Anda di halaman 1dari 279

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN

TRAINING OF TRAINERS (ToT)


PENGELOLAAN PROGRAM KERJA SAMA ANTARA
PUSKESMAS, UNIT TRANSFUSI DARAH DAN RUMAH
SAKIT DALAM PELAYANAN DARAH UNTUK
MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN


KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, buku
kurikulum dan modul pelatihan untuk “Training of Trainers (ToT) Pengelolaan
Program Kerja Sama antara Puskesmas, Unit Transfusi Darah dan Rumah Sakit
dalam Pelayanan Darah untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu” akhirnya dapat
diselesaikan. Buku ini telah mengalami penyempurnaan isi maupun penulisan
berdasarkan masukan lintas program maupun sektor Kementerian Kesehatan.

Terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berperan mulai
penyusunan hingga penyempurnaan buku ini. Kami menyadari bahwa masih ada
kekurangan dalam buku ini sehingga saran dan masukan tetap diharapkan. Semoga
buku ini dapat memberi maanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya
Puskesmas sebagai sasaran output pelatihan ini.

Direktur Pelayanan Kesehatan Primer

Dr. Gita Maya Koemara Sakti S., MHA


NIP 195706221985112001

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................................... iii
TIM PENYUSUN ............................................................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
II. PERAN, FUNGSI, dan KOMPETENSI .................................................................................. 3
III. TUJUAN PELATIHAN ............................................................................................................ 4
IV. STRUKTUR PROGRAM .......................................................................................................... 4
V. GARIS-GARIS BESAR PEMBELAJARAN (GBPP)................................................................. 6
VI. DIAGRAM ALUR PROSES PEMBELAJARAN ....................................................................... 1
VII. PROSES DAN METODE PEMBELAJARAN ........................................................................... 2
VIII. PESERTA DAN PELATIH ....................................................................................................... 5
IX. PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN ................................................. 6
X. EVALUASI ............................................................................................................................... 7
XI. SERTIFIKASI ........................................................................................................................... 7
MATERI DASAR - 1 ..................................................................................................................... 10
MATERI DASAR - 2 ..................................................................................................................... 19
MATERI INTI - 1 .......................................................................................................................... 30
MATERI INTI- 2 ........................................................................................................................... 46
MATERI INTI- 3 ........................................................................................................................... 61
MATERI INTI - 4 ........................................................................................................................ 105
MATERI PENUNJANG - 1......................................................................................................... 197
MATERI PENUNJANG 2 ........................................................................................................... 209
MATERI PENUNJANG - 3......................................................................................................... 218

iii
TIM PENYUSUN

Purwani Eko Prihatin, SKM, M.Kes, M.Ed


Masnapita, SKM, MKM
Dr. dr. Yuyun Siti Maryuningsih, M.Sc
dr. Mularsih Restianingrum, MKM
Fauzan Aditya Permana, S.Pi
drg. Haslinda, M.Kes
dr. Kamal Amiruddin, MARS
dr. Ernawati Oktavia, MKM
dr. Ika Hariyani, MKM
Yuli Nazlia Sidy, S.Kep. Ners., MKM
dr. Aina Fatiya
drg. Enita Pardede
Bambang Heriyanto, SKM, MPH
Drs. Wahjudi

KONTRIBUTOR:
dr. Robby Aditya, M.Psi.; Dr. dr. Banundari Rachmawati, Sp.PK (K); dr. Teguh
Triyono, M.Sc, SpPK (K); dr. Uke Muktimanah, M.Hkes ; dr. Susanti, MM; Syahni
Diaraty, Amd.Kep.; dr. Dian Winarti; dr. Raehana Samad, M.Kes, Sp.PK; Ummu
Aeman, S.Kep., Ners.; drs. Arief Rachman Sjahidy, Apt., MM

iv
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah
manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk
tujuan komersial. Kegiatan pelayanan darah meliputi perencanaan, rekrutmen
dan seleksi pendonor darah, penyediaan darah, pendistribusian darah, dan
tindakan medis pemberian darah kepada pasien untuk tujuan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi walaupun cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan sudah mencapai lebih dari 80%. Berdasarkan
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian
ibu sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu di Indonesia tetap
didominasi oleh tiga penyebab utama yaitu perdarahan, Hipertensi Dalam
Kehamilan (HDK) dan infeksi. Dari data Rutin Kesehatan Ibu tahun 2015,
tercatat AKI akibat perdarahan sebesar 29,8%. Terkait dengan kondisi tersebut,
pemenuhan kebutuhan darah untuk menurunkan AKI karena perdarahan
menjadi perhatian pemerintah. Upaya pemerintah untuk menjamin
ketersediaan darah sebagai bagian dari upaya peningkatan pelayanan darah
diamanahkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015–2019. Peraturan
Presiden tersebut menekankan dilaksanakannya reformasi di bidang kesehatan
dengan fokus utama peningkatan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan
darah adalah salah satu dari pelayanan kesehatan dasar.
Untuk mencapai terjaminnya ketersediaan darah yang aman dan berkualitas,
terutama bagi ibu hamil, melahirkan dan sesudah melahirkan yang
membutuhkan transfusi, diperlukan kerja sama antara Puskesmas, Unit
Transfusi Darah (UTD), dan Rumah Sakit (RS) dalam pelayanan darah. Peran
Puskesmasdi dalam kerja sama tersebut merupakan penguatan dari Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan Stiker yang
selama ini telah dijalankan oleh Puskesmas. Penguatan P4K adalah dalam
kegiatan rekrutmen pendonor yang bukan hanya ditujukan kepada keluarga
sebagai donor pendamping ibu hamil saja, namun juga kepada kelompok
masyarakat berisiko rendah. Untuk menjalankan kegiatan tersebut dapat
dilibatkan petugas promosi kesehatan Puskesmasmaupun kader kesehatan
dalam mengenalkan program donor darah sukarela kepada masyarakat.
Kegiatan rekrutmen pendonor ditujukan untuk meningkatkan kesadaran atas
pentingnya kecukupan persediaan darah sehingga diharapkan keluarga/kerabat
atau masyarakat dimana ibu hamil berada bisa tergugah untuk menyumbangkan
darahnya baik untuk kepentingan ibu hamil, melahirkan dan sesudah
melahirkan namun juga untuk pasien lainnya. Selanjutnya Puskesmas juga

1
diminta keterlibatannya dalam kegiatan seleksi pendonor darah, yang bukan
hanya berupa pemeriksaan golongan darah calon donor, namun juga meliputi
penilaian atas terpenuhinya persyaratan donor, pemeriksaan kesehatan
sederhana, dan pemeriksaan kadar hemoglobin. Dari kegiatan seleksi pendonor
darah, calon pendonor yang memiliki golongan darah yang sama dengan ibu
hamil dan dalam keadaan sehat, akan diminta untuk menyumbangkan
darahnya di UTD sebelum waktu persalinan.
Darah yang disumbangkan baik oleh donor pendamping ataupun masyarakat
akan disiapkan untuk ibu hamil, melahirkan atau sesudah melahirkan yang
membutuhkan transfusi jika persedian darah di UTD terbatas. Namun jika
persediaan darah di UTD mencukupi maka darah yang disumbangkan bisa untuk
mengganti persediaan darah di UTD atau digunakan untuk kebutuhan pasien
lainnya apabila ibu tidak membutuhkan transfusi. Dengan demikian, program
kerjasama ini lambat laun dapat turut menjamin ketersediaan darah secara
keseluruhan di UTD terkait.
Dalam rangka menjamin terlaksananya program kerja sama tersebut,
Kementerian Kesehatan akan melaksanakan pelatihan untuk pelaksana program
tersebut di Puskesmas. Pelatihan akan diselenggarakan di seluruh provinsi,
namun pelatih belum tersedia maka terlebih dahulu perlu dilakukan Training of
Trainers (ToT) untuk memenuhi kebutuhan pelatihan. Agar memiliki acuan
yang sama maka disusun kurikulum ToT pengelolaan program kerja sama
antara Puskesmas, UTD dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan
angka kematian ibu.ToT ini diharapkan dapat menciptakan pelatih tingkat
provinsi yang dapat memfasilitasi persiapan hingga terselenggaranya pelatihan
tersebut baik bersumber dari dana APBN, APBN, maupun sumber lainnya.

B. Filosofi Pelatihan
PelatihanTraining of Trainers (ToT) pengelolaan program kerja sama antara
Puskesmas, UTD dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka
kematian ibudiselenggarakan dengan memperhatikan:
1. Prinsip Andragogy, yaitu bahwa selama pelatihan peserta berhak untuk:
a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya.
b. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapat, sejauh berada di dalam
konteks pelatihan
c. Tidak dipermalukan, dilecehkan ataupun diabaikan
2. Berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk:
a. Mendapatkan satu paket bahan belajar
b. Mendapatkan pelatih profesional yang dapat memfasilitasi dengan
berbagai metode

2
c. Belajar dengan modal pengetahuan dan atau pengalaman yang dimiliki
masing-masing, saling berbagi antar peserta maupun fasilitator
d. Melakukan refleksi dan umpan balik secara terbuka
e. Melakukan evaluasi (bagi penyelenggara maupun fasilitator) dan
dievaluasi tingkat pemahaman dan kemampuannya.
3. Berbasis kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk:
a. Mengembangkan keterampilan langkah demi langkah dalam memperoleh
kompetensi yang diharapkan
b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mendapatkan
kompetensi yang diharapkan dalam akhir pelatihan.
4. Learning by doing yang memungkinkan peserta untuk:
a. Berkesempatan melakukan eksperimentasi
b. Melakukan pengulangan ataupun perbaikan yang dirasa perlu.

II. PERAN, FUNGSI, dan KOMPETENSI

A. Peran
Setelah mengikuti pelatihan, peserta berperan sebagai pelatih pada pelatihan
pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas, UTD, dan RS dalam
pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu.

B. Fungsi
Dalam menjalankan perannya, peserta memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Melakukan integrasi program kerja sama dengan P4K.
2. Melakukan rekrutmen pendonor darah di Puskesmas.
3. Melakukan seleksi pendonor darah di Puskesmas.
4. Melakukan monitoring dan evaluasi program kerja sama.
5. Melatih pada pelatihan pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas,
UTD, dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian
ibu.

C. Kompetensi
Setelah mengikuti pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas, UTD,
dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu, peserta
mampu:
1. Melakukan integrasi program kerja sama dengan P4K.
2. Melakukan rekrutmen pendonor darah di Puskesmas.
3. Melakukan seleksi pendonor darah di Puskesmas.
4. Melakukan monitoring dan evaluasi program kerja sama.
5. Melatih pada pelatihan pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas,
UTD, dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian
ibu.

3
III. TUJUAN PELATIHAN

A. Tujuan Umum:
Setelah selesai mengikuti pelatihan, peserta mampu melatih pada pelatihan
pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas, UTD, dan RS dalam
pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu.

B. Tujuan Khusus:
Setelah selesai mengikuti pelatihan, peserta mampu:
1. Melakukan integrasi program kerja sama dengan P4K.
2. Melakukan rekrutmen pendonor darah di Puskesmas.
3. Melakukan seleksi pendonor darah di Puskesmas.
4. Melakukan monitoring dan evaluasi program kerja sama.
5. Melatih pada pelatihan pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas,
UTD, dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian
ibu.

IV. STRUKTUR PROGRAM

Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, maka disusun materi yang akan diberikan
secara rinci pada tabel struktur program berikut:

WAKTU
NO MATERI
T P PL JML
A MATERI DASAR
1. Kebijakan pemerintah dalam pelayanan darah 2 0 0 2
2. Program kerja samaPuskesmas, UTD dan Rumah
Sakit dalam pelayanan darah untuk menurunkan 2 0 0 2
angka kematian ibu.
Sub Total 4 0 0 4
B MATERI INTI
1. Integrasi program kerja sama dengan P4K. 2 3 0 5
2. Rekrutmen pendonor darah di Puskesmas. 2 6 0 8
3. Seleksi pendonor darah di Puskesmas. 2 7 0 9
4. Monitoring dan evaluasi program kerja sama. 2 4 0 6
5. Teknik melatih 5 7 0 12
Sub Total 13 27 0 40
C MATERI PENUNJANG
1. Building Learning Comitment 0 3 0 3
2. Rencana tindak lanjut 1 2 0 3
3. Anti korupsi 2 1 0 3
Sub Total 3 6 0 9
TOTAL 19 34 0 53

4
Keterangan:
Waktu: 1 jam pembelajaran (Jpl) = 45 menit
T =teori; P = Penugasan; PL=Praktik Lapangan
Untuk teknik melatih pada Penugasan 7 Jpl asumsinya adalah setiap peserta diberi kesempatan
untuk mensimulasikan teknik melatih/microteachingselama 30 menit untuk setiap peserta. Khusus
materi teknik melatih khususnya microteaching diperlukan 3 kelas.

5
V. GARIS-GARIS BESAR PEMBELAJARAN (GBPP)

Nomor : MD.1
Materi : Kebijakan Pemerintah dalam Pelayanan Darah
Waktu : 2 Jpl (T = 2 Jpl; P = 0 Jpl; PL: 0 Jpl)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan pemerintah dalam
pelayanan darah.

Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu

Setelah mengikuti materi ini,


peserta mampu:

1. Menjelaskan kebijakan 1. Kebijakan pemerintah  Tugas baca  Bahan tayang  PP RI No. 7 Tahun
pemerintah dalam pelayanan dalam pelayanan darah. modul  Modul pelatihan 2011 tentang
darah.  Curah Pelayanan Darah.
 Laptop/
pendapat Komputer  Permenkes RI No. 83
2. Menjelaskan jejaring penyediaan 2. Jejaring penyediaan darah  Ceramah Tahun 2014 tentang
 LCD
darah nasional. nasional. TanyaJawab UTD, BDRS dan
 ATK
(CTJ) Jejaring Pelayanan
3. Menjelaskan gambaran umum 3. Gambaran umum  Film Gambaran Transfusi Darah.
 Pemutaran Umum Pelayanan
pelayanan darah. pelayanan darah. Film  Permenkes RI No. 91
Darah
Tahun 2015 tentang
Standar Pelayanan
Darah

6
Nomor : MD.2
Materi : Program Kerja Sama Puskesmas, UTD dan Rumah Sakit dalam Pelayanan Darah untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu.
Waktu : 2 Jpl (T = 2 Jpl; P = 0 Jpl; PL: 0 Jpl)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami program kerja sama Puskesmas,
UTD dan rumah sakit dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu.

Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu

Setelah mengikuti materi ini,


peserta mampu:

1. Menjelaskan latar belakang dan 1. Latar belakang dan sasaran  Tugas baca  Bahan tayang  Permenkes No.92
sasaran program kerjasama. program kerjasama. modul.  Modul pelatihan Tahun 2015 tentang
 Curah  Laptop/komputer Petunjuk Teknis
2. Memahami peran dan tugas 2. Peran dan tugas Kementerian pendapat Ikatan Kerjasama
 LCD
Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan dan Dinas Kesehatan.  Ceramah Puskesmas, UTD dan
Kesehatan.  ATK Rumah Sakit dalam
Tanya Jawab
(CTJ) Pelayanan Darah
3. Memahami tahapan pelaksanaan 3. Tahapan pelaksanaan program. untuk Menurunkan
program. Angka Kematian
ibu.
4. Memahami ruang lingkup 4. Ruang lingkup kegiatan program
kegiatan program kerja sama kerja sama

5. Memahami alur pelaporan 5. Alur pelaporan program.


program.

7
Nomor : MI.1
Materi : Integrasi program kerja sama dengan P4K
Waktu : 5 Jpl (T = 2 Jpl; P = 3 Jpl; PL: 0 Jpl)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukanintegrasi program kerja sama
dengan P4K.

Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu

Setelah mengikuti materi ini


peserta mampu:

1. Menjelaskan mekanisme P4K. 1. Mekanisme P4K:  Tugas baca  Bahan tayang  Permenkes No.92
a. Pengertian modul  Modul pelatihan Tahun 2015 tentang
b. Indikator program  Curah  Laptop/komputer Petunjuk Teknis
c. Output program pendapat  LCD Ikatan Kerjasama
d. Komponen program  Ceramah Tanya  Video P4K Puskesmas, UTD
e. Tahap kegiatan Jawab (CTJ) dan Rumah Sakit
 ATK dalam Pelayanan
 Pemutaran  Stiker Darah untuk
2. Melakukan integrasi program 2. Integrasi program kerja sama Video P4K Perencanaan Menurunkan Angka
kerja sama dengan P4K. dengan P4K:  Latihan (TPK 2) Persalinan Kematian ibu.
a. Pendataan ibu hamil terkait  Role Play (TPK  Buku KIA
taksiran partus, golongan  Pedoman P4K
2)  Surat Pernyataan
darahdan kesiapan calon dengan Stiker
KesediaanMenjadi Tahun 2009.
donor.
Pendonor darah
b. Penyiapan materi
komunikasi, informasi dan  Daftar Nama
edukasi untuk ibu hamil dan Pendonor Darah
keluarganya.  Panduan Latihan
 Panduan Role Play

8
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
c. Penyiapan materi
komunikasi, informasi dan
edukasi untuk kader
posyandu/kesehatan tentang
program kerjasama dan
donor darah.
d. Pembuatan jadwal KIE.
e. Pembuatanjadwal seleksi
donor.

9
Nomor : MI.2
Materi : Rekrutmen pendonor darah di Puskesmas.
Waktu : 8 Jpl (T = 2 Jpl; P = 6 Jpl; PL: 0 Jpl)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan rekrutmen pendonor darah di
Puskesmas.

Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu

Setelah mengikuti materi peserta


mampu:

1. Menjelaskan konsep rekrutmen 1. Konsep rekrutmen  Tugas baca modul  Bahan tayang  Permenkes No. 83
pendonor darah di puskesmas. pendonor darah di  Curah pendapat  Modul pelatihan Tahun 2014 tentang
puskesmas:  Ceramah Tanya  Laptop/komputer UTD, BDRS dan
a. Pengertian Jawab (CTJ)  LCD Jejaring Pelayanan
b. Tujuan  Demonstrasi (TPK 2)  Transfusi Darah.
ATK
c. Prinsip-prinsip  Role play (TPK 3)  Permenkes No. 91
 Kit rekrutmen
Tahun 2015 tentang
d. Metode  Latihan pengisian pendonor darah
Standar Pelayanan
formulir pencatatan (poster, standing
2. Melakukan persiapan alat dan 2. Persiapan alat dan bahan Transfusi Darah.
kegiatan rekrutmen banner, leaflet,
bahan untuk rekrutmen untuk rekrutmen pendonor darah bahan presentasi,
pendonor. pendonor. (TPK 4) perlengkapan
 Latihan pengisian demo)
formulir  Skenario role play
rekapitulasi  Formulir
3. Melaksanakankomunikasi, 3. Komunikasi, informasidan kegiatan rekrutmen pencatatan
informasidan edukasi tentang edukasi tentang donor pendonor darah kegiatan
donor darah kepada ibu hamil, darah kepadaibu hamil, bulanan (TPK 4). rekrutmen
keluarga dan masyarakat. keluarga dan masyarakat.

10
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
4. Melakukan pencatatan kegiatan 4. Pencatatan rekrutmen pendonor darah
rekrutmen pendonor darah. pendonor darah.  Formulir
rekapitulasi
kegiatan
rekrutmen
pendonor darah
bulanan.
 Panduan
Demonstrasi.
 Panduan Latihan.

11
Nomor : MI.3
Materi : Seleksi pendonor darah di Puskesmas.
Waktu : 9 Jpl (T = 2Jpl; P =7 Jpl; PL: 0 Jpl)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan seleksi pendonor darahdi
Puskesmas.

Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu

Setelah mengikuti materi ini


peserta mampu:
1. Menjelaskan seleksi pendonor 1. Seleksi pendonor darah:  Tugas baca  Bahan tayang  Permenkes No. 83
darah. a. Pengertian seleksi modul  Modul pelatihan Tahun 2014
pendonor darah.  Curah pendapat  Laptop/komputer tentang UTD, BDRS
b. Persyaratan pendonor  Ceramah Tanya  LCD dan Jejaring
darah. Jawab (CTJ) Pelayanan
 ATK Transfusi Darah.
c. Informed consent pendonor  Demonstrasi  Lembar informasi  Permenkes No. 91
dalam rangka perlindungan (TPK 2-4) dan kuesioner donor
hukum pendonor darah.  Latihan Tahun 2015
darah
pengisian tentang Standar
 Stetoskop Pelayanan
2. Melakukan kewaspadaan standar 2. Kewaspadaan standar dan formulir
dan keamanan kerja. keamanan kerja:  Tensimeter Transfusi Darah.
pencatatan
a. Penggunaan Alat Pelindung kegiatan seleksi
 Timbangan badan
Diri. pendonor darah  Termometer
b. Cara cuci tangan yang (TPK 5)  Alat dan bahan
benar. untuk pemeriksaan
c. Pengelolaan reagen dan hemoglobin (Beaker
contoh darah pendonor. glass ukuran 30 ml
d. Pembuangan limbah. dan wadah CuSO4,
tempat kapas steril,
blood lancet,

12
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
cuvette,
3. Melakukan persiapan alat dan 3. Persiapan alat dan bahan Hemoglobinometer,
bahan untuk seleksi pendonor untuk seleksi pendonor darah. desinfektan kulit,
darah. kapas steril, CuSO4
wadah limbah
4. Melakukan seleksi pendonor 4. Seleksi pendonor darah: infeksius dan non
darah. a. Pengisian lembar informasi infeksius)
dan kuesioner donor darah.  Alat dan bahan
b. Pemeriksaan kesehatan untuk pemeriksaan
calon pendonor darah golongan darah
meliputi anamnesa riwayat (termos wadah
penyakit, pengukuran untuk menyimpan
berat badan, tekanan antisera, cappilary
darah, nadi dan tube, kaca obyek
pernafasan. sekali pakai, kartu
golongan darah atau
c. Pemeriksaan kadar
hemoglobin. slide test, ice pack)
d. Pemeriksaan golongan  Formulir pencatatan
darah. kegiatan seleksi
pendonor darah.
e. Pencatatan seleksi
pendonor darah.  Panduan
Demonstrasi
 Panduan latihan.

13
Nomor : MI.4
Materi : Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Program Kerja sama
Waktu : 6 Jpl (T = 2Jpl; P =4 Jpl; PL: 0 Jpl)

Tujuan Pembelajaran Umum(TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan
Program Kerja Sama.

Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu

Setelah mengikuti materi ini


peserta mampu:

1. Melakukan monitoring kegiatan  Peraturan


1. Monitoring Kegiatan Program  Tugas baca  Bahan tayang
Program Kerja Sama. Kerja Sama Pemerintah Republik
modul  Modul pelatihan
Indonesia Nomor 39
 Curah pendapat  Laptop/komputer
2. Melakukan evaluasi kegiatan 2. Evaluasi Kegiatan Program  Ceramah Tanya  LCD Tahun 2006 tentang
Program Kerja Sama. Kerja Sama Jawab (CTJ) Tata Cara
 ATK
 Latihan Pengendalian dan
 Formulir
pengisian Pencatatan Dan Evaluasi Pelaksanaan
Formulir Pelaporan Rencana
Pencatatan Dan Kegiatan Program Pembangunan
Pelaporan Kerja Sama  Peraturan Menteri
Kegiatan Bulanan
Program Kerja Kesehatan Republik
 Panduan Latihan Indonesia Nomor 92
Sama Bulanan. pengisian formulir
(TPK1) Tahun 2015 tentang
 Panduan diskusi
 Diskusi kelompok
Petunjuk Teknis
kelompok Pelaksanaan Program
penyusunan Kerja Sama Antara
rencana Puskesmas, Unit
monitoring dan
Transfusi Darah, dan
evaluasi

14
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
Program Kerja Rumah Sakit Dalam
Sama (TPK 1 Pelayanan Darah
dan 2) Untuk Menurunkan
Angka Kematian Ibu

15
Nomor : MI.5
Materi : Teknik Melatih
Waktu : 12 Jpl (T = 5Jpl; P =7 Jpl; PL: 0 Jpl)

Tujuan Pembelajaran Umum(TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melatih pada pelatihan pengelolaan program
kerja sama antara Puskesmas, UTD dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu

Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu

Setelah mengikuti materi ini


peserta mampu:

1. Melakukan pembelajaran orang 1. Pembelajaran orang dewasa  Curah pendapat  Bahan tayang  Andreas Harefa:
dewasa (POD) (POD)  Ceramah Tanya  Modul pelatihan 2003. Pengantar
Jawab (CTJ)  Laptop/kompute Presentasi Efektif,
2. Menyusun Satuan Acara 2. Satuan Acara Pembelajaran  Microteaching r Gramedia. Jakarta.
Pembelajaran (SAP) (SAP)  LCD  Colin Rose dan
 Formulir SAP Malcom J. Nicholl:
3. Menggunakan metode, media 3. Metode, media dan alat bantu 1997.
 Check list AcceleratedLearning
dan alat bantu penilaianmicrote
for the 21stcenturi,
aching
4. Melakukan presentasi interaktif 4. Teknik presentasi interaktif Delacorte Press, New
 ATK York.
 Pointer  DePorter Bobbi dan
 Panduan Mike Hernachi : 1992.
microteaching QuantumLearning,
Dell Publishing, New
York.

16
Nomor : MP.1
Materi : Building Learning Commitment (BLC)
Waktu : 3 JPL (T=0 Jpl; P=3 Jpl; PL= 0 Jpl)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu membangun komitmen belajar dalam rangka
menciptakan iklim pembelajaranyang kondusif selama proses pelatihan berlangsung.

Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu

Setelah mengikuti materi ini,


peserta mampu:
1. Mengenal antar peserta latih, 1. Perkenalan.  Ceramah Tanya  Bahan tayang  Buku Panduan
pelatih dan penyelenggara pada Jawab (CTJ)  Modul pelatihan Dinamika Kelompok
proses pelatihan.  Curah pendapat (LAN 2010 dan
 Laptop/komputer
Pusdiklat Aparatur)
 Permainan  LCD
2. Menyiapkan diri untuk proses 2. Pencairan (ice breaking).  Buku 100 Game
 ATK Kreatif, Sya’ban
pembelajaran aktif lewat
 Panduan Jamil & Taufik
pencairan (ice breaking)
permainan (TPK 1 Hidayanto, 2008.
& 2)  Depkes RI,Pusdiklat
3. Merumuskan harapan-harapan 3. Harapan-harapan dalam proses
dalam proses pembelajaran dan pembelajaran dan hasil yang Kesehatan, 2004,
hasil yang ingin dicapai di akhir ingin dicapai di akhir Kumpulan Games
pelatihan. pelatihan. dan Energizer,
Jakarta.
 Munir, Baderal,
4. Merumuskan kesepakatan 4. Norma kelas dalam
bersama tentang norma kelas pembelajaran. 2001, Dinamika
dalam pembelajaran Kelompok,
Penerapannya
Dalam Laboratorium
Ilmu Perilaku,
Jakarta.

17
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu

5. Merumuskan kesepakatan 5. Kontrol kolektif dalam


bersama tentang kontrol kolektif pelaksanaan norma kelas
dalam pelaksanaan norma kelas.

6. Membentuk organisasi kelas. 6. Organisasi kelas.

18
Nomor : MP.2
Materi : Rencana Tindak Lanjut (RTL)
Waktu : 3 JPL (T = 1 Jpl; P= 2 Jpl; PL= 0 Jpl)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut dan
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan.

Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu

Setelah mengikuti materi ini


peserta mampu:

1. Menjelaskan pengertian dan 1. RTL:  Ceramah  Bahan tayang


ruang lingkup RTL. a. Pengertian RTL Tanya Jawab  Modul pelatihan
b. Ruang lingkup RTL. (CTJ)  Laptop/komputer
 Latihan  LCD
2. Menjelaskan langkah-langkah 2. Langkah-langkah penyusunan  Diskusi  ATK
penyusunan RTL RTL. kelompok  Meta plan
 Lembar/Format
3. Menyusun RTL dan Gantt Chart 3. Penyusunan RTL dan gantt RTL
untuk kegiatan yang akan chart untuk kegiatan yang
 Panduan diskusi
dilakukan. akan dilakukan.

4. Melakukan evaluasi pelaksanaan. 4. Evaluasi pelaksanaan.

19
Nomor : MP.3
Materi : Anti Korupsi
Waktu : 3 JPL (T = 2 Jpl; P= 1 Jpl; PL= 0 Jpl)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami anti korupsi di lingkungan
kerjanya.

Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu

Setelah mengikuti materi ini


peserta mampu menjelaskan :

 Curah pendapat  Bahan Tayang  Undang-Undang


1. Konsep Korupsi 1. Konsep Korupsi  Ceramah tanya  Modul Pelatihan Republik Indonesia
a. Definisi Korupsi Nomor 20 Tahun 2001
jawab  Komputer/ Tentang Perubahan
b. Ciri-Ciri Korupsi  Diskusi Laptop Atas Undang-Undang
c. Bentuk/Jenis Korupsi kelompok (TPK  LCD Nomor 31 Tahun 1999
d. Tingkatan Korupsi 6)  ATK Tentang
e. Faktor Penyebab Korupsi  Pointers Pemberantasan Tindak
f. Dasar Hukum Tentang Korupsi  Flipchart Pidana Korupsi
 Panduan Diskusi  Undang-undang Nomor
Kelompok 14 tahun 2008
2. Konsep Anti Korupsi 2. Konsep Anti Korupsi Keterbukaan Informasi
a. Definisi Anti Korupsi Publik
b. Nilai-Nilai Anti Korupsi  Instruksi Presiden
c. Prinsip-Prinsip Anti Korupsi nomor 1 tahun 2013
 Peraturan Pemerintah
3. Upaya Pencegahan Korupsi dan 3. Upaya Pencegahan Dan No 61 tahun 2010
Pemberantasan Korupsi Pemberantasan Korupsi Pelaksanaan Undang-
a. Upaya Pencegahan Korupsi undang Nomor 14
b. Upaya Pemberantasan Tahun 2008

20
Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi
(TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
Korupsi  Permenpan Nomor 5
c. Strategi Komunikasi tahun 2009
Pemberantasan Korupsi (PK)  Permenkes No 49
d. Cara Penanggulangan Korupsi tahun 2012 tentang
Pedoman Penanganan
4. Tata Cara Pelaporan Dugaan 4. Tata cara Pelaporan Dugaan Pengaduan Masyarakat
Pelanggaran Tindak Pidana Pelanggaran Tindak Pidana terpadu di lingkungan
Korupsi (TPK) Korupsi (TPK) Kementerian
a. Laporan Kesehatan.
b. Penyelesaian Hasil  Permenkes nomor 134
Penanganan Pengaduan tahun 2012 tentang
Masyarakat Tim Pengaduan
c. Pengaduan Masyarakat
d. Tatacara Penyampaian  Permenkes Nomor 14
Pengaduan tahun 2014 Kebijakan
e. Tim Penanganan Pengaduan tentang Gratifikasi
Masyarakat Terpadu Di bidang Kesehatan
Lingkungan Kemenkes  Keputusan Menteri
f. Pencatatan Pengaduan Kesehatan Nomor:
232/ Menkes/ SK/ VI/
5. Gratifikasi 5. Gratifikasi 2013 Tentang Strategi
a. Pengertian gratifikasi Komunikasi Penkerjaan
b. Landasan Hukum Gratifikasi dan Budaya Anti
Korupsi
c. Gratifikasi Merupakan Tindak
Pidana Korupsi (TPK)  Dr. Uhar Suharsaputra,
d. Contoh gratifikasi M.Pd Budaya Korupsi
dan Pendidikan
e. Sanksi gratifikasi
Tantangan bagi Dunia
Pendidikan
6. Kasus-kasus Korupsi 6. Kasus-kasus Korupsi
 KPK, Buku Saku
Gratifikasi

21
VI. DIAGRAM ALUR PROSES PEMBELAJARAN

PRE TEST

PEMBUKAAN

Building Learning Commitment (BLC)

WAWASAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN

Materi Dasar: Materi Inti:


1. Kebijakan Pemerintah dalam pelayanan 1. Integrasi program kerj asama dengan P4K
E darah 2. Rekrutmen pendonor darah di Puskesmas
V 2. Program kerja sama antara Puskesmas, UTD 3. Seleksi pendonor darah di Puskesmas
dan RS dalam pelayanan darah untuk 4. Monitoring dan evaluasi program kerja sama
A menurunkan angka kematian ibu. 5. Teknik melatih
L
U Materi Penunjang: Metode:
A Anti korupsi  Tugas baca modul
S  Curah pendapat
Metode:  Ceramah tanya jawab
I  Tugas baca modul  Demonstrasi
 Curah pendapat  Latihan
 Ceramah tanya jawab  Role play

Microteaching

Rencana Tindak Lanjut

POST TEST dan


EVALUASI PENYELENGGARAAN

PENUTUPAN

1
VII. PROSES DAN METODE PEMBELAJARAN

1. Pre Test
Pelaksanaan Pre Test dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman
awal peserta latih terhadap materi yang akan diberikan pada proses pembelajaran.

2. Pembukaan
Proses pembukaan pelatihan meliputi beberapa kegiatan berikut:
a. Pembacaan susunan acara pembukaan oleh pembawa acara.
b. Laporan ketua penyelenggara pelatihan dan penjelasan program pelatihan.
c. Pengarahan dari pejabat yang berwenang tentang latar belakang perlunya
pelatihan dan dukungan terhadap program pelayanan darah, sekaligus
membuka pelatihan dengan resmi
d. Penyematan tanda peserta pelatihan sebagai tanda pelatihan dimulai.
e. Pembacaan doa agar pelatihan berjalan dengan lancar dan berhasil tanpa ada
hambatan yang berarti.

3. Membangun komitmen belajar (BLC)


Kegiatan ini ditujukan untuk mempersiapkan peserta latih dalam mengikuti proses
belajar mengajar selanjutnya dan menciptakan komitmen terhadap norma-norma
kelas yang disepakati bersama oleh seluruh peserta latih serta membentuk
struktur kelas sebagai penghubung antara peserta latih, pengendali diklat, dan
panitia penyelenggara sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan
baik dan kondusif.
Kegiatannya antara lain:
a. Penjelasan oleh pengendali diklat tentang tujuan pembelajaran dan kegiatan
yang akan dilakukan dalam materi membangun komitmen belajar.
b. Perkenalan antar sesama peserta latih. Kegiatan perkenalan dilakukan dengan
metode permainan, dimana seluruh peserta latih terlibat secara aktif.
c. Pencairan dalam rangka membangun kerjasama tim melalui metode permainan
d. Pengemukaan kebutuhan/harapan dan kekhawatiran dari masing-masing
peserta latih selama pelatihan.
e. Pelaksanaan membangun kesepakatan antara penyelenggara pelatihan dan
peserta latih dalam berinteraksi selama pelatihan berlangsung, meliputi:
pengorganisasian kelas (pemilihan ketua kelas dan sekretaris), nilai (moto dan
yel-yel) dan norma kelas.

2
4. Wawasan
Setelah materi Membangun Komitmen Belajar, kegiatan dilanjutkan dengan
memberikan materi sebagai dasar wawasan yang sebaiknya diketahui oleh peserta
latih dalam pelatihan ini, yaitu:
a. Materi Dasar:
1) Kebijakan pemerintah dalam pelayanan darah.
2) Program kerja sama Puskesmas, UTD dan Rumah Sakit dalam pelayanan
darah untuk menurunkan angka kematian ibu.
b. Materi Penunjang: Anti Korupsi
Penyampaian kedua materi di atas dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode seperti tugas baca modul, curah pendapat dan CTJ.

5. Pengetahuan dan Keterampilan


Pemberian materi pengetahuan dan keterampilan dari proses pelatihan mengarah
pada kompetensi yang akan dicapai oleh peserta latih dengan rincian sebagai
berikut:
a. Integrasi Program Kerja Sama dengan P4K.
b. Rekrutmen Pendonor Darah di Puskesmas.
c. Seleksi Pendonor Darah di Puskesmas.
d. Monitoring dan Evaluasi Program Kerja Sama.
e. Teknik melatih
Penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan berbagai metode yang
melibatkan semua peserta latih untuk berperan serta aktif dalam mencapai
kompetensi tersebut, yaitu metode Baca Modul, Curah Pendapat, CTJ,
Demonstrasi, Latihan, Role Playdan Micro-teaching.
Dalam setiap pembahasan materi inti, peserta dilibatkan secara aktif baik dalam
teori maupun penugasan, dimana:
a. Pelatih mempersiapkan peserta untuk siap mengikuti proses pembelajaran
b. Pelatih menjelaskan tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh
peserta latih pada setiap materi
c. Pelatih dapat mengawali proses pembelajaran dengan:
 Penggalian pengalaman peserta latih
 Penjelasan singkat tentang seluruh materi
 Penugasan dalam bentuk individual atau kelompok
d. Setelah semua materi disampaikan, pelatih dan atau peserta latih dapat
memberikan umpan balik terhadap isi keseluruhan materi yang diberikan
e. Sebelum pemberian materi berakhir, pelatih dan peserta dapat membuat
rangkuman.

3
6. Micro-teaching
Micro-teaching adalah suatu proses pembelajaran dimana peserta latih
memperoleh kesempatan untuk mempraktikkan kemampuan dalam
menggunakan teknik-teknik dan metode pembelajaran yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dalam kegiatan ini kelas terbagi atas
tiga, dimana masing-masing peserta diberikan waktu selama 30 menit untuk
praktik micro-teaching dan pemberian umpan balik dari pelatih (widyaiswara
dan pelatih substansi) berdasarkan instrumen penilaian yang tersedia. Hasil
penilaian ini diharapkan dapat menentukan layak atau tidaknya seorang peserta
menjadi pelatih pada pelatihan pengelolaan program kerja sama antara
Puskesmas, UTD dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka
kematian ibu.

7. Evaluasi
a. Evaluasi yang dimaksudkan adalah evaluasi terhadap proses pembelajaran tiap
hari (refleksi) dan terhadap pelatih.
b. Evaluasi tiap hari (refleksi) dilakukan dengan cara melakukan review kegiatan
proses pembelajaran yang sudah berlangsung, sebagai umpan balik untuk
menyempurnakan proses pembelajaran selanjutnya.
c. Evaluasi terhadap pelatih dilakukan oleh peserta latih pada saat pelatih telah
mengakhiri materi yang disampaikannya. Evaluasi dilakukan dengan
menggunakan form evaluasi terhadap pelatih.

