
pembelajaran tercapai
2. Pelatih merangkum sesi
pembelajaran
3. Pelatih menutup sesi ini dengan
memberikan apresiasi atas
keterlibatan aktif seluruh peserta.
Pokok Bahasan 1
SELEKSI PENDONOR DARAH.
Seleksi pendonor darah adalah upaya untuk menilai apakah pendonor darah
memenuhi persyaratan donor atau tidak. Persyaratan donor merupakan
kriteria yang harus dipenuhi agar seseorang yang telah berminat menjadi
donor dapat menyumbangkan darahnya. Mutu dan keamanan darah dan
komponen darah yang diambil dari seorang pendonor harus dijamin untuk
mencegah bahaya penularan infeksi terhadap penerima darah atau pegawai
yang melakukan pengambilan darah. Terpenuhinya persyaratan donor dinilai
melalui kuesioner kesehatan dan pemeriksaan fisik terbatas.
65
pertanyaan tentang kesehatan, riwayat kesehatan dan faktor risiko potensial
terkait gaya hidup dan beberapa pemeriksaan sederhana, seperti pengukuran
denyut nadi, tekanan darah, dan pernafasan serta pemeriksaan golongan
darahdan kadar hemoglobin sebelum penerimaan pendonor untuk
menyumbangkan darahnya.
66
1. Kriteria seleksi umum
Kriteria Persyaratan
Usia Usia minimal 17 tahun. Pendonor pertama kali dengan
umur >60 tahun dan pendonor ulang dengan umur >65
tahun dapat menjadi pendonor dengan perhatian khusus
berdasarkan pertimbangan medis kondisi kesehatan.
Berat badan Donor darah lengkap:
- ≥ 55 kilogram untuk penyumbangan darah 450 mL
- ≥ 45 kilogram untuk penyumbangan darah 350 mL
Donor apheresis:
- ≥ 55 kilogram
Tekanan darah Sistolik : 90 hingga 160 mm Hg
Diastolik : 60 hingga 100 mm Hg
Dan perbedaan antara sistolik dengan diastolik lebih dari
20 mmHg
Denyut nadi 50 hingga 100 kali per menit dan teratur
Suhu tubuh 36,5 – 37,5 0C
Hemoglobin 12,5 hingga 17 g/dL
Interval sejak
Merujuk pada poin C.6
penyumbangan
terakhir
Penampilan Jika didapatkan kondisi tersebut dibawah ini, tidak
donor diizinkan untuk mendonorkan darah:
- anemia
- jaundice
- sianosis
- dispnoe
- ketidak stabilan mental
- alkohol atau keracunan obat
Riwayat Merujuk pada poin C.2, 3, 4, dan 5
kesehatan
termasuk kondisi
kesehatan saat
ini
Risiko terkait Orang dengan gaya hidup yang menempatkan mereka
gaya hidup pada risiko tinggi untuk mendapatkan penyakit infeksi
berat yang dapat ditularkan melalui darah.
67
2. Kondisi medis yang memerlukan penolakan permanen
Kondisi Penjelasan
Kanker/penyakit Dibatasi pada:
keganasan - keganasan Haematologikal.
- keganasan yang berhubungan dengan kondisi
viremia.
Semua jenis kanker membutuhkan 5 tahun tidak
kambuh sejak pengobatan aktif lengkap
dilaksanakan.
Creutzfeldt-Jakob Orang yang:
Disease - Telah diobati dengan ekstrak yang berasal dari
kelenjar pituitary manusia.
- Menerima cangkok duramater atau kornea.
- Telah dinyatakan memiliki risiko Creutzfeldt-
Jakob Disease atau Transmissible Spongiform
Encephalopathy lainnya.
Diabetes Jika mendapatkan terapi insulin
Obat-obatan Setiap riwayat penyalah gunaan narkoba yang
disuntikan.
Penyakit jantung dan Orang dengan riwayat penyakit jantung,
pembuluh darah terutama:
- coronary disease
- angina pectoris
- severe cardiac arrhythmia
- history of cerebrovascular diseases
- arterial thrombosis
- recurrent venous thrombosis
Kondisi infeksius - HIV 1/2, HTLV I/II, HBV, HCV
- karier HIV 1/2, HTLV I/II, HBV, HCV
- Babesiosis *
- Leishmaniasis (Kala-Azar) *
- Chronic Q Fever *
- Trypanosomiasis cruzi (Chagas disease) *
- juga lihat penyakit infeksi sebagaimana
tertera pada (2.3.5)
- orang dengan perilaku seksual yang
menempatkan mereka pada risiko tinggi
mendapatkan penyakit infeksi berat yang
dapat ditularkan melalui darah
Xenotransplantation Semua penerima
68
Kondisi Penjelasan
Alergi Orang yang tercatat memiliki riwayat anafilaksis
Penyakit Auto-imun Jika lebih dari satu organ yang terpengaruh
Tendensi perdarahan Semua donor
abnormal
Penyakit Hati Semua donor
Polycythaemia Vera Semua donor
69
Kondisi Masa penolakan
Penolakan donor pada penyumbangan trombosit jika
mereka mendapatkan pengobatan yang berdampak pada
trombosit.
4. Imunisasi Pencegahan
70
Jenis vaksinasi Masa penolakan
Smallpox 1. minggu
5. Penyakit Infeksi
71
Penyakit Masa penolakan
Malaria Sementara :
3 tahun untuk orang yang pernah menderita Malaria
dan tetap asimptomatik
Pada daerah endemik Malaria perlu ditambahkan uji
saring terhadap antibodi Malaria.
Q Fever Sementara:
2 tahun setelah tanggal konfirmasi telah sembuh*
Sifilis Sementara:
12 bulan setelah tanggal konfirmasi telah sembuh *
Toxoplasmosis Sementara:
6 bulan setelah penyembuhan klinis
Tuberculosis Sementara:
2 tahun setelah tanggal pernyataan telah sembuh
Variant Creutzveldt- Penolakan berdasarkan pada penilaian risiko
Jakob disease
West Nile Virus Sementara:
(WNV) - 120 hari setelah diagnosa untuk orang dengan
WNV
- 28 hari setelah meninggalkan area berisiko WNV
untuk pengunjung ke area tersebut *
72
Komponen Kriteria Persyaratan
Apheresis Interval sejak - 1 minggu (dengan maksimum 33
plasma penyumbangan prosedur apheresis per tahun)
terakhir - 1 bulan dari penyumbangan darah
lengkap atau jika terjadi kegagalan
pengembalian sel darah merah saat
apheresis
Frekuensi 33 pengambilan per donor per tahun
pengambilan
Volume -
Pengambilan tidak boleh melebihi
(maksimum) 13% volume darah total (10,5 mL
per kg berat badan)
- 750 mL plasma diluar antikoagulan
per pengambilan
- 1,5 L plasma per minggu
- 25 L per tahun
Apheresis Interval waktu - 2 minggu setelah pengambilan
plasma dengan sejak apheresis trombosit terakhir
trombosit penyumbangan - 1 bulan dari penyumbangan darah
terakhir lengkap atau kegagalan
pengembalian sel darah merah
selama apheresis
Frekuensi 26 pengambilan per donor per tahun,
pengambilan dengan jarak minimal 2 minggu
diantara pengambilan
Volume - Pengambilan tidak boleh melebihi
(maksimum) 13% volume darah total (8,5 mL per
kg berat badan)
- 650 mL plasma dan trombosit diluar
antikoagulan per pengambilan
73
reaksi pasca penyumbangan darah terjadi maka UTD akan melakukan
tindakan perawatan dan merujuk pendonor ke Rumah Sakit jika diperlukan.
Pokok Bahasan 2
KEWASPADAAN STANDAR DAN KEAMANAN KERJA.
Ruang lingkup kewaspadaan standar dan keamanan kerja pada materi ini, meliputi
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), meliputi jas laboratorium, sarung tangan
dan masker apabila diperlukan serta cuci tangan yang benar.
74
2.1. Cara Menggunakan Jas Laboratorium.
Pemikiran dan tujuan dari cuci tangan adalah secara mekanik menghilangkan
kontaminasi, sel-sel mati dari lapisan kulit, minyak dan sisa-sisa keringat.
Menghilangkan sejumlah lapisan minyak kulit yang terkontaminasi dan sel-sel
mati juga bakteri yang melekat merupakan bagian penting dari higiene
tangan.
Pada saat yang bersamaan hal ini mengakibatkan hilangnya minyak dan faktor
yang menjaga kelembaban kulit, seperti misalnya lapisan hidrolipid yang
merupakan elemen penting dari pertahanan kulit dan peranannya dalam
menjaga kelembaban kulit.
77
Tercucinya lemak kulit hanya akan digantikan secara perlahan oleh tubuh.
Pada bagian punggung tangan, memakan waktu 1 jam untuk menggantikan
20% dan 3 jam untuk menggantikan 50% dari kehilangan lemak kulit
dengan lemak yang terbentuk baru. Hal ini tidak hanya mengarah pada
pengurangan lemak epidermis namun juga perubahan komposisi
kuantitatifnya. Hal ini berpengaruh, oleh karena asam lemak tertentu dari
kulit memiliki peran bakterisidal dan fungisidal yang penting, oleh
karenanya mempengaruhi flora bakteri dari kulit. Jika komposisi lemak
kulit berubah maka flora bakteri kulit juga akan berubah. Rusaknya
perlindungan kulit akan menyebabkan meningkatnya jumlah bakteri
patogenik yang dapat menyebabkan penyakit.
Oleh karena bertambahnya kehilangan faktor pelembab alamiah yang
melekat pada epidermis dan melembutkan kulit, kulit menjadi lebih
lembab dan dapat mengering lebih cepat. Hal ini diperparah dengan
kenyataan bahwa mencuci tangan juga berkontribusi terhadap perubahan
pH kulit.
Cuci tangan yang terlalu sering memperparah dampak sementara yang
telah dijelaskan di atas dan mengarah pada proses patologis lebih jauh.
Penurunan konsentrasi faktor pelembab alamiah dan lemak kulit
memperlemah fungsi dan juga struktur dari pertahanan kulit. Lebih
lanjut, hal ini akan menghasilkan perubahan metabolisme lemak kulit, dan
berkonsekuensi terhadap dilepaskannya substansi peradangan. Secara
menyeluruh hal ini akan meningkatkan kehilangan air transepidermal dan
menurunkan kelembaban kulit. Kerusakan pertahanan kulit akan
memfasilitasi penetrasi substansi yang merusak kulit dan menyebabkan
sensitisasi kulit yang lebih lanjut akan memudahkan berkembangnya
kelainan kulit.
Pemeliharaan higiene kulit secara tepat dan penggunaan produk kulit yang
“ramah, akan mengurangi risiko kelainan kulit.
Ketika mencuci tangan, harus hati-hati, hanya air yang hangat boleh
digunakan, oleh karena suhu air di atas 30oC akan menyebabkan tercucinya
lemak dari lapisan kulit yang lebih dalam.
Secara umum dapat dikatakan bahwa tangan harus dicuci sesering mungkin
ketika diperlukan dan sebisa mungkin sesedikit mungkin ketika tidak
diperlukan.
Jika tangan kotor, berkeringat atau lengket, dan jika menangani kotoran
atau darah, maka cuci tangan dengan desinfektan adalah indikasi. Tangan
yang terlihat bersih, dapat didesinfeksi tanpa cuci tangan. Jika tangan
akan digunakan untuk menangani bahan terkontaminasi, sarung tangan
pelindung harus dikenakan.