8. Rencana Tindak Lanjut (RTL)


Masing-masing peserta menyusun rencana tindak lanjut hasil pelatihan berupa
rencana peserta latih untuk mengintegrasikan hasil pelatihan ini dalam pekerjaannya
masing-masing.

9. Post Test
Setelah keseluruhan materi dan praktik lapangan dilaksanakan, dilakukan post
test. Tes ini bertujuan untuk melihat peningkatan pengetahuan dan keterampilan
peserta setelah mengikuti pelatihan.

10. Evaluasi Penyelenggaraan


Evaluasi penyelenggaraan dilakukan untuk mendapatkan masukan dari peserta
latih tentang penyelenggaraan pelatihan tersebut dan akan digunakan untuk
penyempurnaan penyelenggaraan pelatihan berikutnya.

11. Penutupan

4
Acara penutupan adalah sesi akhir dari semua rangkaian kegiatan, dilaksanakan
oleh pejabat yang berwenang dengan susunan acara sebagai berikut:
a. Laporan ketua penyelenggara pelatihan
Laporan hasil evaluasi penyelenggaraan pelatihan termasuk terhadap peserta,
pelatih, dan proses penyelenggaraan.
b. Kesan dan pesan dari perwakilan peserta latih
c. Pengarahan dan penutupan oleh pejabat yang berwenang
Pelatihan ditutup dengan resmi oleh pejabat yang berwenang dengan ditandai
secara seremonial lewat :
1) pembagian sertifikat kepada peserta latih
2) pelepasan kartu tanda peserta latih
d. Pembacaan doa
Diakhiri dengan pembacaan doa semoga hasil dari pelatihan ini dapat
bermanfaat sesuai dengan harapan dan tujuan pelatihan.

VIII. PESERTA DAN PELATIH

A. Peserta
Peserta latih berasal dari Dinas Kesehatan provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, BBPK/ Bapelkes/Diklat Provinsi, dan Unit Transfusi Darah dengan
kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria:
a. Tenaga kesehatan, dapat dari unsur:
1) Dokter
2) Perawat, minimal jenjang pendidikan D3
3) Bidan, minimal jenjang pendidikan D3
4) Tenaga kesehatan lain (S1) dengan latar belakang pendidikan
transfusi darah.
Catatan:
Pengecualian untuk dinas kesehatan provinsi/ kabupaten/kota yang tidak
memiliki unsur tenaga kesehatan di atas dapat mengirimkan calon
peserta ToT dari unsur tenaga kesehatan lain (S1) yang memegang
peranan sebagai pengelola program terkait pelayanan darah di
instansinya.
b. Bersedia menjadi pelatih tingkat provinsi pada pelatihan Pengelolaan
Program Kerja Sama antara Puskesmas, UTD dan RS dalam Pelayanan
Darah untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu.
c. Tidak akan dipindahtugaskan minimal 2 tahun.

5
d. Diprioritaskan Aparatur Sipil Negara (ASN).

2. Jumlah peserta
Jumlah peserta setiap kelas berjumlah maksimal 30 orang.

B. Pelatih
Kriteria:
1. Pernah mengikuti ToT/TPPK/Pekerti/Akta 5/Widyaiswara Dasar/memiliki
pengalaman melatih
2. Memahami kurikulum pelatihan Pengelolaan Program Kerja Sama antara
Puskesmas, UTD dan RS dalam Pelayanan Darah untuk Menurunkan Angka
Kematian Ibu, khususnya GBPP materi akan diajarkan
3. Minimal pendidikan S1/setara dengan pendidikan peserta
4. Menguasai substansi materi

IX. PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN

A. Penyelenggara
ToTpengelolaan program kerja sama antara Puskesmas, UTD dan RS dalam
pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan bekerjasama dengan Pusat Pelatihan
SDM Kesehatan, Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK)/ Balai Pelatihan
Kesehatan (Bapelkes).

B. Tempat Penyelenggaraan
ToT pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas, UTD dan RS dalam
pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu diselenggarakan di BBPK/
Bapelkes/ Institusi lain yang memiliki sarana dan fasilitas yang memenuhi
persyaratan untuk pelatihan.

6
X. EVALUASI

Evaluasi dilakukan terhadap:


1. Peserta
Evaluasi dilakukan melalui penjajakan awal berupa pre test dan post testuntuk
mengetahui hasil pembelajaran di akhir pelatihan.

2. Pelatih
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan pelatih dalam menyampaikan
materi pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dapat
dipahami oleh peserta. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan formulir evaluasi
terhadap pelatih.

3. Penyelenggaraan
Evaluasi dilakukan oleh peserta terhadap penyelenggaraan pelatihan.Objek
evaluasi adalah pelaksanaan administrasi dan akademis yang meliputi:
a. Tujuan pelatihan.
b.Relevansi program pelatihan dengan tugas.
c. Manfaat setiap materi bagi pelaksanaan tugas peserta ditempat kerja.
d.Manfaat pelatihan bagi peserta/instansi.
e. Hubungan peserta dengan pelaksana pelatihan.
f. Pelayanan sekretariat terhadap peserta.
g. Pelayanan akomodasi dan lainnya.
h. Pelayanan konsumsi
i. Pelayanan komunikasi dan informasi.

XI. SERTIFIKASI

Setiap peserta yang telah menyelesaikan proses pembelajaran minimal 95% dari
seluruh jumlah Jpl yang ada diberikan sertifikat pelatihan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Kesehatan RI dengan angka kredit 1 (satu), dan ditandatangani oleh
Kepala Pusat Pelatihan SDM Kesehatan atas nama Menteri Kesehatan dan
penyelenggara pelatihan. Untuk pengurusan Satuan Kredit Profesi (SKP) diserahkan
kepada institusi penyelenggara pelatihan sesuai ketentuan yang berlaku di organisasi
profesi terkait.

7
REFERENSI

1. PP No. 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah.


2. Permenkes No. 83 Tahun 2014 tentang UTD, BDRS dan Jejaring Pelayanan
Transfusi Darah.
3. Permenkes No. 91 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Transfusi Darah.
4. Permenkes No.92 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Ikatan Kerjasama
Puskesmas, UTD dan Rumah Sakit dalam Pelayanan Darah untuk Menurunkan
Angka Kematian ibu.
5. Pedoman P4K dengan Stiker Tahun 2009.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
7. Andreas Harefa: 2003. Pengantar Presentasi Efektif, Gramedia. Jakarta.
8. Colin Rose dan Malcom J. Nicholl: 1997. AcceleratedLearning for the 21stcenturi,
Delacorte Press, New York.
9. DePorter Bobbi dan Mike Hernachi : 1992. QuantumLearning, Dell Publishing,
New York.
10. J. Soenardi: 2002 Teknik Presentasi Interaktif, Pusdiklat Kesehatan.
11. Prola WJ: 2002. Penggunaan Alat Bantu Pembelajaran.
12. Pusdiklat Kesehatan: 2001. Landasan PembelajaranBerorientasi Pembelajar.
13. Pusdiklat Kesehatan: 2001 Teknologi Pembelajaran.
14. Rick Sulivan et all: 2001. Leadership Training Skill, Baltimore. JHPIEGO
Corporation.
15. Rinni Yudhi Pratiwi: 2005. Memfasilitasi Proses Pembelajaran. Pusdiklat
Kesehatan dan Direktorat Epim –Kesma.
16. Buku Panduan Dinamika Kelompok (LAN 2010 dan Pusdiklat Aparatur).
17. Buku 100 Game Kreatif, Sya’ban Jamil & Taufik Hidayanto, 2008.
18. Depkes RI,Pusdiklat Kesehatan, 2004, Kumpulan Games dan Energizer, Jakarta.
19. Munir, Baderal, 2001, Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam Laboratorium
Ilmu Perilaku, Jakarta.
20. Pusdiklat SDM Kesehatan, BPPSDM, bekerja sama dengan Direktorat Komunitas,
DepKes RI, Modul pelatihan Manajemen Puskesmas, 2008.
21. Pusdiklat SDM Kesehatan, BPPSDM DepKes RI, bekerja sama dengan Pusat P2JK,
DepKes RI, Modul Pelatihan Verifikator JAMKESMAS, 2007.
22. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
23. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik.
24. Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2013.
25. Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 14
Tahun 2008.
26. Permenpan Nomor 5 tahun 2009.

8
27. Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan
Masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan.
28. Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan Masyarakat.
29. Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi bidang
Kesehatan.
30. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013 Tentang
Strategi Komunikasi Penkerjaan dan Budaya Anti Korupsi.
31. Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd Budaya Korupsi dan Pendidikan Tantangan bagi
Dunia Pendidikan.
32. KPK, Buku Saku Gratifikasi.

9
MATERI DASAR - 1
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PELAYANAN DARAH

I. DESKRIPSI SINGKAT

Pelayanan darah merupakan bagian penting dari pelayanan kesehatan yang sampai
saat ini, untuk beberapa kasus, masih menjadi satu-satunya upaya untuk
menyelamatkan nyawa atau memperbaiki kondisi kesakitan. Walaupun dapat
menyelamatkan nyawa, transfusi darah membawa berbagai risiko baik untuk
pasien penerima transfusi darah, donor yang menyumbangkan darah ataupun
petugas penyediaan dan pemberian darah untuk transfusi.

Untuk menjamin keamanan darah transfusi, kebijakan internasional maupun


nasional mengarahkan perolehan darah dari donor sukarela. Untuk itu kegiatan
pengerahan donor yang antara lain dilaksanakan dengan pemberian informasi dan
motivasi kepada masyarakat untuk menjadi donor, termasuk motivasi menjadi
donor darah pendamping ibu hamil perlu dilaksanakan sesuai peraturan yang
berlaku. Kegiatan pengerahan donor kemudian dilanjutkan dengan seleksi
pendonor darah untuk menentukan calon donor yang memenuhi persyaratan donor.
Kegiatan pengerahan dan seleksi pendonor darah selain dilakukan oleh Unit
Transfusi Darah juga dilakukan oleh Puskesmas dalam upaya penurunan angka
kematian ibu hamil melalui jaminan ketersediaan darah jika diperlukan oleh ibu
hamil yang bersangkutan.

Pada materi ini akan diinformasikan kebijakan internasional terkait pengerahan


dan seleksi pendonor darah dalam bentuk WHO Aide Memoire dan kebijakan
nasional dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Kesehatann
terkait Pelayanan Darah.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan pembelajaran umum:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan pemerintah
dalam pelayanan darah.

B. Tujuan pembelajaran khusus


setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan kebijakan pemerintah dalam pelayanan darah.

10
2. Menjelaskan jejaring penyediaan darah nasional.
3. Menjelaskan gambaran umum pelayanan darah.

III. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1 : Kebijakan pemerintah dalam pelayanan darah.
Pokok Bahasan 2 : Jejaring penyediaan darah nasional.
Pokok Bahasan 3 : Gambaran umum pelayanan darah.

IV. METODE

 Tugas baca modul


 Curah pendapat
 Ceramah TanyaJawab (CTJ)
 Pemutaran Film

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan tayang
 Modul pelatihan
 Laptop/komputer
 LCD
 ATK
 Film Gambaran Umum Pelayanan Darah

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Pada materi ini, peserta akan mempelajari 3 (tiga) pokok bahasan.


Berikut ini merupakan pedoman bagi pelatih dan peserta dalam melaksanakan
pembelajaran.

11
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
1 Pengkondisian 1. Pelatih menyapa peserta dengan 10’
ramah dan hangat. Apabila belum
berkenalan mulai dengan perkenalan.
Sampaikan tujuan pembelajaran,
sebaiknya dengan menggunakan bahan
tayang.
2. Pelatih menggali pendapat/
pemahaman peserta terkait kebijakan
pemerintah dalam pelayanan darah.

2 Pembahasan Materi 1. Pelatih menyampaikan materi dengan 65'


menggunakan bahan tayang, tentang :
a) Kebijakan pemerintah dalam
pelayanan darah.
b) Jejaring pelayanan darah nasional.
c) Gambaran umum pelayanan darah.

2. Pelatih memutar film gambaran


umum tentang pelayanan darah untuk
meningkatkan pemahaman
3. Pelatih memberikan kesempatan
kepada peserta untuk bertanya
maupun mencurahkan pendapat/
pengalaman dalam proses
pembelajaran maupun di akhir
pembelajaran
4. Pelatih memberikan apresiasi kepada
peserta yang aktif

12
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
3 Evaluasi dan 1. Pelatih melakukan evaluasi dengan 15’
Rangkuman melempar beberapa pertanyaan untuk
menilai apakah tujuan pembelajaran
tercapai
2. Pelatih merangkum sesi pembelajaran
3. Pelatih menutup sesi ini dengan
memberikan apresiasi atas
keterlibatan aktif seluruh peserta.

VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PELAYANAN DARAH.

Undang-Undang No. 36/2009 Tentang Kesehatan BAB VI tentang Upaya Kesehatan,


pasal 86, menyatakan Pelayanan darah merupakan upaya pelayanan kesehatan
yang memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan
kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial. Selanjutnya pada pasal 87,
penyelenggaraan donor darah dan pengolahan darah dilakukan oleh Unit Transfusi
Darah.Unit Transfusi Darah dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau organisasi sosial yang tugas pokok dan fungsinya di bidang
kepalangmerahan.

Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2011 tentang Pelayanan Darah, merupakan


acuan kebijakan dalam melaksanakan pelayanan darah meliputi penyediaan darah
dan pemberian transfusi darah. Pada Bab I, disebutkan bahwa tujuan dari
pelayanan darah adalah (1) memenuhi ketersediaan darah yang aman; (2)
memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan darah; (3) memudahkan akses
memperoleh darah; dan (4) memudahkan akses memperoleh informasi
ketersediaan darah. Tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah dalam
pelayanan darah adalah mengatur/membina, mengawasi/menyelenggarakan
pelayanan darah yang aman, mudah diakses, sesuai kebutuhan masyarakat;
mendorong litbang kegiatan Pelayanan Darah; dan pendanaan Pelayanan Darah

13
Pelayanan penyediaan darah terdiri dari kegiatan perencanaan, rekrutmen dan
pelestarian pendonor darah, penyediaan darah, pendistribusian darah, dan
tindakan medis pemberian darah. Sedangkan kegiatan pemberian darah meliputi
pemeriksaan uji cocok serasi, transfusi darah serta pengamatan atas reaksi
transfusi.

Terkait pengerahan dan pelestarian pendonor, pasal 27,Permenkes No. 83 tahun


2014 tentang UTD, BDRS dan Jejaring Pelayanan Darah menyatakan
bahwarekrutmen pendonor terdiri atas (a) pengerahan pendonor; dan (b)
pelestarian pendonor darah sukarela. Rekrutmen pendonor merupakan kegiatan
memotivasi, mengumpulkan dan mengerahkan masyarakat dari kelompok risiko
rendah agar bersedia menjadi pendonor darah sukarela. Sedangkan pelestarian
pendonor darah sukarela merupakan upaya yang dilakukan untuk
mempertahankan pendonor darah sukarela untuk dapat melakukan donor darah
secara berkesinambungan dan teratur selama hidupnya.

Tujuan kegiatan seleksi pendonor dijelaskan didalam pasal 28, Permenkes No. 83
tahun 2014 tentang UTD, BDRS dan Jejaring Pelayanan Darah,untuk mendapatkan
pendonor potensial risiko rendah terhadap Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah
(IMLTD) demi menjamin kesehatan dan keselamatan pendonor, resipien, dan
petugas. Seleksi pendonor sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan riwayat
kesehatan pendonor dan pemeriksaan kesehatan.

Lebih lanjut, prinsip dan standar darirekrutmen serta seleksi pendonor darah
dijelaskan didalam Permenkes No. 91 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan
Transfusi Darah. Dengan adanya standar tersebut maka pelaksanaan rekrutmen
dan seleksi pendonor darah terlepas dari unit manapun yang melaksanakan harus
memenuhi standar tersebut.

Pokok Bahasan 2.
JEJARING PELAYANAN DARAH NASIONAL.

Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2011 tentang Pelayanan Darah, pada Bagian
Ketiga Pasal 42, tentang Jejaring, menyatakan bahwa (1) jejaring pelayanan
transfusi darah dibentuk untuk menjamin ketersediaan darah, mutu, keamanan,
sistem informasi pendonor darah,akses,rujukan danefisiensipelayanandarah;
(2)jejaringpelayanan transfusi darah meliputi semua institusi terkait dengan
pelayanan transfusi darah; (3) jejaring pelayanan transfusi darah berjenjang dari
tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; (4) pembentukan jejaring didukung

14
oleh sistim informasi sesuai dengan perkembangan teknologi dan (5) teknis
pelayanan transfusi darah dilakukan secara berjenjang dan jejaring transfusi
darah.

Lebih lanjut terkait jejaring pelayanan darah diuraikan lebih lengkap di dalam
Permenkes No. 83 tahun 2014 tentang UTD, BDRS dan Jejaring Pelayanan Darah
Pasal 54 sampai 59. Jejaring pelayanan transfusi darah adalah jalinan kerjasama
yang aktif untuk menjamin ketersediaan darah, mutu, keamanan, sistem informasi
pendonor darah, akses, rujukan dan efisiensi pelayanan transfusi darah. Jejaring
pelayanan transfusi darah meliputi semua institusi yang terkait dengan pelayanan
transfusi darah. Bimbingan teknis pelayanan transfusi darah dilakukan secara
berjenjang dalam jejaring transfusi darah.

Jejaring pelayanan transfusi darah berjenjang dari tingkat Nasional, Provinsi dan
Kab/Kota sebagai berikut :

1. Jejaring Pelayanan Transfusi Darah di Kab/Kota

Dibentuk oleh Dinkes, UTD, RS/BDRS dengan dukungan Pemda, PMI cabang dan
masyarakat. Manfaat jejaring :
a. Membangun rasa memiliki dan tanggung jawab bersama
b. Sebagai forum komunikasi
c. Dapat menyelesaikan permasalahan secara bersama
d. Institusi terkait saling mendukung tugas dan fungsi masing-masing
e. Pemantauan dan pembinaan lebih mudah
f. Dapat memantau kualitas dan keamanan darah

Peran Institusi Utama di Jejaring Kab/Kota :


a. UTD : Penyedia darah transfusi yang aman dan berkualitas.
b. RS/BDRS : Pengguna darah transfusi yang aman dan berkualitas.
c. Dinas Kesehatan:
1) Regulator
2) Pelatih terhadap permasalahan yang timbul dalam pelayanan transfusi
darah
3) Pemantauan dan pembinaan
4) Koordinator peningkatan mutu pelayanan transfusi darah

Mekanisme Jejaring :

15
a. Jejaring dibentuk dengan SK Walikota/Bupati dan diprakarsai oleh Dinas
Kesehatan sebagai penanggung jawab pelayanan kesehatan setempat.
b. Anggota jejaring terdiri dari petugas dinas kesehatan, petugas BDRS,
Direktur/Manajemen/Komite Medik RS, Kepala dan Petugas UTD PMI,
Organisasi PMI, Organisasi Donor Darah, dll.
c. Pertemuan berkala minimal setiap 3 bulan. Pertemuan diselenggarakan
setiap kali diperlukan baik formal maupun informal.
d. Laporan hasil pertemuan disampaikan kepada Kepala Daerah, kemudian
tembusan ke Ketua PMI setempat dan Direktur RS, bila perlu disampaikan
kepada masyarakat.
e. Biaya dibebankan pada dana Dinas Kesehatan.
f. Isi Pertemuan : Information sharing, penyelesaian masalah, kesepakatan
rencana tindak lanjut, hal-hal lain yang dianggap perlu.
g. Setiap anggota jejaring memiliki visi dan misi yang sama yaitu mewujudkan
pelayanan transfusi darah aman, jumlah cukup, tepat waktu dengan akses
yang mudah serta pemakaian secara rasional dapat dilaksanakan secara
terintegrasi dan menjadi tanggung jawab bersama. Diharapkan dengan
adanya jejaring/wadah ini, segala permasalahan ketersediaan darah aman
dapat ditanggulangi secara cepat dan dengan dukungan dari semua pihak.
h. Motivasi donor merupakan tanggung jawab bersama untuk mencapai
ketersediaan donor sukarela sesuai kebutuhan.
i. Mekanisme pelayanan di suatu Kabupaten perlu disepakati bersama dengan
manajemen yang baik (manajemen donor, manajemen pelayanan),
sehingga donor berhubungan dengan UTD, sementara pasien merupakan
tanggung jawab RS.
j. Organisasi PMI, PDDI dan organisasi donor lain mendukung penuh upaya
motivasi donor.

2. Jejaring Pelayanan Darah Tingkat Provinsi

Pada tingkat Provinsi perlu dibentuk jejaring tingkat provinsi, yang bermanfaat
untuk penanggulangan masalah dan kerjasama antar kabupaten.

Manfaat Jejaring :
a. Membangun tanggung jawab bersama.
b. Sebagai Forum Komunikasi.
c. Saling membantu dalam menjalankan peran dan tugas masing-masing.
d. Permasalahan dapat diselesaikan segera dan bersama.
e. Pemantauan dan pembinaan lebih mudah.

16
f. Kualitas Pelayanan dan keamanan darah lebih terjaring.
g. Pelayanan darah di suatu propinsi terkoordinasi.
Peran Stakeholder Utama Jejaring Provinsi:
a. UTD : Penyedia darah transfusi yang aman dan berkualitas, Pembina
jejaring Kabupaten/Kota, pusat rujukan Provinsi.
b. RS/BDRS :Pengguna darah transfusi yang aman dan berkualitas.
c. Dinas Kesehatan:
1) Regulator
2) Pelatih terhadap permasalahan yang timbul dalam pelayanan transfusi
darah
3) Pemantauan dan pembinaan jejaring kabupaten/kota.
4) Koordinator peningkatan mutu pelayanan darah tingkat provinsi

Mekanisme jejaring:
a. Jejaring dibentuk dengan SK Gubernur dan diprakarsai oleh Dinas
Kesehatan Provinsi sebagai penanggung jawab pelayanan kesehatan tingkat
provinsi.
b. Anggota jejaring terdiri dari Dinas Kesehatan Provinsi, UTD Provinsi dan
Jejaring tingkat Kabupaten.
c. Setiap anggota jejaring memiliki visi dan misi yang sama yaitu mewujudkan
pelayanan transfusi darah aman, jumlah cukup, tepat waktu dengan akses
yang mudah serta pemakaian secara rasional dapat dilaksanakan secara
terintegrasi dan menjadi tanggung jawab bersama tingkat Provinsi.
d. Jejaring Provinsi sebagai koordinator pelaksanaan pelayanan transfusi
darah tingkat Provinsi, sehingga terwujud hubungan kerja antara
Kabupaten dan Provinsi. Dimanapun masyarakat dalam Provinsi ini,
mempunyai akses yang mudah kepada pelayanan transfusi darah aman
karena diupayakan oleh seluruh Kabupaten dan Provinsi.
e. UTD Provinsi mempunyai tanggung jawab membina UTD yang berada di
Kabupaten dan merupakan pusat rujukan Provinsi.
f. Dinas Kesehatan Provinsi bersama UTD Provinsi secara berkala melakukan
visitasi ke jejaring pelayanan transfusi darah Kabupaten (UTD, RS dan
Dinkes).
g. Pertemuan jejaring tingkat Provinsi minimal 1 tahun sekali yang dihadiri
oleh seluruh jejaring pelayanan transfusi darah Kabupaten. Hasil
pertemuan dilaporkan kepada Gubernur dengan tembusan keseluruh
Bupati/Walikota.

17
Pokok Bahasan 3.
GAMBARAN UMUM PELAYANAN DARAH.

Pelayanan darah di UTD dimulai dengan perencanaan berapa kebutuhan darah


setiap bulan atau tahun dan dari data tersebut bisa direncanakan berapa stok
darah yang harus dikumpulkan. Penyumbangan darah sendiri dilaksanakan oleh
masyarakat yang termotivasi untuk menjadi pendonor darah. Motivasi terhadap
masyarakat dilakukan melalui program rekrutmen dan pelestarian donor agar
pendonor dapat menyumbangkan darahnya secara regular. Kelompok masyarakat
yang telah termotivasi menjadi donor darah harus diseleksi apakah memenuhi
persyaratan donor darah atau tidak melalui kuesioner donor, pengukuran berat
badan, kadar hemoglobin, pemeriksaan golongan darah serta pemeriksaan
kesehatan. Hanya calon pendonor darah yang memenuhi persyaratan yang dapat
menyumbangkan darahnya.

Selanjutnya darah yang disumbangkan dalam bentuk darah lengkap (whole blood),
bisa diolah menjadi berbagai komponen darah. Baik whole blood maupun
komponen darah harus disimpan di suhu tertentu untuk menjaga viabilitas sel-sel
darah. Jika dibutuhkan oleh Rumah Sakit maka whole blood maupun komponen
darah harus ditransportasikan menggunakan alat dan cara transportasi sesuai
standar.

VIII. REFERENSI

1. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah


2. Permenkes No. 83 Tahun 2014 tentang UTD, BDRS dan Jejaring Pelayanan
Transfusi Darah.
3. Permenkes No. 91 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Transfusi Darah.

IX. LAMPIRAN

Film Gambaran Umum Pelayanan Darah.

18
MATERI DASAR - 2
PROGRAM KERJA SAMA PUSKESMAS, UTD DAN RUMAH SAKIT DALAM PELAYANAN
DARAH UNTUK MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU

I. DESKRIPSI SINGKAT

Masih tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, yang salah satunya
penyebabnya adalah perdarahan yang tidak teratasi, membutuhkan peningkatan
pelayanan darah sebagai salah satu pelayanan kesehatan dasar. Peningkatan
pelayanan darah yang diperlukan selain kualitas adalah juga kecukupan persediaan
darah di Unit Transfusi Darah (UTD) untuk ibu hamil, melahirkan atau pasca
melahirkan dengan perdarahan yang membutuhkan transfusi.

Untuk dapat menjaring pendonor darah sukarela di tingkat desa, Program


Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) yang telah berjalan di
Puskesmas perlu diperkuat.Penguatan P4K dilakukan melalui kerja sama antara
Puskesmas, UTD dan Rumah Sakit dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka
kematian ibu dibawah regulasi pemerintah berupa Peraturan Menteri Kesehatan
No. 92 Tahun 2015.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan pembelajaran umum:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami program kerja sama
Puskesmas, UTD dan rumah sakit dalam pelayanan darah untuk menurunkan
angka kematian ibu.

B. Tujuan pembelajaran khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan latar belakang dan sasaran program kerjasama.
2. Menjelaskan peran dan tugas Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan.
3. Menjelaskantahapan pelaksanaan program.
4. Menjelaskan ruang lingkup kegiatan program kerja sama.
5. Menjelaskan alur pelaporan program.

19
III. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1 : Latar belakang dan sasaran program kerjasama.
Pokok Bahasan 2 : Peran dan Tugas Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan.
Pokok Bahasan 3 : Tahapan Pelaksanaan Program.
Pokok Bahasan 4 : Ruang lingkup kegiatan program kerja sama.
Pokok Bahasan 5 : Alur pelaporan program.

IV. METODE

 Tugas baca modul


 Curah pendapat
 Ceramah TanyaJawab (CTJ)

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan tayang
 Modul pelatihan
 Laptop/komputer
 LCD
 ATK

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Pada sesi materi ini, peserta akan mempelajari 5 (lima) pokok bahasan.
Berikut ini merupakan pedoman bagi pelatih dan peserta dalam melaksanakan
pembelajaran.

Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu


(menit)
1 Pengkondisian 1. Pelatih menyapa peserta dengan 10’
ramah dan hangat. Apabila belum
berkenalan mulai dengan perkenalan.
Sampaikan tujuan pembelajaran,

20
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
sebaiknya dengan menggunakan bahan
tayang.
2. Pelatih menggali pendapat/
pemahaman peserta terkait program
kerja sama Puskesmas, UTD dan
Rumah Sakit dalam pelayanan darah
untuk menurunkan angka kematian ibu

2 Pembahasan Materi 1. Pelatih menyampaikan materi dengan 65’


Regulasi Program menggunakan bahan tayang tentang :
Kerja Sama a. Latar belakang dan sasaran
Puskesmas, UTD Dan programkerjasama.
Rumah Sakit Dalam b. Peran dan Tugas Kementerian
Pelayanan Darah Kesehatan dan Dinas Kesehatan.
Untuk Menurunkan c. Tahapan Pelaksanaan Program.
Angka Kematian Ibu d. Ruang lingkup kegiatan program
kerja sama.
e. Alur pelaporan program.

2. Pelatih memberikan kesempatan


kepada peserta untuk bertanya
maupun mencurahkan pendapat/
pengalaman dalam proses
pembelajaran maupun di akhir
pembelajaran
3. Pelatih memberikan apresiasi kepada
peserta yang aktif

3 1. Pelatih
E melakukan evaluasi dengan 15’
melempar
v beberapa pertanyaan untuk
menilai
a apakah tujuan pembelajaran
tercapai
l
2. Pelatih
u merangkum sesi pembelajaran
3. Pelatih
a menutup sesi ini dengan
memberikan
s apresiasi atas
keterlibatan
i aktif seluruh peserta.

21
VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1
LATAR BELAKANG DAN SASARAN PROGRAM KERJASAMA.

Deklarasi Hak Asasi Manusia yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa


tahun 1948 telah menempatkan kesehatan sebagai salah satu hak asasi manusia.
Dalam konstitusi yang berlaku di Indonesia disebutkan juga bahwa kesehatan
merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

Pengertian kesehatan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, merupakan “Kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”.
Pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Selanjutnya
pada ayat (2) ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

WHO telah sejak lama melihat ketersediaan darah merupakan masalah yang
krusial sejak World Health Assembly (WHA) ke 28 tahun 1975, bahkan dalam
Resolusi WHA ke 63 Tahun 2010 Nomor 12, tertulis bahwa sidang mendesak
negara-negara anggota untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk
membangun, menerapkan dan mendukung koordinasi secara nasional,
pengelolaan yang efisien dan program pelayanan darah dan plasma yang
berkelanjutan dengan tujuan untuk mencapai swasembada, kecuali terdapat
keadaan khusus yang menghalanginya.

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi walaupun cakupan persalinan
oleh tenaga kesehatan sudah mencapai lebih dari 80%. Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu
sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu di Indonesia tetap
didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, Hipertensi
Dalam Kehamilan (HDK) dan infeksi. Sebagai salah satu upaya untuk menurunkan
angka kematian ibu melahirkan adalah melalui pemenuhan kebutuhan darah bagi
ibu melahirkan dengan komplikasi perdarahan. Hal ini membutuhkan pelayanan

22
darah yang aman dan berkualitas, serta perlu didukung dengan ketersediaan
darah sesuai kebutuhan.

Berdasarkan data pelayanan darah tahun 2014, produksi darah secara nasional
(Whole Blood dan komponennya) dalam satu tahun sebanyak 4,6 juta kantong
darah, sedangkan rekomendasi WHO untuk memenuhi kebutuhan darah suatu
daerah, produksi darah minimal 2% dari jumlah penduduk atau 5 juta kantong
darah/tahun. Dari data tersebut, maka untuk memenuhi kebutuhan penduduk
Indonesia masih kurang 400 ribu kantong darah. Kekurangan ketersediaan darah
tersebut meliputi juga jenis golongan darah langka seperti golongan darah AB,
Rhesus Negatif atau lainnya. Dari data penyumbangan berdasarkan golongan
darah dan Rhesus, didapatkan golongan darah O sebanyak 39%, B sebanyak 28%,
A sebanyak 25%, AB sebanyak 8% dan untuk Rhesus Negatif sebanyak 0,05%.
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa golongan darah AB dan Rhesus
Negatif adalah golongan darah langka.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019, reformasi di bidang kesehatan
terutama difokuskan pada peningkatan pelayanan kesehatan dasar. Peningkatan
pelayanan kesehatan dasar salah satunya diwujudkan melalui pelayanan darah.
Untuk meningkatkan akses pelayanan darah yang berkualitas, dilakukan kerja
sama antara Puskesmas, Unit Transfusi Darah, dan Rumah Sakit sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan khususnya dalam rangka
penurunan Angka Kematian Ibu.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dilakukan upaya khusus untuk
menjamin penyediaan darah bagi ibu melahirkan yang mempunyai risiko tinggi
dan golongan darah langka. Dengan adanya program kerja sama antara
Puskesmas, UTD, dan rumah sakit dalam pelayanan darah untuk menurunkan
Angka Kematian Ibu, diharapkan kekurangan jumlah kantong darah dan jenis
golongan darah langka dapat dipenuhi. Pemenuhan kekurangan tersebut dapat
dilakukan dengan menerapkan prinsip portabilitas. Prinsip portabilitas
dimaksudkan bahwa dalam pelaksanaan kerjasama tidak mengenal batas wilayah
dalam pemenuhan kebutuhan darah. Program ini pun dapat bermanfaat ganda,
karena darah yang telah tersedia namun tidak dipakai oleh ibu melahirkan, dapat
dipakai oleh pasien lain yang membutuhkan.

Untuk mewujudkan program tersebut diatas, perlu disusun suatu mekanisme


yang baik untuk mensinkronkan supply dan demand dari darah. Mekanisme
berupa jalinan kerja sama antara Puskesmas dengan UTD serta Rumah Sakit

23
untuk memastikan adanya pendonor darah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan darah. Program ini dapat diintegrasikan kedalam program lain yang
memiliki tujuan untuk menurunkan angka kematian ibu seperti Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).

Sasaran dari pelaksanaan program ini adalah:


1. Dinas kesehatan provinsi
2. Dinas kesehatan kabupaten/kota
3. Puskesmas dan jejaringnya
4. Unit Transfusi Darah
5. Rumah SakiT

Pokok Bahasan 2
PERAN DAN TUGAS KEMENTERIAN KESEHATAN DAN DINAS KESEHATAN.

A. Kementerian Kesehatan
1. Menyusun regulasi.
2. Menyediakan pembiayaan untuk pelatihan pelatih, peningkatan kapasitas
tenaga kesehatan di Puskesmas untuk pengelolaan program, rekrutmen dan
seleksi donor.
3. Menyusun pedoman untuk peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di
Puskesmas untuk pengelolaan program, rekrutmen dan seleksi donor.
4. Melakukan sosialisasi dan pembinaan ke tingkat provinsi.
5. Menjadi koordinator lintas wilayah provinsi.
6. Melakukan monitoring.
7. Melakukan pembinaan dan evaluasi program.

B. Dinas Kesehatan Provinsi


1. Melakukan sosialisasi dan pembinaan dalam pelaksanaan program ke tingkat
kabupaten/kota.
2. Pembinaan program dan pembiayaan peningkatan kapasitas tenaga
kesehatan di Puskesmas untuk pengelolaan program, rekrutmen dan seleksi
donor.
3. Melakukan monitoring.
4. Melakukan evaluasi program.
5. Menjadi koordinator lintas wilayah kabupaten/kota.
6. Memaksimalkan jejaring pelayanan darah yang ada di wilayahnya.

24
C. Dinas kesehatan Kabupaten/Kota
1. Menjadi koordinator operasional program
2. Melakukan pembinaan program dan pembiayaan peningkatan kapasitas
tenaga kesehatan di Puskesmas untuk pengelolaan program, rekrutmen dan
seleksi donor
3. Menjadi penggerak, pelatih dan evaluator
4. Memaksimalkan jejaring pelayanan darah yang ada di wilayahnya

Pokok Bahasan 3
TAHAPAN PELAKSANAAN PROGRAM.

1. Dinas kesehatan mengidentifikasi Puskesmas, UTD, dan Rumah Sakit yang akan
melakukan kerja sama
2. Penandatanganan nota kesepahaman dan/atau perjanjian kerjasama oleh para
pihak
3. Peningkatan kapasitas, dan bimbingan teknis bagi tenaga kesehatan di
Puskesmas untuk pengelolaan program, rekrutmen, dan seleksi awal donor.
Materi yang diberikan pada peningkatan kapasitas tenaga kesehatan terdiri
dari:
a. Kebijakan Pemerintah dalam pelayanan darah.
b. Overview proses penyediaan darah di UTD
c. Kewaspadaan universal.
d. Pengetahuan tentang darah.
e. Pengetahuan tentang penyumbangan darah.
f. Persiapan sarana dan prasarana seleksi pendonor.
g. Seleksi pendonor darah.
h. Aspek medikolegal pada petugas pengerahan dan seleksi pendonor.
i.Aspek psikologis pada petugas pengerahan dan seleksi pendonor.
j. Pencatatan dan pelaporan kegiatan pengerahan dan seleksi pendonor
darah.
k. Pengelolaan program kerja sama.