78
Berikut langkah cuci tangan yang benar:
1. Buka kran dan atur suhu air.
2. Basahi tangan.
3. Tuangkan larutan sabun/antiseptik secukupnya ke salah satu telapak
tangan.
4. Letakan telapak tangan lainnya di atas telapak tangan yang mengandung
sabun/antiseptik, gosokan kedua telapak tangan satu sama lain sebanyak 5
kali.
5. Letakan telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri dan gosok
sebanyak 5 kali, dengan gerakan memutar. Kemudian letakan telapak
tangan kiri di punggung tangan kanan dan ulangi gerakan yang tadi.
6. Tautkan telapak tangan satu sama lain dan silangkan jari jemari satu sama
lain, lepaskan dan silangkan kembali,ulangi sebanyak 5 kali.
7. Genggam tangan erat-erat dengan jari jemari dibengkokan pada buku-buku
jari. Longgarkan dan eratkan genggaman, ulangi sebanyak 5 kali.
8. Genggam jempol tangan kanan oleh tangan kiri dan gosok dengan gerakan
memutar sebanyak 5 kali. Ulangi gerankan ini untuk jempol tangan kiri
oleh tangan kanan.
9. Gosok ujung-ujung jari tangan kiri didalam telapak tangan kanan sebanyak
5 kali dengan gerakan memutar. Ulangi gerakan ini untuk ujung jari
tangan kanan.
10. Bilas dengan air mengalir.
11. Keringkan dengan lap sekali pakai.
12. Tutup Kran dengan siku/kaki atau tangan berlapis lap yang terpakai.
13. Jika tangan tampak bersih dapat dilakukan cuci tangan menggunakan
desinfektan tanpa air.
79
Gambar di bawah ini menunjukkan cara cuci tangan yang benar baik dengan
atau tanpa air (hanya menggunakan desinfektan saja).
80
Menutup dan membuang wadah ketika sudah ¾ penuh.
Desinfeksi lokasi setiap hari menggunakan larutan desinfektan yang tepat.
Pokok Bahasan 3
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN UNTUK SELEKSI PENDONOR DARAH.
Peralatan dan bahan yang perlu dipersiapkan untuk seleksi awal calon pendonor oleh
Puskesmas adalah :
81
Pokok Bahasan 4
SELEKSI PENDONOR DARAH.
82
VIII. REFERENSI
1. Permenkes No. 83 Tahun 2014 tentang UTD, BDRS dan Jejaring Pelayanan
Transfusi Darah.
2. Permenkes No. 91 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Transfusi Darah.
IX. LAMPIRAN
83
2. Formulir pencatatan kegiatan seleksi pendonor darah.
3. Formulir rekapitulasi kegiatan seleksi pendonor darah bulanan.
4. Formulir kuesioner dan informed consent calon pendonor
5. Petunjuk pengisian formulir pencatatan kegiatan seleksi pendonor darah.
6. Petunjuk pengisian formulir rekapitulasi kegiatan seleksi pendonor darah
bulanan.
7. Petunjuk pengisian formulir kuesioner dan informed consent calon pendonor
8. Petunjuk anamnesa calon pendonor bagian 3 .
9. Daftar penolakan donor terkait obat-obatan yang dikonsumsi (AABB).
10. Panduan latihan kewaspadaan standar dan keamanan kerja.
11. Panduan demonstrasi persiapan alat dan bahan untuk seleksi pendonor.
12. Panduan latihan seleksi pendonor darah.
13. Panduan latihan pencatatan kegiatan seleksi pendonor darah.
84
FORMULIR PENCATATAN KEGIATAN SELEKSI PENDONOR DARAH
Tanggal Kegiatan :
Nama Puskesmas :
Golongan Darah
Nama Ibu Hamil Nama Calon Jenis Golongan Darah Kadar
No Ibu Hamil Alamat Pendonor Usia Kelamin Hb
Urut (Desa/Kelurahan) Darah Lolos (th) O A B AB (gr%)
ABO Rhesus Seleksi L P
Pos Neg Pos Neg Pos Neg Pos Neg
( ) ( )
Keterangan :
Formulir dibuat rangkap 3 dimana 2 lembar pertama masing-masing disampaikan kepada UTD dan Dinas Kesehatan sebagai laporan dan lembar terakhir untuk arsip/ dokumen di Puskesmas.
85
FORMULIR REKAPITULASI KEGIATAN SELEKSI PENDONOR DARAH BULANAN
Bulan :
Nama Puskesmas :
Total
( ) ( )
Keterangan :
Formulir dibuat rangkap 3 dimana 2 lembar pertama masing-masing disampaikan kepada UTD dan Dinas Kesehatan sebagai laporan dan lembar terakhir untuk arsip/ dokumen di Puskesmas.
86
87
88 Pedoman Peserta
PETUNJUK PENGISIAN
FORMULIR PENCATATAN KEGIATAN SELEKSI PENDONOR DARAH
4. Kolom Nama Ibu Hamil: diisi dengan nama lengkap ibu hamil (minimal 2 nama).
5. Kolom Alamat: diisi dengan Nama Desa/Kelurahan dimaa ibu hamil tinggal.
6. Kolom Golongan Darah ABO: diisi dengan golongan darah ABO ibu hamil, apakah
golongan darah A, B, AB atau O.
7. Kolom Golongan Darah Rhesus: diisi dengan golongan darah Rhesus ibu hamil,
apakah golongan darah Rhesus Positif (ditulis Pos) atau Rhesus Negatif (ditulis
Neg).
8. Kolom Nama Calon Pendonor Darah Lolos Seleksi: diisi dengan nama lengkap calon
pendonor darah lulus seleksi (minimal dua nama).
9. Kolom Usi: diisi dengan usia calon pendonor darah lulus seleksi dalam satuan
“tahun”.
10. Kolom Jenis Kelamin: diisi dengan “V” pada kolom jenis kelamin calon pendonor
darah lulus seleksi yang sesuai, yaitu L untuk Laki-Laki dan P untuk Perempuan.
11. Kolom Golongan Darah Calon Pendonor Lulus Seleksi: diisi dengan “V” pada kolom
golongan darah ABO dan Rhesus yang sesuai dengan hasil pemeriksaan.
12. Kolom Kadar Hb(gr%): diisi dengan menuliskan kadar Hb calon pendonor lulus
seleksi.
13. Pada bagian bawah dituliskan tanggal dan tahun pengisian formulir.
14. Pada bagian Petugas, diisi nama lengkap dan tanda tangan petugas yang
melakukan pengisian formulir.
15. Pada bagian Kepala Puskesmas, diisi nama lengkap dan tanda tangan Kepala
Puskesmas.
89 Pedoman Peserta
PETUNJUK PENGISIAN
FORMULIR REKAPITULASI KEGIATAN SELEKSI PENDONOR DARAH BULANAN
1. Bulan: diisi dengan bulan dilakukannya rekapitulasi data kegiatan seleksi pendonor
darah.
3. Kolom No Urut: diisi dengan nomor urut Desa/Kelurahan tempat tinggal ibu hamil.
4. Kolom Jumlah Ibu Hamil (orang): diisi dengan jumlah ibu hamil pada bulan yang
bersangkutan yang berasal dari satu Desa/Kelurahan yang sama.
5. Kolom Jumlah calon pendonor lolos seleksi berdasarkan jenis kelamin: diisi dengan
jumlah calon pendonor lolos seleksi Laki-Laki (di kolom L) atau Perempuan (di
kolom P) dalam bulan yang bersangkutan dari satu Desa/Kelurahan yang sama.
6. Kolom Jumlah calon pendonor lolos seleksi berdasarkan kelompok usia (orang):
diisi dengan jumlah calon pendonor lolos seleksi berdasarkan kelompok usia dalam
bulan yang bersangkutan dari satu Desa/Kelurahan yang sama.
7. Kolom Jumlah calon pendonor lolos seleksi berdasarkan golongan darah (orang):
diisi dengan jumlah calon pendonor lolos seleksi berdasarkan golongan darah ABO
dan Rhesus dalam bulan yang bersangkutan dari satu Desa/Kelurahan yang sama.
9. Pada bagian Petugas, diisi nama lengkap dan tanda tangan petugas yang
melakukan pengisian formulir.
10. Pada bagian Kepala Puskesmas, diisi nama lengkap dan tanda tangan Kepala
Puskesmas.
90 Pedoman Peserta
PETUNJUK PENGISAN
FORMULIR KUESIONER DAN INFORMED CONSENT CALON PENDONOR
2. TANGGAL : disi dengan dua angka untuk tanggal, dua angka untuk bulan, dan
empat angka untuk tahun
91 Pedoman Peserta
Donor yang terakhir tgl : diisi bila calon pendonor pernah menyumbangkan
darah sebelumnya dengan dua angka untuk tanggal, dua angka untuk bulan,
dan empat angka untuk tahun
Sekarang donor yang ke : diisi sesuai dengan frekuensi donor terkini dengan
tiga angka
92 Pedoman Peserta
Suhu : diisi dengan hasil pengukuran suhu badan calon pendonor dalam satuan
derajat celcius
Riwayat medis : diisi bila calon pendonor pernah menderita penyakit
sebelumnya
93 Pedoman Peserta
PETUNJUK ANAMNESA CALON PENDONOR BAGIAN 3
Apakah anda :
1. Merasa sehat pada hari ini? 1. Calon pendonor harus tampak sehat dan bebas dari penyakit organ penting.
2. Sedang minum antibiotik ? 2. Minum antibiotik bisa mengindikasikan calon pendonor sedang tidak sehat dan
kemungkinan menularkan infeksi kepada penerima darah.
3. Sedang minum obat lain untuk infeksi? 3. Sama dengan pertanyaan nomor 2.
94 Pedoman Peserta
19. Donor wanita : apakah anda pernah berhubungan seksual dengan laki-laki yang biseksual ? 19. Sama dengan pertanyaan nomor 1, periode penolakan 12 bulan.
20. Apakah anda pernah berhubungan seksual dengan penderita hepatitis? 20. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan.
21. Apakah anda tinggal bersama penderita hepatitis? 21. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan .
22. Apakah anda memiliki tatto? 22. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan.
23. Apakah anda memiliki tindik telinga atau bagian tubuh lainnya? 23. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan.
24. Apakah anda sedang atau pernah mendapat pengobatan sifilis atau GO (kencing nanah) 24. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan.
25. Apakah anda pernah ditahan di penjara untuk waktu lebih dari 72 jam? 25. Sama dengan pertanyaan nomor 11. Untuk meyakinkan tidak ada penularan IMLTD melalui
penggunaan narkoba yang disuntikan atau hubungan seksual berisiko.
Penyumbangan darah tidak diperkenankan < 12 bulan.
Dalam waktu 3 tahun
26. Apakah anda pernah berada di luar wilayah Indonesia? 26. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan.
95 Pedoman Peserta
DAFTAR PENOLAKAN DONOR
TERKAIT OBAT-OBATAN YANG DIKONSUMSI (AABB)
Apakah anda sekarang sedang atau pernah mengkonsumsi obat-obatan berikut ini :
1. Proscar (finasteride) – biasanya diberikan untuk pembesaran kelenjar prostat.
Periode penolakan donor 1 bulan.
2. Avodart, Jalyn (dutasteride) – biasanya diberikan untuk pembesaran kelenjar
prostat. Periode penolakan donor 6 bulan.
3. Propecia (finasteride) – biasanya diberikan untuk masalah “kebotakan”. Periode
penolakan donor 1 bulan.