4. Pelaksanaan program
5. Pencatatan dan pelaporan
6. Monitoring dan evaluasi

25
Pokok Bahasan 4
RUANG LINGKUP KEGIATAN PROGRAM KERJA SAMA.

1. Pelayanan Kesehatan pada Ibu Hamil

a. Puskesmas
1) Melaksanakan pelayanan kesehatan pada ibu hamil sebagaimana
tertera pada peraturan perundang-undangan yang berlaku
2) Melakukan pendataan semua ibu hamil yang terdiri dari taksiran partus,
golongan darah, dan kesiapan calon donor. Melakukan penapisan
risikonya serta mengidentifikasi ibu yang mempunyai golongan darah
langka.

b. Rumah Sakit
Melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan dalam meningkatkan
kapasitas (technical assistance) tenaga kesehatan Puskesmas untuk
pemeriksaan dan deteksi kehamilan berisiko tinggi

2. Rekrutmen dan Seleksi Awal Donor

Rekrutmen calon donor darah pendamping dilaksanakan berdasarkan prinsip


donor darah sukarela, dan ditujukan untuk mendapatkan calon donor yang
memenuhi syarat donor darah risiko rendah dan memiliki golongan darah
yang sama dengan ibu hamil tersebut.

a. Puskesmas
1) Memberikan edukasi kepada ibu hamil dan keluarganya agar
menyiapkan 4 orang calon donor pendamping yang siaga
2) Menyiapkan tenaga kesehatan untuk memberikan informasi tentang
persyaratan donor
3) Melakukan sosialisasi dan advokasi mengenai donor darah sukarela
kepada masyarakat dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya, terutama kepada ibu hamil dan keluarganya
4) Melakukan koordinasi dengan kader posyandu atau kader kesehatan
untuk pengerahan donor
5) Dokter Puskesmas melaksanakan seleksi awal calon donor darah
pendamping untuk mendapatkan calon donor yang memenuhi syarat.
Calon donor datang ke Puskesmas 14 hari sebelum taksiran partus ibu
hamil yang bersangkutan. Pelaksanaan seleksi awal meliputi:

26
- usia
- berat badan
- golongan darah
- kadar Hb
- tekanan darah
- riwayat kesehatan
- persyaratan donor lainnya

6) Melakukan pemeriksaan golongan darah calon donor pendamping ibu


hamil dan kesesuaiannya dengan golongan darah ibu hamil
7) Melaporkan data ibu hamil yang akan partus pada bulannya, hasil
seleksi calon donor dan calon donor siaga yang telah disiapkan ke Dinas
Kesehatan, dengan tembusan ke UTD.

b. Unit Transfusi Darah (UTD)


1) Melatih dan memberikan bimbingan teknis kepada dokter dan tenaga
kesehatan di Puskesmas untuk melaksanakan rekrutmen dan seleksi
awal calon donor darah pendamping ibu hamil dengan risiko tinggi
2) Melakukan pembinaan dan pendampingan teknis kepada tenaga
kesehatan Puskesmas terkait kegiatan perekrutan donor darah sukarela

3. Pengambilan dan Pengolahan Darah di UTD

a. Menjamin ketersediaan darah yang aman dan berkualitas untuk


dimanfaatkan sesuai kebutuhan pasien di Rumah Sakit.
b. Menerima calon donor darah pendamping di UTD 7-10 hari sebelum tanggal
taksiran partus ibu hamil yang bersangkutan.
c. Melakukan seleksi kembali calon donor darah pendamping untuk
meyakinkan kesesuaian dengan persyaratan donor.
d. Selain di dalam gedung UTD, pengambilan darah donor dapat dilakukan
pada kegiatan mobile unit UTD yang dilaksanakan di wilayah kerja
Puskesmas.
e. Melakukan pemeriksaan uji saring Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah
(IMLTD), mengolah, dan menyimpan darah donor untuk didistribusikan ke
Rumah Sakit sesuai dengan kebutuhan ibu hamil yang melahirkan di RS.
f. Darah yang disumbangkan oleh donor pendamping akan menggantikan stok
darah di UTD jika persediaan darah di UTD masih ada (prinsip first in first
out). Namun jika persediaan darah di UTD tidak ada, maka darah dari
donor pendamping harus ditujukan untuk ibu hamil yang bersangkutan.

27
g. Pada kondisi darurat, UTD dapat menggunakan darah dari donor
pendamping ibu hamil untuk pasien gawat darurat dengan persetujuan
dari ibu hamil.

4. Permintaan dan Distribusi Darah

a. Rumah Sakit
1) Menyampaikan kepada UTD mengenai perencanaan kebutuhan darah
setiap bulan, termasuk untuk kebutuhan ibu melahirkan di RS
tersebut
2) Melaksanakan koordinasi dengan UTD mengenai kebutuhan darah ibu
melahirkan yang memerlukan transfusi darah
3) Merawat dan memberikan transfusi darah kepada pasien

b. Unit Transfusi Darah


4) Mendistribusikan darah dari donor darah pendamping untuk
kebutuhan ibu melahirkan yang sesuai dengan data ibu hamil dan
donor pendampingnya serta permintaan darah dari Rumah Sakit
5) Jika darah yang sudah disiapkan oleh UTD tidak dibutuhkan oleh
Rumah Sakit untuk ibu melahirkan tersebut atau untuk kejadian akut
pada bayi yang dilahirkan, maka UTD atau BDRS dapat
mendistribusikan darah tersebut kepada pasien lain yang
membutuhkan

5. Informasi
a. Puskesmas memberikan informasi dan data mengenai calon donor darah
pendamping ke UTD dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan
b. UTD memberikan umpan balik kepada Puskesmas tentang perolehan darah
dari donor pendamping ibu hamil
c. Puskesmas memberikan informasi dan data mengenai ibu hamil risiko
tinggi kepada Rumah Sakit.

28
Pokok Bahasan 5
ALUR PELAPORAN PROGRAM.

Dalam ikatan kerja sama ini pelaporan program dibuat sebagai berikut:
1. Puskesmas membuat pencatatan dan pelaporan bulanan kepada Dinas
Kesehatan mengenai calon donor darah pendamping ibu hamil yang telah
disiapkan dengan tembusan ke UTD
2. UTD membuat pencatatan dan pelaporan bulanan kepada Dinas Kesehatan
mengenai donor darah yang didapatkan dari calon donor darah pendamping
ibu hamil yang disiapkan dengan tembusan ke Puskesmas

Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang dan berkala oleh


Kementerian Kesehatan, Dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota.

VIII. REFERENSI

Permenkes No.92/2015 tentang Petunjuk Teknis Ikatan Kerjasama Puskesmas,


UTD dan Rumah Sakit dalam Pelayanan Darah untuk Menurunkan Angka
Kematian ibu.

29
MATERI INTI - 1
INTEGRASI PROGRAM KERJA SAMA DENGAN P4K

I. DESKRIPSI SINGKAT

Dalam upaya menurunkan angka kematian ibu (AKI), pada tahun 2007, Menteri
Kesehatan mencanangkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) dengan Stiker. Program ini merupakan “upaya terobosan” dalam
percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Program ini
dijalankan melalui kegiatan peningkatan akses dan kualitas pelayanan, yang
sekaligus merupakan kegiatan yang membangun potensi masyarakat, khususnya
kepedulian masyarakat untuk persiapan dan tindakan dalam menyelamatkan ibu
dan bayi baru lahir. Melalui P4K dengan Stiker, masyarakat diharapkan dapat
mengembangkan norma sosial bahwa cara yang aman untuk menyelamatkan ibu
hamil-bersalin-nifas dan bayi lahir dengan memeriksakan kehamilan, bersalin,
perawatan nifas, dan perawatan bayi baru lahir ke bidan atau tenaga kesehatan
terampil di bidang kebidanan.

Meskipun Program P4K telah berjalannya selama sembilan tahun, AKI di Indonesia
masih tetap tinggi. Dari Data Rutin Kesehatan Ibu tahun 2015, tercatat penyebab
kematian ibu karena perdarahan sebesar 29,8%. Terkait dengan kondisi tersebut,
pemenuhan kebutuhan darah untuk menurunkan kejadian kematian ibu karena
perdarahan menjadi perhatian pemerintah. Upaya pemerintah untuk menjamin
ketersediaan darah sebagai bagian dari upaya peningkatan pelayanan kesehatan
dasar diamanahkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015–2019. Peraturan
Presiden tersebut menekankan dilaksanakannya reformasi di bidang kesehatan
dengan fokus utama peningkatan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan darah
adalah salah satu dari pelayanan kesehatan dasar.

Sebagai penjabaran dari Peraturan Presiden tersebut di atas, khususnya terkait


pelayaan darah, telah dikeluarkan Permenkes No. 92 tahun 2015 tentang Petunjuk
Teknis Kerja Sama Puskesmas dengan UTD dan Rumah Sakit dalam Pelayanan
Darah untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Oleh karenanya kerja sama
yang dimaksud dapat diintegrasikan ke dalam P4K di Puskesmas, ataupun program
puskesmas lainnya yang memiliki tujuan jaminan ketersediaan darah untuk
transfusi bagi ibu dalam masa kehamilan, bersalin, atau nifas, seperti misalnya
Program Desa Siaga atau lainnya.

30
Integrasi dilakukan sejak perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi.
Perencanaan yang dimaksud meliputi data sasaran ibu hamil di suatu wilayah
(desa/kelurahan dan Puskesmas). Data sasaran diperoleh bidan di desa/kelurahan
dari para kader dan dukun bayi yang melakukan pendataan ibu hamil, bersalin dan
nifas, dimana sasaran tersebut bagi ibu hamil dipasang stiker P4K di depan
rumahnya. Selain itu data sasaran juga dapat diperoleh dengan mengumpulkan
data sasaran yang berasal dari lintas program dan fasilitas pelayanan lain.
Sedangkan data sasaran Puskesmas berasal dari seluruh data sasaran
desa/kelurahan di wilayah kerjanya. Dengan ketersediaan data tersebut baik
Puskesmas, Unit Transfusi Darah (UTD) dan Rumah Sakit (RS) dapat membuat
perencanaan kegiatan rekrutmen pendonor darah pendamping, penyediaan darah
dan pelayanan rujukan.

Pelaksanaan program kerjasama dimulai dari pembentukan kelompok donor darah,


penjaringan calon donor darah, sampai pengambilan darah dari calon pendonor
darah. Penjaringan calon donor darah dapat juga melibatkan PMI di tingkat
kecamatan. Selama program kerja sama dilakukan, koordinasi antara Puskesmas,
UTD dan RS tetap harus dilakukan meliputi identifikasi kendala/permasalahan yang
ditemukan. Dari hal ini dapat dilakukan langkah perbaikan di dalam program kerja
sama tersebut. Selanjutnya monitoring dan evaluasi program kerja sama dilakukan
melalui pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan pembelajaran umum:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan integrasi program
kerja sama dengan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K).

B. Tujuan pembelajaran khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan mekanisme P4K.
2. Melakukan integrasi program kerja sama dengan P4K.

31
III. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1 : Mekanisme P4K.
Pokok Bahasan 2 : Integrasi program kerja sama dengan P4K.

IV. METODE

 Tugas baca modul


 Curah pendapat
 Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
 Pemutaran Video P4K
 Latihan (TPK 2)
 Role Play (TPK 2)

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan tayang
 Modul pelatihan
 Laptop/komputer
 LCD
 Video P4K
 ATK
 Stiker Perencanaan Persalinan
 Buku KIA
 Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Pendonor darah
 Daftar Nama Pendonor Darah
 Panduan Latihan
 Panduan Role Play

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Pada materi ini, peserta akan mempelajari 2 (dua) pokok bahasan.


Berikut ini merupakan pedoman bagi pelatih dan peserta dalam melaksanakan
pembelajaran.

32
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
1 Pengkondisian 1. Pelatih menyapa peserta dengan ramah 10’
dan hangat. Apabila belum berkenalan
mulai dengan perkenalan. Sampaikan
tujuan pembelajaran, sebaiknya dengan
menggunakan bahan tayang.
2. Pelatih menggali pendapat/pemahaman
peserta terkait Mekanisme P4K dan
Integrasi program kerja sama dengan
P4K.

2 Pembahasan 1. Pelatih menyampaikan materi dengan 65’


Materi Integrasi menggunakan bahan tayang tentang:
program kerja a. Mekanisme P4K.
sama dengan P4K. b. Integrasi program kerja sama
dengan P4K.

2. Pelatih memutarkan video tentang P4K.


3. Pelatih menggali pendapat peserta
tentang video yang telah diputarkan.
4. Pelatih memberikan kesempatan
kepada peserta untuk bertanya maupun
mencurahkan pendapat/ pengalaman
dalam proses pembelajaran maupun di
akhir pembelajaran
5. Pelatih memberikan apresiasi kepada
peserta yang aktif

3 Pelatihan 1. Pelatih membimbing peserta yang 45’


pengisian Stiker terbagi atas 3 kelompok dalam
Perencanaan pengisian Stiker Perencanaan
Persalinan, Surat Persalinan, Surat Pernyataan Kesediaan
Pernyataan Menjadi Pendonor Darah,dan Daftar
Kesediaan Menjadi Nama Pendonor Darah.
Pendonor 2. Pelatih memfasilitasi bila ada peserta
Darah,dan Daftar yang bertanya/ kurang memahami
Nama Pendonor dalam proses latihan
Darah.

33
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
4 Role play integrasi 1. Pelatih membagi peserta dalam 3 90’
program kelompok untuk melakukan role play
kerjasama dengan integrasi program kerjasama dengan
P4K. P4K.
2. Pelatih memfasilitasi bila ada peserta
yang bertanya/ kurang memahami
dalam proses role play

5 Evaluasi dan 1. Pelatih melakukan evaluasi dengan 15’


rangkuman melempar beberapa pertanyaan untuk
menilai apakah tujuan pembelajaran
tercapai
2. Pelatih merangkum sesi pembelajaran
3. Pelatih menutup sesi ini dengan
memberikan apresiasi atas keterlibatan
aktif seluruh peserta.

VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1
MEKANISME P4K.

1.1. Pengertian

P4K merupakan suatu kegiatan yang difasilitasi oleh Bidan di desa dalam
rangka peningkatan peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam
merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi komplikasi
bagi ibu hamil; termasuk perencanaan penggunaan KB pasca persalinan
dengan menggunakan stiker sebagai media notifikasi sasaran dalam rangka
meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru
lahir.

Pendataan ibu hamil dengan stiker merupakan tahapan perencanaan di dalam


P4K, meliputi pendataan, pencatatan dan pelaporan keadaan ibu hamil dan
bersalin di wilayah kerja bidan melalui penempelan stiker di setiap rumah ibu

34
hamil dengan melibatkan peran aktif unsur-unsur masyarakat di wilayahnya.
Pemasangan “Stiker P4K” bukanlah sekedar menempelkan stiker pada setiap
rumah ibu hamil, tetapi harus dilakukan konseling kepada ibu hamil, suami
dan keluarga untuk mendapat kesepakatan dan kesiapan dalam merencanakan
persalinan.

Calon donor darah, adalah orang-orang yang dipersiapkan oleh ibu, suami,
keluarga dan masyarakat yang sewaktu-waktu bersedia menyumbangkan
darahnya untuk keselamatan ibu melahirkan. Para calon pendonor darah akan
bergabung membentuk kelompok donor darah yang merupakan salah satu
bentuk kegiatan kesiagaan dalam P4K.

Dalam aspek pendanaan, P4K juga telah merancang kegiatan Tabulin


(tabungan ibu bersalin) dan Dasolin (dana sosial ibu bersalin). Tabulin adalah
dana/barang yang disimpan oleh keluarga atau pengelola Tabulin secara
bertahap sesuai dengan kemampuannya, yang pengelolaannya sesuai dengan
kesepakatan serta penggunaannya untuk segala bentuk pembiayaan, saat
antenatal, persalinan dan kegawatdaruratan. Sedangkan Dasolin adalah dana
yang dihimpun dari masyarakat secara sukarela dengan prinsip gotong royong
sesuai dengan kesepakatan bersama dengan tujuan membantu pembiayaan
mulai antenatal, persalinan dan kegawatdaruratan.

1.2. Indikator program P4K

1. Persentase Desa melaksanakan P4K dengan Stiker.


2. Persentase ibu hamil mendapatkan stiker.
3. Persentase ibu hamil berstiker mendapat pelayanan antenatal sesuai
standar.
4. Persentase ibu hamil berstiker bersalin di tenaga kesehatan.
5. Persentase penggunaan metode KB pasca persalinan.
6. Persentase ibu bersalin di nakes mendapat pelayanan nifas.

1.3. Output program P4K

Output yang diharapkan dari P4K adalah:


1. Semua ibu hamil terdata dan rumahnya tertempel Stiker P4K.
2. Bidan memberikan pelayanan antenatal sesuai dengan standar.

35
3. Ibu hamil dan keluarganya mempunyai rencana persalinan termasuk KB
yang dibuat bersama dengan penolong persalinan.
4. Bidan menolong persalinan sesuai standar.
5. Bidan memberikan pelayanan nifas sesuai standar.
6. Keluarga menyiapkan biaya persalinan, kebersihan dan kesehatan
lingkungan (sosial-budaya).
7. Adanya keterlibatan tokoh masyarakat baik formal maupun non formaldan
Forum Peduli KIA/Pokja Posyandu dalam rencana persalinan termasuk KB
pasca persalinan sesuai dengan perannya masing-masing.
8. Ibu mendapat pelayanan kontrasepsi pasca persalinan.
9. Adanya kerja sama yang mantap antara Bidan, Petugas Pustu, Forum Peduli
KIA/Pokja Posyandu dan (bila ada) dukun bayi, pendamping persalinan.

1.4. Komponen program P4K

Fasilitas aktif oleh Bidan:


1. Pencatatan ibu hamil.
2. Dasolin/Tabulin.
3. Donor Darah.
4. Transport/Ambulan Desa.
5. Suami/keluarga menemani ibu pada saat bersalin.
6. Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
7. Kunjungan nifas.
8. Kunjungan rumah.
Dari delapan komponen P4K di atas, komponen nomor 3 sangat terkait dengan
program kerja sama.

Pokok Bahasan 2
INTEGRASI PROGRAM KERJA SAMA DENGAN P4K.

2.1. Pendataan ibu hamil terkait taksiran partus, golongan darahdan kesiapan calon
donor.

Tahap kegiatanantenatalcare sudah rutin dilakukan oleh Puskesmas. Dari


kegiatan tersebut Puskesmas dapat mengidentifikasi ibu hamil yang memiliki
faktor risiko terutama risiko perdarahan baik selama kehamilan, persalinan
dan nifas. Pendataan ibu hamil juga meliputi taksiran partus, golongan
darahdan kesiapan calon donor.

36
Dari data ibu hamil ini, Puskesmas dapat membuat perencanaan kebutuhan
darah yang tentunya berdampak pada diperlukannya perencanaan kegiatan
rekrutmen dan seleksi pendonor darah asal keluarga ibu hamil ataupun
masyarakat dimana ibu hamil tersebut tinggal. Dalam rangka pengelolaan
donor darah ini, dikembangkan upaya bukan hanya untuk mengganti darah
pada ibu bersalin tetapi lebih berorientasi untuk menggalang tersedianya
calon pendonor darah untuk mengisi persediaaan darah di UTD. Untuk
memastikan kegiatan donor darah berjalan dengan maksimal perlu dilakukan
upaya partisipatif bidan bekerja sama dengan forum peduli KIA dan dukun,
dipimpin Kepala Desa/Lurah mewujudkan komitmen bersama di masyarakat
dalam penyediaan donor darah. Puskesmas dapat bekerja sama dengan PMI
Kecamatan atau organisasi lain di tingkat kecamatan untuk melakukan
rekrutmen donor darah. Komitmen masyarakat terhadap pelaksanaan donor
darah dapat diwujudkan dengan pembuatan surat pernyataan Kesediaan
Menjadi Pendonor Darah.
Setelah adanya surat pernyataan kesediaan menjadi pendonor darah, maka
langkah selanjutnya adalah membuat daftar tertulis tentang orang-orang yang
bersedia menjadi pendonor darah. Daftar ini dibuat diatas kertas karton besar
atau di papan tulis dan disosialisasikan kepada masyarakat luas di
desa/kelurahan.

Perencanaan rekrutmen pendonor darah yang dilakukan meliputi:


a. Penyiapan materi komunikasi, informasi dan edukasi untuk ibu hamil dan
keluarganya.
b. Penyiapan materi komunikasi, informasi dan edukasi untuk masyarakat.
c. Jadwal KIE meliputi tempat dan waktu.
d. Jadwal seleksi awal donor.

Perencanaan yang dibuat oleh Puskesmas perlu dikoordinasikan dan


disampaikan kepada Dinas Kesehatan, UTD dan Rumah Sakit terkait.
Koordinasi antara Puskesmas dengan UTD dan RS dapat dilaksanakan melalui
pertemuan rutin yang dikoordinir oleh Dinas Kesehatan atau pertemuan
konsultasi dari Puskesmas ke UTD dan atau RS. Pada pertemuan koordinasi
bisa dibahas perencanaan, pelaksanaan dan kendalanya serta tindak lanjut
dari analisa data yang dilaporkan dari masing-masing unit kerja.

Perencanaan Puskesmas tersebut di atas selanjutnya dapat membantu UTD


untuk merencanakan ketersediaan darah bagi masyarakat khususnya bagi ibu
hamil, bersalin dan nifas, pada saat diperlukan. Perencanaan di UTD meliputi
kegiatan seleksi final calon pendonor darah yang telah lolos seleksi awal di

37
Puskesmas paling lambat 7-10 hari sebelum waktu taksiran persalinan
dilanjutkan dengan kegiatan pengambilan darah jika semua persyaratan donor
dipenuhi. Bagi UTD jika persediaan darah diprediksi mencukupi, maka
perolehan darah dari donor pendamping bisa untuk mengganti persediaan
darah dan selanjutnya pendonor bisa dimasukan kedalam program pelestarian
donor darah sukarela oleh UTD.

Selanjutnya, bagi RS, perencanaan Puskesmas dapat menjadi bahan


perencanaan RS dalam penanganan ibu hamil, bersalin dan nifas yang
mengalami komplikasi melalui sistim rujukan yang telah berjalan selama ini.

2.2. Penyiapan materi komunikasi, informasi dan edukasi untuk ibu hamil dan
keluarganya.

Untuk memotivasi ibu hamil dan keluarganya menjadi pendonor darah,


Puskesmas melakukan kegiatan rekrutmen pendonor darah. Kegiatan
rekrutmen pendonor darah dilaksanakan melalui penyampaian materi
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) penyumbangan darah. Isi materi KIE
penyumbangan darah dapat dilihat pada Permenkes No. 91 tahun 2015
tentang Standar Pelayanan Transfusi Darah. Sedangkan bentuk materi KIE bisa
berupa poster, leaflet, bahan presentasi power point atau film, atau bahan
konseling ibu hamil saat tatap muka. Untuk kemudahan, penyiapan dan
pemenuhan kebutuhan materi KIE penyumbangan darah dapat dikoordinasikan
dengan UTD setempat.
Penyampaian materi KIE bisa dipadukan dengan kegiatan antenatal care
kepada ibu hamil yang bersangkutan oleh bidan Puskesmas atau melalui
kegiatan penyuluhan kesehatan kepada kelompok ibu hamil.

2.3. Penyiapan materi komunikasi, informasi dan edukasi untuk masyarakat.

Materi dan bentuk KIE penyumbangan darah untuk masyarakat tidak berbeda
dengan KIE penyumbangan darah untuk ibu hamil dan keluarganya.
Penyampaian materi KIE kepada masyarakat dapat lebih mudah dan efisien
jika diintegrasikan kedalam program promosi kesehatan Puskesmas
bekerjasama dengan organisasi kemasyarakatan terkait. Namun demikian
petugas promosi kesehatan perlu mendapat sosialisasi terlebih dahulu tentang
isi dari materi KIE penyumbangan darah.

38
2.4. Pembuatan jadwal KIE.

Jadwal KIE penyumbangan darah kepada ibu hamil dapat dipadukan ke dalam
jadwal antenatal care dari ibu hamil yang bersangkutan. Sedangkan jadwal
KIE penyumbangan darah untuk masyarakat dapat diintegrasikan ke dalam
jadwal kegiatan promosi kesehatan Puskesmas.

VIII. REFERENSI

1. Permenkes No.92/2015 tentang Petunjuk Teknis Ikatan Kerjasama Puskesmas,


UTD dan Rumah Sakit dalam Pelayanan Darah untuk Menurunkan Angka
Kematian ibu.
2. Pedoman P4K dengan Stiker Tahun 2009.

IX. LAMPIRAN

1. Video P4K
2. Stiker Perencanaan Persalinan.
3. Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Pendonor darah.
4. Daftar Nama Pendonor Darah.
5. Panduan Latihan.
6. Panduan Role Play

39
Lampiran 2. Stiker Perencanaan Persalinan

40
Lampiran 3. Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Pendonor Darah

41
Lampiran 4. Daftar Nama Pendonor Darah

42
PANDUAN LATIHAN

Materi Inti 1 : Integrasi program kerja sama dengan P4K.


Pokok Bahasan 2 : Integrasi program kerja sama dengan P4K.

A. Panduan untuk Pelatih


1. Pelatih melakukan penyiapan bahan pelatihan pengisian Stiker Perencanaan
Persalinan, Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Pendonor Darah,dan Daftar
Nama Pendonor Darah
2. Pelatih menjelaskan:
a. Cara pengisian Stiker Perencanaan Persalinan.
b. Cara pengisian Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Pendonor.
c. Cara pengisian Daftar Nama Pendonor Darah.
d. Cara pembuatan jadwal KIE donor darah sukarela untuk ibu hamil yang bisa
diintegrasikan ke dalam jadwal Antenatal Care (ANC) Ibu hamil.
e. Cara pembuatan jadwal KIE donor darah sukarela untuk masyarakat yang
bisa diintegrasikan ke dalam program promosi kesehatan puskesmas.
f. Penjadwalan kegiatan Seleksi Donor yang dapat dibuat tergantung jumlah
keluarga ibu hamil atau masyarakat yang termotivasi untuk menjadi donor.
3. Pelatih membagi peserta kedalam 3 kelompok.
4. Pelatih masing-masing membimbing tiap kelompok peserta untuk mengisi Stiker
Perencanaan Persalinan, Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Pendonor dan
Daftar Nama Pendonor Darah.
5. Pelatih menyediakan waktu untuk peserta bertanya.

B. Alokasi Waktu
3 Jpl x 45 menit

C. Media dan Alat bantu


1. Modul Pelatihan
2. Bahan Tayang
3. Laptop
4. LCD
5. Audio Visual Aids
6. Flipchart
7. Stiker Perencanaan Persalinan
8. Buku KIA
9. Surat Pernyataan KesediaanMenjadi Pendonor darah
10. Daftar Nama Pendonor Darah

43
11. Panduan Latihan
12. ATK

D. Tempat
Ruang kelas pelatihan

44
PANDUAN ROLE PLAY

Materi Inti 1 : Integrasi program kerja sama dengan P4K.


Pokok Bahasan 2 : Integrasi program kerja sama dengan P4K.

A. Panduan untuk Pelatih


1. Pelatih melakukan penyiapan bahan role play
2. Pelatih membagi peserta menjadi 3 kelompok
3. Pelatih menyampaikan tema role play
a. Melakukan KIE terhadap ibu hamil dan keluarga
b. Melakukan KIE terhadap masyarakat
4. Pelatih dan asisten membimbing tiap-tiap kelompok untuk menentukan tema
role play.
5. Tiap kelompok maju untuk melakukan role play sesuai dengan tema yang
dipilih, masing-masing kelompok diberi waktu 15 menit.
6. Kelompok lain menanggapi dan memberi masukan terhadap kelompok yang
maju.
7. Pelatih menyimpulkan hasil role play.

B. Alokasi Waktu
2 Jpl x 45 menit

C. Media dan Alat bantu


1. Modul Pelatihan
2. Bahan Tayang
3. Laptop
4. LCD
5. Audio Visual Aids
6. Flipchart
7. Stiker Perencanaan Persalinan
8. Buku KIA
9. Surat Pernyataan KesediaanMenjadi Pendonor darah
10. Daftar Nama Pendonor Darah
11. Panduan Latihan
12. ATK

D. Tempat
Ruang kelas pelatihan.

45
MATERI INTI- 2
REKRUTMEN PENDONOR DARAH DI PUSKESMAS

I. DESKRIPSI SINGKAT

Kegiatan rekrutmen donor merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam
pelayanan darah berbasis donor darah sukarela tanpa pamrih. Donor darah
sukarela dianggap sebagai sumber darah yang paling aman dibandingkan dengan
donor keluarga apalagi donor bayaran. Namun demikian dibutuhkan strategi
dalam menarik minat masyarakat untuk menjadi donor darah sukarela, salah
satunya dengan melakukan kampanye. Tujuan utama setiap kampanye
perekrutan donor darah adalah menemukan sumber darah yang aman dan
berkelanjutan. Prinsip rekrutmen donor darah adalah mencari tahu apa dan
bagaimana cara memotivasi calon donor dan cara terbaik untuk menyampaikan
pesan yang sesuai.

Untuk pelaksanaan kegiatan rekrutmen donor perlu ditentukan tempat yang


cocok untuk memberi penyuluhan, pemberitahuan melalui pengumuman seluas-
luasnya, persiapan sarana dan prasarana serta evaluasi terhadap efektifitas dan
efisiensi kegiatan rekrutmen donor. Terkait program kerja sama, komunikasi,
informasi dan edukasi penyumbangan darah perlu diberikan kepada ibu hamil
dan keluarganya serta masyarakat. Selanjutnya, semua kegiatan rekrutmen
donor perlu tercatat dan terlaporkan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan pembelajaran umum:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan rekrutmen
pendonor darah di Puskesmas.

B. Tujuan pembelajaran khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep rekrutmen pendonor darah di puskesmas.
2. Melakukan persiapan alat dan bahan rekrutmen pendonor.
3. Melaksanakan komunikasi, informasi dan edukasi tentang donor darah
kepada ibu hamil, keluarga danmasyarakat.
4. Melakukan pencatatan kegiatan rekrutmen pendonor darah.

46
III. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1 :Konsep rekrutmen pendonor darah di puskesmas.
Pokok Bahasan 2 : Persiapan alat dan bahan rekrutmen pendonor.
Pokok Bahasan 3 : Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)tentang donor darah
kepada ibuhamil, keluarga danmasyarakat.
Pokok Bahasan 4 : Pencatatan kegiatan rekrutmen pendonor darah.

IV. METODE

 Tugas baca modul


 Curah pendapat
 Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
 Demonstrasi (TPK 2)
 Role play (TPK 3)
 Latihan pengisian formulir pencatatan kegiatan rekrutmen pendonor darah
(TPK 4)
 Latihan pengisian formulir rekapitulasi kegiatan rekrutmen pendonor darah
bulanan (TPK 4).

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan tayang
 Modul pelatihan
 Laptop/komputer
 LCD
 ATK
 Audio Visual Aids
 Kit rekrutmen pendonor darah (poster, standing banner, leaflet, bahan
presentasi)
 Formulir pencatatan kegiatan rekrutmen pendonor darah
 Formulir rekapitulasi kegiatan rekrutmen pendonor darah bulanan.
 Panduan Role Play.
 Panduan Demonstrasi.
 Pedoman Latihan.

47
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Pada materi ini, peserta akan mempelajari 4 (empat) pokok bahasan.


Berikut ini merupakan pedoman bagi pelatih dan peserta dalam melaksanakan
pembelajaran.

Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu


(menit)
1 Pengkondisian 1. Pelatih menyapa peserta dengan 10’
ramah dan hangat. Apabila belum
berkenalan mulai dengan perkenalan.
Sampaikan tujuan pembelajaran,
sebaiknya dengan menggunakan
bahan tayang.
2. Pelatih menggali pendapat/
pemahaman peserta terkait
rekrutmen pendonor darah di
puskesmas.

2 Pembahasan Materi 1. Pelatih menyampaikan materi 70’


Rekrutmen Donor. dengan menggunakan bahan tayang
tentang:
a. Konsep rekrutmen pendonor darah
di puskesmas.
b. Persiapan alat dan bahan
rekrutmen pendonor.
c. Komunikasi, informasi dan edukasi
tentang donor darah kepada
ibuhamil, keluarga
danmasyarakat.
d. Pencatatan kegiatan rekrutmen
pendonor darah.

2. Pelatih memberikan kesempatan


kepada peserta untuk bertanya
maupun mencurahkan pendapat/
pengalaman dalam proses
pembelajaran maupun di akhir
pembelajaran
3. Pelatih memberikan apresiasi kepada
peserta yang aktif

48
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
3 Demonstrasi 1. Pelatih dibantu asisten membimbing 90’
persiapan alat dan peserta dalam melakukan
bahan untuk demonstrasi persiapan alat dan
rekrutmen bahan untuk rekrutmen pendonor
pendonor 2. Pelatih dibantu asisten memfasilitasi
bila ada peserta yang bertanya/
kurang memahami dalam proses
demonstrasi

4 Role play 1. Pelatih dibantu asisten membimbing 135’


komunikasi, peserta dalam melakukan role play
informasi dan komunikasi, informasi dan edukasi
edukasi tentang tentang donor darah kepada ibu
donor darah kepada hamil dan keluarganya serta
ibu hamil dan masyarakat
keluarganya serta 2. Pelatih dibantu asisten memfasilitasi
masyarakat bila ada peserta yang bertanya/
kurang memahami dalam proses role
play

5 Latihan pengisian 1. Pelatih dibantu asisten membimbing 45’


formulir pencatatan peserta dalam melakukan latihan
kegiatan rekrutmen pengisian formulir pencatatan
pendonor darah dan kegiatan rekrutmen pendonor darah
formulir dan formulir rekapitulasi kegiatan
rekapitulasi rekrutmen pendonor darah bulanan
kegiatan rekrutmen
pendonor darah 2. Pelatih dibantu asisten memfasilitasi
bulanan bila ada peserta yang bertanya/
kurang memahami dalam proses
latihan

49
VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1
KONSEP REKRUTMEN PENDONOR DARAH SUKARELA DI PUSKESMAS.

1. Pengertian
Rekrutmen donor adalah kegiatan memotivasi dan mendidik masyarakat
dengan berbagai cara agar bersedia menyumbangkan darahnya dan kemudian
mau menjadi donor darah sukarela yang lestari. Target dari rekrutmen donor
adalah mencari donor baru dan mempertahankan donor yang sudah ada.

2. Tujuan
Rekrutmen donor bertujuan :
 Meningkatkan pengetahuan, sikap dan kesadaran masyarakat sehingga
mengerti mengapa kegiatan penyumbangan darah adalah sangat penting
dan merupakan upaya untuk menyelamatkan jiwa manusia.
 Meningkatkan perilaku masyarakat untuk menyumbangkan darahnya
secara teratur dan sukarela.
 Menjaga agar donor sukarela mengerti pentingnya darah yang aman
sehingga mereka tidak menyumbangkan darahnya apabila mereka tidak
sehat atau memiliki risiko infeksi penyakit yang dapat ditularkan melalui
transfusi darah.

3. Prinsip Prinsip
Prinsip perekrutan donor adalah :
 Memberi penjelasan pentingnya donor darah sukarela tanpa pamrih.
 Memotivasi dan mendidik donor sukarela mengenai kebutuhan akan
pasokan darah berkesinambungan.
 Mencari donor sukarelayang paling mungkin memenuhi kriteria yang
didefinisikan sebagai donor risiko rendah.
 Melibatkan tokoh masyarakat dalam program pendidikan donor darah.
 Pelestarian donor.
 Mengelola kampanye donor darah secara terus menerus.

4. Metode
Setiap sasaran penyuluhan bisa membutuhkan informasi yang berbeda tentang
penyumbangan darah. Oleh karena itu penting untuk menentukan beberapa
kelompok dalam masyarakat berdasarkan karakteristik sosial, ekonomi,
budaya, pendidikan atau pengetahuan mereka terhadap donor darah. Hal ini
penting untuk memilih metoda komunikasi yang sesuai dengan masing-masing
kelompok dalam upaya untuk membina sikap yang positif terhadap
penyumbangan darah.

50
Metoda komunikasi yang dapat digunakan untuk penyuluhan masyarakat
tentang penyumbangan darah diantaranya adalah :
 Ceramah
 Pembagian leaflet dan poster
 Penjelasan melalui media massa cetak maupun elektronik
 Iklan di media elektronik

Pokok Bahasan 2
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN REKRUTMEN PENDONOR.

Peralatan KIE :
Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan rekrutmen donor adalah alat untuk
melakukan komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang donor
darah. Alat tersebut meliputi, antara lain : laptop, LCD, layar, pengeras suara,
dll.

Bahan KIE :
Bahan penyuluhan adalah bagian penting dalam kegiatan rekrutmen donor,
diantaranya adalah leaflet dan poster penyumbangan darah. Setiap bahan
penyuluhan yang diproduksi, isinya harus mengacu pada Permenkes No. 91
Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan TransfusiDarah.

Contoh bahan penyuluhan:

1. Leaflet
Apabila mempersiapkan leaflet, informasi yang akan disampaikan hendaknya
dalam alur pikir yang jelas, bahasa yang sederhana dan ilustrasi yang
menarik. Leaflet harus diuji coba terlebih dahulu walau hanya kepada
beberapa orang. Pilihlah beberapa orang yang hanya tahu sedikit tentang
donor darah dan tanyakan pada mereka apakah leaflet tersebut cukup jelas
dan berisi semua informasi yang mereka butuhkan. Dengan cara ini,
perbaikan dapat dibuat sebelum leaflet diproduksi dan didistribusikan lebih
luas.Wawancara dan diskusi dilaksanakan untuk melihat seberapa jauh
efektifitas dari bahan tersebut dalam menyampaikan pesan yang diinginkan.

2. Poster/ Spanduk/Baliho
Poster/Spanduk/Baliho sangat berguna karena cenderung dilihat oleh banyak
orang jika terpasang di tempat-tempat umum, kantor, pabrik, perguruan
tinggi atau tempat strategis. Fungsinya untuk memberitahukan atau
menyampaikan pesan iklan atau promosi mengenai donor darah yang
disampaikan lewat media kain, vinyl, sticker, atau semacamnya.

51
3. Media massa cetak
Baik media massa cetak nasional maupun yang ada di daerah merupakan
sarana penting agar masyarakat umum mengetahui akan kebutuhan donor
darah sukarela, serta kapan dan dimana dapat menyumbangkan darah
mereka. Surat kabar selalu mencari berita-berita yang menarik, sehingga
sangat mungkin tertarik untuk menulis tentang kegiatan donor darah,
testimoni pendonor darah yang telah memberikan penyumbangan darah
paling banyak, atau tentang pasien yang nyawanya telah terselamatkan oleh
transfusi.

4. Media massa elektronik: radio, televisi, media sosial dan lainnya


Radio, televisi, media sosial dan media elektronik lainnya memberikan
kesempatan yang bagus bagi para penyelenggara rekrutmen donor untuk
mencapai banyak orang. Siaran berkala di radio dan TV perlu dilaksanakan
untuk memberi tahu kepada masyarakat akan kebutuhan darah, peranan
donor sukarela dalam membantu pelayanan rumah sakit, jaminan keamanan
pelayanan bagi mereka sendiri apabila membutuhkan transfusi darah secara
darurat dan dimana mereka dapat menyumbangkan darah.

Radio atau TV juga sangat penting untuk menyiarkan kepada donor darah
baru maupun donor darah teratur untuk menyumbangkan darah mereka
ketika persediaan darah mulai menipis, misalnya pada masa liburan atau
terjadinya musibah besar.

Pokok Bahasan 3
KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI TENTANG DONOR DARAH KEPADA IBU
HAMIL, KELUARGA DAN MASYARAKAT.

Sebagaimana telah disampaikan di atas bahwa tujuan komunikasi, informasi dan


edukasi (KIE) adalah untuk mengubah pemahaman dan perilaku masyarakat
dalam hal:

1. Manfaat darah yang disumbangkan.


2. Pentingnya menyumbangankan darah secara sukarela dan teratur.
3. Perilaku berisiko yang dapat mempengaruhi keamanan dan mutu darah.

Materi KIE yang disampaikan kepada ibu hamil, calon pendonor asal keluarga
atau masyarakat dalam Program Kerjasama Puskesmas, UTD dan RS, meliputi:
1. Manfaat menyumbangkan darah bagi pendonor.
2. Manfaat darah yang disumbangkanbagi ibu hamil, bersalin dan nifas yang
memerlukan 52ransfuse.
3. Penyakit-penyakit yang dapat ditularkan melalui transfusi darah.

52
4. Perilaku-perilaku berisiko yang dapat ditularkan melalui transfusi darah.
5. Terjaminnya kerahasiaan atas hasil pemeriksaan uji saring Infeksi Menular
Lewat Transfusi Darah (IMLTD) terhadap darah donor.
6. Persyaratan/kriteria donor darah.
7. Alasan diperlukannya pemeriksaan kesehatan dan riwayat kesehatan.
8. Alasan mengapa pendonor tidak boleh menyumbangkan darah jika terdapat
risiko potensial baik untuk donor maupun pasien.
9. Proses penyumbangan darah dan efek samping yang mungkin terjadi dari
pengambilan darah.
10. Darah yang disumbangkan diperuntukkan bagi ibu hamil, bersalin dan nifas
dan jika tidak digunakan maka darah tersebut akan diperuntukan bagi pasien
lain.

Dari KIE, diharapkan terdapat 4 (empat) orang pendonor darah untuk setiap ibu
hamil yang golongan darahnya sama dengan ibu hamil dan memenuhi
persyaratan donor darah.

Pokok Bahasan 4
PENCATATAN KEGIATAN REKRUTMEN PENDONOR DARAH.

Pencatatan Rekrutmen Pendonor meliputi :


1. Formulir pencatatan kegiatan rekrutmen pendonor darah.
2. Formulir rekapitulasi kegiatan rekrutmen pendonor darah bulanan.

Formulir kegiatan rekrutmen pendonor darah dapat diedarkan kepada peserta


kegiatan rekrutmen pendonor darah oleh petugas atau disiapkan di depan pintu
masuk tergantung lokasi pelaksanaan kegiatan rekrutmen tersebut. Formulir
kegiatan rekrutmen pendonor darah diisi oleh peserta yang hadir. Formulir
kegiatan rekrutmen pendonor darah dapat digunakan sebagai bahan tindak
lanjut kegiatan seleksi pendonor darah.Pendokumentasian merupakan
pengarsipan formulir kegiatan rekrutmen pendonor darah danformulir
rekapitulasi kegiatan rekrutmen pendonor darah bulanan setelah ditandatangani
oleh petugas pelaksana dan pengawas kegiatan rekrutmen donor.

Data-data peserta kegiatan rekrutmen donor yang sudah tercatat dan


terdokumentasi ini dapat digunakan sebagai sumber informasi, bahan evaluasi,
bahan dasar pengembangan, dan bukti pertanggungjawaban.

53
VIII. REFERENSI

1. Permenkes No. 83 Tahun 2014 tentang UTD, BDRS dan Jejaring Pelayanan
Transfusi Darah.
2. Permenkes No. 91 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Transfusi Darah.

IX. LAMPIRAN

1. Formulir pencatatan kegiatan rekrutmen pendonor darah.


2. Formulir rekapitulasi kegiatan rekrutmen pendonor darah bulanan.
3. Panduan role play komunikasi, informasidan edukasi tentang donor darah
kepada ibu hamil dan keluarganya serta masyarakat.
4. Panduan demonstrasi persiapan alat dan bahan untuk rekrutmen pendonor.
5. Panduan latihan pencatatan kegiatan rekrutmen pendonor darah.

54
PANDUAN DEMONSTRASI

Materi Inti.2 : Rekrutmen pendonor darah di Puskesmas.


Pokok Bahasan 2 : Persiapan alat dan bahan untuk rekrutmen Pendonor.

A. Panduan untuk Pelatih


1. Pelatih dibantu asisten melakukan penyiapan alat dan bahan habis pakai
untuk kegiatan demonstrasi persiapan alat dan bahan rekrutmen donor
2. Pelatih dibantu asisten menjelaskan setiap alat dan bahan rekrutmen donor
serta penggunaannya.
3. Pelatih membagi peserta menjadi dua kelompok.
4. Setiap kelompok dipandu oleh pelatih/asisten pelatih.
5. Pelatih/asisten pelatih meminta peserta membentuk setengah lingkaran.
6. Pelatih/asisten pelatih mendemonstrasikan penyiapan alat dan bahan habis
pakai rekrutmen donor.
7. Pelatih/ asisten memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan
hal-hal yang tidak dimengerti setelah demonstrasi selesai.

B. Alokasi Waktu
2 Jpl X 45 menit = 90 menit

C. Media dan Alat Bantu


1. Modul Pelatihan
2. Bahan tayang
3. Laptop/komputer
4. LCD
5. Audio Visual Aids
6. ATK
7. Kit rekrutmen pendonor darah (poster, standing banner, leaflet, bahan
presentasi power point,lembar balik)

D. Tempat
Ruangan kelas dengan pengaturan disesuaikan kebutuhan.

55
PANDUAN ROLE PLAY

Materi Inti 2 : Rekrutmen pendonor darah di Puskesmas.


Pokok Bahasan 3 : Komunikasi, informasi dan edukasi tentang donor darah
kepada ibuhamil, keluargadanmasyarakat.

A. Panduan untuk Pelatih


1. Pelatih menjelaskan mekanisme roleplay selama 10 menit.
2. Pelatih membagi peserta ke dalam 3 (tiga) kelompok.
 Kelompok 1 : Ibu hamil
 Kelompok 2 : Keluarga Ibu hamil
 Kelompok 3 : Masyarakat umum
3. Pelatih memberikan bahan KIE Penyumbangan Darah yang untuk masing-
masing kelompok.
4. Pelatih meminta masing-masing kelompok memilih ketua kelompok.
5. Ketua kelompok mengkoordinir pembagian peran dalam kelompok yaitu
menunjuk satu orang peserta untuk menjadi penyaji materi KIE, sebagian
peserta menjadi penanya dan sebagian peserta lainnya menjadi pendengar.
6. Pelatih memberikan waktu setiap kelompok untuk menyiapkan roleplay
selama 15 menit.
7. Pelatih memberikan waktu untuk melaksanakan roleplay selama 25 menit
untuk setiap kelompok. Ketika kelompok pertama melaksanakan role play,
kelompok kedua menyaksikan.
8. Pelatih memberikan waktu 10 menit untuk mengajukan pertanyaan dan
penyaji menjawab pertanyaan.
9. Pelatih memberikan kesempatan kepada semua peserta penanya di setiap
kelompok mengajukan pertanyaan.

B. Alokasi Waktu
3 Jpl X 45 menit = 135 menit

C. Media dan Alat Bantu


1. Modul pelatihan
2. Bahan Tayang
3. Laptop/komputer
4. LCD
5. Audio Visual Aids

56
6. ATK
7. Kit rekrutmen pendonor darah (poster, standing banner, leaflet, bahan
presentasi power point,lembar balik)

E. Tempat
Pengaturan ruangan disesuaikan dengan kebutuhan.

57
FORMULIR PENCATATAN KEGIATAN REKRUTMEN PENDONOR DARAH

Tanggal Kegiatan :
Nama Puskesmas :
Tempat Kegiatan :
Nama Desa/ Kelurahan :

Alamat Lengkap Jenis Kelamin Pekerjaan


No Nama Lengkap Alamat Lengkap Nama Desa/ Nama Calon Nama Desa/ Paraf
Calon Pendonor Pendonor Pendonor
Urut Ibu Hamil Ibu Hamil Kelurahan Pendonor Darah Kelurahan Pendonor
Darah (L/P) (Tulis angka)
1. 1.

2. 2.

3. 3.

4. 4.

Petugas, Kepala Puskesmas,

( ) ( )

Keterangan :
 Pekerjaan: 1 = Pegawai Negeri; 2 = PegawaiSwasta; 3 = Buruh; 4 = TNI/Polisi; 5 = Pelajar; 6 = Petani; 7 = lain-lain
 Formulir dibuat rangkap 3 dimana 2 lembar pertama masing-masing disampaikan kepada UTD dan Dinas Kesehatan sebagai laporan dan lembar terakhir untuk arsip/ dokumen di Puskesmas.

58
FORMULIR REKAPITULASI KEGIATAN REKRUTMEN PENDONOR DARAH BULANAN

Bulan :
Nama Puskesmas :

No. Tanggal
Tempat Kegiatan Jumlah Peserta Materi yang Diberikan Nama Pemateri
Urut Kegiatan

Petugas, Kepala Puskesmas,

( ) ( )

Keterangan :
 Formulir dibuat rangkap 3 dimana 2 lembar pertama masing-masing disampaikan kepada UTD dan Dinas Kesehatan sebagai laporan dan lembar terakhir untuk arsip/ dokumen di Puskesmas.

59
PANDUAN LATIHAN

Materi Inti 2 : Rekrutmen pendonor darah di Puskesmas.


Pokok Bahasan 4 : Pencatatan rekrutmen pendonor darah.

A. Panduan untuk Pelatih


1. Pelatih dan asisten melakukan penyiapan alat dan bahan habis pakai untuk
kegiatan latihan pengisian formulir pencatatan kegiatan rekrutmen
pendonor darah.
2. Pelatih menjelaskan isi formulir pencatatan kegiatan rekrutmen pendonor
darah dan formulir rekapitulasi kegiatan rekrutmen pendonor darah.
3. Pelatih membagi peserta ke dalam 2 kelompok.
4. Pelatih dan asisten membimbing tiap kelompok peserta untuk mengisi
formulir pencatatan kegiatan rekrutmen pendonor darah dan formulir
rekapitulasi kegiatan rekrutmen pendonor darah, menggunakan data
kegiatan rekrutmen pendonor darah di salah satu UTD.
5. Pelatih menyediakan waktu untuk peserta bertanya.

B. Alokasi Waktu
1Jpl X 45 menit = 45 menit

C. Media dan Alat Bantu


1. Modul Pelatihan
2. Bahan Tayang
3. Laptop/komputer
4. LCD
5. Audio Visual Aids
6. ATK
7. Formulir pencatatan kegiatan rekrutmen pendonor darah
8. Formulir rekapitulasi kegiatan rekrutmen pendonor darah

D. Tempat
Ruangan kelas.

60
MATERI INTI- 3
SELEKSI PENDONOR DARAH DI PUSKESMAS

I. DESKRIPSI SINGKAT

Seleksi pendonor darah merupakan kegiatan lanjutan dari rekrutmen pendonor


darah yakni melakukan seleksi keluarga ibu hamil atau kelompok masyarakat yang
berminat untuk menyumbangkan darahnya. Seleksi dilakukan untuk menentukan
apakah seseorang memenuhi persyaratan untuk menjadi pendonor darah atau
tidak. Seleksi pendonor darah penting dilakukan untuk menjamin kesehatan dan
keselamatan pendonor, resipien dan petugas.
Untuk dapat terselenggaranya kegiatan seleksi pendonor darah sesuai prosedur
standar, seluruh peralatan serta bahan dan alat habis pakai harus disiapkan,
dibersihkan dan dirapihkan.

Kegiatan seleksi pendonor darah meliputi penilaian apakah calon pendonor


memenuhi persyaratan pendonor; pengarahan pengisian inform consent kepada
calon pendonor, meliputi pengertian dan tujuan inform consent serta pemeriksaan
riwayat penyakit yang dialami calon pendonor sebelumnya dan kesehatan fisik
terbatas. Selanjutnya semua kegiatan rekrutmen donor perlu tercatat dan
terlaporkan.

Seleksi pendonor darah yang dilaksanakan oleh Puskesmas merupakan seleksi awal,
sehingga kegiatannya hanya meliputi penilaian apakah calon pendonor memenuhi
persyaratan pendonor dalam aspek kondisi fisik, riwayat penyakit, pemeriksaan
golongan darah (dipilih yang sama dengan ibu hamil bersangkutan) dan
pemeriksaan kadar hemoglobin. Seleksi awal pendonor darah oleh Puskesmas
diutamakan bagi pendonor darah dari ibu hamil dengan faktor risiko. Pengarahan
dan pengisian inform consent penyumbangan darah akan dilakukan oleh UTD.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan pembelajaran umum:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan seleksi pendonor
darah darah.

B. Tujuan pembelajaran khusus


Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu:
1. Menjelaskan seleksi pendonor darah.

61
2. Melakukan kewaspadaan standar dan keamanan kerja.
3. Melakukan persiapan alat dan bahan untuk seleksi pendonor darah.
4. Melakukan seleksi pendonor darah.

III. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1 : Seleksi pendonor darah.
Pokok Bahasan 2 : Kewaspadaan standar dan keamanan kerja.
Pokok Bahasan 3 : Persiapan alat dan bahan untuk seleksi pendonor darah.
Pokok Bahasan 4 : Seleksi pendonor darah.

IV. METODE

 Tugas baca modul


 Curah pendapat
 Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
 Demonstrasi (TPK 2-4)
 Latihan pengisian formulir pencatatan kegiatan seleksi pendonor darah (TPK 5)

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan tayang
 Modul pelatihan
 Laptop/komputer
 LCD
 ATK
 Panduan demonstrasi TPK 2-4
 Lembar informasi dan kuesioner donor darah
 Stetoskop
 Tensimeter
 Timbangan badan
 Termometer suhu badan
 Alat dan bahan untuk pemeriksaan hemoglobin (tempat kapas steril, blood
lancet, cuvette, hemoglobinometer, desinfektan kulit, kapas steril, wadah
limbah infeksius dan non infeksius)

62
 Alat dan bahan untuk pemeriksaan golongan darah (termos wadah untuk
menyimpan antisera, termometer pengukur suhu antisera, kaca obyek / paper
golongan darah sekali pakai, kartu golongan darah, ice pack)
 Formulir pencatatan kegiatan seleksi pendonor darah.

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Pada materi ini, peserta akan mempelajari 5 (lima) pokok bahasan.


Berikut ini merupakan pedoman bagi pelatih dan peserta dalam melaksanakan
pembelajaran.

Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu


(menit)
1 Pengkondisian 1. Pelatih menyapa peserta dengan 10’
ramah dan hangat. Apabila belum
berkenalan mulai dengan perkenalan.
Sampaikan tujuan pembelajaran,
sebaiknya dengan menggunakan
bahan tayang.
2. Pelatih menggali pendapat/
pemahaman peserta terkait seleksi
pendonor darah di Puskesmas.

2 Pembahasan Materi 1. Pelatih menyampaikan materi dengan 60’


Seleksi pendonor menggunakan bahan tayang tentang:
darah. a. Seleksi pendonor darah.
b. Kewaspadaan standar dan
keamanan kerja.
c. Persiapan alat dan bahan untuk
seleksi pendonor darah.
d. Seleksi pendonor darah.

2. Pelatih memberikan kesempatan


kepada peserta untuk bertanya
maupun mencurahkan pendapat/
pengalaman dalam proses
pembelajaran maupun di akhir
pembelajaran
3. Pelatih memberikan apresiasi kepada
peserta yang aktif

63
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
3 Latihan 1. Pelatih dan asisten membimbing 90’
kewaspadaan peserta melakukan latihan
standar dan kewaspadaan standar dan keamanan
keamanan kerja kerja yang terdiri dari:
a. Mengenakan Jas Laboratorium
b. Mengenakan dan melepas sarung
tangan
c. Mencuci tangan

2. Pelatih dan asisten memfasilitasi bila


ada peserta yang bertanya/ kurang
memahami dalam proses latihan

4 Demonstrasi 1. Pelatih dan asisten melakukan 45’


persiapan sarana demonstrasi persiapan sarana dan
dan prasarana prasarana seleksi pendonor darah.
seleksi pendonor 2. Pelatih dan asisten memfasilitasi bila
darah. ada peserta yang bertanya/ kurang
memahami dalam proses
demonstrasi

5 Latihan seleksi 1. Pelatih dan asisten membimbing 135’


pendonor darah peserta melakukan latihan seleksi
pendonor darah:
a. Pemeriksaan kadr hemoglobin
b. Pemeriksaan golongan darah ABO
dan Rhesus

2. Pelatih dan asisten memfasilitasi bila


ada peserta yang bertanya/ kurang
memahami dalam proses latihan

6 Latihan 1. Pelatih dan asisten membimbing 45’


pencatatan peserta melakukan latihan pengisian
kegiatan seleksi formulir pencatatan kegiatan seleksi
pendonor darah. pendonor darah.
2. Pelatih dan asisten memfasilitasi bila
ada peserta yang bertanya/ kurang
memahami dalam proses latihan

64
Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
7 Evaluasi dan 1. Pelatih melakukan evaluasi dengan 10’
rangkuman melempar beberapa pertanyaan
untuk menilai apakah tujuan
pembelajaran tercapai
2. Pelatih merangkum sesi
pembelajaran
3. Pelatih menutup sesi ini dengan
memberikan apresiasi atas
keterlibatan aktif seluruh peserta.

VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1
SELEKSI PENDONOR DARAH.

1.1. Pengertian Seleksi Pendonor Darah

Seleksi pendonor darah adalah upaya untuk menilai apakah pendonor darah
memenuhi persyaratan donor atau tidak. Persyaratan donor merupakan
kriteria yang harus dipenuhi agar seseorang yang telah berminat menjadi
donor dapat menyumbangkan darahnya. Mutu dan keamanan darah dan
komponen darah yang diambil dari seorang pendonor harus dijamin untuk
mencegah bahaya penularan infeksi terhadap penerima darah atau pegawai
yang melakukan pengambilan darah. Terpenuhinya persyaratan donor dinilai
melalui kuesioner kesehatan dan pemeriksaan fisik terbatas.

Pada kegiatan seleksi pendonor darah, informasi pra penyumbangan harus


disediakan atau disajikan untuk semua pendonor, menjelaskan proses
penyumbangan darah, risiko yang berhubungan dengan Infeksi Menular Lewat
Transfusi Darah (IMLTD) dan tanggung jawab pendonor untuk
memberitahukan setiap risiko yang mungkin dimiliki secara jujur dan benar.
Seleksi pendonor darah harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah
dilatih. Persyaratan donor biasanya tertera dalam formulir isian donor yang
memuat beberapa kriteria kondisi fisik.

Pemeriksaan atas kepatutan pendonor untuk menyumbangkan darahnya harus


dibuat dengan jalan memperhitungkan keadaan umum, jawaban terhadap

65
pertanyaan tentang kesehatan, riwayat kesehatan dan faktor risiko potensial
terkait gaya hidup dan beberapa pemeriksaan sederhana, seperti pengukuran
denyut nadi, tekanan darah, dan pernafasan serta pemeriksaan golongan
darahdan kadar hemoglobin sebelum penerimaan pendonor untuk
menyumbangkan darahnya.

1.2. Persyaratan Pendonor Darah

Persyaratan donor tertera di dalam lembar informasi donor dalam bentuk


kuesioner donor. Persyaratan donor meliputi (1) kriteria seleksi umum, yaitu
usia, berat badan, interval sejak penyumbangan darah terakhir, penampilan
pendonor, riwayat kesehatan termasuk kondisi kesehatan saat ini dan risiko
terkait gaya hidup; (2) Kondisi medis yang memerlukan penolakan permanen;
(3) kondisi medis yang memerlukan penolakan sementara; (4) riwayat
imunisasi; dan (5) riwayat infeksi.

Kuesioner harus diisi oleh pendonor sebelum setiap penyumbangan darah.


Respons terhadap pertanyaan harus dikaji dan jika perlu didiskusikan lebih
lanjut dengan pendonor selama wawancara yang dilakukan secara rahasia
oleh petugas khusus terlatih. Pada seleksi awal pendonor darah oleh
Puskesmas tidak dilakukan pengisian kuesioner donor. Kuesioner donor
digunakan oleh Puskesmas sebagai panduan untuk menilai kelayakan calon
pendonor darah.

Kepada calon pendonor perlu dijelaskan apa kerugian medis menyumbangkan


darah. Pada dasarnya jika kondisi fisik dan psikis calon pendonor memenuhi
persyaratan donor, maka tidak ada kerugian medis yang akan dialami oleh
pendonor darah. Darah dapat diregenerasi sehingga tidak akan habis dan
volume penyumbangan darah hanya 11-13% total vol (350-450 ml), sehingga
tidak berdampak secara medis. Volume darah akan kembali ke semula setelah
48 jam pasca penyumbangan sedangkan kadar hemoglobin akan kembali ke
keadaan semula setelah 6 minggu.

Berikut adalah kriteria seleksi pendonor darah sesuai dengan Peraturan


Menteri Kesehatan No. 91 Tahun 2015 tentang Standar Transfusi Darah:

66
1. Kriteria seleksi umum

Kriteria Persyaratan
Usia Usia minimal 17 tahun. Pendonor pertama kali dengan
umur >60 tahun dan pendonor ulang dengan umur >65
tahun dapat menjadi pendonor dengan perhatian khusus
berdasarkan pertimbangan medis kondisi kesehatan.
Berat badan Donor darah lengkap:
- ≥ 55 kilogram untuk penyumbangan darah 450 mL
- ≥ 45 kilogram untuk penyumbangan darah 350 mL
Donor apheresis:
- ≥ 55 kilogram
Tekanan darah Sistolik : 90 hingga 160 mm Hg
Diastolik : 60 hingga 100 mm Hg
Dan perbedaan antara sistolik dengan diastolik lebih dari
20 mmHg
Denyut nadi 50 hingga 100 kali per menit dan teratur
Suhu tubuh 36,5 – 37,5 0C
Hemoglobin 12,5 hingga 17 g/dL
Interval sejak
Merujuk pada poin C.6
penyumbangan
terakhir
Penampilan Jika didapatkan kondisi tersebut dibawah ini, tidak
donor diizinkan untuk mendonorkan darah:
- anemia
- jaundice
- sianosis
- dispnoe
- ketidak stabilan mental
- alkohol atau keracunan obat
Riwayat Merujuk pada poin C.2, 3, 4, dan 5
kesehatan
termasuk kondisi
kesehatan saat
ini
Risiko terkait Orang dengan gaya hidup yang menempatkan mereka
gaya hidup pada risiko tinggi untuk mendapatkan penyakit infeksi
berat yang dapat ditularkan melalui darah.

67
2. Kondisi medis yang memerlukan penolakan permanen

Kondisi Penjelasan
Kanker/penyakit Dibatasi pada:
keganasan - keganasan Haematologikal.
- keganasan yang berhubungan dengan kondisi
viremia.
Semua jenis kanker membutuhkan 5 tahun tidak
kambuh sejak pengobatan aktif lengkap
dilaksanakan.
Creutzfeldt-Jakob Orang yang:
Disease - Telah diobati dengan ekstrak yang berasal dari
kelenjar pituitary manusia.
- Menerima cangkok duramater atau kornea.
- Telah dinyatakan memiliki risiko Creutzfeldt-
Jakob Disease atau Transmissible Spongiform
Encephalopathy lainnya.
Diabetes Jika mendapatkan terapi insulin
Obat-obatan Setiap riwayat penyalah gunaan narkoba yang
disuntikan.
Penyakit jantung dan Orang dengan riwayat penyakit jantung,
pembuluh darah terutama:
- coronary disease
- angina pectoris
- severe cardiac arrhythmia
- history of cerebrovascular diseases
- arterial thrombosis
- recurrent venous thrombosis
Kondisi infeksius - HIV 1/2, HTLV I/II, HBV, HCV
- karier HIV 1/2, HTLV I/II, HBV, HCV
- Babesiosis *
- Leishmaniasis (Kala-Azar) *
- Chronic Q Fever *
- Trypanosomiasis cruzi (Chagas disease) *
- juga lihat penyakit infeksi sebagaimana
tertera pada (2.3.5)
- orang dengan perilaku seksual yang
menempatkan mereka pada risiko tinggi
mendapatkan penyakit infeksi berat yang
dapat ditularkan melalui darah
Xenotransplantation Semua penerima

68
Kondisi Penjelasan
Alergi Orang yang tercatat memiliki riwayat anafilaksis
Penyakit Auto-imun Jika lebih dari satu organ yang terpengaruh
Tendensi perdarahan Semua donor
abnormal
Penyakit Hati Semua donor
Polycythaemia Vera Semua donor

3. Kondisi medis yang memerlukan penolakan sementara

Kondisi Masa penolakan


Endoskopi dengan 6 bulan tanpa pemeriksaan NAT untuk Hepatitis C
biopsi 4 bulan jika pemeriksaan NAT pada 4 bulan negatif
menggunakan untuk Hepatitis C
peralatan
fleksibel
Kecelakaan 6 bulan tanpa pemeriksaan NAT untuk Hepatitis C
inokulasi, 4 bulan jika pemeriksaan NAT pada 4 bulan negatif
akupuntur, tatoo, untuk Hepatitis C
tindik badan
Mukosa terpercik 6 bulan tanpa pemeriksaan NAT untuk Hepatitis C
oleh darah 4 bulan jika pemeriksaan NAT pada 4 bulan negatif
manusia, jaringan untuk Hepatitis C
atau sel yang
ditransplantasikan
Transfusi 6 bulan tanpa pemeriksaan NAT untuk Hepatitis C
komponen darah 4 bulan jika pemeriksaan NAT pada 4 bulan negatif
untuk Hepatitis C
Epilepsi 3 tahun setelah berhenti pengobatan tanpa seranagan
Demam >38oC, 2 minggu setelah gejala menghilang
flu-like illness
Penyakit Ginjal Acute glomerulonephritis : 5 tahun ditolak setelah
penyembuhan lengkap
Pengobatan Membutuhkan penilaian medis dari:
- Kelainan atau penyakit yang mendasarinya
- Jenis pengobatan dan dampak yang potensial pada
penerima
Daftar obat-obatan yang umum dan penerimaan untuk
penyumbangan darah harus dikaji ulang secara teratur.

69
Kondisi Masa penolakan
Penolakan donor pada penyumbangan trombosit jika
mereka mendapatkan pengobatan yang berdampak pada
trombosit.

Osteomielitis 2 tahun setelah donor dimumkan telah diobati.


Kehamilan 6 bulan setelah melahirkan atau penghentian
kehamilan.
Demam reumatik 2 tahun setelah serangan, tidak ada bukti adanya
penyakit jantung khronik (penolakan permanent
deferral)
Bedah Tidak ada penyumbangan darah hingga sembuh total
dan sehat.
Cabut gigi 1 minggu jika tidak ada keluhan.
Penyakit tropik Lihat penyakit infeksi

4. Imunisasi Pencegahan

Jenis vaksinasi Masa penolakan


Attenuated bacteria and 4 minggu
viruses:
BCG, yellow fever, rubella,
measles, poliomyelitis
(oral), mumps, typhoid
fever, cholera
Killed bacteria: Diterima jika keadaan kesehatan baik
Cholera, Typhoid
Inactivated viruses: Diterima jika keadaan kesehatan baik
Poliomyelitis (injeksi),
influenza
Toxoid: Diterima jika keadaan kesehatan baik
Diphtheria, tetanus
Vaksin lain: Diterima jika keadaan kesehatan baik dan tidak
Hepatitis A dan B ada paparan
Hepatitis B Hepatitis B – 1 minggu untuk mencegah hasil
Rabies, tick-borne pemeriksaan HBsAg positif palsu
encephalitis 1 tahun post-exposure (setelah paparan)

70
Jenis vaksinasi Masa penolakan
Smallpox 1. minggu

5. Penyakit Infeksi

Penyakit Masa penolakan


HIV / AIDS a. Permanen:
- Orang dengan gaya hidup risiko tinggi
- Partner seksual saat ini adalah orang dengan
HIV
b. Sementara:
- 12 bulan setelah kontak seksual terakhir
dengan partner seksual terdahulu adalah
orang dengan HIV.
Brucellosis (telah 2 tahun setelah penyembuhan lengkap*
dikonfirmasi)
Chagas Disease Permanen:
- Orang yang mengalami atau pernah
mengalami penyakit Chagas
Hanya Plasma (kecuali pemeriksaan untuk T.cruzi
adalah negatif):
- Orang lahir di area endemik Chagas
- Orang yang ditransfusi di daerah endemik
Chagas
Jaundice dan Riwayat Hepatitis atau jaundice mungkin dapat
Hepatitis diterima jika pemeriksaan HBsAg and Anti-HCV
negatif.
a. Permanen:
Partner seksual saat ini adalah orang dengan
Hepatitis B kecuali menunjukkan telah kebal
b. Sementara:
- 6 bulan jika ada kontak erat di rumah
dengan penderita Hepatitis B akut atau
kronik kecuali jika menunjukkan telah kebal
- 6 bulan setelah kontak seksual terakhir
dengan partner seksual terdahulu yang
menderita Hepatitis B

71
Penyakit Masa penolakan
Malaria Sementara :
3 tahun untuk orang yang pernah menderita Malaria
dan tetap asimptomatik
Pada daerah endemik Malaria perlu ditambahkan uji
saring terhadap antibodi Malaria.
Q Fever Sementara:
2 tahun setelah tanggal konfirmasi telah sembuh*
Sifilis Sementara:
12 bulan setelah tanggal konfirmasi telah sembuh *
Toxoplasmosis Sementara:
6 bulan setelah penyembuhan klinis
Tuberculosis Sementara:
2 tahun setelah tanggal pernyataan telah sembuh
Variant Creutzveldt- Penolakan berdasarkan pada penilaian risiko
Jakob disease
West Nile Virus Sementara:
(WNV) - 120 hari setelah diagnosa untuk orang dengan
WNV
- 28 hari setelah meninggalkan area berisiko WNV
untuk pengunjung ke area tersebut *

6. Standar khusus untuk interval pengambilan, frekuensi dan volume


beberapa jenis komponen darah

Komponen Kriteria Persyaratan


Penyumbangan Interval waktu - Laki-Laki : 2 bulan
darah lengkap sejak - Perempuan : 2 bulan
(Whole Blood) penyumbangan - 48 jam jika penyumbangan terakhir
terakhir adalah prosedur plasmapheresis atau
plateletpheresis (dan dalam jumlah
maksimal penyumbangan darah
lengkap per tahun)
Frekuensi - Laki-Laki 6 penyumbangan pertahun
pengambilan - Perempuan 4 penyumbangan
pertahun
Volume - 450 mL ± 10% diluar antikoagulan
(maximum) (standar penyumbangan)
- 350 mL ± 10% diluar antikoagulan

72
Komponen Kriteria Persyaratan
Apheresis Interval sejak - 1 minggu (dengan maksimum 33
plasma penyumbangan prosedur apheresis per tahun)
terakhir - 1 bulan dari penyumbangan darah
lengkap atau jika terjadi kegagalan
pengembalian sel darah merah saat
apheresis
Frekuensi 33 pengambilan per donor per tahun
pengambilan
Volume -
Pengambilan tidak boleh melebihi
(maksimum) 13% volume darah total (10,5 mL
per kg berat badan)
- 750 mL plasma diluar antikoagulan
per pengambilan
- 1,5 L plasma per minggu
- 25 L per tahun
Apheresis Interval waktu - 2 minggu setelah pengambilan
plasma dengan sejak apheresis trombosit terakhir
trombosit penyumbangan - 1 bulan dari penyumbangan darah
terakhir lengkap atau kegagalan
pengembalian sel darah merah
selama apheresis
Frekuensi 26 pengambilan per donor per tahun,
pengambilan dengan jarak minimal 2 minggu
diantara pengambilan
Volume - Pengambilan tidak boleh melebihi
(maksimum) 13% volume darah total (8,5 mL per
kg berat badan)
- 650 mL plasma dan trombosit diluar
antikoagulan per pengambilan

Lebih lanjut perlu disampaikan beberapa reaksi selama atau pasca


penyumbangan darah yang mungkin terjadi serta penyebabnya. Reaksi
selama atau pasca penyumbangan darah yang sering terjadi adalah rasa
pusing dan pingsan. Hal ini dapat disebabkan karena secara psikis calon
donor belum siap misalnya karena rasa takut dan khawatir yang berlebihan
atau melihat pendonor lain mengalami hal tersebut. Hal tersebut dapat juga
disebabkan jika pendonor kurang tidur atau belum makan sebelum
menyumbangkan darah. Reaksi pasca penyumbangan darah lainnya adalah
muntah dan kejang-kejang, hal ini bisa disebabkan karena hipokalsemia. Jika

73
reaksi pasca penyumbangan darah terjadi maka UTD akan melakukan
tindakan perawatan dan merujuk pendonor ke Rumah Sakit jika diperlukan.

1.3. Informed Consent Pendonor Dalam Rangka Perlindungan Hukum Pendonor


Darah.

Perlu diinformasikan kepada pendonor, bahwa setelah mendapat informasi


yang lengkap, pendonor yang termotivasi untuk menyumbangkan darah
nantinya harus menandatangani pernyataan tertulis dalam lembar informed
consent di UTD. Pernyataan tertulis menunjukan bahwa (1) pendonor
menyetujui tindakan pengambilan darah dan sampel darah untuk
pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan uji saring infeksi melalui
transfusi darah (IMLTD) dan keperluan penelitian; (2) pendonor setuju untuk
diberi kabar tertulis bila ternyata hasil pemeriksaan labotarium perlu
ditindaklanjuti; dan (3) pendonor setuju jika komponen plasma tidak terpakai
untuk transfusi, dapat dijadikan produk plasma untuk pengobatan.
Persetujuan pendonor tersebut dinyatakan dalam bentuk penanda tanganan
lembar informed consent yang dikonfirmasikan oleh petugas dalam bentuk
tanda tangan petugas. UTD harus menjaga kerahasiaan data donor sebagai
bentuk perlindungan hukum kepada pendonor darah. Jadi pengarahan dan
pengisian lembar informed consent tidak dilakukan oleh Puskesmas.

Selanjutnya perlu dijelaskan oleh Puskesmas kepada calon pendonor darah


bahwa langkah pengisian lembar informasi, lembar kuesioner akan diulang
kembali di UTD bersamaan dengan pengisian dan penanda tanganan lembar
informed consent penyumbangan darah.

Pokok Bahasan 2
KEWASPADAAN STANDAR DAN KEAMANAN KERJA.

Kewaspadaan standar adalah berbagai tindakan untuk mencegah terjadinya infeksi


pada petugas kesehatan termasuk petugas laboratorium Puskesmas, dalam hal ini
terkait pemeriksaan kadar hemoglobin dan golongan darah calon pendonor.
Kewaspadaan standar terdiri dari tindakan untuk keamanan kerja yakni,
melindungi diri petugas kesehatan, mencegah penularan ke pasien dan pengunjung
Puskesmas lain, serta mencegah penularan ke lingkungan sekitar sarana kesehatan.

Ruang lingkup kewaspadaan standar dan keamanan kerja pada materi ini, meliputi
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), meliputi jas laboratorium, sarung tangan
dan masker apabila diperlukan serta cuci tangan yang benar.
74
2.1. Cara Menggunakan Jas Laboratorium.

 Bahan jas laboratorium yang dianjurkan adalah bahan katun dengan


model tertutup di bagian depan. Bagian belakang harus ditutup dengan
sistim tali dan bagian manset tidak boleh terbuat dari karet.
 Tali jas laboratorium bagian belakang harus terikat saat bekerja.
 Jas laboratorium harus dikenakan sebelum mengenakan sarung tangan.

2.2. Cara Menggunakan Sarung Tangan.

 Sarung tangan merupakan bagian penting untuk petugas seleksi donor


dengan tujuan melindungi petugas dari paparan terhadap agen infeksius
asal darah calon pendonor, khususnya jika ada risiko kecelakaan terkait
luka tertusuk oleh benda tajam terkontaminasi, luka lecet atau luka iris.
Sarung tangan pada seleksi donor juga berperan melindungi bahan
pemeriksaan dari kontaminasi.

 Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan


sarung tangan, yakni:
o Sarung tangan yang digunakan adalah yang tepat untuk pekerjaan
yang akan dilakukan dan bahan yang akan ditangani; yang mampu
melindungi paparan virus yang dapat ditularkan melalui darah selama
kegiatan dilakukan. Hal ini bisa berarti adanya kebutuhan untuk
mengganti sarung tangan di tengah kegiatan apabila sarung tangan
rusak atau adanya kebutuhan penggunaan sarung tangan yang
dikombinasikan dengan sarung tangan lain untuk perlindungan fisik
tambahan.
o Untuk pekerjaan di laboratorium sarung tangan yang biasa digunakan
adalah Disposable Medical Gloves bertanda micro-organism hazards.
o Bahan sarung tangan tidak dianjurkan dari polythene oleh karena
biasanya longgar dan mudah robek.
o Bahan sarung tangan dari latex banyak digunakan namun perlu
diperhatikan kandungan bahan proteinnya oleh karena adanya
kemungkinan alergi terhadap latex setelah penggunaan beberapa
lama.
o Bahan sarung tangan yang direkomendasikan adalah nitrile atau vinyl
yang dapat menghindarkan alergi.
o Panjang sarung tangan - semakin panjang sarung tangan semakin baik
akan melindungi pemakainya. Ukuran sarung tangan harus memiliki
panjang 24 cm, 25 cm dan 26 cm untuk masing-masing ukuran 8 (M), 9
(L) dan 10 (XL).
75
o Ketebalan sarung tangan - apapun bahan sarung tangan yang
digunakan, semakin tebal bahan semakin tinggi tingkat perlindungan
yang diberikan. Perbedaan hanya dua atau tiga seperseratus
sentimeter dapat memiliki dampak yang signifikan.
o Sementara mempertimbangkan masalah kenyamanan, kita juga jangan
melupakan risiko alergi dan iritasi karena hal ini dapat terjadi akibat
sarung tangan berkualitas rendah.
o Bagaimana melepaskan sarung tangan dengan aman – prinsipnya
adalah penncegahan potensi kontaminasi silang.
o Sarung tangan dikenakan setelah petugas mengenakan jas
laboratorium.
o Panjangnya sarung tangan harus menutupi lengan jas laboratorium
o Petugas tidak boleh membuka pintu atau menerima telpon saat masih
mengenakan sarung tangan.