4. Accutane, Absorica, Myorisan, Zenatane (Amnesteem, Claravis, Sotret,
isotretinoin) – bisanya diberikan untuk acne hebat. Periode penolakan donor 1
bulan.
5. Soriatane (acitretin) – bisanya diberikan untuk psoriasis berat. Periode penolakan
donor 3 tahun.
6. Tegison (etretinate) – bisanya diberikan untuk psoriasis berat. Penolakan
permanen.
7. Growth Hormone from Human Pituitary Glands – bisanya diberikan untuk anak-
anak dengan keterlambatan atau hambatan pertumbuhan.
8. Insulin from Cows (Bovine, or Beef, Insulin) – digunakan untuk pengobatan
diabetes. Penolakan tidak terbatas.
9. Hepatitis B Immune Globulin – diberikan sebagai tindak lanjut paparan terhadap
hepatitis B Catatan: Ini berbeda dengan vaksin hepatitis B yang diberikan serial 3
kali dalam kurun waktu 6 bulan untuk mencegah kemungkinan infeksi akibat
paparan terhadap hepatitis B.
10. Plavix (clopidogrel) dan Ticlid (ticlopidine) – menghambat fungsi platelet;
digunakan untuk mengurangi kemungkinan serangan jantung dan stroke. Periode
penolakan donor 14 hari.
11. Feldene (piroxicam) – diberikan untuk rasa sakit arthritis ringan dan sedang.
Periode penolakan donor 2 hari (48 jam).
12. Experimental Medication atau Unlicensed (Experimental) Vaccine – biasanya
berhubungan dengan protokol penelitian. Periode penolakan donor 12 bulan.
13. Coumadin (Jantoven, warfarin) dan Heparin dan Fragmin (dalteparin) dan
Pletal (cilostazol) dan Xarelto (rivaroxaban) dan Eliquis (apixaban) – biasanya
diberikan untuk mencegah penggumpalan darah. Periode penolakan donor 7 hari
(1 minggu) untuk penggunaan transfusi produk plasma.
14. Remicade (infliximab) dan Enbrel (etanercept) dan Humira (adalimumab) dan
Actemra (tocilizumab) dan Cimzia (certolizumab pegol) – biasanya diberikan
untuk pengobatan psoriasis, arthritis, atau Crohn’s disease
96 Pedoman Peserta
15. Effient (prasugrel) – mencegah penggumpalan darah – biasanya diberikan untuk
mencegah serangan jantung, stroke, atau kejadian terkait peredran darah lainnya
pada orang dengan risiko tinggi
16. Orencia (abatacept) – biasanya diberikan untuk pengobatan rheumatoid arthritis
aktif sedang atau berat pada adults dan juvenile idiopathic arthritis.
17. Pradaxa (dabigatran etexilate) – mencegah penggumpalan darah – biasanya
diberikan untuk mencegah stroke pada orang dengan atrial fibrillation.
18. Aggrenox (dipyridamole) – digunakan untuk mengurangi risiko stroke pada orang
dengan penggumpalan darah
19. Lovenox (enoxaparin) – digunakan untuk mencegah deep vein thrombosis (DVT)
oleh karena itu orang-orang yang menerima HBIG harus menunggu 12 bulan untuk
menyumbangkan darahnya untuk meyakinkan bahwa mereka tidak terinfeksi oleh
karena hepatitis B dapat ditularkan melalui transfusi darah kepada pasien.
Unlicensed Vaccine (vaksin yang belim memiliki ijin edar) biasanya berhubungan
dengan protokol penelitian danndampak transmisi melalui darah tidak diketahui.
Penolakan adalah satu tahun kecuali ada indikasi dari dokter.
97 Pedoman Peserta
PANDUAN LATIHAN
B. Waktu
2 Jpl X 45 menit = 90 menit
98 Pedoman Peserta
e. Capillary tube
f. Blood lancet
g. Kantong limbah infeksius
D. Tempat
Pengaturan ruangan disesuaikan dengan kebutuhan.
99 Pedoman Peserta
PANDUAN DEMONSTRASI
B. Waktu
1 Jpl X 45 menit = 45 menit
D. Tempat
Pengaturan ruangan disesuaikan dengan kebutuhan.
B. Waktu
3 Jpl X 45 menit = 135 menit
2. Bahan:
a. Tisu
b. Sarung tangan.
c. Blood lancet.
d. Cuvette hemoglobin.
e. Desinfektan kulit dengan spray.
f. Kaca obyek sekali pakai/paper golongan darah.
g. Kapas steril.
h. Kassa
i. Kantong limbah infeksius.
j. Kantong limbah non infeksius.
k. Desinfektan untuk cuci tangan.
l. Tusuk gigi/batang pengaduk untuk pemeriksaan golongan darah.
m. Reagensia:
Anti sera anti A dan anti B monoklonal.
Anti-D monoklonal.
D. Tempat
Pengaturan ruangan disesuaikan dengan kebutuhan.
B. Waktu
1 Jpl X 45 menit = 45menit
D. Tempat
Pengaturan ruangan disesuaikan dengan kebutuhan.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pelaksanaan Program Kerja Sama antara Puskesmas, Unit Transfusi Darah, dan
Rumah Sakit dalam Pelayanan Darah untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu
dilakukan berdasarkan sistem rujukan dan prinsip portabilitas. Pokok-pokok
kerjasama ini melibatkan masyarakat untuk aktif menjadi pendonor darah. Pada
awalnya donor darah adalah sebagai donor pendamping ibu hamil yang memiliki
risiko perdarahan, namun dengan adanya peningkatan kesadaran atas pentingnya
menjadi donor darah, maka lambat laun donor darah pendamping bisa menjadi
donor darah sukarela.
Bagi Puskesmas kegiatan rekrutmen donor merupakan bagian dari kegiatan Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) oleh karena dengan menjadi donor darah maka yang
bersangkutan akan berupaya memelihara kesehatannya agar senantiasa memenuhi
persyaratan donor darah. Selanjutnya kegiatan seleksi awal donor darah di
Puskesmas akan sangat membantu meminimalikan jumlah donor yang ditolak di
UTD yang saat ini jumlahnya cukup besar. Sebagian besar penolakan disebabkan
oleh kondisi kesehatan yang sebenarnya dapat dengan mudah dideteksi oleh
Puskesmas, seperti misalnya berat badan kurang, kadar hemoglobin rendah
ataupun kondisi fisik tidak memadai yang dengan mudah dapat dikenali oleh
Puskesmas.
IV. METODE
Bahan tayang
Modul pelatihan
Laptop/komputer
LCD
Audio Visual Aids
ATK
Berikut ini merupakan pedoman bagi pelatih dan peserta dalam melaksanakan
pembelajaran.
Pokok Bahasan 1
MONITORING KEGIATAN PROGRAM KERJA SAMA.
Tujuan Monitoring :
1. Mengkaji apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan
rencana.
2. Mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi.
3. Melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan sudah
tepat untuk mencapai tujuan kegiatan.
4. Mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh ukuran
kemajuan.
5. Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah tanpa menyimpang dari
tujuan.
Monitoring kegiatan Program Kerja Sama antara Puskesmas, Unit Transfusi Darah,
dan Rumah Sakit dalam Pelayanan Darah untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu
sangat dibutuhkan dalam rangka menjamin akses pelayanan darah yang berkualitas
khususnya penyediaan darah bagi kebutuhan ibu hamil, bersalin dan nifas. Kegiatan
tersebut dilakukan secara berjenjang dan berkala oleh Kementerian Kesehatan,
Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota selaku pengawas.
Berdasarkan tujuan dan alur pelaporan kerja sama di atas, pengawas dapat
membandingkan apakah kegiatan-kegiatan yang dilaporkan sesuai dengan yang
dijalankan dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Apabila ditemukan
penyimpangan maka dapat diatasi. Namun demikian, dalam monitoring perlu
diingat bahwa pelaksanaan Program Kerja Sama dapat disesuaikan dengan kondisi
di daerah masing-masing, termasuk ketersediaan darah di Unit Transfusi Darah
(UTD).
Lebih lanjut Pengawas perlu juga menyusun kerangka acuan monitoring yang
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Dasar pelaksanaan monitoring.
2. Tujuan pelaksanaan monitoring.
3. Output monitoring.
4. Sasaran puskesmas yang akan dimonitor.
5. Waktu monitoring.
6. Tim pengawas.
7. Sumber biaya dan anggaran monitoring.
8. Instrumen monitoring.
Pokok Bahasan 2
EVALUASI KEGIATAN PROGRAM KERJA SAMA.
Evaluasi lebih bersifat menilai hasil yang diperoleh dalam Program Kerja Sama
dalam rangka mengukur tingkat keberhasilan program. Evaluasi kegiatan Program
Kerja Sama juga dilakukan secara berjenjang dan berkala oleh Kementerian
Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota.
VIII. REFERENSI
IX. LAMPIRAN
Logo
NOTA KESEPAHAMAN
antara
DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA,
dengan
UNIT TRANSFUSI DARAH
dengan
RUMAH SAKIT
Nomor :
Nomor :
Nomor :
TENTANG
PELAYANAN DARAH UNTUK MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU
Pada hari ini …….. tanggal .............. bulan ............ tahun Dua Ribu .......... Belas,
bertempat di ..................................., kami yang bertanda tangan di bawah ini :
Pasal 1
Maksud dan tujuan
1) Nota Kesepahaman ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi PARA PIHAK dalam
melaksanakan kerja sama penyediaan darah bagi kebutuhan ibu melahirkan.
Pasal 2
Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari Nota Kesepahaman ini adalah dalam hal:
a. pelayanan kesehatan pada ibu hamil;
b. rekrutmen dan seleksi awal donor;
c. pengambilan dan pengolahan darah;
d. permintaan dan distribusi darah;
e. informasi;
f. pencatatan dan pelaporan; dan
g. monitoring dan evaluasi
Pasal 3
Pelaksanaan
(1) Dalam melaksanakan kerja sama ini, PIHAK KESATU menunjuk Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas):
a. ……………..
b. ……………..
c. ……………..
d. ……………..
e. ……………..
(2) Pelaksanaan Nota Kesepahaman ini mengacu pada peraturan perundangan yang
berlaku.
Pasal 5
Jangka Waktu
Nota Kesepahaman ini berlaku selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal
ditandatanganinya Nota Kesepahaman ini.
Pasal 6
Adendum
Hal–hal penting yang belum diatur dalam Nota Kesepahaman ini akan diatur dan ditetapkan
lebih lanjut oleh PARA PIHAKberdasarkan kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk
adendum / perubahan dari Nota Kesepahaman ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dengan Nota Kesepahaman ini.
Pasal 7
Penutup
Demikian Nota Kesepahaman ini dibuat dan ditandatangani oleh PARA PIHAK dalam rangkap 3
(tiga) asli, bermaterai cukup, masing–masing mempunyai kekuatan hukum yang sama setelah
ditandatangani oleh PARA PIHAK.
……………….. …………………….
PIHAK KETIGA
……………………..
Bulan :
Nama Puskesmas :
Jumlah ibu
Jenis Kelamin yang mendapatkan transfusi
Golongan
Jumlah yang terjaring pendonor (orang)*
No Darah
Jumlah ibu hamil untuk menjadi darah
Urut Ibu pasca
(orang) pendonor darah O A B AB Ibu hamil Ibu melahirkan
(orang) L P melahirkan
Pos Neg Pos Neg Pos Neg Pos Neg
( ) ( )
Keterangan :
* Data diperoleh dari kegiatan PNC di Puskesmas
Formulir dibuat rangkap 3 dimana 2 lembar pertama masing-masing disampaikan kepada UTD dan Dinas Kesehatan sebagai laporan dan lembar terakhir untuk arsip/ dokumen di Puskesmas.
B. Waktu
1 Jpl X 45 menit = 45menit
D. Tempat
Ruangan kelas
B. Waktu
3 Jpl X 45 menit = 135menit
D. Tempat
Ruangan kelas
I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi teknik melatih ini disusun untuk membekali pelatih dalam melatih
tenaga kesehatan di daerah terkait pengelolaan program kerja sama antara
Puskesmas, UTD dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka
kematian ibu. Pada akhir proses pembelajaran materi ini, akan diberikan
kesempatan kepada setiap peserta untuk mempraktikkan micro- teaching
dalam rangka mengevaluasi pencapaian kemampuan menjadi seorang pelatih.
Bahan belajar yang dapat digunakan oleh peserta latih adalah sebagai berikut :
1. Bahan tayang
2. Modul pelatihan
3. Laptop/komputer
4. LCD
5. Formulir SAP
6. Check list penilaianmicro-teaching
7. ATK
8. Pointer
9. Panduan micro-teaching
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 12 jp @45 menit. Untuk
memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah pembelajaran
sebagai berikut.
Pokok Bahasan 1.
PEMBELAJARAN ORANG DEWASA
Sekarang diharapkan ada proses aktif peserta dalam menggali pengetahuan dan
keterampilannya sendiri dari bahan ajar ataupun referensi lain yang disediakan,
sementara pelatih lebih berperan sebagai nara sumber atau fasilitator, inilah
yang dimaksud dengan pendekatan POD.
Andragoigi atau pendidikan orang dewasa (POD) berasal dari bahasa Yunani,
andra (orang dewasa) dan agogos (memimpin), perdefinisi andragogi adalah
suatu ilmu dan seni untuk membantu orang dewasa belajar. Peserta didik
diperlukan sebagai orang dewasa yang diasumsikan memiliki kemampuan aktif
untuk merencanakan arah, memilih bahan dan materi yang bermanfaat,
memikirkan cara terbaik untuk belajar, menganalisis dan menyimpulkan serta
mampu mengambil manfaat pendidikan. Fungsi guru adalah fasilitator dan
bukan menggurui.
c. Prinsip-prinsip POD
Definisi orang dewasa dalam andragogi adalah menyangkut definisi dewasa
secara sosial dan psikologi. Secara sosial seseorang menjadi dewasa jika orang
tersebut telah mulai melaksanakan peran-peran orang dewasa seperti: peran
kerja, pran pasangan (suami-istri), peran orang tua, peran sebagai warga
negara dan lain-lain. Sementara sebagai psikologis, seseorang menjadi dewasa
jika orang tersebut telah memiliki konsep diri yang bertanggung jawab
terhadap kehidupannya, yaitu konsep: mengatur untuk dirinya sendiri, seperti
mengambil keputusan sendiri.
Beberapa kunci sukses untuk mengajar orang dewasa menurut Lindeman, yaitu:
1) Aktivitas POD hendaknya relevan dengan kebutuhan dan kepentingan
peserta belajar, sehingga dapat memberikan kepuasan
2) Orientasi orang dewasa dalam belajar adalah terpusat pada kehidupannya,
sehingga pengaturan pembelajaran hendaknya relevan dengan situasi
kehidupan
3) Pengalaman merupakan sumber belajar terpenting bagi proses pembelajaran
orang dewasa, dengan demikian metode pembelajarannya adalah “analisis
pengalaman”.
4) Oang dewasa memiliki kebutuhan mendalam untuk menjadi individu yang
mampu mengatur dirinya sendiri, dengan demikian peranan pengajar lebih
sebagai fasilitator.
5) Adanya perbedaan kepribadian diantara masing-masing individu peseta
belajar, antara lain dikarenakan perbedaan usia, latar belakang pekerjaan,
latar belakang pendidikan, status sosial dan lain-lain, maka hendaknya POD
dapat menerima keputusan-keputusan yang mengandung perbedaan
tersebut.
4) Kesiapan belajar
Penentuan waktu belajar (kapan dan berapa lama) hendaknya disesuaikan
dengan tahap perkembangan orang dewasa, dan yang lebih penting adalah
perlu ada rangsangan terjadinya kesiapan belajar melalui pengenalan-
pengenalan terhadap model POD.
5) Orientasi belajar
6) Motivasi
Motivasi orang dewasa untuk belajar, disamping tanggap terhadap beberapa
dorongan eksternal, namun dorongan yang lebih kuat adaah dari
internalnya (keinginan untuk meningkatkan kepuasan kerja, kebanggaan
diri, mutu hidup, dll). Semua orang dewasa normal akan termotivasi untuk
tetap tumbuh dan berkembang.
3) Tujuan POD
Tujuan POD adalah untuk membantu peserta belajar sebagai orang dewasa
yang menjalankan peran sosialnya di masyarakat secara bertanggung jawab
yang selalu mengembangkan diri melalui belajar sepanjang hayat, sehingga
diperoleh rasa percaya diri, mempunyai kemampuan mandiri guna berperan
aktif dalam proses pembangunan. Dengan demikian tujuan POD adalah:
a) Membangkitkan semangat percaya diri dan optimisme.
b) Memberikan kemampuan dan keterampilan untuk berbuat sesuatu.
c) Memberikan kemampuan untuk dapat menerima atau menolak
sesuatu atas dasar standar peraturan atau nilai-nilai atau etika
masyarakat yang dianutnya.
Pokok Bahasan 2.
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)
2) Manfaat SAP
Manfaat penyusunan SAP dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan
oleh setiap fasilitator antara lain :
a) Menjadi instrumen pengendalian dan pembinaan terhadap fasilitator
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
b) Fasilitator dan peserta dapat mengetahui proses pembelajaran yang
akan berlangsung dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan materi
tersebut.
3) Tujuan SAP
Sebagai pedoman dan arah bagi fasilitator dalam melaksanakan proses
kegiatan pembelajaran
Tujuan Pembelajaran
Contoh TPK:
Peserta (Audience) dapat melaksanakan asuhan keperawatan eklamsia
(Behaviour) pada pasien eklamsia (Condition) sesuai dengan standard
pelayanan (Degree)
Metoda Pembelajaran
Metoda pembelajaran yang digunakan dalam suatu pelatihan sangat
tergantung dari tujuan kompetensi yang ingin dicapai. Walaupun hampir
sama tujuannya, tetapi dengan audience yang berbeda mungkin metoda
yang dipilih tidak persis sama.Dalam setiap kegiatan pelatihan mungkin
akan bervariasi metodanya, selain materi dan peserta juga sangat
tergantungpada waktu, alat yang tersedia, lokasi pembelajaran, fasilitator
dsb-nya.
Kegiatan Pembelajaran
Penyusunan kegiatan pembelajaran harus berfokus kepada peserta yang
diposisikan sebagai subyek, diikuti dengan bentuk kegiatan yang harus
dilakukannya (behaviour).Setiap langkah kegiatan pembelajaran harus
ditulis secara berurutan (sequencing) mulai dari awal s/d akhir, juga
disesuaikan dengan Pokok dan Sub Pokok Bahasan yang tertera dalam
GBPP.
Pokok Bahasan 3.
METODE, MEDIA DAN ALAT BANTU
a. Metode Pembelajaran
1) Arti metode pembelajaran
Sebelum membaca lebih lanjut, silahkan renungkan kata-kata bijak berikut
ini:
Apa yang tersirat dalam benak saudara membaca kata bijak diatas?
Setujukah Anda bila kata-kata bijak di atas memberikan pemahaman kepada
kita bagaimana metode yang baik dalam proses pembelajaran? Lalu apa
sebenarnya yang dimaksud dengan metode ?
Metode adalah cara / teknik untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan
menurut Drs. Sulchan Yasyin dalambukunya Kamus Umum Bahasa Indonesia yang
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan belajar akan efektif apabila
melalui suatu proses. Sebab pada dasarnya intidari proses belajar adalah
perubahan pada diri individu dalamaspek-aspek pengetahuan, sikap dan perilaku
serta ketrampilan dan kebiasaan sebagai produk dan interaksinya dengan
lingkungan sebagai sumber belajar. Dengan perkataan lain proses belajar akan
terjadi karena ada interaksi antara individu dengan lingkungan belajar baik
disengaja maupun tidak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kolb (1986) yang mengatakan bahwa belajar
adalah proses membangun pengatahuan melaluitransformasi pengalaman. Oleh
karena itu agar prosespembelajaran dapat berjalan dngan baik dan efektif
apabila dalam proses pembelajaran melibatkan peran aktif peserta diklat dalam
proses pembelajaran. Sedangkan pelatih hanya berperan sebagai fasilitator,
Narasumber atau Manajer kelas yang bertindak secara demokratis.
Berkaitan dengan hal tersebut maka peranan pelatih dalam pemilihan dan
penggunaan metode pembelajaran sangat diperlukan agar terjadi proses
pembelajaran yang kondusif dan melibatkan peran serta peserta diklat secara
efektif.
Lebih lanjut dikatakan bahwa yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah
cara atau alat untuk menciptakanhubungan antara peserta dan pengajar dalam
proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran (Modul TOT, LAN RI. ).
Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam babselanjutnya akan dibahas tentang
jenis /ragam metode pembelajaran secara terinci dan sistematis.
Rangkuman
Proses belajar adalah usaha aktif seseorang yang dilakukan secara sadar
atau tidak untuk mengubah perbuatannya, perilakunya atau
kemampuannya baik pengetahuan, ketrampilan maupun perasaan dimana
hasilnya bisa benar ataupun salah (Soedianto Padmowihardjo, Psikologi
Belajar Mengajar).
Kegunaan:
Untuk menyajikan pengetahuan, pengalaman dan pandangan
Untuk pendengar terbatas atau sebaliknya
Supaya pendengar berpartisipasi, kuliah perlu diikuti dengan
tanya-jawab
banyak
Penyaji bisa tepat waktu
Kelemahan:
Tidak mendorong seseorang untuk mengingat semua materi
emosional
Jangan mengevaluasi sebelum mengerti pada hal-hal yang
disajikan.
Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara mengajar dimana seorang Pelatih
atau tim pelatih menunjukan, memperlihatkan suatu proses (Roestiah
N.K,Dra. Strategi belajar mengajar). Misalnya dalam prose
pembelajaran “Ragam. Pelatih memperagakan teknik mengajar yang
efektif.Dalam hal ini seluruh peserta Diklat dapat melihat,
mendengar dan mengamati, mungkin nanti juga
mempraktekkan.Metode demontrasi menekankan pada penjelasan
dan hasil kerja yang ditunjukan oleh Pelatih sebagai contoh konkrit
sehingga masalah mudah dipahami atau dihayati.
Kegunaan:
Pelatihan peningkatan keterampilan, dipakai sebagai sarana yang
efektif pada olah karya mengenai hak azasi manusia. Metode ini
untuk mata ajaran yang sifatnya akademis banyak menunjang.
Penggunaan metode ini bertujuan agar peserta mampu
memahami tentang ketrampilan tertentu dalam hal mengatur
atau menyusun sesuatu.
Tahapan pelaksanaan :
Tahapan perencanaan
Menentukan sasaran (objective)
Membuat Satuan Acara Pembelajaran (SAP)
Memilih bentuk demonstrasi
Memilih dan mengumpulkan peralatan yang tepat
Mencoba peralatan yang akan dipakai
Apakah tersedia waktu yang cukup untuk menerapkan
pendekatan ini?