 Prosedur mengenakan & melepas sarung tangan


A. Prosedur kerja mengenakan sarung tangan
1. Lepaskan jam tangan, cincin dan lengan pakaian panjang di tarik
ke atas.
2. Inspeksi kuku dan permukaan kulit apakah ada luka.
3. Cuci tangan.
4. Buka pembungkus bagian luar dari kemasan sarung tangan dengan
memisahkan sisi – sisinya.
5. Jaga agar sarung tangan tetap di atas permukaan bagian dalam
pembungkus.
6. Identifikasi sarung tangan kiri dan kanan, gunakan sarung tangan
pada tangan yang dominan terlebih dahulu.
7. Dengan ibu jari dan telunjuk serta jari tangan yang non dominan
pegang tepi mancet sarung tangan untuk menggunakan sarung
tangan dominan.
8. Dengan tangan yang dominan dan bersarung tangan selipkan jari -
jari ke dalam mancet sarung tangan kedua.
9. Kenakan sarung tangan kedua pada tangan yang non dominan.
10. Jangan biarkan jari -jari tangan yang sudah bersarung tangan
menyentuh setiap bagian atau benda yang terbuka.
11. Setelah sarung tangan kedua digunakan mancet biasanya akan
jatuh ke tangan setelah pemakaian sarung tangan.
12. Setelah kedua tangan bersarung tangan tautkan kedua tangan ibu
jari adduksi ke belakang.
13. Pastikan setelah pemakaian sarung tangan steril hanya memegang
alat - alat steril.
76
B. Prosedur kerja melepaskan sarung tangan
1. Pegang bagian luar dari satu mancet dengan tangan bersarung
tangan, hindari menyentuh pergelangan tangan.
2. Lepaskan sarung tangan dengan dibalik bagian luar kedalam, buang
pada bengkok.
3. Dengan ibu jari atau telunjuk yang tidak memakai sarung tangan,
ambil bagian dalam sarung tangan lepaskan sarung tangan kedua
dengan bagian dalam keluar, buang pada bengkok.

2.3. Cara Menggunakan Masker.

 Pada kegiatan seleksi donor, khususnya pada pemeriksaan kadar


hemoglobin dan golongan darah di laboratorium Puskesmas, penggunaan
masker dianjurkan ketika kesehatan petugas terganggu, untuk
menghindari kontaminasi terhadap bahan pemeriksaan.

 Prosedur mengenakan & melepas masker


A. Prosedur kerja mengenakan masker
1. Cuci tangan sebelum mengenakan masker.
2. Cari ujung atas masker, pegang masker pada bagian atas kedua tali.
3. Talikan kedua tali atas secara pas di bagian belakang atas kepala.
4. Dengan lembut, tekan bagian atas logam di atas tonjolan hidung.
B. Prosedur kerja melepaskan masker
1. Buka kedua ikatan masker.
2. Lipat masker di bagian tengahnya dengan kedua permukaan
dalamnya bertemu.
3. Simpan masker di tempat yang telah disediakan.

2.4. Cara Cuci Tangan Yang Benar.

 Pemikiran dan tujuan dari cuci tangan adalah secara mekanik menghilangkan
kontaminasi, sel-sel mati dari lapisan kulit, minyak dan sisa-sisa keringat.
 Menghilangkan sejumlah lapisan minyak kulit yang terkontaminasi dan sel-sel
mati juga bakteri yang melekat merupakan bagian penting dari higiene
tangan.
 Pada saat yang bersamaan hal ini mengakibatkan hilangnya minyak dan faktor
yang menjaga kelembaban kulit, seperti misalnya lapisan hidrolipid yang
merupakan elemen penting dari pertahanan kulit dan peranannya dalam
menjaga kelembaban kulit.
77
 Tercucinya lemak kulit hanya akan digantikan secara perlahan oleh tubuh.
Pada bagian punggung tangan, memakan waktu 1 jam untuk menggantikan
20% dan 3 jam untuk menggantikan 50% dari kehilangan lemak kulit
dengan lemak yang terbentuk baru. Hal ini tidak hanya mengarah pada
pengurangan lemak epidermis namun juga perubahan komposisi
kuantitatifnya. Hal ini berpengaruh, oleh karena asam lemak tertentu dari
kulit memiliki peran bakterisidal dan fungisidal yang penting, oleh
karenanya mempengaruhi flora bakteri dari kulit. Jika komposisi lemak
kulit berubah maka flora bakteri kulit juga akan berubah. Rusaknya
perlindungan kulit akan menyebabkan meningkatnya jumlah bakteri
patogenik yang dapat menyebabkan penyakit.
 Oleh karena bertambahnya kehilangan faktor pelembab alamiah yang
melekat pada epidermis dan melembutkan kulit, kulit menjadi lebih
lembab dan dapat mengering lebih cepat. Hal ini diperparah dengan
kenyataan bahwa mencuci tangan juga berkontribusi terhadap perubahan
pH kulit.
 Cuci tangan yang terlalu sering memperparah dampak sementara yang
telah dijelaskan di atas dan mengarah pada proses patologis lebih jauh.
Penurunan konsentrasi faktor pelembab alamiah dan lemak kulit
memperlemah fungsi dan juga struktur dari pertahanan kulit. Lebih
lanjut, hal ini akan menghasilkan perubahan metabolisme lemak kulit, dan
berkonsekuensi terhadap dilepaskannya substansi peradangan. Secara
menyeluruh hal ini akan meningkatkan kehilangan air transepidermal dan
menurunkan kelembaban kulit. Kerusakan pertahanan kulit akan
memfasilitasi penetrasi substansi yang merusak kulit dan menyebabkan
sensitisasi kulit yang lebih lanjut akan memudahkan berkembangnya
kelainan kulit.
 Pemeliharaan higiene kulit secara tepat dan penggunaan produk kulit yang
“ramah, akan mengurangi risiko kelainan kulit.
 Ketika mencuci tangan, harus hati-hati, hanya air yang hangat boleh
digunakan, oleh karena suhu air di atas 30oC akan menyebabkan tercucinya
lemak dari lapisan kulit yang lebih dalam.
 Secara umum dapat dikatakan bahwa tangan harus dicuci sesering mungkin
ketika diperlukan dan sebisa mungkin sesedikit mungkin ketika tidak
diperlukan.
 Jika tangan kotor, berkeringat atau lengket, dan jika menangani kotoran
atau darah, maka cuci tangan dengan desinfektan adalah indikasi. Tangan
yang terlihat bersih, dapat didesinfeksi tanpa cuci tangan. Jika tangan
akan digunakan untuk menangani bahan terkontaminasi, sarung tangan
pelindung harus dikenakan.

78
Berikut langkah cuci tangan yang benar:
1. Buka kran dan atur suhu air.
2. Basahi tangan.
3. Tuangkan larutan sabun/antiseptik secukupnya ke salah satu telapak
tangan.
4. Letakan telapak tangan lainnya di atas telapak tangan yang mengandung
sabun/antiseptik, gosokan kedua telapak tangan satu sama lain sebanyak 5
kali.
5. Letakan telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri dan gosok
sebanyak 5 kali, dengan gerakan memutar. Kemudian letakan telapak
tangan kiri di punggung tangan kanan dan ulangi gerakan yang tadi.
6. Tautkan telapak tangan satu sama lain dan silangkan jari jemari satu sama
lain, lepaskan dan silangkan kembali,ulangi sebanyak 5 kali.
7. Genggam tangan erat-erat dengan jari jemari dibengkokan pada buku-buku
jari. Longgarkan dan eratkan genggaman, ulangi sebanyak 5 kali.
8. Genggam jempol tangan kanan oleh tangan kiri dan gosok dengan gerakan
memutar sebanyak 5 kali. Ulangi gerankan ini untuk jempol tangan kiri
oleh tangan kanan.
9. Gosok ujung-ujung jari tangan kiri didalam telapak tangan kanan sebanyak
5 kali dengan gerakan memutar. Ulangi gerakan ini untuk ujung jari
tangan kanan.
10. Bilas dengan air mengalir.
11. Keringkan dengan lap sekali pakai.
12. Tutup Kran dengan siku/kaki atau tangan berlapis lap yang terpakai.
13. Jika tangan tampak bersih dapat dilakukan cuci tangan menggunakan
desinfektan tanpa air.

79
Gambar di bawah ini menunjukkan cara cuci tangan yang benar baik dengan
atau tanpa air (hanya menggunakan desinfektan saja).

2.1 Pengelolaan Reagen Dan Contoh Darah Pendonor.

 Setiap spesimen harus diperlakukan sebagai bahan yang infeksius.


 Setelah pemeriksaan, selalu bersihkan area tempat kerja sesuai prosedur.

2.2 Pembuangan Limbah.

 Membuang benda-benda tajam dalam wadah tahan tusukan dan sampah


infeksius segera setelah pemeriksaan sesuai prosedur.
 Desinfeksi dan membuang alat yang infeksius
 Penampungan limbah infeksius menggunakan wadah:
o Mempunyai penutup
o Dinding tebal atau tahan tusukan
o Lubang cukup besar untuk memasukkan lanset dan jarum suntik
o Bagian bawah dan samping anti bocor
o Berlabel bio-hazard
 Jangan membuang benda-benda tajam di lantai atau kotak sampah
kantor.

80
 Menutup dan membuang wadah ketika sudah ¾ penuh.
 Desinfeksi lokasi setiap hari menggunakan larutan desinfektan yang tepat.

Pokok Bahasan 3
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN UNTUK SELEKSI PENDONOR DARAH.

Peralatan dan bahan yang perlu dipersiapkan untuk seleksi awal calon pendonor oleh
Puskesmas adalah :

Alat seleksi pendonor darah


1. Timbangan badan.
2. Tempat kapas stainless steel.
3. Termos, wadah untuk menyimpan antisera.
4. Termometer pengukur suhu antisera.
5. Wadah limbah infeksius (berisi larutan hipoklorit 0,5% untuk sampah yang
tercemar darah).
6. Wadah limbah tajam dari bahan tidak tembus.
7. Wadah limbah non infeksius.
8. Stetoskop.
9. Tensimeter.
10. Termometer pengukur suhu tubuh.
11. Hemoglobinometer.

Bahan seleksi pendonor darah


1. Sarung tangan.
2. Blood lancet.
3. Cuvette hemoglobin.
4. Desinfektan kulit dengan spray.
5. Kaca obyek sekali pakai/paper golongan darah.
6. Kapas steril.
7. Kantong limbah infeksius.
8. Kantong limbah non infeksius.
9. Desinfektan untuk cuci tangan.
10. Reagensia:
a. Anti sera anti A dan anti B monoklonal.
b. Anti-D monoklonal.
11. Tusuk gigi/batang pengaduk untuk pemeriksaan golongan darah.

81
Pokok Bahasan 4
SELEKSI PENDONOR DARAH.

Langkah seleksi awal pendonor darah terdiri dari:

1. Pengisian lembar informasi pendonor darah.


a. Pedoman pengisian formulir identitas pendonor darah dan kuesioner dapat
dilihat pada lampiran.
b. Saat dilakukan konfirmasi pengisian formulir identitas pendonor darah dan
kuesioner, petugas Puskesmas harus memberikan penjelasan kepada calon
pendonor bahwa pengisian formulir identitas pendonor darah dan kuesioner
akan dilakukan kembali di UTD sebelum menyumbangkan darah.

2. Pemeriksaan kesehatan calon pendonor darah meliputi anamnesa riwayat


penyakit, pengukuran berat badan, tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu
tubuh.
Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan kesehatan calon pendonor darah
harus memenuhi standar peralatan Puskesmas sebagaimana tertera di dalam
PMK No. 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas.

3. Pemeriksaan kadar hemoglobin.


Sesuai dengan PMK No. 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas, standar minimal
pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan dengan metoda Point of Care Testing
(POCT). Langkah pemeriksaan kadar hemoglobin mengikuti instruksi pabrik.

4. Pemeriksaan golongan darah.


Pemeriksaan golongan darah selain golongan darah ABO juga dilakukan
pemeriksaan golongan darah rhesus sesuai dengan standar prosedur
operasional Puskesmas.

5. Pencatatan seleksi pendonor darah.


Petunjuk pengisian formulir pencatatan seleksi pendonor darah dapat dilihat
pada lampiran.

Seleksi pendonor darah terkait pemeriksaaan golongan darah dan kadar


hemoglobin mengacu pada Permenkes No. 91 Tahun 2015 tentang Stándar
Pelayanan Transfusi darah. Kegiatan Seleksi Pendonor Darah harus dicatat di dalam
formulir pencatatan kegiatan seleksi pendonor darah sebagaimana terlampir.

82
VIII. REFERENSI

1. Permenkes No. 83 Tahun 2014 tentang UTD, BDRS dan Jejaring Pelayanan
Transfusi Darah.
2. Permenkes No. 91 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Transfusi Darah.

IX. LAMPIRAN

1. Kit seleksi pendonor darah.


A. Peralatan :
1. Timbangan badan.
2. Tempat kapas stainless steel.
3. Termos, wadah untuk menyimpan antisera.
4. Termometer pengukur suhu antisera.
5. Wadah limbah infeksius (berisi larutan hipoklorit 0,5% untuk sampah
yang tercemar darah).
6. Wadah limbah tajam dari bahan tidak tembus.
7. Wadah limbah non infeksius.
8. Stetoskop.
9. Tensimeter.
10. Termometer suhu tubuh.
11. Hemoglobinometer.

B. Bahan Habis Pakai (BHP) :


1. Sarung tangan.
2. Blood lancet.
3. Cuvette hemoglobin.
4. Desinfektan kulit dengan spray.
5. Kaca obyek sekali pakai/paper golongan darah.
6. Kapas steril.
7. Kantong limbah infeksius.
8. Kantong limbah non infeksius.
9. Desinfektan untuk cuci tangan.
10. Tusuk gigi/batang pengaduk untuk pemeriksaan golongan darah.
11. Reagensia:
 Anti sera anti A dan anti B monoklonal.
 Anti-D monoklonal.

83
2. Formulir pencatatan kegiatan seleksi pendonor darah.
3. Formulir rekapitulasi kegiatan seleksi pendonor darah bulanan.
4. Formulir kuesioner dan informed consent calon pendonor
5. Petunjuk pengisian formulir pencatatan kegiatan seleksi pendonor darah.
6. Petunjuk pengisian formulir rekapitulasi kegiatan seleksi pendonor darah
bulanan.
7. Petunjuk pengisian formulir kuesioner dan informed consent calon pendonor
8. Petunjuk anamnesa calon pendonor bagian 3 .
9. Daftar penolakan donor terkait obat-obatan yang dikonsumsi (AABB).
10. Panduan latihan kewaspadaan standar dan keamanan kerja.
11. Panduan demonstrasi persiapan alat dan bahan untuk seleksi pendonor.
12. Panduan latihan seleksi pendonor darah.
13. Panduan latihan pencatatan kegiatan seleksi pendonor darah.

84
FORMULIR PENCATATAN KEGIATAN SELEKSI PENDONOR DARAH

Tanggal Kegiatan :
Nama Puskesmas :

Golongan Darah
Nama Ibu Hamil Nama Calon Jenis Golongan Darah Kadar
No Ibu Hamil Alamat Pendonor Usia Kelamin Hb
Urut (Desa/Kelurahan) Darah Lolos (th) O A B AB (gr%)
ABO Rhesus Seleksi L P
Pos Neg Pos Neg Pos Neg Pos Neg

Petugas, Kepala Puskesmas,

( ) ( )

Keterangan :
 Formulir dibuat rangkap 3 dimana 2 lembar pertama masing-masing disampaikan kepada UTD dan Dinas Kesehatan sebagai laporan dan lembar terakhir untuk arsip/ dokumen di Puskesmas.

85
FORMULIR REKAPITULASI KEGIATAN SELEKSI PENDONOR DARAH BULANAN

Bulan :
Nama Puskesmas :

Jumlah calon Jumlah calon pendonor lolos seleksi berdasarkan


pendonor Jumlah calon pendonor lolos golongan darah (orang)
Jumlah lolos seleksi seleksi berdasarkan kelompok
No.
Desa / Kelurahan Ibu Hamil berdasarkan usia (orang) O A B AB
Urut
(orang) jenis kelamin
18- 25- 45-
L P < 18 >60 Pos Neg Pos Neg Pos Neg Pos Neg
24 44 59

Total

Petugas, Kepala Puskesmas,

( ) ( )

Keterangan :
 Formulir dibuat rangkap 3 dimana 2 lembar pertama masing-masing disampaikan kepada UTD dan Dinas Kesehatan sebagai laporan dan lembar terakhir untuk arsip/ dokumen di Puskesmas.

86
87
88 Pedoman Peserta
PETUNJUK PENGISIAN
FORMULIR PENCATATAN KEGIATAN SELEKSI PENDONOR DARAH

1. Tanggal Kegiatan: diisi dengan tanggal dilaksanakannya kegiatan seleksi donor.

2. Puskesmas: diisi dengan nama puskesmas.

3. Kolom No Urut: diisi dengan nomor urut ibu hamil.

4. Kolom Nama Ibu Hamil: diisi dengan nama lengkap ibu hamil (minimal 2 nama).

5. Kolom Alamat: diisi dengan Nama Desa/Kelurahan dimaa ibu hamil tinggal.

6. Kolom Golongan Darah ABO: diisi dengan golongan darah ABO ibu hamil, apakah
golongan darah A, B, AB atau O.

7. Kolom Golongan Darah Rhesus: diisi dengan golongan darah Rhesus ibu hamil,
apakah golongan darah Rhesus Positif (ditulis Pos) atau Rhesus Negatif (ditulis
Neg).

8. Kolom Nama Calon Pendonor Darah Lolos Seleksi: diisi dengan nama lengkap calon
pendonor darah lulus seleksi (minimal dua nama).

9. Kolom Usi: diisi dengan usia calon pendonor darah lulus seleksi dalam satuan
“tahun”.

10. Kolom Jenis Kelamin: diisi dengan “V” pada kolom jenis kelamin calon pendonor
darah lulus seleksi yang sesuai, yaitu L untuk Laki-Laki dan P untuk Perempuan.

11. Kolom Golongan Darah Calon Pendonor Lulus Seleksi: diisi dengan “V” pada kolom
golongan darah ABO dan Rhesus yang sesuai dengan hasil pemeriksaan.

12. Kolom Kadar Hb(gr%): diisi dengan menuliskan kadar Hb calon pendonor lulus
seleksi.

13. Pada bagian bawah dituliskan tanggal dan tahun pengisian formulir.

14. Pada bagian Petugas, diisi nama lengkap dan tanda tangan petugas yang
melakukan pengisian formulir.

15. Pada bagian Kepala Puskesmas, diisi nama lengkap dan tanda tangan Kepala
Puskesmas.

89 Pedoman Peserta
PETUNJUK PENGISIAN
FORMULIR REKAPITULASI KEGIATAN SELEKSI PENDONOR DARAH BULANAN

1. Bulan: diisi dengan bulan dilakukannya rekapitulasi data kegiatan seleksi pendonor
darah.

2. Puskesmas: diisi dengan nama puskesmas.

3. Kolom No Urut: diisi dengan nomor urut Desa/Kelurahan tempat tinggal ibu hamil.

4. Kolom Jumlah Ibu Hamil (orang): diisi dengan jumlah ibu hamil pada bulan yang
bersangkutan yang berasal dari satu Desa/Kelurahan yang sama.

5. Kolom Jumlah calon pendonor lolos seleksi berdasarkan jenis kelamin: diisi dengan
jumlah calon pendonor lolos seleksi Laki-Laki (di kolom L) atau Perempuan (di
kolom P) dalam bulan yang bersangkutan dari satu Desa/Kelurahan yang sama.

6. Kolom Jumlah calon pendonor lolos seleksi berdasarkan kelompok usia (orang):
diisi dengan jumlah calon pendonor lolos seleksi berdasarkan kelompok usia dalam
bulan yang bersangkutan dari satu Desa/Kelurahan yang sama.

7. Kolom Jumlah calon pendonor lolos seleksi berdasarkan golongan darah (orang):
diisi dengan jumlah calon pendonor lolos seleksi berdasarkan golongan darah ABO
dan Rhesus dalam bulan yang bersangkutan dari satu Desa/Kelurahan yang sama.

8. Pada bagian bawah dituliskan tanggal dan tahun pengisian formulir.

9. Pada bagian Petugas, diisi nama lengkap dan tanda tangan petugas yang
melakukan pengisian formulir.

10. Pada bagian Kepala Puskesmas, diisi nama lengkap dan tanda tangan Kepala
Puskesmas.

90 Pedoman Peserta
PETUNJUK PENGISAN
FORMULIR KUESIONER DAN INFORMED CONSENT CALON PENDONOR

1. PUSKESMAS: diisi dengan nama puskesmas

2. TANGGAL : disi dengan dua angka untuk tanggal, dua angka untuk bulan, dan
empat angka untuk tahun

3. BAGIAN 1. DIISI OLEH CALON PENDONOR


 No. KTP/ Paspor/ SIM : diisi sesuai identitas yang akan digunakan
 No. Kartu Donor : diisi apabila calon pendonor memiliki kartu donor
 Nama Calon Pendonor : diisi nama lengkap sesuai kartu identitas
 Alamat Rumah : diisi alamat lengkap sesuai kartu identitas
 Kelurahan/ Desa : diisi sesuai kartu identitas
 Kecamatan : diisi sesuai kartu identitas
 Kabupaten/ Kota : diisi sesuai kartu identitas
 Jenis Kelamin : diisi sesuai dengan jenis kelamin calon pendonor dengan tanda
checklist () dimana " L" untuk laki-laki dan "P" untuk perempuan
 Alamat kantor : diisi sesuai dengan alamat kantor calon pendonor saat ini (bila
ada)
 No. Telp. Kantor/ Email : diisi sesuai dengan no. Telp. Kantor/ Email calon
pendonor saat ini / aktif (bila ada)
 No. Telp. Rumah/ Hp : diisi sesuai dengan no. Telp. Rumah/ Hp calon pendonor
saat ini / aktif (bila ada)
 Pekerjaan : diberi tanda lingkaran pada nomor pekerjaan yang dipilih
 Tempat kelahiran : diisi sesuai kartu identitas
 Tanggal lahir : diisi sesuai kartu identitas dengan dua angka untuk tanggal, dua
angka untuk bulan, dan empat angka untuk tahun kelahiran
 Penghargaan donor yg telah diterima : diisi bila mendapat penghargaan donor
dengan tanda checklist () sesuai frekuensi
 Bersediakah Saudara donor pada waktu bulan puasa : diisi sesuai dengan
kesediaan calon pendonor dengan tanda checklist ()
 Bersediakah Saudara donor saat dibutuhkan untuk keperluan tertentu (di luar
donor rutin) : diisi sesuai dengan kesediaan calon pendonor dengan tanda
checklist ()

91 Pedoman Peserta
 Donor yang terakhir tgl : diisi bila calon pendonor pernah menyumbangkan
darah sebelumnya dengan dua angka untuk tanggal, dua angka untuk bulan,
dan empat angka untuk tahun
 Sekarang donor yang ke : diisi sesuai dengan frekuensi donor terkini dengan
tiga angka

4. BAGIAN 2. DIISI OLEH PETUGAS


 Nama Petugas : diisi dengan nama lengkap petugas
 Validasi Donor : diisi sesuai dengan kartuidentitas/ donor yang digunakan
dengan tanda checklist ()
 Riwayat Donor Sebelumnya : diisi bila calon pendonor pernah mendapatkan
hasil pemeriksaan uji saring yang reaktif terhadap Infeksi Menular Lewat
Transfusi Darah (IMLTD)
 Tanda tangan Petugas : diisi dengan tanda tangan petugas yang melakukan
pengisian Bagian 2

5. BAGIAN 3. DIISI OLEH CALON PENDONOR


 Kuesioner calon pendonor sebanyak 41 pertanyaan: diisi oleh yang
bersangkutan dengan memberikan tanda checklist (√) pada kolom YA atau
TIDAK.
 Untuk kolom KETERANGAN pada 41 pertanyaan : diisi oleh pemeriksa bila
diperlukan
 Tanda tangan calon pendonor : diisi dengan tanda tangan calon pendonor
sesuai nama pada BAGIAN 1.
 Tanda tangan Pemeriksa : diisi dengan tanda tangan pemeriksa setelah BAGIAN
4 terisi

6. BAGIAN 4. DIISI OLEH DOKTER/ PERAWAT/ BIDAN


 Nama Pemeriksa : diisi dengan nama lengkap dokter/ perawat/ bidan
 Tekanan Darah : diisi dengan hasil pemeriksaan tekanan darah calon pendonor
dengan satuan mmHg
 Denyut Nadi : diisi dengan hasil pemeriksaan denyut nadi calon pendonor dalam
hitungan satuan x/ menit
 Berat Badan : diisi dengan hasil pengukuran berat badan calon pendonor dalam
satuan kg
 Tinggi Badan : diisi dengan hasil pengukuran tinggi badan calon pendonor dalam
satuan cm
 Keadaan umum : diisi sesuai keadaan umum calon pendonor pada saat ini

92 Pedoman Peserta
 Suhu : diisi dengan hasil pengukuran suhu badan calon pendonor dalam satuan
derajat celcius
 Riwayat medis : diisi bila calon pendonor pernah menderita penyakit
sebelumnya

7. BAGIAN 5. DIISI OLEH PETUGAS


 Nama petugas : diisi dengan nama lengkap petugas yang melakukan
pemeriksaan Hb
 Macam Donor : diisi sesuai dengan jenis donor dengan tanda checklist (√)
 Nilai Hb : diisi sesuai hasil pemeriksaan dengan satuan gr/dl menggunakan alat
Haemoglobinometer
 Golongan Darah ABO : diisi sesuai hasil pemeriksaan dengan lingkaran kolom
yang dipilih
 Golongan Darah Rhesus : diisi sesuai hasil pemeriksaan dengan lingkaran kolom
yang dipilih

8. BAGIAN 6. DIISI OLEH DOKTER/ PERAWAT/ BIDAN


 Memenuhi syarat : diisi dengan tanda checklist (√) setelah melewati semua
tahap seleksi calon pendonor BAGIAN 1 s.d. 5

93 Pedoman Peserta
PETUNJUK ANAMNESA CALON PENDONOR BAGIAN 3

Apakah anda :
1. Merasa sehat pada hari ini? 1. Calon pendonor harus tampak sehat dan bebas dari penyakit organ penting.
2. Sedang minum antibiotik ? 2. Minum antibiotik bisa mengindikasikan calon pendonor sedang tidak sehat dan
kemungkinan menularkan infeksi kepada penerima darah.
3. Sedang minum obat lain untuk infeksi? 3. Sama dengan pertanyaan nomor 2.

Dalam waktu 48 Jam terakhir


4. Apakah anda sedang minum Aspirin atau obat yang mengandung aspirin ? 4. Aspirin dapat mengganggu pembekuan darah, dan orang yang minum aspirin secara rutin
perlu ditelusuri keterkaitannya dengan penyakit yang memerlukan pengenceran darah
seperti post myocardium infark atau stroke atau lainnya. Periode penolakan > 48 jam.
Dalam waktu 1 minggu terakhir
5. Apakah anda mengalami sakit kepala dan demam bersamaan? 5. Keadaan demam bisa mengindikasikan adanya infeksi atau peradangan, shg darah yang
disuumbangkan bisa berisiko menularkan infeksi pada penerima darah.

Dalam waktu 6 minggu terakhir


6. Untuk donor wanita : apakah anda saat ini sedang hamil ? Jika Ya, kehamilan keberapa?...... 6. Pada kondisi hamil (> 6 minggu) tidak dianjurkan menyumbangkan darah untuk menjaga kesehatan
calon pendonor. Kehamilan yang terlalu sering (>3 kali) dikhawatirkan memacu terbentuknya
berbagai antibodi dalam tubuh ibu yang dapat menyebabkan ketidak cocokkan dengan
darah penerima transfusi yang dapat memacu terjadinya reaksi transfusi, seperti TRALI.

Dalam waktu 8 minggu terakhir


7. Apakah anda mendonorkan darah, trombosit atau plasma? 7. Pertanyaan ditujukan untuk menghitung jarak penyumbangan darah berikutnya.
8. Apakah anda menerima vaksinasi atau suntikan lainnya? 8. Ada ketentuan waktu penyumbangan darah pasca vaksinasi (lihat lampiran).
9. Apakah anda pernah kontak dengan orang yang menerima vaksinasi smallpox? 9. Vaksin smallpox (vaccinia virus) dengan kemungkinan orang yang divaksin terinfeksi.
Infeksi smallpox dapat ditularkan melalui udara oleh karena itu jika calon pendonor
kontak dengan orang yang menerima vaksin smallpox harus ada jeda waktu tertentu untuk
meyakini bahwa dirinya sehat.

Dalam waktu 16 minggu terakhir


10. Apakah anda mendonorkan 2 kantong sel darah merah melalui proses aferesis? 10. Untuk menentukan jeda waktu diantara penyumbangan darah.

Dalam waktu 12 bulan terakhir


11. Apakah anda pernah menerima transfusi darah? 11. Pertanyaan ini untuk meyakinkan tidak adanya window periode IMLTD, periode penolakan 12 bulan.
12. Apakah anda pernah mendapat transplantasi, organ, jaringan atau sumsum tulang? 12. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan tidak terbatas, periode penolakan 12 bulan.
13. Apakah anda pernah cangkok tulang atau kulit? 13. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan tidak terbatas, periode penolakan 12 bulan.
14. Apakah anda pernah tertusuk jarum medis? 14. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan.
15. Apakah anda pernah berhubungan seksual dengan ODHA ? 15. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan.
16. Apakah anda pernah berhubungan seksual dengan WPS? 16. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan.
17. Apakah anda pernah berhubungan seksual dengan pengguna narkoba jarum suntik? 17. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan tidak terbatas.
18. Apakah anda pernah berhubungan seksual dengan pengguna konsentrat faktor pembekuan ? 18. Pengguna konsentrat faktor pembekuan memiliki risiko tinggi tertular IMLTD, oleh karena itu
calon pendonor yang berhubungan seksual dengannya memiliki risiko tertular IMLTD juga.

94 Pedoman Peserta
19. Donor wanita : apakah anda pernah berhubungan seksual dengan laki-laki yang biseksual ? 19. Sama dengan pertanyaan nomor 1, periode penolakan 12 bulan.
20. Apakah anda pernah berhubungan seksual dengan penderita hepatitis? 20. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan.
21. Apakah anda tinggal bersama penderita hepatitis? 21. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan .
22. Apakah anda memiliki tatto? 22. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan.
23. Apakah anda memiliki tindik telinga atau bagian tubuh lainnya? 23. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan.
24. Apakah anda sedang atau pernah mendapat pengobatan sifilis atau GO (kencing nanah) 24. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan.
25. Apakah anda pernah ditahan di penjara untuk waktu lebih dari 72 jam? 25. Sama dengan pertanyaan nomor 11. Untuk meyakinkan tidak ada penularan IMLTD melalui
penggunaan narkoba yang disuntikan atau hubungan seksual berisiko.
Penyumbangan darah tidak diperkenankan < 12 bulan.
Dalam waktu 3 tahun
26. Apakah anda pernah berada di luar wilayah Indonesia? 26. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan 12 bulan.

Tahun 1980 hingga 1996


27. Apakah anda tinggal selama 3 bulan atau lebih di Inggris? 27. Untuk meyakinkan calon pndonor tidak terkait dengan kejadian outbreak CJD di Inggris.

Tahun 1980 hingga sekarang


28. Apakah anda tinggal selama 5 tahun atau lebih di Eropa? 28. Sama dengan pertanyaan nomor 27 kepedulian terhada kesehatan pendonor.
29. Apakah anda menerima transfusi darah di Inggris? 29. Sama dengan pertanyaan nomor 27.

Tahun 1977 hingga sekarang


30. Apakah anda menerima uang, obat atau pembayaran lainnya untuk seks? 30. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan tidak terbatas.
31. Laki-laki : Apakah anda pernah berhubungan seksual dengan laki-laki, walaupun sekali? 31. Sama dengan pertanyaan nomor 11, periode penolakan tidak terbatas.

Apakah anda PERNAH


32. Mendapatkan hasil positif untuk tes HIV/AIDS? 32. Untuk meyakinkan bahwa calon pendonor tidak memiliki risiko IMLTD, periode penolakan tidak terbatas..
33. Menggunakan jarum suntik untuk obat-obatan, steroid yang tidak diresepkan dokter? 33. Sama dengan pertanyaan nomor 32, periode penolakan tidak terbatas.
34. Menggunakan konsentrat faktor pembekuan? 34. Sama dengan pertanyaan nomor 32, periode penolakan 12 bulan.
35. Menderita Hepatitis? 35. Sama dengan pertanyaan nomor 32, periode penolakan tidak terbatas.
36. Menderita Malaria? 36. Sama dengan pertanyaan nomor 32. Penyumbangan darah tidak diperkenankan < 3 tahun setelah asimptomatik.
Bepergian ke daerah endemis malaria , penyumbangan darah tidak diperkenankan < 12 bulan setelah pulang.
37. Menderita kanker termasuk leukimia? 37. Penderita leukemia biasanya merupakan penerima transfusi rutin, shg berisiko untuk
menularkan IMLTD, periode penolakan tidak terbatas.
38. Bermasalah dengan jantung dan paru-paru ? 38. Terkait dengan risiko terhadap kesehatan calon pendonor darah dan obat-obatan yang rutinnya, donor harus
bebas dari penyakit pernafasan akut, periode penolakan ditetapkan oleh dokter yang merawat.
39. Menderita perdarahan atau penyakit berhubungan dengan darah? 39. Sama dengan pertanyaan nomor 38, hal ini terkait dg penyakit seperti hemofili,
periode penolakan ditentukan oleh dokter yang merawat.
40. Apakah anda pernah berhubungan seksual dengan orang yang tinggal di Afrika? 40. Sama dengan pertanyaan nomor 32, periode penolakan tidak terbatas.
41. Tinggal di Afrika? 41. Sama dengan pertanyaan nomor 32, periode penolakan tidak terbatas. .
Negara di Afrika adalah: Cameroon, Benin, Repubik Afrika Tengah, Chad, Congo, Equatorial Guinea, Kenya,
Gabon, Niger, Nigeria, Senegal, Togo, atau Zambia).

95 Pedoman Peserta
DAFTAR PENOLAKAN DONOR
TERKAIT OBAT-OBATAN YANG DIKONSUMSI (AABB)

Apakah anda sekarang sedang atau pernah mengkonsumsi obat-obatan berikut ini :
1. Proscar (finasteride) – biasanya diberikan untuk pembesaran kelenjar prostat.
Periode penolakan donor 1 bulan.
2. Avodart, Jalyn (dutasteride) – biasanya diberikan untuk pembesaran kelenjar
prostat. Periode penolakan donor 6 bulan.
3. Propecia (finasteride) – biasanya diberikan untuk masalah “kebotakan”. Periode
penolakan donor 1 bulan.
4. Accutane, Absorica, Myorisan, Zenatane (Amnesteem, Claravis, Sotret,
isotretinoin) – bisanya diberikan untuk acne hebat. Periode penolakan donor 1
bulan.
5. Soriatane (acitretin) – bisanya diberikan untuk psoriasis berat. Periode penolakan
donor 3 tahun.
6. Tegison (etretinate) – bisanya diberikan untuk psoriasis berat. Penolakan
permanen.
7. Growth Hormone from Human Pituitary Glands – bisanya diberikan untuk anak-
anak dengan keterlambatan atau hambatan pertumbuhan.
8. Insulin from Cows (Bovine, or Beef, Insulin) – digunakan untuk pengobatan
diabetes. Penolakan tidak terbatas.
9. Hepatitis B Immune Globulin – diberikan sebagai tindak lanjut paparan terhadap
hepatitis B Catatan: Ini berbeda dengan vaksin hepatitis B yang diberikan serial 3
kali dalam kurun waktu 6 bulan untuk mencegah kemungkinan infeksi akibat
paparan terhadap hepatitis B.
10. Plavix (clopidogrel) dan Ticlid (ticlopidine) – menghambat fungsi platelet;
digunakan untuk mengurangi kemungkinan serangan jantung dan stroke. Periode
penolakan donor 14 hari.
11. Feldene (piroxicam) – diberikan untuk rasa sakit arthritis ringan dan sedang.
Periode penolakan donor 2 hari (48 jam).
12. Experimental Medication atau Unlicensed (Experimental) Vaccine – biasanya
berhubungan dengan protokol penelitian. Periode penolakan donor 12 bulan.
13. Coumadin (Jantoven, warfarin) dan Heparin dan Fragmin (dalteparin) dan
Pletal (cilostazol) dan Xarelto (rivaroxaban) dan Eliquis (apixaban) – biasanya
diberikan untuk mencegah penggumpalan darah. Periode penolakan donor 7 hari
(1 minggu) untuk penggunaan transfusi produk plasma.
14. Remicade (infliximab) dan Enbrel (etanercept) dan Humira (adalimumab) dan
Actemra (tocilizumab) dan Cimzia (certolizumab pegol) – biasanya diberikan
untuk pengobatan psoriasis, arthritis, atau Crohn’s disease

96 Pedoman Peserta
15. Effient (prasugrel) – mencegah penggumpalan darah – biasanya diberikan untuk
mencegah serangan jantung, stroke, atau kejadian terkait peredran darah lainnya
pada orang dengan risiko tinggi
16. Orencia (abatacept) – biasanya diberikan untuk pengobatan rheumatoid arthritis
aktif sedang atau berat pada adults dan juvenile idiopathic arthritis.
17. Pradaxa (dabigatran etexilate) – mencegah penggumpalan darah – biasanya
diberikan untuk mencegah stroke pada orang dengan atrial fibrillation.
18. Aggrenox (dipyridamole) – digunakan untuk mengurangi risiko stroke pada orang
dengan penggumpalan darah
19. Lovenox (enoxaparin) – digunakan untuk mencegah deep vein thrombosis (DVT)

BERIKUT BEBERAPA ALASANNYA:


 Jika anda pernah atau sedang mengkonsumsi Proscar, Avodart, Propecia,
Accutane, Soriatane, atau Tegison, obat-obatan ini dapat menyebabkan birth
defects (cacat lahir). Darah yang disumbangkan bisa mengandung dosis yang
cukup tinggi dari obat-obatan ini yang dapat merusak bayi yang dikandung jika
ditransfusikan kepada ibu hamil. Jika obat-obatan tersebut telah benar-benar
hilang dari peredaran darah, maka anda dapat kembali menyumbangkan darah.
Berikut ini setelah dosis terakhir, periode penolakan adalah satu bulan untuk
Proscar, Propecia dan Accutane, enam bulan untuk Avodart dan tiga tahun untuk
Soriatane. Tegison adalah ditolak permanen.
 Growth hormone dari kelenjar pituitary manusia . Hormon diperoleh dari
kelenjar pituitary manusia, yaitu di dalam otak. Beberapa orang yang
mengkonsumsi hormon ini mengalami kelainan sistim syaraf langka yang disebut
Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD). Penolakan adalah permanen.
 Insulin from cows (bovine, atau beef insulin). Jika insulin ini diimport dari
negara dengan “Mad Cow Disease”, maka dapat mengandung bahan dari ternak
yang terinfeksi. Ada kemungkinan "Mad Cow Disease" ditularkan melalui transfusi.
Penolakan tidak terbatas.
 Hepatitis B Immune Globulin (HBIG). HBIG tidak mencegah infeksi hepatitis B,

oleh karena itu orang-orang yang menerima HBIG harus menunggu 12 bulan untuk
menyumbangkan darahnya untuk meyakinkan bahwa mereka tidak terinfeksi oleh
karena hepatitis B dapat ditularkan melalui transfusi darah kepada pasien.
 Unlicensed Vaccine (vaksin yang belim memiliki ijin edar) biasanya berhubungan
dengan protokol penelitian danndampak transmisi melalui darah tidak diketahui.
Penolakan adalah satu tahun kecuali ada indikasi dari dokter.