Pelaksanaan
Usahakan semua peserta dapat melihat
Setiap tahap perlu dijelaskan
Memberi kesempatan bertanya, diskusi dan praktek
Adakan evaluasi apakah demonstrasi yang dilakukan berhasil
atau tidak, bila memungkinkan demonstrasi dapat diulang
kembali
Peranan Pelatih
Perencanaan proses pembelajaran yang dituangkan dalam
Satuan Acara Pembelajaran. Dalam hal ini harus dapat
merencanakan apakah waktu yang dialokasikan sesuai dengan
kebutuhan? Penggunaan metode ini sudah tepat dengan kondisi
peserta Diklat?
Merencanakan sarana dan prasarana yang diperlukan serta
system evaluasi yang akan dilaksanakan. Dalam proses
pembelajaran pelatih sebagai pemandu, pembimbing dan
memotivasi peserta diklat agar mau berperan serta dalam
proses pembelajaran. Disamping itu apabila tidak ada
narasumber pelatih berperan sebagai narasumber.
Tahapan Pelaksanaan
Pelatih menjelaskan permasalahan atau topik yang harus dibahas.
Latar belakang serta cara pembahasannya. Kepada peserta diberi
kesempatan untuk bertanya kalau ada yang belum jelas, sebelum
kegiatan berikutnya dimulai.
Setiap peserta diminta untuk memilih pasangannya (duet) dengan
siapa ingin membahas masalah tersebut, atau bisa juga tiga orang
(trio). Mereka bebas memilih pasangannya, seringkali untuk
praktisnya, pasangannya adalah teman di sebelah menyebelah.
Dengan suara yang biasa kalau mereka berbicara, tanpa harus
berbisik-bisik. Secara serentak semua kelompok duet atau trip,
berdiskusi membahas masalah. Ada baiknya satu dua orang dari
peserta diminta menjadi pengamat dan mendengarkan suara yang
ditimbulkan oleh kelompok diskusi secara keseluruhan. Pada saat
ini ada baiknya bila Pelatih merekam dengan tape recorder dan
Metode Diskusi
Diskusi berasal dari bahsa latindiscutio atau discussum yakni“kurang
lebih bertukarsamapikirandengan”ataumembahas sesuatu masalah
dengan mengemukakan dasar alasannya untuk mencari jalan keluar
sebaik-baiknya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa diskusi
merupakan ajang bertukar pikiran diantara sejumlah orang,
membahas masalah tertentu yang dilaksanakan dengan teratur, dan
bertujuan untuk memecahkan masalah secara bersama (A.
Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya).Metode ini dipakai
dalam latihan yang melibatkan partisipasi aktif, tukar pengalaman
dan pendapat peserta pelatihan. Untuk kegiatan ini anggota
kelompok yang ideal adalah 7 s/d 9 orang.
Pemimpin Diskusi
Persiapan memimpin diskusi :
Menentukan sasaran diskusi (obyektif)
Menjelaskan topik dengan singkat dan jelas
Mempertimbangkan kebutuhan kelompok
Mempersiapkan garis besar daripada diskusi
Siapkan segala sesuatunya
Anggota Kelompok
Memberikan sumbangan pikiran secara efektif
Bersifat konstruktif dalam diskusi
Hadir pada waktunya dan memanfaatkan waktu
Memperhatikan ide-ide, sumbangan pikiran anggota kelompok
lainnya
Meminta penjelasan, mencegah kesalahpahaman
Langkah-langkah pelaksanaan :
Apabila Pelatih telah menentukan studi kasus sebagai metode dalam
proses pembelajaran, maka beberapa langkah yang disarankan antara
lain:
Pelatih membagi kelompok dengan mengacu pada salah satu
teknik pembagian kelompok, misalnya dengan berhitung 1,2,3
bagi peserta yang memiliki nilai hitungan sama menjadi satu
kelompok, cara lain adalah secara acak dan lain sebagainya
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
Pelatih menyajikan suatu problem (kasus yang spesifik), biasanya
secara tertulis. Adapun kriteria penilaian studi kasus yang baik
menurut Prof. Dr. M. Entang, MA adalah sebagai berikut :
Sebagai contoh :
Apabila peran yang dimainkan adalah pemimpin yang otoriter maka ia
harus mampu berperilaku sebagai seorang pemimpin yang memiliki
ciri-ciri seorang otoriter, misalnya suka menekan, pemarah,
mengintimidasi, hanya memprioritaskan pekerjaan, tidak
memperhatikan hubungan kemanusiaan dan lain sebagainya.
Oleh Karena itu sering dikatakan bahwa bermain peran sangat mirip
dengan simulasi, hal ini disebabkan dalam simulasi juga ada kegiatan
bermain peran.Hal ini sesuai dengan pendapat Robert Gilstrap yang
mengatakan bahwa main peran adalah simulasi atau tiruan dari
perilaku orang yang diperankan (Hidayat, Z.A. dan Muhidin T.S.
1980).
Di samping itu dibedakan antara single role play dan multi role play.
Metode ini memungkinkan untuk :
Belajar dengan berbuat
Belajar dengan peniruan
Belajar melalui pengamatan dan umpan balik
Belajar melalui penganalisaan
Persiapan
Dalam tahap ini hal-hal yang harus dipersiapkan oleh Pelatih
Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan main peran Pelatih berfungsi sebagai
pengamat dan memberikan catatan-catatan sebagai bahan proses
pembelajaran . Setelah kegiatan main peran selesai maka Pelatih
memproses kegiatan dengan menggunakan pendekatan “AKOSA”.
Antara mengajukan pertanyaan-pertanyan :
o Apa yang sudah dialami?
o Bagaimana perasaannya?
o Apa yang sedang terjadi?
o Bagaimana perasaan pemain?
o Mengapa demikian?
o Apa yang telah diamati oleh para pengamat?
o Manfaat apa yang diperoleh dari kegiatan bermain peran
tersebut.
Penutup
Dalam kegiatan ini dapat diisi dengan evaluasi yang berkaitan
dengan proses bermain peran yang mengacu pada hasil observasi
pengamat. Disamping itu juga merefleksikan
pengalaman/penghayatan terhadap peran yang sedang
dimainkan.
Review/balikan/Refleksi
Dalam kegiatan ini diisi dengan penjelasan contoh-contoh yang
berkaitan dengan diaplikasikan dalam kehidupan nyata yang
berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari.Di samping itu Pelatih
menggali manfaat dan main peran tersebut dikaitkan kehidupan
sehari-hari.Di dalam kegiatan ini juga perludikaitkan dengan
teori-teori yang telah dipersiapkan oleh Pelatih.
Metode Simulasi
Kata “Simulasi” berasal daribahasaInggris “Simulation”yang berarti
“Pekerjaan Tiruan atau meniru”. Sebagai contoh simulasi tentang
mengemudikan taksi, simulasi tentang penggunaan IUDdan lain
sebagainya. Dalam kegiatan proses pembelajaran kata
“Simulasi”suatumerupakan metodepembelajaran.
Tahap Review/Balikan/Tinjauan
Dalam tahapan ini hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut:
Setelah simulasi selesai perlu diadakan review umum yang
dipandu oleh instruktur. Review dapat dimulai dengan meminta
peserta menyatakan kesannya tentang penguasaan yang baru saja
dilatihkan, kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang dapat
dimulai dengan laporan para pengamat.
Pada akhir diskusi, pengajar memberikan balikan dan tindak
lanjut sesuai dengan kesimpulan hasil simulasi.
Pengajar/Pelatih
Pengetahuan, pengalaman manajerial Pelatih serta kepribadian Pelatih
merupakan faktor-faktor yang penting dan karenanya perlu pertama-
tama dikemukakan. Secara tegas perlu diutarakan bahwa, pelatih
harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang akan
diajarkan serta pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan
metodeyang akan dipergunakan dalam proses pembelajaran.
Peserta pelatihan
Dalam pengertian ini metode pengajaran harus terkait dengan :
Tingkat intelektual dan latar belakang pendidikan peserta
Umur dan pengalaman kerja
Lingkungan sosial dan budayanya.
Sebagai contoh dalam program-program latihan yang diperuntukan bagi
peserta supervisor, manager tingkat menengah atau pengusaha kecil
yang hanya mempunyaipendidikan dasar dan telah cukup lama
meninggalkan bangku sekolah.
Bagi kelompok peserta pertama, banyak bahan latihan yang masih baru
dan karenanya akan sulit untuk mengkaitkan proses pengajaran dan
pengalamannya sebelumnya. Namun demikian, peserta ini pada
umumnya bersikap terbuka dan lebih mudah menerima gagasan-
gagasan baru daripada kelompok peserta kedua.
Kalau hal ini terjadi masalah utama yang dihadapi Pelatih adalah
bagaimana merubah sikap ini dan menyadarkan mereka bahwa mereka
belajar agar mampu melaksanakan tugas dengan lebih baik. Dalam
kasus seperti ini Pelatih tidak cukup kalau hanya menjelaskan tentang
metode-metode dan teknik-teknik manajemen yang baru.
Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dalam program-program pendidikan dan
latihan ditentukan oleh adanya perubahan dalam pengetahuan,
sikap dan ketrampilan, yang selanjutnya menyebabkan perbaikan
dalam pelaksanaan tugas-tugas managerial. Berbagai situasi
latihan harus mempertimbangkan berbagai jenis dan tingkatan
pengetahuan, sikap dan ketrampilan.
Bidang Pelatihan
Berbagai bidang pelajaran (keuangan, kepegawaian, penelitian
kegiatan managemen umum, dan sebagainya) memiliki ciri-ciri
tersendiri. Misalnya teknik-teknik penelitian operasional
didasarkan pada penggunaan matematika dan statistik secara
ekstensif. Bidang ini biasanya mengajarkan melalui suatu
kombinasi ceramah (Menggunakan alat Bantu audio visual) serta
latihan dimana teknik ini dipraktikan. Latihan ini dapat ditunjang
oleh tugas-tugas bacaan.
Pendekatan perorangan
Pembelajaran akan efektif apabila memperhatikan karakteristik
peserta diklat, oleh karena itu pendekatan perorangan perlu juga
diperhatikan. Setiap peserta Diklat memiliki gaya belajar sendiri-
sendiri. Gaya belajar adalah kombinasi bagaimana cara menyerap
informasi, mengatur informasi dan mengolah informasi (Bobbi De
Porter, Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie, Quantum Teaching,
2000).
Umpan balik
Umpan balik sangat diperlukan dan harus dapat diperoleh dalam
proses belajar, oleh karena itu dalam memberikan umpan balik harus
mengacu pada syarat-syarat memberikan umpan balik yang efisien.
Umpan balik tersebut meliputi :
Umpan balik mengenai kemampuan dan tingkah laku seseorang
(sebagaimana yang diamati oleh peserta yang lain, oleh pelatihan
dan oleh peserta sendiri)
Umpan balik mengenai apa yang sebenarnya sudah dipelajari,
dan mengenai kemampuan peserta untuk menerapkanya secara
efektif.
Pengalihan (transfer)
Prinsip ini menuntut bahwa pendidikan dan latihan membantu
seseorang untuk mengalihkan (mentransfer) apa yang telah
dipelajarinya kedalam situasi yang sebenarnya. Beberapa metode
pengajaran, seperti ceramah, studi kesusastraan atau diskusi tidak
banyak memperhatikan permasalahan pengalihan ini. Di pihak lain
dalam banyak metode partisipatif unsur pengalihan ini kuat sekali.
Karena alasan ini metode-metode simulasi dan proyek-proyek
Media yang dipilih dan digunakan sangat Keberadaan pesan/ ide materi
tergantung pada isi pesan/ ide dan yang disampaikan tidak
tujuan pembelajaran karena pesan sepenuhnya terkandung dalam alat
sepenuhnya termuat dalam media yang digunakan
Secara umum kriteria dalam pemilihan media dan alat bantu pembelajaran
harus memenuhi prinsip efektif dan efisienkarena jika “berlebihan” atau “k
meninmbulkan efek yang tidak diinginkan. Sebagai misal jika yang diminta
oleh TPU/ TPK adalah “pembelajar dapat mengetahui sep di Puskesmas X”
[domain kognitif diperlukan cukup dengan white board atau flip chart
atauOHP, tidak perlu pelatih menyiapkan video atau foto yang memuat
gambar white board yang ada di Puskesmas X yangmemuat tulisan tentang
“sepuluh Sebaliknya jika yang diminta ole dapat membuat papan informasi
yang memuat sepuluhbesar jenis penyakit yang ada di Puskesma psikomotor]
, maka alat bantu yang harus disiapkan olehpelatih adalah mebuat/
meminjam papan informasi tersebut [benda asli] atau jika
takmemungkinkan fasilitator dapat merekam secara detail papan informasi
tersebut denganmenggunakan video atau foto sebelum aktifitas
pembelajaran dimulai.
Pokok Bahasan 4.
TEKNIK PRESENTASI INTERAKTIF
Penyaji
Pembelajar
Berbagi pengalaman
Pada kesempatan ini prinsipnya hampir sama dengan
menghubungkan pokok bahasan dengan pengalaman kerja
pembelajar pada poin c, hanya saja pada saat pembahasan
pemecahan masalah diminta beberapa orang pembelajar yang
mempunyai pengalaman serupa untuk mengutarakan bagaimana
pemecahannya untuk dijadikan pembanding (komparatif). Dengan
demikian kelas akan tertarik untuk berpartisipasi dan sekaligus
mendapatkan banyak variasi jawaban untuk pemecahan masalah.
Syarat rangkuman:
Singkat.
Rangkuman tidak terlalu banyak sehingga memudahkan setiap
pembelajar mengingatnya
Menggambarkan kesatuan butir-butir inti.
Rangkuman hendaknya dibuat secara kronolgis berupa butir–butir inti
sesuai dengan sekuens pembahasan
Melibatkan pembelajar.
Rangkuman sebaiknya dilakukan oleh pembelajar secara curah
pendapat yang dipandu oleh pelatih/ fasilitator dengan maksud
disamping untuk memperekat daya ingat juga dapat digunakan untuk
mengukur tingkat penyerapannya
b) Jenis Pertanyaan
Salah satu tujuan pengajuan pertanyaan antara lain untuk
mendapatkan jawaban berupa pendapat/ gagasan yang bermanfaat,
konstruktif dan analitik. Untuk itu pelatih/ fasilitator perlu mempunyai
kemampuan dalam mengembangkan berbagai jenis pertanyaan yang
diajukan agar dapat mencapai tujuannya. Jenis dan tujuan dari
pertanyaan itu dapat digambarkan sebagai berikut :
Pertanyaan Tertutup (Closed Questions)
Merupakan pertanyaan yang membatasi jawaban.Tujuannya
mendapatkan jawaban sederhana, singkat dan terbatas untuk
mengungkapkan fakta. Pertanyaan tertutup ini umumnya diikuti
oleh pertanyaan lain untuk memperdalam dan menjajagi sesuatu
secara lebih jauh lagi.
Teknik Bertanya
Teknik bertanya merupakan kemampuan yang penting agar kegiatan
tanya - jawab menjadi momentum produktiv, karena jika keliru
dalam cara memberikan/ melempar pertanyaan, maka yang terjadi
justru sebaliknya. Dalam hal teknik bertanya pelatih/ fasilitator
perlu mempunyai kemampuan dalam hal sebagai berikut :
Oleh karena itu dibawah ini beberapa strategi yang masih perlu
dikembangkan untuk menghadapi situasi sulit dalam proses
pembelajaran
Ketika pertanyaan yang diajukan tidak tepat momennya
Jika hal ini terjadi maka dengan halus pelatih/ fasilitator dapat
mengatakan bahwa saat ini sedang tidak membahas hal itu,
nanti mungkin dapat dicarikan waktunya tersendiri agar kita
dapat bebas mebahasnya.
Ketika penanya justru “mempresentasikan” tandingan
Untuk kejadian ini yang harus dilakukan pelatih/ fasilitator :
o Tanyakan kepada pembelajar lain apakah waktunya
terganggu?
VIII. REFERENSI
IX. LAMPIRAN
A. Tujuan :
1. Tujuan Pembelajaran :
Umum
2. Tujuan Pembelajaran : Setelah Pembelajaran ini diharapkan peserta mampu:
Khusus a. ............................................
b. ............................................
B. Pokok Bahasan :
E. Evaluasi : ………………....………………………………
F. Referensi : a. ………………………………………………
b. ………………………………………………
c. ………………………………………………
……., …………………....
Pembimbing, Peserta Latih,
…………………………………. ………………………………
B. Pembukaan
1. Pengucapan salam perjumpaan dan perkenalan : singkat, wajar,
proporsional tapi berkesan
2. Apersepsi : Menyajikan judul materi (tulisan atau gambar/ grafis affirmasi)
dan meminta pembelajar untuk mempersepsikan/ menebak kira - kira apa
yang akan "kita bahas" bersama, kemudian dilakukan klarifikasi oleh kelas.
Jika menginginkan agar suasana lebih "hidup" dapat dilakukan : (salah satu)
1) Mengajukan pertanyaan yang bersifat retorikal.
2) Membuat definishi/ pengertian/ sinonim yang tidak “ghalib”.
3) Mengutip pendapat orang bijak.
4) Memeberikan pertanyaan "misterius".
5) Mengemukakan ide yang mendukung pokok bahasan dengan: analogi
ilmiah fakta statistik, kesaksian pakar, pengalaman tragis/ dramatis.
Kelas :
Nama Peserta Praktik :
Materi Pembelajaran :
Pokok Bahasan :
Sub Pokok Bahasan :
Waktu :
PETUNJUK PENILAIAN
1. Obyek penilaian adalah aktifitas/ kegiatan praktik melatih di kelas, untuk itu amatilah
secara seksama seluruh komponen kegiatan berjumlah 10 butir seperti yang tercantum
pada halaman 2 (dua). Sedangkan untuk memberikan nilai pada setiap butir obyek
penilaian dapat digunakan panduan pada halaman 3, 4 dan 5.
2. Berilah nilai pada kolom hasil pengamatan dengan ketentuan :
Jika komponen kegiatan yang dilakukan/dimunculkan sesuai dengan kaidah yang
tercantum pada panduan dan dilakukan secara baik dan benar (efektif dan efisien),
maka dapat diberikan nilai 8 – 10
Jika komponen kegiatan yang dilakukan/ dimunculkan sesuai dengan kaidah yang
tercantum pada panduan tetapi dilakukan dengan kurang baik atau kurang benar
(kurang efektif/ efisien), Atau komponen kegiatan yang dilakukan/ dimunculkan
kurang sesuai dengan kaidah yang tercantum pada panduan, maka dapat diberikan
nilai 5 – 7
Jika komponen kegiatan tidak dilakukan/ dimunculkan sama sekali, maka dapat
diberikan nilai 2 – 4
3. Berikan catatan khusus berupa kritik dan saran jika Anda temukan hal – hal yang kurang
sesuai dengan kaidah kediklatan yang baik dan benar sesuai dengan panduan. Tetapi
berikan pujian jika Anda temukan hal – hal yang sudah baik sesuai panduan
Selamat Bertugas
A PEMBUKAAN
1. Pengucapan salam dan perkenalan, pengkondisian situasi dan
lingkungan
2. Keterkaitan dengan materi sebelumnya, penyampaian
TPU/TPK dan Apersepsi
C PENGAKHIRAN
1. Merangkum sesi pembelajaran/evaluasi/pencapaian
2. Kesesuaian penyimpulan pokok bahasan dengan TPU/ TPK
dan pemberian pesan tindak lanjut
3. Pengucapan terima kasih dan salam perpisahan
JUMLAH :
I. DESKRIPSI SINGKAT
Perkenalan adalah adaptasi awal antar peserta latih maupun antara peserta
latih dengan pelatih dan penyelenggara. Perkenalan yang baik dan menarik
akan dapat memperlancar proses pembelajaran selanjutnya dalam suatu
pelatihan. Selain itu, perkenalan juga skaligus membangun keterbukaan
hubungan antar peserta latih dan mempercepat proses membangun komitmen
dan kerjasama tim dalam rangka meningkatkan kemampuan belajar peserta
latih. Kinerja setiap peserta latih dalam timakan terus ditingkatkan dengan
memberdayakan dan mendorong kreativitas masing-masing.
Bahan tayang
Modul pelatihan
Komputer/ LCD
LCD
ATK
Jadwal pelatihan
Panduan permainan
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3 JPL @45 menit. Untuk
memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah pembelajaran
sebagai berikut:
Pokok bahasan 1.
PERKENALAN.
Dalam perkenalan, tidak hanya peserta latih saja yang berkenalan namun
termasuk juga pelatih dan penyelenggara pelatihan. Selain itu, peserta latih
juga diajak untuk mengenal lingkungan pembelajarannya seperti ruang
pelatihan, ruang pendukung lainnya (toilet, musholla, ruang makan, dll), media
dan alat bantu pembelajaran.
Jelajah kelas:
a. Pelatih mengajak semua peserta latih berdiri melingkar
b. Pelatih memberi aba-aba meminta semua yang terlibat untuk berjalan–jalan
dengan tenang dan perlahan mengitari ruangan pelatihan
c. Selama proses, pelatih meminta semua yang terlibat untuk:
1) mengamati dan memperhatikan seluk beluk situasi sekitar ruangan
termasuk peralatan, penyinaran, sirkulasi udara, dan tata ruangnya
2) meresapi keindahannya dan keterbatasansebagai ruangan tempat
pelatihan
d. Pelatih meminta beberapa peserta untuk mengungkapkan perasaan
Pencairan atau Ice Breaking atau Ice Breaker adalah sebuah permainan yang
umumnya lucu dan mengundang tawa tapi sangat bermanfaat untuk
menghangatkan suasana sebuah pelatihan. Pencairan perlu disiapkan oleh
pelatih maupun pengendali diklat agar konsentrasi peserta latih selama
pembelajaran di kelas tetap terjaga.
Ada banyak macam pencairan yang dapat digunakan dalam pelatihan dimana
bila dilihat dari metodenya dapat dikelompokkan menjadi 8 jenis.
1. Jenis yel-yel
Yel-yel walaupun sederhana tetapi mempunyai tingkat “penyembuh” yang
paling baik dibanding jenis lain. Dengan melakukan yel-yel selain
konsentrasi menjadi pulih kembali, juga dapat menumbuhkan semangat
yang tinggi dari peserta pelatihan untuk melanjutkan pelatihan. Selain itu
yel-yel juga terbukti efektif untuk menanamkan esprit de corp atau
kekompakan tim dalam suatu pelatihan.