97 Pedoman Peserta
PANDUAN LATIHAN

Materi Inti 3 : Seleksi pendonor darah di Puskesmas.


Pokok Bahasan 2 : Kewaspadaan standar dan keamanan kerja.

A. Panduan untuk Pelatih


1. Pelatih dan asisten melakukan penyiapan alat dan bahan habis pakai untuk
kegiatan demonstrasi kewaspadaan standar dan keamanan kerja.
2. Pelatih menjelaskan setiap alat dan bahan kewaspadaan standar serta
penggunaannya.
3. Pelatih membagi peserta menjadi dua kelompok. Setiap kelompok dipandu
oleh pelatih/asisten pelatih.
4. Pelatih/asisten pelatih meminta peserta membentuk setengah lingkaran.
5. Pelatih memperagakan cara mencuci tangan yang benar.
6. Pelatih memperagakan cara penggunaan masker
7. Pelatih memperagakan cara penggunaan jas laboratorium.
8. Pelatih memperagakan cara penggunaan sarung tangan.
9. Pelatih memperagakan cara pengelolaan reagen.
10. Pelatih memperagakan cara pembuangan limbah infeksius.
11. Pelatih didampingi asisten pelatih meminta setiap peserta secara bergantian
melakukan langkah-langkah cuci tangan yang benar.
12. Pelatih memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya.
13. Pelatih mengevaluasi hasil latihan

B. Waktu
2 Jpl X 45 menit = 90 menit

C. Media dan Alat Bantu


1. Peralatan :
a. Jas Laboratorium
b. Wadah limbah infeksius
c. Lampu ultra violet

2. Bahan Habis Pakai (BHP) :


a. Larutan desinfektan
b. Sarung tangan
c. Masker
d. Contoh reagen

98 Pedoman Peserta
e. Capillary tube
f. Blood lancet
g. Kantong limbah infeksius

D. Tempat
Pengaturan ruangan disesuaikan dengan kebutuhan.

99 Pedoman Peserta
PANDUAN DEMONSTRASI

Materi Inti 3 : Seleksi pendonor darah di Puskesmas.


Pokok Bahasan 3 : Persiapan alat dan bahan untuk seleksi pendonor darah.

A. Panduan untuk Pelatih


1. Pelatih dan asisten melakukan penyiapan alat dan bahan habis pakai untuk
kegiatan demonstrasi persiapan alat dan bahan serta pelaksanaan seleksi
pendonor darah.
2. Pelatih menjelaskan setiap alat dan bahan seleksi pendonor darah serta
penggunaannya.
3. Pelatih membagi peserta menjadi dua kelompok.
4. Setiap kelompok dipandu oleh pelatih/asisten pelatih.
5. Pelatih/asisten pelatih meminta peserta membentuk setengah lingkaran.
6. Pelatih dibantu asisten memperagakan kegiatan penyiapan persiapan alat dan
bahan serta pelaksanaan seleksi pendonor darah.
7. Pelatih menyediakan waktu untuk peserta bertanya.

B. Waktu
1 Jpl X 45 menit = 45 menit

C. Media dan Alat Bantu


1. Peralatan :
a. Timbangan badan.
b. Tempat kapas stainless steel.
c. Termos, wadah untuk menyimpan antisera.
d. Termometer pengukur suhu antisera.
e. Wadah limbah infeksius (berisi larutan hipoklorit 0,5% untuk sampah yang
tercemar darah).
f. Wadah limbah tajam dari bahan tidak tembus.
g. Wadah limbah non infeksius.
h. Stetoskop.
i. Tensimeter.
j. Termometer suhu tubuh.
k. Hemoglobinometer.
l. Autoklik

100 Pedoman Peserta


2. Bahan:
a. Tisu
b. Sarung tangan.
c. Blood lancet.
d. Cuvette hemoglobin.
e. Desinfektan kulit dengan spray.
f. Kaca obyek sekali pakai/paper golongan darah.
g. Kapas steril.
h. Kantong limbah infeksius.
i. Kantong limbah non infeksius.
j. Desinfektan untuk cuci tangan.
k. Tusuk gigi/batang pengaduk untuk pemeriksaan golongan darah.
l. Reagensia:
 Anti sera anti A dan anti B monoklonal.
 Anti-D monoklonal.

D. Tempat
Pengaturan ruangan disesuaikan dengan kebutuhan.

101 Pedoman Peserta


PANDUAN LATIHAN

Materi Inti 3 : Seleksi pendonor darah di Puskesmas.


Pokok Bahasan 4 : Seleksi pendonor darah.

A. Panduan untuk Pelatih


1. Pelatih dan asisten melakukan penyiapan alat dan bahan habis pakai untuk
kegiatan demonstrasi seleksi pendonor darah.
2. Pelatih menjelaskan setiap alat dan bahan seleksi pendonor darah serta
penggunaannya.
3. Pelatih membagi peserta menjadi dua kelompok.
4. Setiap kelompok dipandu oleh pelatih/asisten pelatih.
5. Pelatih/asisten pelatih meminta peserta membentuk setengah lingkaran.
6. Pelatih dibantu asisten memperagakan kegiatan seleksi pendonor darah,
meliputi:
a. Pengisian lembar informasi dan kuesioner donor darah.
b. Pemeriksaan kesehatan calon pendonor darah meliputi anamnesa
riwayat penyakit, pengukuran berat badan, tekanan darah, nadi dan
pernafasan.
c. Pemeriksaan kadar hemoglobin.
d. Pemeriksaan golongan darah.
7. Peserta bergantian diminta untuk melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin
dan golongan darah.
8. Pelatih menyediakan waktu untuk peserta bertanya.

B. Waktu
3 Jpl X 45 menit = 135 menit

C. Media dan Alat Bantu


1. Peralatan :
a. Tempat kapas stainless steel.
b. Termos, wadah untuk menyimpan antisera.
c. Termometer pengukur suhu antisera.
d. Wadah limbah infeksius (berisi larutan hipoklorit 0,5% untuk sampah yang
tercemar darah).
e. Wadah limbah tajam dari bahan tidak tembus.
f. Wadah limbah non infeksius.

102 Pedoman Peserta


g. Hemoglobinometer.
h. Auto klik

2. Bahan:
a. Tisu
b. Sarung tangan.
c. Blood lancet.
d. Cuvette hemoglobin.
e. Desinfektan kulit dengan spray.
f. Kaca obyek sekali pakai/paper golongan darah.
g. Kapas steril.
h. Kassa
i. Kantong limbah infeksius.
j. Kantong limbah non infeksius.
k. Desinfektan untuk cuci tangan.
l. Tusuk gigi/batang pengaduk untuk pemeriksaan golongan darah.
m. Reagensia:
 Anti sera anti A dan anti B monoklonal.
 Anti-D monoklonal.

D. Tempat
Pengaturan ruangan disesuaikan dengan kebutuhan.

103 Pedoman Peserta


PANDUAN LATIHAN

Materi Inti 3 : Seleksi pendonor darah di Puskesmas.


Pokok Bahasan 5 : Pencatatan seleksi pendonor darah.

A. Panduan Untuk Pelatih


1. Pelatih dan asisten melakukan penyiapan alat dan bahan habis pakai untuk
kegiatan latihan pengisian formulir pencatatan kegiatan seleksi pendonor
darah.
2. Pelatih menjelaskan isi formulir pencatatan kegiatan seleksi pendonor darah
dan formulir rekapitulasi kegiatan seleksi pendonor darah.
3. Pelatih membagi peserta menjadi dua kelompok.
4. Setiap kelompok dipandu oleh pelatih/asisten pelatih.
5. Pelatih dan asisten membimbing tiap kelompok peserta untuk mengisi formulir
pencatatan kegiatan seleksi pendonor darah dan formulir rekapitulasi kegiatan
seleksi pendonor darah, menggunakan data salah satu kegiatan seleksi donor di
salah satu UTD.
6. Pelatih menyediakan waktu untuk peserta bertanya.

B. Waktu
1 Jpl X 45 menit = 45menit

C. Media dan Alat Bantu


 Laptop/komputer
 LCD
 ATK
 Formulir pencatatan kegiatan seleksi pendonor darah

D. Tempat
Pengaturan ruangan disesuaikan dengan kebutuhan.

104 Pedoman Peserta


MATERI INTI - 4
MONITORING DAN EVALUASI KEGIATAN PROGRAM KERJA SAMA

I. DESKRIPSI SINGKAT

Pelaksanaan Program Kerja Sama antara Puskesmas, Unit Transfusi Darah, dan
Rumah Sakit dalam Pelayanan Darah untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu
dilakukan berdasarkan sistem rujukan dan prinsip portabilitas. Pokok-pokok
kerjasama ini melibatkan masyarakat untuk aktif menjadi pendonor darah. Pada
awalnya donor darah adalah sebagai donor pendamping ibu hamil yang memiliki
risiko perdarahan, namun dengan adanya peningkatan kesadaran atas pentingnya
menjadi donor darah, maka lambat laun donor darah pendamping bisa menjadi
donor darah sukarela.

Bagi Puskesmas kegiatan rekrutmen donor merupakan bagian dari kegiatan Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) oleh karena dengan menjadi donor darah maka yang
bersangkutan akan berupaya memelihara kesehatannya agar senantiasa memenuhi
persyaratan donor darah. Selanjutnya kegiatan seleksi awal donor darah di
Puskesmas akan sangat membantu meminimalikan jumlah donor yang ditolak di
UTD yang saat ini jumlahnya cukup besar. Sebagian besar penolakan disebabkan
oleh kondisi kesehatan yang sebenarnya dapat dengan mudah dideteksi oleh
Puskesmas, seperti misalnya berat badan kurang, kadar hemoglobin rendah
ataupun kondisi fisik tidak memadai yang dengan mudah dapat dikenali oleh
Puskesmas.

Meningkatnya kesadaran keluarga ibu hamil dan masyarakat untuk menyumbangkan


darah akan meningkatkan ketersediaan darah di tiap wilayah dimana Puskesmas
berada. Ketersediaan darah tepat waktu dan terjangkau diharapkan dapat turut
membantu menurunkan angka kematian ibu akibat perdarahan.

Dalam pelaksanaan kerjasama ini, perlu dilakukan pembinaan sesuai dengan


ketentuan peraturan yang berlaku. Salah satu bentuk pembinaan adalah melalui
monitoring dan evaluasi kegiatan Program Kerja Sama. Kegiatan monitoring dan
evaluasi program dilakukan secara berjenjang dan berkala oleh Kementerian
Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota.

105 Pedoman Peserta


II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan pembelajaran umum:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan monitoring dan
evaluasi kegiatan Program Kerja Sama.

B. Tujuan pembelajaran khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Melakukan monitoring kegiatan Program Kerja Sama
2. Melakukan evaluasi kegiatan Program Kerja Sama.

III. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1 : Monitoring Kegiatan Kerja Sama.
Pokok Bahasan 2 : Evaluasi Kegiatan Kerja Sama.

IV. METODE

 Tugas baca modul


 Curah pendapat
 Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
 Latihan pengisian Formulir Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan Program Kerja
Sama Bulanan (TPK1).
 Penugasan kelompok penyusunan perencanaan monitoring dan evaluasi Program
Kerja Sama (TPK 1 dan 2)

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan tayang
 Modul pelatihan
 Laptop/komputer
 LCD
 Audio Visual Aids
 ATK

106 Pedoman Peserta


 Formulir Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan Program Kerja Sama Bulanan
 Panduan Latihan Pengisian Formulir
 Panduan Diskusi Kelompok

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Berikut ini merupakan pedoman bagi pelatih dan peserta dalam melaksanakan
pembelajaran.

Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu


(menit)
1 Pengkondisian 1. Pelatih menyapa peserta dengan ramah 5’
dan hangat. Apabila belum berkenalan
mulai dengan perkenalan. Sampaikan
tujuan pembelajaran, sebaiknya dengan
menggunakan bahan tayang.
2. Pelatih menggali pendapat/pemahaman
peserta terkait Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan Program Kerja Sama.
3. Pelatih menuliskan kata kunci pendapat
mereka pada kertas flipchart atau
metaplan.

2 Pembahasan 1. Pelatih menyampaikan paparan dengan 75’


Materi Monitoring menggunakan tayangan power point,
Kegiatan Program tentang Monitoring dan Evaluasi
Kerja Sama dan Kegiatan Program Kerja Sama.
Evaluasi Kegiatan 2. Berikan kesempatan kepada peserta
Program Kerja untuk bertanya (dalam proses ini pelatih
Sama tetap perlu mengklarifikasi pendapat
peserta yang telah tertuang saat curah
pendapat, dan membandingkannya
dengan materi yang telah disajikan).

107 Pedoman Peserta


Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
3 Latihan pengisian 1. Pelatih didampingi asisten pelatih 45'
formulir menjelaskan cara pengisian formulir
Pencatatan dan Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan
Pelaporan Program Kerja Sama Bulanan.
Kegiatan Program 2. Pelatih didampingi asisten pelatih
Kerja Sama membimbing peserta latih untuk
Bulanan mengisi formulir Pencatatan dan
Pelaporan Kegiatan Program Kerja Sama
Bulanan berdasarkan data kasus yang
diberikan.
4 Diskusi Kelompok 1. Pelatih membagi peserta latih dalam 135'
identifikasi kelompok.
permasalahan 2. Pelatih menugaskan kelompok untuk
dalam mengidentifikasi permasalahan dalam
menjalankan menjalankan program kerja sama.
program kerja 3. Pelatih didampingi asisten pelatih
sama. membimbing kelompok untuk
mengidentifikasi permasalahan dalam
menjalankan program kerja sama.
4. Pelatih memberikan feedback terhadap
hasil tugas kelompok yang
dipresentasikan di kelas.

5 Evaluasi dan 1. Pelatih melakukan evaluasi dengan 10’


Rangkuman melempar beberapa pertanyaan untuk
menilai apakah tujuan pembelajaran
tercapai
2. Pelatih merangkum sesi pembelajaran
3. Pelatih menutup sesi ini dengan
memberikan apresiasi atas keterlibatan
aktif seluruh peserta.

108 Pedoman Peserta


VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1
MONITORING KEGIATAN PROGRAM KERJA SAMA.

Menurut World Health Organization (WHO) monitoring adalah suatu proses


pengumpulan dan analisis informasi dari penerapan suatu program termasuk
mengecek secara reguler untuk melihat apakah kegiatan/program itu berjalan
sesuai rencana sehingga masalah yang dilihat /ditemui dapat diatasi.

Tujuan Monitoring :
1. Mengkaji apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan
rencana.
2. Mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi.
3. Melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan sudah
tepat untuk mencapai tujuan kegiatan.
4. Mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh ukuran
kemajuan.
5. Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah tanpa menyimpang dari
tujuan.

Monitoring kegiatan Program Kerja Sama antara Puskesmas, Unit Transfusi Darah,
dan Rumah Sakit dalam Pelayanan Darah untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu
sangat dibutuhkan dalam rangka menjamin akses pelayanan darah yang berkualitas
khususnya penyediaan darah bagi kebutuhan ibu hamil, bersalin dan nifas. Kegiatan
tersebut dilakukan secara berjenjang dan berkala oleh Kementerian Kesehatan,
Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota selaku pengawas.

Sebelum monitoring, pengawas dalam menjalankan fungsinya harus mengingat


kembali tujuan dan alur pelaporan Kerja Sama.

Tujuan dari program Kerja Sama, yaitu:


1. Menjamin terpenuhinya kebutuhan darah yang aman bagi ibu melahirkan
disuatu wilayah.
2. Meningkatkan peran serta masyarakat untuk menjadi pendonor darah sukarela.
3. Meningkatkan dukungan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

109 Pedoman Peserta


Sedangkan alur pelaporan Kerja Sama, yaitu:
1. Puskesmas membuat pencatatan dan pelaporan bulanan kepada Dinas
Kesehatan mengenai calon donor darah pendamping ibu hamil yang telah
disiapkan dengan tembusan ke UTD.
2. UTD membuat pencatatan dan pelaporan bulanan kepada Dinas Kesehatan
mengenai donor darah yang didapatkan dari calon donor darah pendamping ibu
hamil yang disiapkan dengan tembusan ke Puskesmas.

Berdasarkan tujuan dan alur pelaporan kerja sama di atas, pengawas dapat
membandingkan apakah kegiatan-kegiatan yang dilaporkan sesuai dengan yang
dijalankan dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Apabila ditemukan
penyimpangan maka dapat diatasi. Namun demikian, dalam monitoring perlu
diingat bahwa pelaksanaan Program Kerja Sama dapat disesuaikan dengan kondisi
di daerah masing-masing, termasuk ketersediaan darah di Unit Transfusi Darah
(UTD).

Kegiatan monitoring adalah:


1. Monitoring dari Kementerian Kesehatan ke Dinas Kesehatan Tingkat Propinsi
maupun Kabupaten/Kota adalah menilai peranan Dinas Kesehatan Propinsi
dalam kegiatan Program Kerja Sama melalui inspeksi:
a. Keberadaan salinan dan validitas dokumen Kerjasama antara Puskesmas, UTD
dan Rumah Sakit dalam Pelayanan Darah untuk menurunkan Angka Kematian
Ibu.
b. Keberadaan Dokumen laporan kegiatan monitoring Program Kerja Sama yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi.

2. Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Tingkat Propinsi dapat bersama-


sama melakukan monitoring untuk menilai peranan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dalam kegiatan Program Kerja Sama melalui inspeksi:
a. Keberadaan salinan dan validitas dokumen Kerjasama antara Puskesmas,
UTD dan Rumah Sakit dalam Pelayanan Darah untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu.
b. Laporan bulanan dari UTD kepada Dinas Kesehatan mengenai donor darah
yang didapatkan dari calon donor darah pendamping ibu hamil yang
disiapkan
c. Keberadaan Dokumen laporan kegiatan monitoring Program Kerja Sama yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
d. Laporan pelayanan transfusi darah dari RS untuk ibu hamil, bersalin dan
pasca persalinan.

110 Pedoman Peserta


3. Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Tingkat Propinsi dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat bersama-sama melakukan monitoring untuk menilai
peranan Puskesmas dalam kegiatan Program Kerja Sama melalui inspeksi:
a. Keberadaan laporan kegiatan rekrutmen donor oleh Puskesmas.
b. Keberadaan laporan kegiatan seleksi donor oleh Puskesmas.
c. Kelengkapan laporan Program P4K Puskesmas.
d. Laporan umpan balik rujukan ibu hamil dari Rumah Sakit kepada Puskesmas.

4. Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Tingkat Propinsi dan Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota dapat bersama-sama melakukan monitoring untuk menilai
peranan UTD dalam kegiatan Program Kerja Sama melalui inspeksi:
a. Laporan bulanan kepada Dinas Kesehatan mengenai donor darah yang
didapatkan dari calon donor darah pendamping ibu hamil yang disiapkan.
b. Laporan persediaan darah di UTD.

Dalam kegiatan monitoring pengawas menentukan metode pengumpulan data. Di


bawah ini adalah berbagai metode pengumpulan data yang dapat dipilih:
1. Observasi lapangan.
2. Wawancara dengan Kepala Puskesmas/ Penanggung Jawab Program Kerja Sama
3. Studi dokumentasi melalui laporan yang ada di Puskesmas.

Lebih lanjut Pengawas perlu juga menyusun kerangka acuan monitoring yang
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Dasar pelaksanaan monitoring.
2. Tujuan pelaksanaan monitoring.
3. Output monitoring.
4. Sasaran puskesmas yang akan dimonitor.
5. Waktu monitoring.
6. Tim pengawas.
7. Sumber biaya dan anggaran monitoring.
8. Instrumen monitoring.

Laporan monitoring harus dibuat oleh masing-masing tingkatan pengawas, meliputi:


1. Data monitoring (gambar tabel/grafik/diagram).
2. Analisa data monitoring.
3. Kesimpulan.
4. Saran perbaikan/penyempurnaan Program Kerja Sama.

111 Pedoman Peserta


Pengawas melaporkan hasil monitoring kepada pejabat terkait, lintas program dan
lintas sektor. Pelaporan dapat berupa langsung maupun tidak langsung. Lewat
pelaporan ini diharapkan masing-masing pemangku kepentingan dapat melakukan
tindak lanjut berupa perbaikan pelaksanaan kegiatan Program Kerja Sama yang
dilakukan di masing-masing instansi sesuai saran.

Pokok Bahasan 2
EVALUASI KEGIATAN PROGRAM KERJA SAMA.

Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input),


keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. Evaluasi
merupakan kegiatan penilaian hasil yang diperoleh selama monitoring berlangsung.
Evaluasi bertujuan melihat tingkat keberhasilan pengelolaan kegiatan melalui
kajian terhadap manajemen dan output pelaksanaannya serta permasalahan yang
dihadapi.

Evaluasi dimaksudkan untuk memberikan kesimpulan dalam bentuk umpan balik


sehingga dapat terus mengarahkan pencapaian visi/misi/sasaran yang telah
ditetapkan. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara yang terjadi dengan
yang direncanakan, serta mengaitkannya dengan kondisi lingkungan yang ada. Arah
evaluasi bukan pada apakah informasi yang disediakan benar atau salah, tetapi
lebih diarahkan pada perbaikan yang diperlukan atas implementasi
kebijakan/program/kegiatan.

Evaluasi lebih bersifat menilai hasil yang diperoleh dalam Program Kerja Sama
dalam rangka mengukur tingkat keberhasilan program. Evaluasi kegiatan Program
Kerja Sama juga dilakukan secara berjenjang dan berkala oleh Kementerian
Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota.

Indikator yang dievaluasi dalam pelaksanaan program ini adalah:


1. Permasalahan dalam menjalankan Nota Kesepahaman Kerja Sama antara
Puskesmas, UTD dan Rumah Sakit.
2. Permasalahan dalam menjalankan program rekrutmen dan seleksi awal donor di
Puskesmas serta permasalahan pengiriman calon pendonor oleh Puskesmas ke
UTD.
3. Permasalahan dalam menjalankan penyediaan darah asal donor pendamping
atau masyarakat hasil rekrutmen oleh Puskesmas di UTD.
4. Permasalahan dalam menjalankan penyediaan darah di RS.

112 Pedoman Peserta


5. Permasalahan komunikasi dan informasi antara Puskesmas, UTD dan RS melalui
berjalannya pengisian formulir pelaporan.
6. Persentase pemenuhan kebutuhan darah bagi ibu hamil/bersalin/nifas yang
memerlukan transfusi melalui perbandingan jumlah ibu hamil/bersalin/nifas
yang mendapatkan transfusi dibagi dengan jumlah ibu hamil/bersalin/nifas yang
membutuhkan transfusi.

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dapat dilaksanakan berdampingan.

VIII. REFERENSI

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata


Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2015 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Kerja Sama Antara Puskesmas, Unit
Transfusi Darah, Dan Rumah Sakit Dalam Pelayanan Darah Untuk Menurunkan
Angka Kematian Ibu

IX. LAMPIRAN

1. Format Perjanjian Kerja Sama


2. Formulir Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan Program Kerja Sama Bulanan

113 Pedoman Peserta


FORMAT PERJANJIAN KERJA SAMA

Logo
NOTA KESEPAHAMAN
antara
DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA,
dengan
UNIT TRANSFUSI DARAH
dengan
RUMAH SAKIT
Nomor :
Nomor :
Nomor :
TENTANG
PELAYANAN DARAH UNTUK MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU

Pada hari ini …….. tanggal .............. bulan ............ tahun Dua Ribu .......... Belas,
bertempat di ..................................., kami yang bertanda tangan di bawah ini :

1. : Kepala Dinas Kesehatan, berkedudukan di


..........................., dalam hal ini
bertindak untuk dan atas namaDinas Kesehatan
…………………………….. ……….., selanjutnya disebut PIHAK KESATU;
2. : Kepala Unit Transfusi Darah, berkedudukan di
..........................., dalam hal ini
bertindak untuk dan atas nama Unit Transfusi
…………………………….. Darah, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA;
3. : Direktur Rumah Sakit ....................,
berkedudukan di ……………………, dalam hal ini
bertindak untuk dan atas nama Rumah Sakit
…………………………., selanjutnya disebut PIHAK
…………………………….. KETIGA;

114 Pedoman Peserta


PIHAK KESATU, PIHAK KEDUA dan PIHAK KETIGA, secara bersama-sama selanjutnya disebut
PARA PIHAK sepakat untuk mengadakan Nota Kesepahaman tentang Pelayanan Darah Untuk
Menurunkan Angka Kematian Ibu, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dan syarat-
syarat seperti yang tertera di bawah ini :

Pasal 1
Maksud dan tujuan

1) Nota Kesepahaman ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi PARA PIHAK dalam
melaksanakan kerja sama penyediaan darah bagi kebutuhan ibu melahirkan.

2) Nota Kesepahaman ini bertujuan:


a. menjamin upaya tersedianya persediaan darah yang aman bagi ibu melahirkan disuatu
wilayah.
b. meningkatkan peran serta masyarakat untuk menjadi pendonor darah sukarela.
c. meningkatkan dukungan dari pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

Pasal 2
Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari Nota Kesepahaman ini adalah dalam hal:
a. pelayanan kesehatan pada ibu hamil;
b. rekrutmen dan seleksi awal donor;
c. pengambilan dan pengolahan darah;
d. permintaan dan distribusi darah;
e. informasi;
f. pencatatan dan pelaporan; dan
g. monitoring dan evaluasi

Pasal 3
Pelaksanaan
(1) Dalam melaksanakan kerja sama ini, PIHAK KESATU menunjuk Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas):
a. ……………..
b. ……………..
c. ……………..
d. ……………..
e. ……………..
(2) Pelaksanaan Nota Kesepahaman ini mengacu pada peraturan perundangan yang
berlaku.

115 Pedoman Peserta


Pasal 4
Pembiayaan
Biaya yang timbul dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman ini dibebankan pada
anggaran PARA PIHAK dan/atau lain-lain sumber pendapatan yang sah dan tidak mengikat
sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan kewenangan masing-masing, dan dilaksanakan
menurut ketentuan perundangan yang berlaku.

Pasal 5
Jangka Waktu
Nota Kesepahaman ini berlaku selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal
ditandatanganinya Nota Kesepahaman ini.

Pasal 6
Adendum
Hal–hal penting yang belum diatur dalam Nota Kesepahaman ini akan diatur dan ditetapkan
lebih lanjut oleh PARA PIHAKberdasarkan kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk
adendum / perubahan dari Nota Kesepahaman ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dengan Nota Kesepahaman ini.

Pasal 7
Penutup

Demikian Nota Kesepahaman ini dibuat dan ditandatangani oleh PARA PIHAK dalam rangkap 3
(tiga) asli, bermaterai cukup, masing–masing mempunyai kekuatan hukum yang sama setelah
ditandatangani oleh PARA PIHAK.

PIHAK KEDUA PIHAK KESATU

……………….. …………………….

PIHAK KETIGA

……………………..

116 Pedoman Peserta


FORMULIR PENCATATAN DAN PELAPORAN KEGIATANKEGIATAN PROGRAM KERJA SAMA BULANAN

Bulan :
Nama Puskesmas :

Jumlah ibu
Jenis Kelamin yang mendapatkan transfusi
Golongan
Jumlah yang terjaring pendonor (orang)*
No Darah
Jumlah ibu hamil untuk menjadi darah
Urut Ibu pasca
(orang) pendonor darah O A B AB Ibu hamil Ibu melahirkan
(orang) L P melahirkan
Pos Neg Pos Neg Pos Neg Pos Neg

Petugas, Kepala Puskesmas,

( ) ( )

Keterangan :
 * Data diperoleh dari kegiatan PNC di Puskesmas
 Formulir dibuat rangkap 3 dimana 2 lembar pertama masing-masing disampaikan kepada UTD dan Dinas Kesehatan sebagai laporan dan lembar terakhir untuk arsip/ dokumen di Puskesmas.

117 Pedoman Peserta


PANDUAN LATIHAN

Materi Inti 4 : Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Program Kerja sama.


Pokok Bahasan 1 : Pengisian Formulir Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan
Program Kerja Sama Bulanan.

A. Panduan Untuk Pelatih


1. Pelatih dan asisten melakukan penyiapan alat dan bahan habis pakai untuk
kegiatan latihan pengisian Formulir Pencatatan Dan Pelaporan Kegiatan
Program Kerja Sama Bulanan.
2. Pelatih menjelaskan isi formulir Pencatatan Dan Pelaporan Kegiatan
Program Kerja Sama Bulanan.
3. Pelatih membagi peserta menjadi dua kelompok.
4. Setiap kelompok dipandu oleh pelatih/asisten pelatih.
5. Pelatih dan asisten membimbing tiap kelompok peserta untuk mengisi
formulir Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan Program Kerja Sama Bulanan,
menggunakan data salah satu kegiatan seleksi donor di salah satu UTD.
6. Pelatih menyediakan waktu untuk peserta bertanya.

B. Waktu
1 Jpl X 45 menit = 45menit

C. Media dan Alat Bantu


1. Modul Pelatihan
2. Bahan tayang
3. Laptop/komputer
4. LCD
5. Audio Visual Aids
6. ATK
7. Formulir Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan Program Kerja Sama Bulanan

D. Tempat
Ruangan kelas

118 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


PANDUAN DISKUSI KELOMPOK

Materi Inti 4 : Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Program Kerja sama.


Pokok Bahasan 1 dan 2 : Diskusi kelompok Identifikasi permasalahan dalam
menjalankan Program Kerja Sama.

A. Panduan Untuk Pelatih


1. Pelatih dan asisten melakukan penyiapan alat dan bahan habis pakai untuk
kegiatan diskusi kelompok identifikasi permasalahan dalam menjalankan
program kerja sama.
2. Pelatih membagi peserta menjadi dua kelompok.
3. Setiap kelompok dipandu oleh pelatih/asisten pelatih.
4. Pelatih dan asisten membimbing tiap kelompok peserta untuk
mengidentifikasi permasalahan dalam menjalankan program kerja sama.
5. Pelatih menyediakan waktu untuk peserta bertanya.

B. Waktu
3 Jpl X 45 menit = 135menit

C. Media dan Alat Bantu


1. Laptop/komputer
2. LCD
3. ATK

D. Tempat
Ruangan kelas

119 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


MATERI INTI - 5
TEKNIK MELATIH

I. DESKRIPSI SINGKAT

Dalam proses melatih, diperlukan penguasaan dan kesiapan seorang pelatih


atas berbagai aspek yang berperan besar dalam pencapaian tujuan pelatihan.
Oleh karena itu, seorang pelatih diberikan kemampuan antara lain: menyusun
SAP (satuan acara pembelajaran), melakukan dinamisasi dan memotivasi
peserta dalam pengelolaan kelas, membangun komunikasi interaktif dengan
dan antar peserta, memanfaatkan keragaman metode pembelajaran,
menggunakan media dan alat bantu pembelajaran.

Materi teknik melatih ini disusun untuk membekali pelatih dalam melatih
tenaga kesehatan di daerah terkait pengelolaan program kerja sama antara
Puskesmas, UTD dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka
kematian ibu. Pada akhir proses pembelajaran materi ini, akan diberikan
kesempatan kepada setiap peserta untuk mempraktikkan micro- teaching
dalam rangka mengevaluasi pencapaian kemampuan menjadi seorang pelatih.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan pembelajaran umum:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melatih pada pelatihan
pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas, UTD dan RS dalam
pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu.

B. Tujuan pembelajaran khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Melakukan pembelajaran orang dewasa (POD).
2. Menyusun Satuan Acara Pembelajaran (SAP).
3. Menggunakan metode, media dan alat bantu.
4. Melakukan presentasi interaktif.

III. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1 : Pembelajaran Orang Dewasa.
Pokok Bahasan 2 : Satuan Acara Pembelajaran (SAP).
Pokok Bahasan 3 : Metode, Media dan Alat Bantu.
Pokok Bahasan 4 : Teknik Presentasi Interaktif.

120 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


IV. METODE PEMBELAJARAN

Metode pembelajaran yang digunakan dalam pelatihan ini adalah sebagai


berikut:
1. Curah pendapat
2. Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
3. Micro-teaching

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

Bahan belajar yang dapat digunakan oleh peserta latih adalah sebagai berikut :
1. Bahan tayang
2. Modul pelatihan
3. Laptop/komputer
4. LCD
5. Formulir SAP
6. Check list penilaianmicro-teaching
7. ATK
8. Pointer
9. Panduan micro-teaching

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 12 jp @45 menit. Untuk
memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah pembelajaran
sebagai berikut.

Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu


(menit)
1 Pengkondisian 1. Pelatih menyapa peserta dengan 15’
ramah dan hangat.
2. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi materi di kelas,
pelatih memperkenalkan diri dengan
menyebut nama lengkap, instansi
tempat bekerja, dan materi yang
akan disampaikan.
3. Pelatih menyampaikan tujuan
pembelajaran modul ini dan pokok
bahasan yang akan disampaikan
dengan menggunakan bahan tayang.

121 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
4. Pelatih menggali pemahaman
peserta latih tentang topik modul
yang akan diajarkan

2 Pembahasan 1. Pelatih menyampaikan materi 45’


Materi pokok Pembelajaran Orang Dewasa dengan
bahasan menggunakan bahan tayang.
Pembelajaran 2. Pelatih memberikan kesempatan
Orang Dewasa. kepada peserta latih untuk bertanya
atau mengajukan pendapat di dalam
proses pembahasan materi.
3. Pelatih tetap perlu mengklarifikasi
pendapat/ pertanyaan peserta latih
dengan kesesuaian topik materi yang
dibahas

3 Pembahasan 1. Pelatih menyampaikan materi 60’


Materi pokok Satuan Acara Pembelajaran (SAP)
bahasan Satuan dengan menggunakan bahan tayang
Acara 2. Pelatih memberikan kesempatan
Pembelajaran kepada peserta latih untuk bertanya
(SAP). atau mengajukan pendapat di dalam
proses pembahasan materi
3. Pelatih tetap perlu mengklarifikasi
pendapat/ pertanyaan peserta latih
dengan kesesuaian topik materi
yang dibahas

4 Pembahasan 1. Pelatih menyampaikan materi 45’


Materi pokok Metode, Media dan Alat Bantu
bahasan Metode, dengan menggunakan bahan tayang
Media dan Alat 2. Pelatih memberikan kesempatan
Bantu. kepada peserta latih untuk bertanya
atau mengajukan pendapat di dalam
proses pembahasan materi
3. Pelatih tetap perlu mengklarifikasi
pendapat/ pertanyaan peserta latih
dengan kesesuaian topik materi
yang dibahas

122 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
5 Pembahasan 1. Pelatih menyampaikan materi 45’
Materi pokok Teknik Presentasi Interaktif dengan
bahasan Teknik menggunakan bahan tayang
Presentasi 2. Pelatih memberikan kesempatan
Interaktif. kepada peserta latih untuk bertanya
atau mengajukan pendapat di dalam
proses pembahasan materi
3. Pelatih tetap perlu mengklarifikasi
pendapat/ pertanyaan peserta latih
dengan kesesuaian topik materi
yang dibahas.
6 Rangkuman 1. Pelatih merangkum atau melakukan 15’
pembulatan tentang pembahasan
materi pokok bahasan 1 s.d. 4
dengan mengajak seluruh peserta
untuk melakukan refleksi/ umpan
balik.
2. Pelatih memberikan pujian atas
hasil refleksi peserta latih.

7 Micro-teaching 5. Pelatih menjelaskan tentang 315'


mekanisme Micro-teaching.
6. Pelatih membagi peserta latih
dalam 3 kelompok, dimana masing-
masing kelompok berisi 10 peserta
latih.
7. Pelatih memberikan kesempatan
kepada setiap peserta latih untuk
melakukan Micro-teaching selama
30 menit berdasarkan SAP dan
Bahan Tayang yang telah disusun
sebelumnya oleh peserta latih.
8. Pelatih melakukan penilaian Micro-
teaching peserta latih.
9. Pelatih memberikan umpan balik
terhadap hasil penilaian Micro-
teaching peserta latih.

123 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

a. Perubahan paradigma pendidikan


Belajar pada hakekatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar
untuk menghasilkan suatu perubahan menyangkut pengetahuan, keterampilan
dan sikap maupun nilai-nilai. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dan
melakukan (learning to do) diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia
yang produktif dan kreatif, sementara belajar untuk menjadi diri sendiri
(learning to life together) diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia
yang mempunyai daya saing, daya penyesuaian, dan peserta didik dalam
mengemukakan pendapat/ ide.
Perubahan paradigma ini pula yang melandasi kepada perubahan strategi dalam
proses pelatihan, di mana selama ini dalam proses pelatihan lebih banyak
proses pengajaran yaitu si pelatih memberikan pengetahuan/ keterampilannya
secara searah kepada peserta, seperti yang dikatakan oleh Freire sebagai
metoda “gaya bank” dengan ciri sebagai berikut:

1) Guru mengajar, murid belajar


2) Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa
3) Guru berpikir, murid dipikirkan
4) Guru bicara, murid mendengarkan
5) Guru mengatur, murid diatur
6) Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti
7) Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan
gurunya
8) Guru memilih apa yang akan diajarkan, murid menyesuaikan diri
9) Guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang
profesionalismenya, dan pengetahuannya dengan kebebasan murid-murid
10) Guru adalah subyek proses belajar, murid obyeknya

Sekarang diharapkan ada proses aktif peserta dalam menggali pengetahuan dan
keterampilannya sendiri dari bahan ajar ataupun referensi lain yang disediakan,
sementara pelatih lebih berperan sebagai nara sumber atau fasilitator, inilah
yang dimaksud dengan pendekatan POD.

b. Pengertian pedagogi dan andragogi


Malcolm Knowles (1970) menguraikan perbedaan antara anak-anak dan orang
dewasa sebagai kerangka model pendekatan pendidikan. Perbedaan antara
kedua pendekatan ini bukan hanya sebatas obyek pesertanya, tapi juga dalam
hal seni bagaimana mendidik.