3. Jenis menyanyi
Berdasarkan pengalaman, pencairan jenis ini adalah yang paling banyak
disukai oleh peserta pelatihan apalagi kalau pesertanya mayoritas
perempuan. Untuk kepentingan pencairan, menyanyi tidaklah harus lagu-
lagu original ciptaan sendiri, tetapi bisa juga kita hanya menyanyikan lagu-
7. Cerita lucu
Pencairan ini menggunakan cerita yang mengundang tawa sehingga peserta
yang awalnya sudah jenuh kembali segar dan konsentrasi belajar meningkat.
8. Dongeng bijak
Pencairan ini menggunakan cerita dongeng bijak yang membangkitkan
motivasi belajar peserta latih.
Pokok bahasan 3.
HARAPAN-HARAPAN DALAM PROSES PEMBELAJARAN DAN HASIL YANG INGIN
DICAPAI DI AKHIR PELATIHAN.
Pokok bahasan 4.
NORMA KELAS DALAM PEMBELAJARAN.
Norma merupakan nilai, keyakinan, kebiasaan yang telah berakar dan dipatuhi,
dan perilaku-perilaku yang menjadi patokan dalam kegiatan sehari-hari suatu
kelompok atau organisasi. Norma suatu kelompok dapat memfasilitas terhadap
fungsi kelompok dalam mengantisipasi kebutuhan ekternal maupun internal.
Jadi norma adalah gagasan-gagasan atau kepercayaan-kepercayaan tentang
kegiatan, interaksi, sentiment apa seharusnya dalam suatu kelompok. Kegiatan
adalah apa yang dilakukan seseorang.
Norma kelas dalam pembelajaran sangat diperlukan karena dengan norma ini
akan mendukung pencapaian harapan peserta latih yang diinginkan pasca
pelatihan. Norma kelas dibentuk secara bersama-sama dipandu oleh pengendali
diklat, sebelum proses pembelajaran dimulai. Dengan adanya norma kelas,
peserta latih diharapkan memiliki komitmen yang tinggi terhadap proses
pembelajaran.
Pokok bahasan 5.
KONTROL KOLEKTIF DALAM PELAKSANAAN NORMA KELAS.
Kontrol kolektif adalah aturan yang dibuat dalam rangka membangun peserta
latih untuk mematuhi norma kelas yang telah dibentuk. Sanksi yang diterapkan
apabila ada peserta latih yang melanggar dibuat dengan prinsip tidak merugikan
peserta namun dapat mendisiplinkan peserta latih.
Pokok bahasan 6.
ORGANISASI KELAS.
Organisasi adalah bentuk perkumpulan antara dua orang atau lebih yang
bekerja sama ntuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Ada beberapa
unsur yang diperlukan dalam suatu organisasi. Tujuan dari organisasi yaitu agar
organisasi berjalan lancar dan bisa meraih semua tujuan atau cita cita yang
telah ditemukan.
Salah satu contoh yang sederhana dari organisasi adalah pengurus kelas, yang
bertugas mengurus dan mengatur kelas sebagai tempat belajar. Pengurus kelas
terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi seksinya.
VIII. REFERENSI
IX. LAMPIRAN
B. Waktu
1 Jpl @45 menit
D. Evaluasi Permainan
1. Seberapa banyak peserta yang tidak dapat menyebutkan nama peserta yang
lain?
2. Apakah menghafal nama peserta yang banyak dirasakan sebagai hal yang
sulit?
3. Seberapa banyak peserta yang dapat menyebutkan nama dan ciri unik
temannya?
4. Apa faktor yang menyebabkan mudah dalam menghafal?
E. Tempat
Ruang Kelas.
B. Waktu
1 JPL @45 menit
D. Evaluasi Permainan
1. Apakah tim berhasil mengerjakan tugasnya?
2. Apakah ada kendala saat bekerja sama dalam kelompok baru?
E. Tempat
Ruang Kelas.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Penyusunan rencana tindak lanjut merupakan hasil akhir dari proses pelatihan
pengelolaan program kerja sama antara puskesmas, unit transfusi darah dan
rumah sakit dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu
bagi tenaga kesehatan di puskesmas. Pada sesi ini Peserta pelatihan merancang
kegiatan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada pengelolaan program
kerja sama antara puskesmas, unit transfusi darah dan rumah sakit dalam
pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu. Penyusunan rencana
tindak lanjut ini disesuaikan dengan kondisi serta sumberdaya yang dimiliki
oleh setiap Peserta. Penyusunan rencana tindak lanjut ini juga merupakan
implementasi atau aplikasi materi pelatihan yang telah dibahas. Rencana
tindak lanjut setelah mengikuti pelatihan ini, dipergunakan sebagai bahan
untuk melakukan monitoring dan evaluasi pasca pelatihan. Dengan demikian,
penyusunan rencana tindak lanjut ini, harus realistis serta mengakomodir
pengetahuan yang telah diperoleh selama mengikuti pelatihanpengelolaan
program kerja sama antara puskesmas, unit transfusi darah dan rumah sakit
dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu bagi tenaga
kesehatan di puskesmas.
Bahan tayang
Modul pelatihan
Laptop/komputer
LCD
ATK
Meta plan
Kain tempel
Lembar/Format RTL
Pandun Latihan
Panduan Diskusi
Berikut ini merupakan pedoman bagi pelatih dan peserta dalam melaksanakan
pembelajaran:
Pokok Bahasan 1
Pengertian dan Ruang lingkup RTL
Kegunaan RTL:
merupakan alat bagaimana kegiatan-kegiatan dilaksanakan secara efektif
dan efisien
mengurangi ketidak pastian kegiatan yang akan dilakukan
memberikan kesempatan untuk memilih alternatif yang paling tepa
memberikan gambaran jenis dan bentuk suatu kegiatan yang dibutuhkan
menjadi dasar penjabaran program kerja yang sistimatis
memberikan gambaran kebutuhan sumberdaya yang diperlukan
menjadi alat pengawasan ,pengendalian dan penelitian
Pokok Bahasan 2
Langkah-Langkah penyusunan RTL
1. RTL yang mewakili institusi masing-masing peserta:
a. Para peserta dapat menyusun RTL secara bersama-sama dengan
peserta lain yang berasal dari provinsi yang sama
b. Dasar penyusunan RTL adalah langkah langkah pelaksanaan program
serta tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak seperti yang
tercantum dalama permenkes 92 tahun 2015 yang disesuaikan dengan
ketersediaan sumberdaya dan kondisi daerah masing-masing
2. RTL yang menjadi contoh yang akan menjadi materi ajar sebagai calon
fasilitator pelatihan pengelolaan program kerjasama Puskesmas, UTD dan RS
dalam menurunkan angka kematian Ibu (AKI):
Instansi Kerja :
Kabupaten/Kota :
Tahun :
No Jenis kegiatan Tujuan Sasaran Lokasi Metode Penanggung Pelaksana Sumber dana Waktu
Jawab
Pembuat RTL,
( )
B. Waktu
2 JPL @45 menit
D. Tempat
Ruang Kelas.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)
yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk
memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi– yang terdiri dari dua bagian
besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan–tidak akan pernah berhasil
optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran
serta masyarakat. Dalam rangka mempercepat pelaksanaan Instruksi Presiden
Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
perlu disusun Strategi Komunikasi Pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan
korupsi di Kementerian Kesehatan sebagai salah satu kegiatan reformasi
birokrasi yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan agar para Pegawai Negeri
Sipil di lingkungan Kementerian Kesehatan terhindar dari perbuatan korupsi.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi
adalah dengan memberikan pengertian dan kesadaran melalui pemahaman
terhadap konsep serta penanaman nilai-nilai anti korupsi yang selanjutnya
dapat menjadi budaya dalam bekerja. Agar muatan tentang anti korupsi dapat
tersampaikan secara standar pada setiap pelatihan bagi para Aparatur Sipil
Negara (ASN) di lingkungan Kementerian Kesehatan maka perlu disusun modul
anti korupsi sebagai pegangan Pelatih dalam menyampaikan materi.
5. Gratifikasi
6. Kasus-kasus Korupsi
Curah pendapat
Ceramah tanya jawab
Diskusi kelompok
Bahan Tayang
Modul Pelatihan
Komputer/ Laptop
LCD
ATK
Pointers
Flipchart
Spidol
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3JPL @45 menit. Untuk
memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah pembelajaran
sebagai berikut.
Pokok Bahasan 1.
KONSEP KORUPSI
Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama kali
mengenal tata kelola administrasi.Pada kebanyakan kasus korupsi yang
dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari kekuasaan,
birokrasi, ataupun pemerintahan.Korupsi juga sering dikaitkan pemaknaannya
dengan politik.Dasar atau landasan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi
adalah memahami pengertian korupsi itu sendiri.Pada bagian ini dibahas mengenai
pengertian korupsi berdasarkan definisi umum dan pendapat para pakar.
a. Definisi Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio”(Fockema Andrea:
1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960).Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa
Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah
“corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan
“corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian.Ada banyak pengertian tentang
korupsi, di antaranya adalah berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau penggelapan uang negara atau
perusahaan, dan sebagainya untuk keperluan pribadi”.
Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut:
sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut
jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan
dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik
dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah
kekuasaan jabatan.
b. Ciri-Ciri Korupsi
Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut:
a. dilakukan oleh lebih dari satu orang;
b. merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
c. berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu;
d. berlindung di balik pembenaran hukum;
e. melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
f. mengkhianati kepercayaan
d. Tingkatan Korupsi
Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini
1) Materi Benefit
Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik
bagi dirinya sendiri maupun orang kain. Korupsi pada level ini merupakan
tingkat paling membahayakan karena melibatkan kekuasaan dan
keuntungan material. Ini merupakan bentuk korupsi yang paling banyak
terjadi di Indonesia
2) Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)
Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah dan merupakan
segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui struktur kekuasaan,
baik pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya
termasuk lembaga pendidikan tanpa mendapatkan keuntungan materi.
3) Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust)
a) Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana
b) Orang yang berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau amanat
yang diterimanya adalah koruptor.
c) Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non materi
d) Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau
memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi merupakan bentuk
korupsi.
f. Dasar Hukum
Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi adalah
sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1);
2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
3) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
4) UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
5) UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3874); sebagaimana telah diubah dengan UU
no. 20 Th. 2001.
1) Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak
berbohong, dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat
penting bagi kehidupan pegawai, tanpa sifat jujur pegawai tidak akan
dipercaya dalam kehidupan sosialnya (Sugono: 2008). Nilai kejujuran
dalam kehidupan dunia kerja yang diwarnai dengan budaya kerja sangat-
lah diperlukan.Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang yang berlaku
dimana-mana termasuk dalam kehidupan di dunia kerja. Jika pegawai
terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup kerja
maupun sosial, maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu untuk
mempercayai pegawai tersebut.
3) Kemandirian
Kondisi mandiri bagi pegawai dapat diartikan sebagai proses
mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk
mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk masa
depannya dimana pegawai tersebut harus mengatur kehidupannya dan
orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya sebab tidak
mungkin orang yang tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan
mampu mengatur hidup orang lain. Dengan karakter kemandirian
tersebut pegawai dituntut untuk mengerjakan semua tanggung jawab
dengan usahanya sendiri dan bukan orang lain (Supardi: 2004).
4) Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan)
kepada peraturan (Sugono:2008). Dalam mengatur kehidupan dunia kerja
baik kerja maupun sosial pegawai perlu hidup disiplin.Hidup disiplin tidak
berarti harus hidup seperti pola militer di barak militier namun hidup
Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pegawai dapat mencapai tujuan
hidupnya dengan waktu yang lebih efisien. Disiplin juga membuat orang
lain percaya dalam mengelola suatu kepercayaan. Nilai kedisiplinan
dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu
dengan baik, kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang
berlaku di dunia kerja, mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan
fokus pada pekerjaan.
5) Tanggung Jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono: 2008). Pegawai adalah sebuah
status yang ada pada diri seseorang yang telah lulus dari penkerjaan
terakhirnya yang melanjutkan pekerjaan dalam sebuah lembaga yang
bernama organisasi. Pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab akan
memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas lebih baik dibanding
pegawai yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. pegawai yang
memiliki rasa tanggung jawab akan mengerjakan tugas dengan sepenuh
hati karena berpikir bahwa jika suatu tugas tidak dapat diselesaikan
dengan baik dapat merusak citra namanya di depan orang lain. pegawai
yang dapat diberikan tanggung jawab yang kecil dan berhasil
melaksanakannya dengan baik berhak untuk mendapatkan tanggung
jawab yang lebih besar lagi sebagai hasil dari kepercayaan orang lain
terhadap pegawai tersebut. pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi mudah untuk dipercaya orang lain dalam masyarakat
misalkan dalam memimpin suatu kepanitiaan yang diadakan di dunia
kerja.
6) Kerja Keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan.Kata ”kemauan”
menimbulkan asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan
jelas, daya kerja, pendirian, pengendalian diri, keberanian, ketabahan,
keteguhan, tenaga, kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur. Adalah
Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang
sesuai dengan target. Akan tetapi bekerja keras akan menjadi tidak
berguna jika tanpa adanya pengetahuan. Di dalam dunia kerja, para
pegawai diperlengkapi dengan berbagai ilmu pengetahuan.
7) Sederhana
Gaya hidup pegawai merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan
masyarakat di sekitarnya.Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu
dikembangkan sejak pegawai me-ngenyam masa penkerjaannya. Dengan
gaya hidup sederhana, setiap pegawai dibiasakan untuk tidak hidup
boros, hidup sesuai dengan kemampuannya dan dapat memenuhi semua
kebutuhannya. Kerap kali kebutuhan diidentikkan dengan keinginan
semata, padahal tidak selalu kebutuhan sesuai dengan keinginan dan
sebaliknya.
8) Keberanian
Jika kita temui di dalam dunia kerja, ada banyak pegawai yang sedang
mengalami kesulitan dan kekecewaan.Meskipun demikian, untuk
menumbuhkan sikap keberanian demi mempertahankan pendirian dan
keyakinan pegawai, terutama sekali pegawai harus mempertimbangkan
berbagai masalah dengan sebaik-baiknya.Nilai keberanian dapat
dikembangkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di luar
dunia kerja. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani
mengatakan dan membela kebenaran, berani mengakui kesalahan,
berani bertanggung jawab, dan lain sebagainya Prinsip akuntabilitas
dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan sehari-hari
sebagai pegawai Misalnya program-program kegiatan arus dibuat dengan
9) Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah,
tidak memihak. Bagi pegawai karakter adil ini perlu sekali dibina agar
pegawai dapat belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan
secara adil dan benar.
1) Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja.
Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan
main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de
jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada
level lembaga (Bappenas: 2002). Lembaga-lembaga tersebut berperan
dalam sektor bisnis, masyarakat, publik, maupun interaksi antara ketiga
sektor.
2) Transparansi
Transparansi adalah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah
transparansi. Prinsip transparansi ini penting karena pemberantasan
korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses
kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk
penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo: 2007). Selain itu
transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses
dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling sederhana,
transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling
menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan,
keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat
berharga bagi para pegawai untuk dapat melanjutkan tugas dan
tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang (Kurniawan:
2010).
3) Kewajaran
Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran.Prinsip fairness
atau kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi
(ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up
maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri
dari lima hal penting yaitu komprehensif dan disiplin, fleksibilitas,
terprediksi, kejujuran, dan informatif.
4) Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan.Pembahasan
mengenai prinsip ini ditujukan agar pegawai dapat mengetahui dan
memahami kebijakan anti korupsi.Kebijakan ini berperan untuk
mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat
merugikan negara dan masyarakat.Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu
identik dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa undang-
undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi,
undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan
masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan
penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.
5) Kontrol Kebijakan
Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan.Kontrol kebijakan
merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan
mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini, akan dibahas
mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia, self-evaluating
organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia, problematika
pengawasan di Indonesia. Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi,
evolusi dan reformasi.Kontrol kebijakan berupa partisipasi yaitu
melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam
penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol kebijakan berupa oposisi.
Pokok Bahasan 3.
UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI
Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga
pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus direformasi. Reformasi ini
meliputi reformasi terhadap:
sistem
kelembagaan maupun pejabat publiknya
ruang untuk korupi harus diperkecil
transparansi dan akuntabilitas serta
akses untuk mempertanyakan apa yang dilakukan pejabat publik harus
ditingkatkan
Pada bagian atau bab ini, akan dipaparkan berbagai upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi yang dapat dan telah dipraktikkan di berbagai negara.
Ada beberapa bahan menarik yang dapat didiskusikan dan digali bersama untuk
melihat upaya yang dapat kita lakukan untuk memberantas korupsi.
Spanduk dan poster yang berisi ajakan untuk menolak segala bentuk
korupsi ‘harus’ dipasang di kantor-kantor pemerintahan sebagai media
kampanye tentang bahaya korupsi bahkan memasukkan materi budaya
anti korupsi menajdi bagian dari pembelajaran pada pelatihan bagi
aparatur sipil negara. Salah satu cara untuk ikut memberdayakan
masyarakat dalam mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan
menyediakan sarana bagi masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal atau
internasional juga memiliki peranan penting untuk mencegah dan
memberantas korupsi.Mereka adalah bagian dari masyarakat sipil (civil
society) yang keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja.Sejak
era reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti-Korupsi banyak
bermunculan.Sama seperti pers yang bebas, LSM memiliki fungsi untuk
melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik.
Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk
dapat mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi.Untuk
mencegah terjadinya faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti
korupsi, setiap individu perlu memahami dengan mendalam prinsip-
prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran,
kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam suatu organisasi/ institusi/
masyarakat.Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip dan nilai-
nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa
korupsi timbul dan berkembang demikian masif di suatu negara.Ada yang
menyatakan bahwa korupsi ibarat penyakit ‘kanker ganas’ yang sifatnya
tidak hanya kronis tapi juga akut.Ia menggerogoti perekonomian sebuah
negara secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini menempel pada semua
aspek bidang kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas.
Perlu dipahami bahwa dimanapun dan sampai pada tingkatan tertentu,
korupsi memang akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat.
2) Perbaikan Sistem
a) Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk
mengantisipasi perkembangan korupsi dan menutup celah hukum atau
pasal-pasal karet yang sering digunakan koruptor melepaskan diri dari
jerat hukum.
b) Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel dan
efisien. Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi. Reformasi
birokrasi.
c) Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan
pribadi, memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan fasilitas
negara untuk kepentingan umum dan penggunaannya untuk
kepentingan pribadi.
d) Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian
sanksi secara tegas.
e) Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
f) Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya
human error.
Sementara itu untuk tindakan represif penegakan hukum dan hukuman yang
berat perlu dilaksanakan dan apabila terkait dengan implementasinya maka
aspek individu penegak hukum menjadi dominan, dalam perspektif ini
pendidikan juga akan berperan penting di dalamnya.
Pokok Bahasan 4.
TATA CARA PELAPORAN DUGAAN PELANGGARAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang
tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.(Pasal
1 angka 24 KUHAP). Sedangkan yang dimaksud dengan pengaduan adalah:
pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada
pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah
melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.(Pasal 1 angka 25 KUHAP)
a. Laporan
Dari pengertian di atas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan
kepada pejabat yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga
akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/ kejahatan. Artinya, peristiwa yang
dilaporkan belum tentu perbuatan pidana, sehingga dibutuhkan sebuah
tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk
menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan.Kita
sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan memiliki kewajiban untuk
melaporkan tindakan tersebut.
Jika Anda ingin melaporkan suatu tindak pidana korupsi yang terjadi di
lingkungan kementerian Kesehatan, saat ini kementerian Kesehatan melalui
Inspektorat jenderal sudah mempunyai mekanisme pengaduan tindak pidana
korupsi.Mekanisme Pelaporan :
c. Pengaduan
Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan berbagai jenis
pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem yang memungkinkan
adanya penanganan dan solusi terbaik dan dapat memuaskan keinginan
publik terhadap akuntabilitas pemerintahan.Ruang lingkup materi dalam
pengaduan adalah adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang
termasuk dalam delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang
mengadukan permasalahan pidana delik aduan harus segera ditindak lanjuti
dengan sebuah tindakan hukum berupa serangkaian tindakan penyidikan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Artinya dalam proses
penerimaan pengaduan dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang
dalam hal ini internal di Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat
Jenderal, harus bisa menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan
oleh seorang pengadu merupakan sebuah tindak pidana delik aduan ataukah
bukan.
f. Pencatatan Pengaduan
Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis.Walaupun peraturan
yang ada menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan secara lisan,
tetapi untuk lebih meningkatkan efektifitas tindak lanjut atas suatu
perkara, maka pengaduan yang diterima masyarakat hanya berupa
pengaduan tertulis.
Pokok Bahasan 5.
GRATIFIKASI
a. Pengertian Gratifikasi
Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan
kata Gratifikasi. Tapi Saya lebih senang menafsirkan kata tersebut dengan
kata yang mendefinisikan sesuatu yang berarti “gratis di kasih”. Gratifikasi
menurut kamus hukum berasal dari Bahasa Belanda, “Gratificatie”, atau
Bahasa Inggrisnya “Gratification“ yang diartikan hadiah uang. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998) Gratifikasi diartikan pemberian
hadiah uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan.
Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum, (2)
subyek hukum, (3) Obyek Hukum. Ada dua Dasar Hukum dalam
gratifikasi yaitu:
(1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 ; dan
(2) Undang2-undang No 20 Tahun 2001
Subyek Hukum terdiri dari: (1) Penyelenggara Negara, dan (2) Pegawai
Negeri
Obyek Hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3) fasilitas
d. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara lain:
1) Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah
dibantu;
2) Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat
perkawinan anaknya;
3) Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/ pegawai negeri atau
keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;
4) Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/ pegawai negeri untuk
pembelian barang atau jasa dari rekanan;
e. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang :
1) menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan
yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang
yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan
jabatannya;
2) menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya;
3) menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya;
4) dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
5) pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong
pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain
atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
6) pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
Pokok Bahasan 6.
KASUS-KASUS KORUPSI
Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) pemerintahan merupakan salah satu sektor
yang rentan penyimpangan.Kasus yang ditangani KPK, 60 persen sampai 70
persennya terkait dengan pengadaan barang dan jasa.Jadi, pengadaan barang
dan jasa memang rawan terjadinya korupsi.salah satunya dalam bentuk tindak
pidana korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu faktor penyebab
memungkinkan terjadinya penyimpangan, masih lemahnya sistem pengawasan
yang dilakukan terhadap keseluruhan tahap dan proses PBJ tersebut, sehingga
menimbulkan kerugian negara yang sangat besar.
VIII. REFERENSI
IX. LAMPIRAN
B. Waktu
1 Jpl @45 menit
D. Tempat
Ruang kelas pelatihan.