124 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Pendidikan bagi anak yang dikenal dengan Pedagogi berasal dari bahasa Yunani,
paid (anak-anak) dan agogos (memimpin), dengan demikian Pedagogi berarti
memimpin anak-anak atau suatu ilmu dan seni mengajar anak-anak. Dalam
pedagogi murid atau peserta didik sepenuhnya menjadi obyek, dalam hal ini:
guru menggurui, murid digurui, guru memilih apa yang akan dipelajari, murid
tunduk pada pilihan tersebut, guru mengevaluasi, murid dievaluasi dan
sebagainya.

Andragoigi atau pendidikan orang dewasa (POD) berasal dari bahasa Yunani,
andra (orang dewasa) dan agogos (memimpin), perdefinisi andragogi adalah
suatu ilmu dan seni untuk membantu orang dewasa belajar. Peserta didik
diperlukan sebagai orang dewasa yang diasumsikan memiliki kemampuan aktif
untuk merencanakan arah, memilih bahan dan materi yang bermanfaat,
memikirkan cara terbaik untuk belajar, menganalisis dan menyimpulkan serta
mampu mengambil manfaat pendidikan. Fungsi guru adalah fasilitator dan
bukan menggurui.

Secara lengkap mengenai bagaimana perbedaan antara Pedagogi dan Andragogi


sebagai berikut:

No Faktor Pembeda Pedagogi Andragogi


1 Tingkat kemandirian Dependen pada orang Independen
lain
2 Peran pengalaman Tak banyak berperan Sangat penting sebagai
hidup dalam proses belajar acuan dan sumber
belajar
3 Kesiapan belajar Tergantung pada guru Tergantung pada
dan kurikulum kebutuhan riil
4 Orientasi belajar Pada materi belajar Pada skill yang harus
(masa depan) dikuasai (masa kini)
5 Pemanfaatan hasil Kelak mungkin Harus segera dapat
belajar berguna/ tidak dimanfaatkan dalam
bekerja
6 Motivasi belajar Ditimbulkan faktor Timbul dari diri sendiri
luar
7 Iklim belajar Kaku dan formal Santai tetapi saling
menghormati
8 Proses peencanaan Dilakukan oleh guru Dilakukan unit diklat
program belajar bersama user
9 Perumusan tujuan Selalu dilakukan oleh Dilakukan fasilitator
belajar guru bersama peserta

125 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


No Faktor Pembeda Pedagogi Andragogi
10 Analisis kebutuhan Dilakukan oleh guru Dilakukan oleh peserta
belajar
11 Sifat materi pelajaran Teoritis disusun Teoritis praktis disusun
secara 12linier secara fleksibel
12 Evaluasi belajar Dilakukan oleh guru Dilakukan oleh
fasilitator dan peserta

c. Prinsip-prinsip POD
Definisi orang dewasa dalam andragogi adalah menyangkut definisi dewasa
secara sosial dan psikologi. Secara sosial seseorang menjadi dewasa jika orang
tersebut telah mulai melaksanakan peran-peran orang dewasa seperti: peran
kerja, pran pasangan (suami-istri), peran orang tua, peran sebagai warga
negara dan lain-lain. Sementara sebagai psikologis, seseorang menjadi dewasa
jika orang tersebut telah memiliki konsep diri yang bertanggung jawab
terhadap kehidupannya, yaitu konsep: mengatur untuk dirinya sendiri, seperti
mengambil keputusan sendiri.

Menurut Lindeman, konsep POD merupakan pembelajaran yang berpola non-


otoriter, lebih bersifat informal yang pada umumnya lebih bertujuan untuk
menemukan pengertian pengalaman dan atau pencarian pemikiran teknik POD
adalah bagaimana membuat pembelajaran menjadi selaras dengan kehidupan
nyata.

Beberapa kunci sukses untuk mengajar orang dewasa menurut Lindeman, yaitu:
1) Aktivitas POD hendaknya relevan dengan kebutuhan dan kepentingan
peserta belajar, sehingga dapat memberikan kepuasan
2) Orientasi orang dewasa dalam belajar adalah terpusat pada kehidupannya,
sehingga pengaturan pembelajaran hendaknya relevan dengan situasi
kehidupan
3) Pengalaman merupakan sumber belajar terpenting bagi proses pembelajaran
orang dewasa, dengan demikian metode pembelajarannya adalah “analisis
pengalaman”.
4) Oang dewasa memiliki kebutuhan mendalam untuk menjadi individu yang
mampu mengatur dirinya sendiri, dengan demikian peranan pengajar lebih
sebagai fasilitator.
5) Adanya perbedaan kepribadian diantara masing-masing individu peseta
belajar, antara lain dikarenakan perbedaan usia, latar belakang pekerjaan,
latar belakang pendidikan, status sosial dan lain-lain, maka hendaknya POD
dapat menerima keputusan-keputusan yang mengandung perbedaan
tersebut.

126 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Knowles mendapatkan beberapa asumsi model POD yang berbeda dengan
pedagogi, yaitu dilihat dari beberapa hal senagai berikut:
1) Kebutuhan untuk mengetahui
Orang dewasa perlu mengetahui mengapa mereka harus mempelajari
sesuatu, sehingga tugas utama fasilitator adalah membantu peserta belajar
menjadi sadar akan perlunya mengetahui bahwa pembelajaran yang akan
dijalaninya berguna untuk meningkatkan kinerjanya atau kualitas hidupnya.
Dengan konsep mengetahui tersebut peserta belajar dapat menemukan
kesenjangan antara kemampuan yang dimiliki saat ini dengan kemampuan
yang seharusnya dimiliki.

2) Konsep diri peserta belajar (pembelajar)


Secara umum orang dewasa memiliki konsep diri bahwa dirinya mempunyai
tanggung jawab atas keputusan yang dibuat sendiri atas kehidupannya,
dengan ciri:
a) Mereka mengembangkan kebutuhan psikilogi yang mendalam untuk
diperhatikan orang lain
b) Merekan akan diperlakukan oleh orang lain sebagai individu yang
mampu bersikap mengatur diri sendiri
c) Mereka akan menolak dan menentang situasi di mana mereka ada
orang lain yang memaksakan kehendaknya

Konsep diri orang dewasa tersebut kadang-kadang tidak selamanya


konsisten seperti tersebut di atas, dengan demikian menjadi tugas
faslitatorlah untuk mengembalikan dan mengembangkan kembali konsep
diri pembelajar sebagai orang dewasa yang sesungguhnya.

3) Peranan pengalaman peserta belajar


Orang dewasa memasuki kegiatan pembelajaran membawa pengalaman-
pengalaman yang berbeda setiap individunya, hail ini memberikan implikasi
bahwa mereka adalah heterogen. Untuk itu penekanan dalam proses POD
adalah strategi pembelajaran individu yang lebih mengutamakan teknik
menggali pengalaman para peseta, antara lain dengan cara diskusi kasus
dan simulasi.

4) Kesiapan belajar
Penentuan waktu belajar (kapan dan berapa lama) hendaknya disesuaikan
dengan tahap perkembangan orang dewasa, dan yang lebih penting adalah
perlu ada rangsangan terjadinya kesiapan belajar melalui pengenalan-
pengenalan terhadap model POD.

5) Orientasi belajar

127 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Orientasi belajar untukmorang dewasa adalah terpusat pada masalah
kehidupan/ tugas yang dihadapi. Orang dewasa akan menjadi termotivasi
menggunakan energinya untuk mempelajari sesuatu asalkan mereka merasa
bahwa yang dipelajarinya dapat menolong dirinya dalam melaksanakan
tugas dan dalam menghadapi masalah yang mereka temui/ hadapi. Dengan
demikian mereka akan mempelajari pengetahuan, leterampilan, sikap dan
nilai-nilai baru, pada konteks situasi kehidupan yang sebenarnya.

6) Motivasi
Motivasi orang dewasa untuk belajar, disamping tanggap terhadap beberapa
dorongan eksternal, namun dorongan yang lebih kuat adaah dari
internalnya (keinginan untuk meningkatkan kepuasan kerja, kebanggaan
diri, mutu hidup, dll). Semua orang dewasa normal akan termotivasi untuk
tetap tumbuh dan berkembang.

d. Ruang lingkup, pendekatan, dan tujuan POD


1) Pendekatan POD
Pendekatan POD lebih berpola non-otoriter atau lebih berpola persuasif,
bersifat informal, yangmengancam dalam proses pembelajarannya. POD
lebih menekankan untuk menemukan pengertian dan pencarian pemikiran
guna merumuskan perilaku yang standar, sehingga tehnik pembelajarannya
adalah bagaimana membuat pembelajaran selaras dengan permasalahan
kehidupan nyata.

2) Ruang lingkup POD


Ruang lingkup POD mencakup pencarian terbaru tentang makna kehidupan,
karena itu POD dimulai dari memberikan perhatian pada masalah-masalah
yang terjadi/ditemukan dalam kehidupannya.

3) Tujuan POD
Tujuan POD adalah untuk membantu peserta belajar sebagai orang dewasa
yang menjalankan peran sosialnya di masyarakat secara bertanggung jawab
yang selalu mengembangkan diri melalui belajar sepanjang hayat, sehingga
diperoleh rasa percaya diri, mempunyai kemampuan mandiri guna berperan
aktif dalam proses pembangunan. Dengan demikian tujuan POD adalah:
a) Membangkitkan semangat percaya diri dan optimisme.
b) Memberikan kemampuan dan keterampilan untuk berbuat sesuatu.
c) Memberikan kemampuan untuk dapat menerima atau menolak
sesuatu atas dasar standar peraturan atau nilai-nilai atau etika
masyarakat yang dianutnya.

128 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


e. Strategi pembelajaran orang dewasa
Menurut Atwi Suparman secara garis besar strategi pembelajaran mengandung
komponen-komponen :
1) Urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan kegiatan pengajar dalam
menyampaikan materi pembelajaran.
Secara garis besar urutan kegiatan POD setiap materi pembelajaran
mencakup tiga komponen, yaitu:
a) Pendahuluan, berisi informasi-informasi yang bertujuan untuk
menyiapkan mental atau memotivasi peserta, sebelum membahas
substansi.
b) Penyajian informasi, yaitu pemberian informasi atau pengalaman baru
yang merupakan inti dari pembelajaran, secara garis besar terdiri dari 3
langkah, yaitu : Uraian (pemberian konsep baru, masalah dll); Contoh
(informasi pengalaman pengajar atau peserta atau lainnya); dan
Latihan/unjuk kerja untuk menimbulkan partisipasi peserta.
c) Penutup, yaitu pengakhiran dalam pembelajaran dengan cara
memberikan umpan balik dan pengambilan kesimpulan atau tindak
lanjut.

2) Metode pembelajaran, yaitu cara pengajar mengorganisasikan materi


pembelajaran.
Secara garis besar metode-metode pembelajaran yang digunakan pada POD
adalah sebagai berikut: Ceramah tanya jawab, Demonstrasi/praktikum,
Diskusi kasus, Simulasi, Permainan, Seminar, dll.

3) Media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan pembelajaran yang


digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam memilih media sebaiknya media pembelajaran yang mempunyai
fungsi sebagai berikut:
a) Dapat memperbesar benda yang sangat kecil dan atau tidak nampak
oleh mata (misalnya kuman dll).
b) Dapat menyajikan benda atau peristiwa yang terletak jauh di luar
jangkauan ke hadapan peserta.
c) Menyajikan peristiwa yang kompleks, rumit berlangsung cepat ,menjadi
lebih sederhana dan sistematis.
d) Menyajikan peristiwa atau benda yang berbahaya melalui film atau foto
sehingga dapat dipelajari oleh peserta.
e) Meningkatkan daya tarik materi pelajaran dan perhatian peserta
belajar.
f) Meningkatkan sistematika pengajaran (menggunakan transparan, grafik,
kaset video, infocus dll).

129 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


4) Waktu pembelajaran
Yaitu waktu yang digunakan pengajar dan peserta belajar dalam
menyelesaikan proses pembelajaran. Waktu pembelajaran yang tidak lama
merupakan salah satu ciri POD

Pokok Bahasan 2.
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

a. Pengertian, manfaat, dan tujuan SAP


1) Pengertian SAP
SAP atau Satuan Acara Pembelajaran , ada pula yang menyebutnya dengan
Satpel atau Satuan Pelajaran atauKurikulum Mikro. SAP merupakan
pedoman/panduan yang memberi arah kepada fasilitator dalam menyajikan
materi pembelajaran kepada para peserta, dalam kurun waktu tertentu
dengan metoda dan alat bantu yg sesuai guna mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan.

Ada berbagai pengertian tentang SAP tersebut, antara lain


a) SAP merupakan suatu uraian rinci tentang langkah-langkah proses
transfer suatu mata ajaran atau materi latihan untuk bidang
kemampuan tertentu, yang akan dipaparkan atau dilatihkan kepada
peserta, dalam kegiatan pembelajaran.
b) SAP merupakan rencana pelaksanaan proses pembelajaran mata diklat
yang dibuat oleh pelatih. Dengan tersedianya SAP, pelatih akan
memperoleh arah dalam memaparkan materi diklatnya.
c) SAP adalah proses merancang kegiatan pembelajaran dengan langkah-
langkah yang tertata, tepat dan logis guna mencapai tujuan
pembelajaran.

2) Manfaat SAP
Manfaat penyusunan SAP dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan
oleh setiap fasilitator antara lain :
a) Menjadi instrumen pengendalian dan pembinaan terhadap fasilitator
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
b) Fasilitator dan peserta dapat mengetahui proses pembelajaran yang
akan berlangsung dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan materi
tersebut.

3) Tujuan SAP
Sebagai pedoman dan arah bagi fasilitator dalam melaksanakan proses
kegiatan pembelajaran

130 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


b. Langkah-langkah penyusunan SAP
1) Sistematika SAP
Komponen-komponen suatu SAP adalah sebagai berikut :

a Mata Diklat (Materi) : diisi Pokok/ Sub Pokok Bahasan


b Tujuan Materi : diambil dari TPU dan TPK
c Sasaran latihnya : sebutkan kriteria/ siapa peserta
d Waktu : dalam menit atau JPL
e Tempat : Kelas/ Lab/ Tempat Lain (mis:
bangsal RS)
f Metoda : cara pembelajaran yang
akan digunakan
g Alat bantu : alat/ instrument
digunakan
h Slide/transparant : bahan yang
dipaparkan/ditayangkan
i Lembar Tugas : petunjuk penugasan
j Kegiatan : pembukaan, Inti, penutup
Pembelajaran
k Rujukan : buku yang digunakan sebagai
referensi/ kepustakaan
l Evaluasi : nilai evaluasi

2) Teknik penyusunan SAP


Berikut akan diuraikan tentang cara penulisan setiap komponen dalam SAP,
terutama pada komponen-komponen :
a) Tujuan Pembelajaran : umum maupun khusus
b) Metode pembelajaran.
c) Alat bantu pembelajaran.
d) Kegiatan Pembelajaran.
e) Instrument evaluasi formatif (setelah materi selesai).
Komponen-komponen yang lain seperti Pokok/Sub pokok bahasan, waktu
dan tempat bukan tidak penting akan tetapi cara penulisannya lebih
bervariasi tergantung tujuan dan kebutuhan peserta.

Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Umum


Menggambarkan kompetensi atau kemampuan/ kecakapan umum/
ketrampilan tertentu yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta setelah
menyelesaikan kegiatan pembelajaran satu mata diklat/materi.

131 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Rumusan TPU yang baik harus memenuhi kriteria antara lain sbb:
Merupakan kompetensi umum dari suatu kemampuan tertentu (TPU
merupakan gabungan dari beberapa kompetensi khusus)
Terdiri dari kata kerja operasional (= hasilnya dapat diukur dan
diamati) yang diikuti kata benda (obyek = keterangan dari perilaku
yang akan dicapai), sehingga rumusan TPU menjadi rasional.

Tujuan Pembelajaran Khusus


Merupakan penjabaran lebih lanjut dari TPU yang harus dicapai atau
dikuasai oleh peserta setelah menyelesaikan suatu kegiatan pembelajaran.
Rumusan TPK memerlukan kriteria, bahwa kompetensi yang harus
dicapai harus berorientasi pada peserta dan dapat diukur. Mengingat
yang menjadi subyek aktif proses diklat adalah peserta.
Rumusan TPK harus mengandung komponen A,B,C dan D, yang berarti
:^Audience (peserta) harus dapat mengerjakan atau berpenampilan
seperti yang dinyatakan dalam TPK, ^Behaviour (perilaku) peserta
setelah selesai kegiatan pembelajaran, ^Condition (persyaratan) yang
harus dipenuhi pada saat paserta menampilkan perilaku setelah selesai
kegiatan pembelajaran. ^Degree (tingkat keberhasilan) peserta setelah
selesai kegiatan pembelajaran.

Contoh TPK:
Peserta (Audience) dapat melaksanakan asuhan keperawatan eklamsia
(Behaviour) pada pasien eklamsia (Condition) sesuai dengan standard
pelayanan (Degree)

Metoda Pembelajaran
Metoda pembelajaran yang digunakan dalam suatu pelatihan sangat
tergantung dari tujuan kompetensi yang ingin dicapai. Walaupun hampir
sama tujuannya, tetapi dengan audience yang berbeda mungkin metoda
yang dipilih tidak persis sama.Dalam setiap kegiatan pelatihan mungkin
akan bervariasi metodanya, selain materi dan peserta juga sangat
tergantungpada waktu, alat yang tersedia, lokasi pembelajaran, fasilitator
dsb-nya.

Alat Bantu Pembelajaran


Memilih alat bantu pembelajaran sangat tergantung pada tujuan diklat
yang akan dicapai. Pada dasarnya ada 2 macam alat bantu pembelajaran
yaitu bersifat Umum dan Khusus.
Alat bantu pembelajaran Umum : seperti papan tulis/ white board
beserta kelengkapannya. Alat bantu pembelajaran seperti ini tidak
perlu ditulis dalam SAP.
Alat bantu pembelajaran Khusus : seperti alat peraga tertentu, atau

132 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


disebut teaching/ training aids, merupakan alat yang mendukung
peningkatan pemahaman, kemampuan dan memperlancar kegiatan
pembelajaran. Sebaiknya ditulis secara spesifik misalnya : model
jantung, phantom, instrumen kesehatan seperti alat pengukur tensi,
alat KB, dll.
Pemilihan alat bantu pembelajaran, didasarkan atau sesuai tujuan dan
metoda pembelajaran yang akan dilaksanakan. Alat bantu
pembelajaran yang akan di gunakan dalam proses pembelajaran HARUS
ditulis secara jelas dan rinci, agar tidak menimbulkan kesulitan pada
saat kegiatan tengah berlangsung.

Kegiatan Pembelajaran
Penyusunan kegiatan pembelajaran harus berfokus kepada peserta yang
diposisikan sebagai subyek, diikuti dengan bentuk kegiatan yang harus
dilakukannya (behaviour).Setiap langkah kegiatan pembelajaran harus
ditulis secara berurutan (sequencing) mulai dari awal s/d akhir, juga
disesuaikan dengan Pokok dan Sub Pokok Bahasan yang tertera dalam
GBPP.

Pokok Bahasan 3.
METODE, MEDIA DAN ALAT BANTU

a. Metode Pembelajaran
1) Arti metode pembelajaran
Sebelum membaca lebih lanjut, silahkan renungkan kata-kata bijak berikut
ini:

Pengajar biasa memberitahu;


Pengajar yang baik menjelaskan;
Pengajar yang lebih baik mendemonstrasikan;
Pengajarterbaik memberikan inspirasi.
( William A. Ward )

Apa yang tersirat dalam benak saudara membaca kata bijak diatas?
Setujukah Anda bila kata-kata bijak di atas memberikan pemahaman kepada
kita bagaimana metode yang baik dalam proses pembelajaran? Lalu apa
sebenarnya yang dimaksud dengan metode ?

Metode adalah cara / teknik untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan
menurut Drs. Sulchan Yasyin dalambukunya Kamus Umum Bahasa Indonesia yang

133 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


dimaksud dengan metodeCara adalahyangtersusun dan: teratur“
untukmencapai tujuan khususnya dalam hal ilmu pengetahuan“

Sedangkan yang dimaksud dengan belajar antara lain dikutipkan sebagai


berikut :
a) Belajar adalah suatu perubahan-perubahan perbuatan sebagai akibat
dari mengalami ( Walker, EL ).
b) Belajar adalah mengubah perbuatan yaitu ketrampilan dan pengetahuan
dimana hasil belajar ini dapat benar atau salah ( Sorenson, H ).

c) Belajar adalah kemampuan untuk menggantikan perilaku-perilaku yang


buruk menjadi baik melalui proses belajar ( Leagans, JP ).
d) Belajar adalah sebuah proses perbaikan-perbaikan pengetahuan dan
ketrampilan dengan cara mengalami sendiri ( Burtona dan H. William ).
e) Belajar adalah proses aktif yang menghasilkan perubahan perilaku baik
pengetahuan, ketrampilan dan perasaan ( Cyril O. Houle ).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan belajar akan efektif apabila
melalui suatu proses. Sebab pada dasarnya intidari proses belajar adalah
perubahan pada diri individu dalamaspek-aspek pengetahuan, sikap dan perilaku
serta ketrampilan dan kebiasaan sebagai produk dan interaksinya dengan
lingkungan sebagai sumber belajar. Dengan perkataan lain proses belajar akan
terjadi karena ada interaksi antara individu dengan lingkungan belajar baik
disengaja maupun tidak.

Hal ini sesuai dengan pendapat Kolb (1986) yang mengatakan bahwa belajar
adalah proses membangun pengatahuan melaluitransformasi pengalaman. Oleh
karena itu agar prosespembelajaran dapat berjalan dngan baik dan efektif
apabila dalam proses pembelajaran melibatkan peran aktif peserta diklat dalam
proses pembelajaran. Sedangkan pelatih hanya berperan sebagai fasilitator,
Narasumber atau Manajer kelas yang bertindak secara demokratis.

Berkaitan dengan hal tersebut maka peranan pelatih dalam pemilihan dan
penggunaan metode pembelajaran sangat diperlukan agar terjadi proses
pembelajaran yang kondusif dan melibatkan peran serta peserta diklat secara
efektif.

Lebih lanjut dikatakan bahwa yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah
cara atau alat untuk menciptakanhubungan antara peserta dan pengajar dalam
proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran (Modul TOT, LAN RI. ).
Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam babselanjutnya akan dibahas tentang
jenis /ragam metode pembelajaran secara terinci dan sistematis.

134 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


2) Manfaat metode pembelajaran
Berikut ini disajikan beberapa manfaat penggunaan metode pembelajaran
secara tepat sebagai berikut :
a) Membantu Pelatih dalam proses pembelajaran untuk tujuan mencapai
pembelajaran.
Berbicara tentang tujuan pembelajaran, maka dapat dilihat apakah tujuan
pembelajaran berasal dari ranah pengetahuan, ketrampilan maupun ranah
sikap dan perilaku untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut maka
kegiatanpembelajaran akan efektif apabila disampaikan secara sistematis,
mudah dipahami oleh peserta diklat serta sesuai dengan kebutuhan peserta
diklat. Sebagai contoh apabila tujuan pembelajaran berkaitan dengan
perubahan sikap dan perilaku akan lebih efektif apabila pelatih
menggunakan ragam metode main peran.
b) Belajar adalah suatu usaha terus-menerus yang kadang-kadang menemui
kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan proses pembelajarannya. Untuk itu
diperlukan suatu teknik / metode pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan dan harapan peserta diklat. Dengan metode yang tepat
memungkinkan Pelatih melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan
efisien.

c) Menghilangkan dinding pemisah antara Pelatih dan peserta diklat.


 Dave Meier dalam bukunya The Accelerated Learning mengatakan
bahwa Accelerated Learning memungkinkan siswa (baca peserta
Diklat) untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, upaya
normal dan dilandasi dengan kegembiraan. Dalam buku tersebut juga
diuraikan tentang salah satu prinsip dasar accelerated learning
adalah adanya
 “kerjasama diantara pembelajar sangat meningkatkan hasil belajar”
 Oleh Karena itu belajar yang berpusat pada aktivitas dan melibatkan
seluruh peserta diklat lebih berhasil daripada belajar berpusat pada
presentasi. Untuk itu diperlukan ragam metode pembelajaran yang
efektif agar proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien.

d) Menggali dan memanfaatkan potensi peserta Diklat


 Peserta Diklat Orang Dewasa memiliki latar belakang pendidikan,
pengalaman, ketrampilan dan sikap perilaku yang beraneka.Mereka
adalah warga belajar sekaligus sumber belajar. Orang dewasa akan
belajar dengan efektif apabila merasa dihargai dan dimanfaatkan
potensinya secara maksimal. Ini berarti bahwa dengan menggunakan
ragam metode belajar yang efektif akan memungkinkan peserta diklat
memaksimalkan potensi-potensi yang dimilikinya.
 Misalnya dengan ragam metode curah pendapat peserta dapat
menggunakan ide dan pengalamannya tanpa merasa ditertawakan

135 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


oleh peserta diklat yang lain. Dengan diskusi kelompok peserta diklat
akan menggunakan pengalaman-pengalaman dirinya secara efektif.
Pengalaman tersebut juga merupakan sumber belajar.

e) Terjadi kemitraan antara pelatih dan peserta.


 Azas utama pendekatan Quantum Teching adalah :
 “Bawalah dunia mereka ke dunia k ke dunia mereka” : (Bobbi De Po
Sarah Singer Nourie, Quantum Teaching, Kaifa, 2001).
 Azas ini menekankan pentingnya menjalin kemitraan diantara Pelatih
dengan peserta diklat.Salah satu media dalam rangka menjalin
kemitraan tersebut adalah dengan menggunakan metode tertentu
yang efektif dan efisien.Sebagai contoh dalam ragam metode simulasi
ada sebagian peserta diklat yang diberi peran sebagai simulator,
sebagai pengamat dan sebagai narasumber. Peran-peran tersebut
akan lebih menjalin kemitraan antara Pelatih dengan peserta diklat
karena tidak ada jurang pemisah antara peserta diklat dengan
Pelatih.

f) Mempermudah dalam menyerap Informasi.


 Proses belajar sebagai aktivitas berpikir berjalan lancar apabila
diperoleh pemahaman dari materi yang dipelajari, sebaliknya
aktivitas otak untuk berpikir akan pusing atau letih manakala tidak
memperoleh sesuatu yang dipelajari.
 Untuk itu diperlukan suatu usaha agar peserta dapat dengan mudah
menyerap informasi yang telah disajikan oleh pelatih maupun oleh
sesama peserta diklat sebagai sumber belajar. Hal ini akan tercapai
dengan pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan informasi
yang akan disampaikan. Apakah informasi tersebut masih baru,
berupa peraturan, informasi yang sederhana atau yang ruwet.

g) Menimbulkan perasaan “FUN” bagi akan berdampak terhadap motivasi


mengikuti Diklat meningkat.
 Setiap hari otak manusia dibanjiri dengan bermacam informasi yang
mengharuskan otak untuk meresponnya. Otak akan merespon dengan
baik apabila struktur bagian bawah terpelihara dengan baik (Gordon
Dryden dan DR Jeannete Vos, The Learning Revolution, Kaifa, 2001).
Untuk itu maka perlu diciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan.
 Hal ini akan mempermudah peserta dalam menyerap informasi karena
lapisan otak bagian bawah dapat berfungsi dengan baik Hal ini akan
tercapai apabila didukung oleh penggunaan ragam metode

136 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Latihan dipandu oleh Pelatih dengan mengacu pada hal-hal sebagai
berikut :

1. Pelatih memperagakan cara membuat cangkir kertas dengan


kecepatan biasa.
2. Peserta memperhatikan.
3. Peserta diminta untuk mengerjakan seperti yang dicontohkan
Pelatih.
4. Cek hasil peserta Diklat, berapa jumlah yang jadi dan mana yang
tidak.
5. Pelatih secara pelan memperagakan dengan diikuti peserta diklat
secara pelan-pelan, peserta diklat boleh menanyakan.
6. Tanyakan pada peserta diklat berapa yang jadi dan berapa yang
tidak.
7. Pelatih secara perlahan membacakan langkah demi langkah cara
membuat cangkir kertas, peserta mengerjakan dan menyontoh,
apabila tidak memahami boleh menyontoh.
8. Pelatih membagi peserta diklat kedalam 5 (lima) kelompok dengan
anggota maksimal 8 (delapan) orang dan memberikan penugasan
kepada kelompok untuk mendiskusikan hal-hal sebagai berikut :
a. Mengapa dalam peragaan pertama banyak yang gagal ?
b. Mengapa dalam peragaan terakhir seluruh peserta bisa jadi?
Jelaskan jawaban saudara.
9. Akhiri sessi ini dengan memberikan kesimpulan terhadap hasil
diskusi kelompok diatas.

Rangkuman

Metode adalah cara/teknik untuk mencapai suatu tujuan tertentu.


Sedangkan menurut Drs. Sulchan Yasyin, dalam bukunya Kamus Umum
Bahasa Indonesia metode adalah “Cara yang teruntuk mencapai tujuan
khususny

Sedangkan belajar adalah suatu perubahan-perubahan perbuatan sebagai


akibat dari mengalami (Walker, EL).

Proses belajar adalah usaha aktif seseorang yang dilakukan secara sadar
atau tidak untuk mengubah perbuatannya, perilakunya atau
kemampuannya baik pengetahuan, ketrampilan maupun perasaan dimana
hasilnya bisa benar ataupun salah (Soedianto Padmowihardjo, Psikologi
Belajar Mengajar).

Dengan demikian yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah


cara/teknik yang dipergunakan oleh Pelatih/fasililtator dalam proses
pembelajaran agar tercapai tujuan instruksional yang diharapkan (A.
Muthanis, Metodologi Pengajaran, Nasco, IKIP Jakarta, 1999).

137 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Kesimpulan :

Manfaat metode pembelajaran dalam proses pembelajaran adalah


1. Membantu pelatih dalam proses pembelajaran dalam tujuan
mencapai tujuan pembelajaran umum dan tujuan
pembelajaran khusus;
2. Menghilangkan dinding pemisah antara pelatih dan peserta;
3. Menggali dan memanfaatkan potensi peserta Diklat;
4. Terjadi kemitraan antara pelatih dan peserta;
5. Mempermudah peserta dalam menyerap informasi;
6. Menimbulkan perasaan “FUN” bagi pes berdampak terhadap
motivasi mengikuti diklat meningkat.

3) Delapan ragam metode pembelajaran


a) Pendahuluan
Confusius, 1400 tahun yang silam mengungkapkan teori sebagai berikut:

“Apa yang saya dengar , sayalupa


Apa yang saya lihat, saya ingat
Apa yang saya kerjakan saya paham”

Selanjutnya Mel Silberman dalam 1001, Strategies To Teach Any Sub


konsep ini sebagai berikut :

“Apa yang saya dengar, sayalupa.


Apa yang saya lihat, saya ingat sedikit.
Apa yang saya dengar, lihat dan diskusikan saya mulai mengerti.
Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan saya kerjakan, saya
dapatkan pengetahuan dan ketrampilan.
Apa yang saya ajarkan saya kuasai”.

Mengacu pada dua konsep diatas maka dalam proses pembelajaran


diperlukan metode pembelajaran yang dapat mengantarkan peserta Diklat
belajar secara aktif. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan otak manusia
mirip komputer yang perlu di-“ON”-kan, perlu software untuk interpretasi
data danperlu di-“save”-kandan tes informasi.

Oleh karena itu perlu“Learning Style dan Sosial.KonsepbelajarSide aktif


mengacu pada hal-hal sebagai berikut :
 Belajar aktif bukan hanya senang-senang
 Fokus bukan pada aktivitas semata

138 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


 Meskipun perlu waktu banyak, materi tetap tercover
 Usaha menghidupkan materi yang kering dan tak menarik
 Pengelompokkan, jangan buang waktu dan tidak produktif
 Pengelompokkan, jangan abaikan belajar individual
 Hindari misinformasi belajar sesama teman
 Kenalkan belajar aktif secara bertahap
 Perlu persiapan dan kreativitas, hasilnya OK.

b) Ragam Metode Pembelajaran


Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka berikut ini disajikan
beberapa jenis metode pembelajaran yang dapat menghantarkan peserta
diklat belajar secara aktif sebagai berikut :
 Metode kuliah (lecture)
 Metode demonstrasi
 Kelompok studi kecil (buzz group)
 Metode diskusi
 Metode brainstorming (urun pendapat)
 Metode studi asus
 Metode role play (bemain peran)
 Metode simulasi

c) Keunggulan dan kelemahan masing-masing metode pembelajaran


 Metode Kuliah (Lecture)
Metode kuliah sering juga disebut dengan metode ceramah, hal ini
disebabkan Pelatih yang aktif melakukan ceramah sedangkan peserta
diklat hanya sebagai pendengar saja. Metode ini memang kurang
mengacu pada konsep belajar aktif, namun demikian dalam modul ini
perlu dibahas karena dalam setiap penggunaan metode yang lain
perlu dikombinasikan dengan metode ceramah, meskipun hanya
ceramah singkat.

Metode kuliah atau lebih akrab disebut dengan metode ceramah


adalah metode pelatihan yang memberikan informasi pada sejumlah
pendengar pada suatu kesempatan.Metode ini lebih menitikberatkan
pada kemampuan individual untuk mengolah informasi yang
diberikan.

Kegunaan:
 Untuk menyajikan pengetahuan, pengalaman dan pandangan
 Untuk pendengar terbatas atau sebaliknya
 Supaya pendengar berpartisipasi, kuliah perlu diikuti dengan
tanya-jawab

139 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Keuntungan:
 Mencakup banyak pendengar

 Bila disiapkan dapat mendorong diskusi dalam kelompok

 Tidak banyak memerlukan peralatan

 Membicarakan yang baik dapat membangkitkan perhatian orang

banyak
 Penyaji bisa tepat waktu

Kelemahan:
 Tidak mendorong seseorang untuk mengingat semua materi

 Penilaian terbatas pada kemampuan pendengar

 Partisipasi pendengar terbatas

 Tidak ada keseimbangan berpikir antar pembicara dan pendengar

(baca peserta diklat), misalnya perbedaan waktu mengakibatkan


pendengar melamun.

Dalam menggunakan metode kuliah diupayakan :


 Pendekatan yang positif (manfaatkan informasi yang diberikan).

 Memusatkan perhatian pada topik yang dibicarakan.

 Mencatat hal-hal yang penting

 Membiasakan diri mendengarkan secara efektif

 Jangan memberi tanggapan pada kata-kata pembicara yang

emosional
 Jangan mengevaluasi sebelum mengerti pada hal-hal yang
disajikan.

Tahapan pelaksanaan dan peranan Pelatih


Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam penggunaan metode ini
adalah sebagai berikut:
 Tahap persiapan :

Pelatih mempersiapkan Satuan Acara Pembelajaran (SAP),


transparency (selayang pandang) sesuai dengan materi yang
diberikan atau dengan menggunakan alat bantu yang lain seperti
flip chart, table, gambar, peta dan lain sebagainya.
 Tahapan pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut :

 Cek semua media yang diperlukan


 Jelaskan modul materi yang akan dibahas dan kaitannya
dengan tugas pokok dan fungsi bagi peserta serta manfaatnya
bagi peserta Diklat.
 Jelaskan tujuan Pembelajaran Umum dan Tujuan Pembelajaran
Khusus
 Jelaskan pokok bahasan dan sub pokok bahasan
 Adakah pre test untuk mengetahui kemampuan awal peserta

140 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


(kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan tanya jawab)
 Mulailah dengan ceramah perpokok bahasan dan sub pokok
bahasan

 Adakah Tanya jawab untuk mengetahui tingkat pemahaman


peserta diklat
 Akhiri sessi ini dengan mengkaitkan dengan materi berikutnya
dan apakah relevansinya dengan pokok sajian yang baru saja
dibahas

Mengacu pada tahapan-tahapan pelaksanaan ceramah diatas maka


peranan pelatih sebagai perancang dan pelaksana proses
pembelajaran serta memotivasi peserta Diklat agar mau
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Didalam
pelaksanaannya tentu saja sangat memperhatikan prinsip-prinsip
presentasi lisan yang efektif.

 Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara mengajar dimana seorang Pelatih
atau tim pelatih menunjukan, memperlihatkan suatu proses (Roestiah
N.K,Dra. Strategi belajar mengajar). Misalnya dalam prose
pembelajaran “Ragam. Pelatih memperagakan teknik mengajar yang
efektif.Dalam hal ini seluruh peserta Diklat dapat melihat,
mendengar dan mengamati, mungkin nanti juga
mempraktekkan.Metode demontrasi menekankan pada penjelasan
dan hasil kerja yang ditunjukan oleh Pelatih sebagai contoh konkrit
sehingga masalah mudah dipahami atau dihayati.

Kegunaan:
 Pelatihan peningkatan keterampilan, dipakai sebagai sarana yang
efektif pada olah karya mengenai hak azasi manusia. Metode ini
untuk mata ajaran yang sifatnya akademis banyak menunjang.
 Penggunaan metode ini bertujuan agar peserta mampu
memahami tentang ketrampilan tertentu dalam hal mengatur
atau menyusun sesuatu.

Keuntungan metode ini adalah :


 Lebih menimbulkan minat
 Menjelaskan prinsip-prinsip dan prosedur yang masih kabur dan
belum dipahami.
 Cara yang terbaik untuk mengajarkan keterampilan tertentu.

141 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Adapun kelemahan metode ini adalah :
 Membutuhkan waktu persiapan
 Peralatan mungkin mahal
 Sering dilakukan oleh kelompok kecil atau terbatas

Tahapan pelaksanaan :
 Tahapan perencanaan
 Menentukan sasaran (objective)
 Membuat Satuan Acara Pembelajaran (SAP)
 Memilih bentuk demonstrasi
 Memilih dan mengumpulkan peralatan yang tepat
 Mencoba peralatan yang akan dipakai
 Apakah tersedia waktu yang cukup untuk menerapkan
pendekatan ini?

 Pelaksanaan
 Usahakan semua peserta dapat melihat
 Setiap tahap perlu dijelaskan
 Memberi kesempatan bertanya, diskusi dan praktek
 Adakan evaluasi apakah demonstrasi yang dilakukan berhasil
atau tidak, bila memungkinkan demonstrasi dapat diulang
kembali

 Peranan Pelatih
 Perencanaan proses pembelajaran yang dituangkan dalam
Satuan Acara Pembelajaran. Dalam hal ini harus dapat
merencanakan apakah waktu yang dialokasikan sesuai dengan
kebutuhan? Penggunaan metode ini sudah tepat dengan kondisi
peserta Diklat?
 Merencanakan sarana dan prasarana yang diperlukan serta
system evaluasi yang akan dilaksanakan. Dalam proses
pembelajaran pelatih sebagai pemandu, pembimbing dan
memotivasi peserta diklat agar mau berperan serta dalam
proses pembelajaran. Disamping itu apabila tidak ada
narasumber pelatih berperan sebagai narasumber.

 Kelompok studi kecil (Buzz Group)


Kelompok Buzz Group atau lebih sering disebut kelompok lebah
bergumam adalah pemecahan kelompok yang lebih besar.Kelompok
ini biasanya terdiri dari dua atau tiga orang.Anggota kelompok bisa
merupakan pecahan dari kelompok yang lebih besar atau terdiri dari
beberapa orang teman sebangku.Dalam beberapa variasi peserta
diklat boleh memilih anggota kelompoknya sendiri.

142 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Keunggulan Buzz Group
 Mendorong peserta yang malu-malu
 Menciptakan suasana yang menyenangkan
 Memungkinkan pembagian tugas kepemimpinan
 Menghemat waktu
 Memupuk kepemimpinan
 Memungkinkan pengumpulan pendapat
 Dapat dipakai bersama metode lainnya
 Memberi variasi

Kekurangan Buzz Group


 Mungkin terjadi pada kelompok yang terdiri dari orang-orang yang
tidak tahu apa-apa
 Mungkin berputar-putar
 Mungkin ada pemimpin yang lemah
 Laporan mungkin tidak tersusun dengan baik
 Perlu belajar sebelumnya bila ingin mencapai hasil yang baik
 Mungkin terjadi kilk-klik untuk sementara

Kelompok dan studi kecil (Buzz Group) dapat digunakan


 Jika kelompok terlalu besar sehingga tidak memungkinkan setiap
orang berpartisipasi
 Ketika mengolah beberapa segi sebuah kelompok
 Jika ada anggota kelompok yang lamban dalam mengambil bagian
 Jika waktu terbatas
 Untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kelompok

Tahapan Pelaksanaan
 Pelatih menjelaskan permasalahan atau topik yang harus dibahas.
Latar belakang serta cara pembahasannya. Kepada peserta diberi
kesempatan untuk bertanya kalau ada yang belum jelas, sebelum
kegiatan berikutnya dimulai.
 Setiap peserta diminta untuk memilih pasangannya (duet) dengan
siapa ingin membahas masalah tersebut, atau bisa juga tiga orang
(trio). Mereka bebas memilih pasangannya, seringkali untuk
praktisnya, pasangannya adalah teman di sebelah menyebelah.
 Dengan suara yang biasa kalau mereka berbicara, tanpa harus
berbisik-bisik. Secara serentak semua kelompok duet atau trip,
berdiskusi membahas masalah. Ada baiknya satu dua orang dari
peserta diminta menjadi pengamat dan mendengarkan suara yang
ditimbulkan oleh kelompok diskusi secara keseluruhan. Pada saat
ini ada baiknya bila Pelatih merekam dengan tape recorder dan

143 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


memperdengarkan kembali suara mereka pada saat pembahasan.
 Pembahasan hasil kelompok kecil. Hasil pembahasan dalam
kelompok duet, trio dikemukakan secara lisan atau tulisan pada
flipchart/papan tulis dan kemudian dibahas satu persatu.
 Pada akhirnya kegiatan peserta yang ditugasi melakukan
pengamatan diberi kesempatan untuk menyampaikan
pengamatannya terutama mengenai proses kegiatan buzz group.
Pelatih memberikan komentarnya sambil memperdengarkan
kembali hasil rekamannya.

 Metode Diskusi
Diskusi berasal dari bahsa latindiscutio atau discussum yakni“kurang
lebih bertukarsamapikirandengan”ataumembahas sesuatu masalah
dengan mengemukakan dasar alasannya untuk mencari jalan keluar
sebaik-baiknya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa diskusi
merupakan ajang bertukar pikiran diantara sejumlah orang,
membahas masalah tertentu yang dilaksanakan dengan teratur, dan
bertujuan untuk memecahkan masalah secara bersama (A.
Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya).Metode ini dipakai
dalam latihan yang melibatkan partisipasi aktif, tukar pengalaman
dan pendapat peserta pelatihan. Untuk kegiatan ini anggota
kelompok yang ideal adalah 7 s/d 9 orang.

Metode ini digunakan untuk :


 Menggali pengalaman, ide-ide selama dalam pelatihan
 Anggota kelompok saling tukar pikiran
 Belajar dengan caranya sendiri berpartisipasi dalam group
 Pengembangan diri melalui kerjasama yang terkoordinasi

Adapun keuntungan metode ini adalah :


 Anggota kelompok berpartisipasi aktif
 Mengembangkan tanggung jawab perorangan atau individu
 Mengukur konsep, ide, dapat diakui kebenarannya dan dapat
diterapkan
 Mengembangkan percaya diri dalam menyajikan pendapat, ide
dan konsep
 Ide berkembang, terbuka dan terarah
 Memperoleh banyak informasi
 Aplikasi hasil diskusi mantap karena ide yang dikemukakanadalah
yang alami.
 Adapun kelemahannya adalah :
 Memakan waktu terlalu banyak
 Dapat menimbulkan frustasi karena anggota kelompok ingin

144 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


segera melihat hasil nyata
 Perlu persiapan matang sebelum diskusi
 Perlu waktu untuk anggota kelompok pemalu, dan anggota
kelompok yang otokratif untuk belajar bersikap demokratis

Berikut ini disajikan peran yang dimainkan oleh anggota kelompok


diskusi, baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota diskusi
sebagai berikut:

Pemimpin Diskusi
Persiapan memimpin diskusi :
 Menentukan sasaran diskusi (obyektif)
 Menjelaskan topik dengan singkat dan jelas
 Mempertimbangkan kebutuhan kelompok
 Mempersiapkan garis besar daripada diskusi
 Siapkan segala sesuatunya

Cara memimpin diskusi


 Mulai diskusi (tepat waktu)
 Memberikan pengarahan
 Memimpin diskusi
 Membuat ringkasan

Persyaratan yang harus dimiliki oleh pemimpin diskusi antara lain:


 Memahami topik
 Mengatur waktu secara fleksibel
 Mengembangkan pertanyaan penting sehingga mendorong anggota
kelompok untuk bertukar pikiran
 Menjelaskan sasaran diskusi
 Menyiapkan ringkasan, pokok pikiran dalam garis besar yang
dibagikan sebelum atau saat diskusi
 Menunjukkan narasumber

Anggota Kelompok
 Memberikan sumbangan pikiran secara efektif
 Bersifat konstruktif dalam diskusi
 Hadir pada waktunya dan memanfaatkan waktu
 Memperhatikan ide-ide, sumbangan pikiran anggota kelompok
lainnya
 Meminta penjelasan, mencegah kesalahpahaman

145 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Langkah-langkah sebagai pedoman pelaksanaan diskusi antara lain :
 Pengaturan fasilitas fisik
o Tempat duduk nyaman leluasa
o Penerangan memadai, udara cukup
o Suhu sejuk
o Pengaturan sound system baik

 Breifing kepada pembicara


o Latar belakang/komposisi pendengar
o Tingkat pengetahuan pendengar
o Peralatan yang bisa digunakan
o Pengaturan tanya jawab atau diskusi
o Penafsiran daya serap pendengar.

 Briefing kepada pendengar


 Kata pengantar/ topik yang dibicarakan
o Kemungkinan tanya jawab atau diskusi
o Kemungkinan membagi materi
o Kemungkinan tes bagi pendengar

 Metode Brainstorming (Curah Pendapat)


Metode ini biasanya sering disebut dengan sumbang saran yang
digunakan dalam pemecahan masalah dimana anggota mengusulkan
dengan cepat semua kemungkinan pemecahan yang terpikirkan, tidak
ada kritik-kritik, oleh karena itu evaluasi atas pendapat-pendapat
tadi dilakukan kemudian.Metode ini mengundang semua peserta
berperan aktif untuk bertisipasi secara optimal. Kapan metode ini
digunakan ?

Metode ini digunakan untuk :


 Untuk membangkitkan pikiran kreatif
 Untuk merangsang partisipatif
 Pada waktu mencari kemungkinan pemecahan masalah
 Berhubungan dengan metode lainnya
 Untuk membangkitkan pendapat baru
 Untuk menciptakan suasana yang menyenangkan kelompok

Adapun keuntungan metode ini adalah :


 Timbul pendapat baru merangsang semua anggota untuk
mengambil bagian
 Menghasilkan reaksi rantai dan pendapat
 Tidak menyita waktu
 Dapat dipakai dalam kelompok besar maupun kecil

146 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


 Tidak perlu pimpinan yang terlalu hebat
 Hanya sedikit pengalaman yang diperlukan

Sedangkan kelemahan metode ini adalah :


 Mudah terlepas dari kontrol
 Dilanjutkan dengan evaluasi jika diharapkan efektif
 Mungkin sulit membuat anggota tahu bahwa segala pendapat
dapat diterima
 Anggota cenderung untuk mengadakan evaluasi segera setelah
satu pendapat diajukan

Langkah-langkah pelaksanaan metode ini:


 Pemberian informasi dan motivasi.
 Identifikasi.
 Klasifikasi.
 Verifikasi.
 Konklusi / kesepakatan.

 Metode Studi Kasus


Metode ini dipakai bukan untuk menjawab masalah secara cepat dan
tepat, akan tetapi lebih bertujuan untuk menggambarkan penerapan
konsep dan teknik analisis dalam proses pemecahan masalah dan
proses pengambilan keputusan. Pemecahan masalah dalam studi
kasus lebih menekankan kepada alasan logika yang dipergunakan
dalam pemecahan masalah tersebut.

Sementara ahli lain mengatakan bahwa studi kasus digunakan dalam


latihan yang bertujuan pengembangan pengetahuan dan sikap,
sebagai landasan diskusi, analisis dan pengembangan persoalan. Di
samping itu studi kasus dalam proses pembelajaran adalah untuk
menyajikan penjelasan berbagai prinsip dan aplikasi prinsip tersebut
ke dalam situasi tertentu, sehingga pada gilirannya peserta diklat
akan mampu memecahkan masalah dalam situasi yang sama secara
lebih baik.

Keuntungan metode ini:


 Memberikan wawasan yang luas mengenai prinsip-prinsip tertentu
dan bagaimana pelaksanaannya
 Kemungkinan pertukaran pendapat dan mengadakan evaluasi
bersama
 Membuka kemungkinan untuk mengadakan perubahan kesiapan
mental
 Memungkinkan beberapa alternatif pemecahan masalah

147 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Kelemahan metode ini adalah :
 Sulit mengukur hal-hal yang sifatnya sikap dan perilaku
 Keterbatasan waktu merupakan hambatan untuk berdiskusi secara
tuntas
 Dapat menimbulkan frustasi apabila tidak ada pemecahan
masalah.

Langkah-langkah pelaksanaan :
Apabila Pelatih telah menentukan studi kasus sebagai metode dalam
proses pembelajaran, maka beberapa langkah yang disarankan antara
lain:
 Pelatih membagi kelompok dengan mengacu pada salah satu
teknik pembagian kelompok, misalnya dengan berhitung 1,2,3
bagi peserta yang memiliki nilai hitungan sama menjadi satu
kelompok, cara lain adalah secara acak dan lain sebagainya
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
 Pelatih menyajikan suatu problem (kasus yang spesifik), biasanya
secara tertulis. Adapun kriteria penilaian studi kasus yang baik
menurut Prof. Dr. M. Entang, MA adalah sebagai berikut :

o Studi kasus harus realistic, tidak hipotetik (angan-angan)


o Hendaknya menggambarkan konflik
o Kepribadian orang yang terlibat dalam studi kasus hendaknya
dideskripsikan secara jelas
o Data dan fakta yang disajikan hendaknya tidak terlalu terinci
o Pertanyaan yang diajukan hendaknya yang baik dan relevan
o Penulisan, analisis dan pemecahan kasus, hendaknya
didasarkan pada suatu teori, konsep atau prinsip yang jelas
dan terbentuk
o Nama-nama orang yang terlibat disamarkan atau dirahasiakan.

 Pelatih memberikan tugas kepada peserta sebagai berikut:


o Menyarankan pemecahan terbaik berdasarkan fakta yang
diberikan
o Mengajukan usul pemecahan disertai alasannya dan
didiskusikan dengan peserta lain tentang mengapa dan
bagaimana sampai kepada keputusan tersebut
o Berbagai pengalaman diantara peserta untuk sampai kepada
kesepakatan tentang pemecahan terbaik.

148 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


 Setelah diskusi kasus selesai maka fasilitator mengarahkan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
o Apa yang sedang terjadi
o Apa betul ada masalah

 Apa yang menjadi masalah


o Apa penyebab massalah
o Membahas sebab-sebab masalah
o Bahan utama menjadi pembicaraan
o Mengapa bahan-bahan penting
o Tujuan yang ingin dicapai
o Apa yang harus dikerjakan?
o Jalur tindakan apa
o Realisasi pemecahan
o Akibat yang mungkin terjadi dari pemecahan tersebut

 Metode Role Play (Bemain Peran)


Secara etimologi yang dimaksud bermain peran adalah memainkan
sesuatu peran tertentu sehingga pemain harus mampu berbuat
(berbicara dan bertindak) seperti peran yang sedang dimainkannya.

Sebagai contoh :
Apabila peran yang dimainkan adalah pemimpin yang otoriter maka ia
harus mampu berperilaku sebagai seorang pemimpin yang memiliki
ciri-ciri seorang otoriter, misalnya suka menekan, pemarah,
mengintimidasi, hanya memprioritaskan pekerjaan, tidak
memperhatikan hubungan kemanusiaan dan lain sebagainya.

Oleh Karena itu sering dikatakan bahwa bermain peran sangat mirip
dengan simulasi, hal ini disebabkan dalam simulasi juga ada kegiatan
bermain peran.Hal ini sesuai dengan pendapat Robert Gilstrap yang
mengatakan bahwa main peran adalah simulasi atau tiruan dari
perilaku orang yang diperankan (Hidayat, Z.A. dan Muhidin T.S.
1980).

Di dalam dunia pendidikan dan pelatihan bermain peran (Role Play)


digunakan sebagai salah satu metode pembelajaran di hampir semua
jenjang pendidikan dan pelatihan. Role Play merupakan metode
pelatihan untuk menetapkan seseorang pada situasi tertentu, seolah-
olah menggambarkan situasi sebenarnya melalui penokohan
meleburkan dirinya, mengekpresikan sikap-sikap, tindakan-tindakan
yang mereka percaya pada situasi itu. Dengan metode ini peserta
yang ditunjuk akan dengan sukarela memainkan peran tersebut,

149 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


pemain akan memperoleh prestasi pemandangan baru, dan
mengalami prasangka-prasangka.

Adapun keuntungannya adalah sebagai berikut :


 Mendorong keterlibatan yang mendalam
 Membangkitkan pengertian, prasangka dan persepsi
 Memusatkan perhatian pada aspek tertentu yang dikehendaki

Kelemahan metode ini adalah sebagai berikut :


 Keengganan melakukan peran atau tidak menghayati
 Kurang realistis
 Dianggap dialog biasa
 Kurang memperhatikan peran sendiri dan lebih condong
memperhatikan peran orang lain

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bermain peran adalah sebagai


berikut :
 Identifikasi masalah yang diperankan harus jelas
 Peserta harus memahami perannya dan memahami skenario yang
telah diberikan
 Harus disadari adanya kebebasan mengemukakan perasaan secara
wajar
 Dijelaskan kelebihan metode role play dibandingkan metode lain
guna menelaah masalah yang dihadapi

Berbicara tentang metode ini maka dapat diklasifikasikan menjadi


dua yaitu :
 Telah tersusun (structured Role Playing)
 Secara spontan (Spontaneous Role Playing)

Di samping itu dibedakan antara single role play dan multi role play.
Metode ini memungkinkan untuk :
 Belajar dengan berbuat
 Belajar dengan peniruan
 Belajar melalui pengamatan dan umpan balik
 Belajar melalui penganalisaan

Teknik menerapkan metode bermain peran.


Berikut ini disajikan beberapa langkah-langkah dalam pelaksanaan
penerapan metoda bermain peran adalah sebagai berikut :

 Persiapan
Dalam tahap ini hal-hal yang harus dipersiapkan oleh Pelatih

150 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


adalah memilih situasi/topik, mempersiapkan peralatan yang
diperlukan sesuai dengan situasi yang akan diperankan,
menyiapkan lembar observasi, menentukan pemeran-pemeran
serta memberikan arahan skenario bagi para pemeran.

 Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan main peran Pelatih berfungsi sebagai
pengamat dan memberikan catatan-catatan sebagai bahan proses
pembelajaran . Setelah kegiatan main peran selesai maka Pelatih
memproses kegiatan dengan menggunakan pendekatan “AKOSA”.
Antara mengajukan pertanyaan-pertanyan :
o Apa yang sudah dialami?
o Bagaimana perasaannya?
o Apa yang sedang terjadi?
o Bagaimana perasaan pemain?
o Mengapa demikian?
o Apa yang telah diamati oleh para pengamat?
o Manfaat apa yang diperoleh dari kegiatan bermain peran
tersebut.

 Penutup
Dalam kegiatan ini dapat diisi dengan evaluasi yang berkaitan
dengan proses bermain peran yang mengacu pada hasil observasi
pengamat. Disamping itu juga merefleksikan
pengalaman/penghayatan terhadap peran yang sedang
dimainkan.

 Review/balikan/Refleksi
Dalam kegiatan ini diisi dengan penjelasan contoh-contoh yang
berkaitan dengan diaplikasikan dalam kehidupan nyata yang
berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari.Di samping itu Pelatih
menggali manfaat dan main peran tersebut dikaitkan kehidupan
sehari-hari.Di dalam kegiatan ini juga perludikaitkan dengan
teori-teori yang telah dipersiapkan oleh Pelatih.

 Metode Simulasi
Kata “Simulasi” berasal daribahasaInggris “Simulation”yang berarti
“Pekerjaan Tiruan atau meniru”. Sebagai contoh simulasi tentang
mengemudikan taksi, simulasi tentang penggunaan IUDdan lain
sebagainya. Dalam kegiatan proses pembelajaran kata
“Simulasi”suatumerupakan metodepembelajaran.

151 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Kegiatan simulasi diartikan sebagai kegiatan pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada peserta untuk menirukan suatu
kegiatan atau pekerjaan yang dituntut dalam kehidupan sehari-hari
atau yang berkaitan dengan tugas-tugas yang menjadi tanggung
jawabnya.
Misalnya, simulasi penanggulangan bahaya banjir, simulasi sebagai
dokter, simulasi sebagai seorang pemimpin dan lain
sebagainya.Metode simulasi merupakan modifikasi dari metode main
peran.Metode ini peserta diminta untuk memainkan peran tertentu
dan diminta untuk memerankannya.Namun untuk itu mereka diberi
petunjuk secara garis besar saja.Sedangkan dalam peragaan para
peserta diberi kebebasan luas untukmengembangkan kreativitas dan
imajinasi mereka, agar latihan lebih realistis.

Metode ini menampilkan simbol-simbol atau peralatan-peralatan yang


menggantikan proses, kejadian, atau benda yang sebenarnya. Metode
ini juga digunakan apabila kondisi aslinya tidak dapat
dihadirkan.Metode ini sangat cocok untuk hal-hal yang sifatnya
ketrampilan.Bedanya dengan main peran adalah terletak pada
pemakaian metode ini.

Oleh karenanya metode ini cocok untuk semua tahapan


pembelajaran, pelatihan magang klasikal, memberikan kejadian-
kejadian yang analogis, memungkinkan praktek dengan risiko
kecil.Topik-topik yang disajikan dalam metode ini diantaranya adalah
topik yang berkaitan dengan ketrampilan intelektual, psikomotorik
dan sosial yang relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.

Metode ini digunakan apabila :


 Situasi yang sebenarnya tidak dapat dihadirkan karena sesuatu
alasan tertentu seperti alasan administrasi serta alasan lain
 Tujuan Pembelajaran lebih menitikberatkan pada aspek
ketrampilan
 Memberikan pengalaman kepada peserta diklat agar mengalami
dalam proses pembelajaran sehingga akan lebih mengefektifkan
dalam pross pembelajaran
 Apabila ingin membangkitkan motivasi peserta diklat.

Menurut Dra. Roesiyah N.K dalam bukunya Strategi Mengajar (dengan


editing redaksi) adalah sebagai berikut :
 Menyenangkan peserta diklat
 Menggalakan Pelatih untuk mengembangkan kreativitas peserta

152 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


 Eksperimen dilakukan tanpa memerlukan lingkungan yang
sebenarnya
 Mengurangi hal-hal yang verbalistik atau abstrak
 Tidak memerlukan pengarahan yang pelik dan mendalam
 Menimbulkan interaksi antar peserta yang memungkinkan
timbulnya keutuhan dan gotong royong serta kekeluargaan
 Menimbulkan respon positif dari peserta yang lamban atau kurang
cakap
 Menumbuhkan cara berpikir kritis, memungkinkan Pelatih bekerja
dengan tingkat adaptivitas yang berbeda-beda
 Memperbanyak kesiapan serta penugasan ketrampilan dalam
proses kognitif atau pengenalan peserta
 Peserta memperoleh pengetahuan yang bersifat pribadi,
individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam
jiwa peserta
 Dapat membangkitkan kegairahan belajar peserta, teknik ini
mampu memberikan kesempatan kepada peserta untuk
berkembang maju sesuai dengan kemampuan masing-masing
 Mampu mengarahkan cara peserta belajar, sehingga lebih
memiliki motivasi sendiri
 Membantu peserta untuk memperkuat dan menambah
kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri

Beberapa kelemahan yang ditampilkan dalam bahasan ini adalah:


 Peserta harus siap mental. Dalam arti peserta harus berani dan
berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik
 Pelatih dan peserta yang sudah biasa dengan perencanaan dan
pengajaran tradisional mungkin akan kecewa apabila diganti
dengan teknik penemuan
 Teknik ini lebih mementingkan proses pengertian dan kurang
memperhatikan perkembangan atau pembentukan sikap dan
ketrampilan peserta
 Tidak memberikan kesempatan untuk berpikir kreatif
 Setiap kelompok menunjuk seorang pencatat yang akan membuat
laporan tentang kemajuan dan hasil kerja kelompok
 Pelatih berkeliling selama kerja kelompok berlangsung, bila perlu
memberi saran dan pertanyaan
 Pelatih membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima hasil

153 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Tahap Persiapan
Dalam tahapan ini hal-hal yang harus dipersiapkan oleh Pelatih adalah
sebagai berikut:
 Satuan Acara Pembelajaran (SAP) yang merupakan rencana rinci
pembelajaran, mencakup tujuan materi/topik, kegiatan,
media/alat Bantu dan penilaian.
 Menetapkan kemampuan/situasi yang akan disajikan dalam
bentuk simulasi. Misalnya dari 3 tujuan yang ingin dicapai, satu
tujuan akan dicapai melalui simulasi.
 Menyusun scenario kegiatan simulasi sehingga jelas langkah-
langkah yang akan ditempuh.
 Menyiapkan alat-alat/fasilitas yang dibutuhkan dalam simulasi.
Misalnya ruang kelas dengan perlengkapannya jika yang
disimulasikan adalah ketrampilan mengajar, benda-benda tiruan
sebuah bank, jika yang disimulasikan penataan ruangan sebuah
bank atau tiruan alat-alat penolong kecelakaan jika yang
disimulasikan kemampuan penolong orang-orang yang mendapat
kecelakaan.
 Membentuk kelompok-kelompok kecil jika simulasi akan dilakukan
dalam kelompok kecil.
 Menyiapkan lembar kerja dan lembar observasi, terutama jika
simulasi akan dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil. Lembar
kerja berisi panduan rinci bagi kelompok-kelomok dalam
melaksanakan simulasi, sedangkan lembar kerja berisi aspek-
aspek yang akan diamati selama simulasi berlangsung. Lembar
observasi dapat digunakan oleh pengajar atau oleh peserta yang
ditunjuk sebagai pengamat.

Tahap Pelaksanaan Simulasi


Dalam tahapan ini pembelajaran dimulai dengan:
 Menjelaskan scenario simulasi diikuti oleh pembagian kelompok,
lembar kerja dan peran dalam kelompok. Setelah semua peserta
paham akan scenario sajian dan peranannya masing-masing
simulasi segera dimulai.
 Kegiatan inti dimulai dengan menyajikan situasi dalam kehidupan
nyata. Misalnya ketika terdengar terjadi pembobolan disuatu
bank, wartawan berkerumun menemui pimpinan bank, dengan
mengajukan pertanyaan. Pimpinan bank harus menghadapi para
wartawan. Dalam menyajikan situasi ini dapat diadakan Tanya
jawab sehingga setiap siswa siap memahami perannya dengan
tepat.
 Peserta diminta menyiapkan diri untuk memainkan peran yang
menjadi tanggung jawabnya

154 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


 Peserta bersimulasi dalam kelompok sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan
 Kegiatan penutupan dapat diisi dengan demonstrasi salah satu
kelompok dan kemudian kelompok lain diminta memberi
komentar terhadap demonstrasi tersebut

Tahap Review/Balikan/Tinjauan
Dalam tahapan ini hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut:
 Setelah simulasi selesai perlu diadakan review umum yang
dipandu oleh instruktur. Review dapat dimulai dengan meminta
peserta menyatakan kesannya tentang penguasaan yang baru saja
dilatihkan, kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang dapat
dimulai dengan laporan para pengamat.
 Pada akhir diskusi, pengajar memberikan balikan dan tindak
lanjut sesuai dengan kesimpulan hasil simulasi.

Latihan dipandu oleh Pelatih dengan menggunakan


pedoman acuan sebagai berikut :

Pelatih membagi peserta kedalam 8 (delapan) kelompok dan


memberikan penugasan sebagai berikut :
“Dalam kelompok saudara persiapkan untuk mempraktekkan
salahsatu metode pembelajaran yang telah di bahas. Pada waktu
kelompok memerankan sebagai Pelatih yang sedang memandu
dengan metode tertentu, peserta lain bertindak sebagai peserta
diklat”.
Adapun pembagian metode yang akan dipraktekkan adalah
sebagai berikut:
Kelompok satu membahas metode ceramah
Kelompok dua membahas metode demontrasi
Kelompok tiga mempersiapkan metode lebih berguna
Kelompok empat metode curah pendapat
Kelompok lima metode seminar
Kelompok enam metode simulasi
Kelompok tujuh metode main peran
Kelompok delapan metode studi kelompok dan
Kelompok sembilan diskusi
Pelatih mengamati kelompok peserta diklat pada waktu berdiskusi dan
mempersiapkan masing-masing metode yang akan dipersiapkan.
Apabila ada kelompok yang kurang dapat mengaplikasikan metode
yang dimaksud, Pelatih memberikan bimbingan.
Setelah peserta diklat mempraktekkan metode yang telah ditetapkan
maka pelatih memberikan masukan bagi masing-masing kelompok.
Akhiri sesi ini dengan menekankan perlunya pemanfaatan
metodesecara baik dan benar.

155 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


4) Metode Pembelajaran yang Efektif

a) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Pembelajaran


Dave Meier dalamThe bukunyaAccelerated“ L menjelaskan beberapa
prinsip pokok accelerated learningadalah sebagai berikut :
 Keterlibatan total pembelajar dalam meningkatkan pembelajaran
 Belajar bukanlah mengumpulkan informasi secara pasif, melainkan
menciptakan pengetahuan secara aktif
 Kerjasama diantara pembelajar sangat membantu meningkatkan hasil
belajar
 Belajar berpusat aktivitas sering berhasil daripada belajar berpusat
presentasi
 Belajar berpusat aktivitas dapat dirancang dalam waktu yang jauh
lebih singkat daripada waktu yang diperlukan untuk merancang
pengajaran dengan presentasi. (Dave Meier, 2001).

Accelerated Learning atau pemercepatan belajar adalah


filosofipembelajaran atau kehidupan yang mengupayakan mekanisasi dan
memanusiakan kembali proses belajar, serta menjadikannya pengalaman
seluruh tubuh, seluruh pikiran dan seluruh pribadi.Oleh Karena itu
accelerated learning berusaha membentuk kembali sebagian besar
keyakinan dan praktek, yangmembatasi yang diwarisi dari masa lalu (Dave
Meier, 2001, hal. 38).Mengacu pada pendapat diatas maka agar terjadi
percepatan dalam belajar maka pemilihan metode pembelajaran
merupakan faktor yang dominan dalam rangka mensukseskan hasil
pembelajaran yang efektif. Lalu faktor-faktor apakah yang
harusdiperhatikan dalam pemilihan metode pembelajaran ?

b) Faktor–Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Memilih Metode


Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metode
pembelajaran adalah sebagai berikut :

 Pengajar/Pelatih
Pengetahuan, pengalaman manajerial Pelatih serta kepribadian Pelatih
merupakan faktor-faktor yang penting dan karenanya perlu pertama-
tama dikemukakan. Secara tegas perlu diutarakan bahwa, pelatih
harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang akan
diajarkan serta pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan
metodeyang akan dipergunakan dalam proses pembelajaran.

Di samping itu pelatih harus memiliki kepribadian yang dapat diterima


oleh peserta latihan sehingga jalur-jalur komunikasi yang efektif dapat
diciptakan dengan cepat dan mudah. Kalau kondisi itu terpenuhi, maka

156 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


suatu metode yang dipilih dengan tepat dan digunakan dengan baik
akan mempermudah dan mendorong peserta belajar.

Pelatih harus mempunyai tanggung jawab pribadi untuk memilih


metode terbaik untuk tugas pengajarannya. Oleh karena itu ia harus
mampu untuk secara rasional menilai kemampuannya dan berusaha
menggunakan metode-metode yang akhirnya dapat meningkatkan dan
bukannya mengurangi hasil yang diharapkan.

Misalnya, role playing merupakan suatu latihan yang memerlukan


pengetahuan tentang psikologi, pengalaman yang memadai dengan
berbagai jenis permasalahan manusia dalam manajemen serta
kemampuan untuk memberikan reaksi secara cepat dalam diskusi. Oleh
karena itu seorang pelatih yang tidak memiliki kualitas ini, tetapi
mempunyai pemikiran dan pengalaman analisis dalam pemecahan-
pemecahan masalah organisasi, akan cenderung untuk menggunakan
metode studi kasus. Dalam latihan untuk para pelatih diperlukan
adanya dorongan terhadap para pelatih agar lebih banyak
menggunakan berbagai metode.

 Peserta pelatihan
Dalam pengertian ini metode pengajaran harus terkait dengan :

Tingkat intelektual dan latar belakang pendidikan peserta

Umur dan pengalaman kerja

Lingkungan sosial dan budayanya.
Sebagai contoh dalam program-program latihan yang diperuntukan bagi
peserta supervisor, manager tingkat menengah atau pengusaha kecil
yang hanya mempunyaipendidikan dasar dan telah cukup lama
meninggalkan bangku sekolah.

Maka metode ceramah harus diganti dengan pembicaraan pembahasan


secara ringkas dengan disertai penggunaan alat Bantu visual sebanyak
mungkin, studi kasus yang disederhanakan hendaknya digunakan dan
bukannya yang panjang- panjang dan kompleks, buku-buku latihan
yang khusus susunannya hendaknya digunakan sebagai pegangan dan
bukannya buku pegangan umumnya.

Dalam kaitan dengan pengalaman praktis peserta, perlu dibedakan


diantara peserta yang masih muda, yang mempunyai sedikit atau tanpa
pengalaman managemen, yang pernah mempelajari managemen di
universitas atau sekolah lainnya, dengan peserta yang telah

157 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


berpengalaman praktis, baik karena telah pernah melaksanakan fungsi-
fungsi manajemen maupun tugas-tugas khusus di berbagai bidang
fungsional.

Bagi kelompok peserta pertama, banyak bahan latihan yang masih baru
dan karenanya akan sulit untuk mengkaitkan proses pengajaran dan
pengalamannya sebelumnya. Namun demikian, peserta ini pada
umumnya bersikap terbuka dan lebih mudah menerima gagasan-
gagasan baru daripada kelompok peserta kedua.

Dalam melatih peserta yang telah berpengalaman, hanya pengetahuan


tambahan saja yang perlu disampakan.Hal ini tidak hanya dapat
dilaksanakan tetapi juga sangat penting untuk menghubungkan
pengajaran dengan pengalaman peserta. Dalam kelompok seperti ini
mungkin saja terjadi
bahwa peserta yang telah berpengalaman menunjukkan sikap lebih
tahu.

Kalau hal ini terjadi masalah utama yang dihadapi Pelatih adalah
bagaimana merubah sikap ini dan menyadarkan mereka bahwa mereka
belajar agar mampu melaksanakan tugas dengan lebih baik. Dalam
kasus seperti ini Pelatih tidak cukup kalau hanya menjelaskan tentang
metode-metode dan teknik-teknik manajemen yang baru.

Pemberian tugas-tugas praktis pembahasan studi kasus atau latihan


simulasi lebih besar kemungkinannya untuk menyadarkan peserta
bahwa mereka memiliki kelemahan dalam pengetahuan dan
keterampilan dan bahwa latihan mungkin merupakan salah satu
jawaban untuk mengatasi kelemahan ini.

Para manajer berpengalaman mempunyai kemampuan untuk saling


belajar secara langsung, sejauh dapat diciptakan suasana yang tepat
dan metode-metode yang digunakan menunjang proses belajar
semacam ini. Kelompok diskusi, rapat kerja, sindikat, tugas konsultasi
dan proyek praktis yang dilaksanakan oleh sekelompok manager
merupakan upaya yang tepat guna pencapaian tujuan ini.

Kerumitan suatu masalah dapat diperberat oleh faktor-faktor sosial


dan budaya di dalam lingkungan.

Dalam hubungan ini perlu di ingat bahwa kebanyakan dari metode


pengajaran yang partisipatif ini dikembangkan di Amerika Serikat,
suatu negara yang mempunyai karakteristik sosial budaya yang khas.

158 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Adanya motifasi pencapaian yang tinggi, kurangnya penghargaan
terhadap otoritas formal,
pemberian prioritas terhadap tindakan sebelum pemikiran matang,
serta masih banyak faktor budaya lainnya di Amerika Serikat mungkin
tidak terdapat di negara dimana metode pengajaran ini akan
diterapkan.

 Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dalam program-program pendidikan dan
latihan ditentukan oleh adanya perubahan dalam pengetahuan,
sikap dan ketrampilan, yang selanjutnya menyebabkan perbaikan
dalam pelaksanaan tugas-tugas managerial. Berbagai situasi
latihan harus mempertimbangkan berbagai jenis dan tingkatan
pengetahuan, sikap dan ketrampilan.

Suatu analisa pendahuluan terhadap kebutuhan dapat membantu


penentuan tujuan-tujuan yang seharusnya dimiliki oleh suatu
program tertentu. Selanjutnya metode-metode dapat dipilih dalam
kaitan dengan kemampuannya untuk menyampaikan pengetahuan,
mempengaruhi sikap dan pengembangan ketrampilan yang praktis.
Analisa lain yang dapat digunakan untuk menentukan jenis-jenis
metode mana yang paling benar pengaruhnya untuk mempengaruhi
sikap-sikap manajer atau untuk menyampaikan suatu pengetahuan
tertentu. Tingkatan tujuan pembelajaran juga menjadi prioritas
utama dalam menentukan metode pembelajaran. Misalnya tujuan
pembelajaranampukhususmendemontrasikan“ sesuatuobyek”maka
metode yang digunakan harus praktek ataudemonstrasi.

 Bidang Pelatihan
Berbagai bidang pelajaran (keuangan, kepegawaian, penelitian
kegiatan managemen umum, dan sebagainya) memiliki ciri-ciri
tersendiri. Misalnya teknik-teknik penelitian operasional
didasarkan pada penggunaan matematika dan statistik secara
ekstensif. Bidang ini biasanya mengajarkan melalui suatu
kombinasi ceramah (Menggunakan alat Bantu audio visual) serta
latihan dimana teknik ini dipraktikan. Latihan ini dapat ditunjang
oleh tugas-tugas bacaan.

Dalam kasus tertentu ceramah dapat diganti atau dilengkapi


dengan buku-buku yang telah diprogramkan. Namun yang penting
dari segi tinjauan manajemen bukannya untuk memahami teknik
saja tetapi memahami apabila, dan bagaimana tekhnik ini dapat
digunakan kemampuan ini dapat dikembangkan melalui proyek-

159 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


proyek praktis, latihan simulasi, bisnis games, studi kasus dan
sebagainya.

Dalam program-program yang ditekankan pada aspek-aspek


tingkah laku dari managemen, komunikasi, kepemimpinan dan
motifasi, metode-metode pengajaran dapat dipilih dan
dikombinasikan dengan cara-cara yang dapat memberikan peserta
kesempatan untuk menganalisa tingkah laku manusia, dan pada
saat yang sama dapat mempengaruhi secara langsung sikap dan
tingkah laku peserta sendiri.

Program-program ini menggunakan studi kasus yang bersangkutan


dengan aspek manusia dari perusahaan, bisnis game yang
memberikan tekanan pada komunikasi dan relasi antar peserta,
role playing, latihan sensitifitas dan berbagai bentuk lain diskusi
kelompok, penugasan dan latihan.

Dalam hubungan ini hal yang perlu diperhatikan adalah


dimungkinkan untuk memilih beberapa metode, kalau kita ingin
menghadapi suatu bidang atau masalah tertentu. Karena itu
analisa suatu balancsheet dapat diajarkan melalui metode kasus,
kombinasi metode studi kasus dengan role playing.

Ceramah sebagai latihan didalam kelas atau melalui membaca


suatu buku pegangan atau buku yang diprogramkan mengenai
bidang ini, hal ini dimungkinkan karena metode-metode utama
bersifat cukup lugas untuk digunakan mengajar sejumlah bidang
yang berbeda-beda. Ceramah, diskusi dan studi kasus digunakan
hampir semua bidang latihan.

Penggunaan metode-metode partisipatif secara tepat akan banyak


membantu. Misalnya, suatu seminar para manager senior dapat
dimulai dengan studi kasus yang rumit, yang menunjukkan suatu
permasalahan bisnis dari berbagai segi dan menumbuhkan minat
peserta dalam suatu bidang.

Metode dan teknik tertentu yang dipadukan secara tepat dapat


membantu mereka untuk mengambil tindakan yang tepat dalam
suatu situasi yang rumit. Dalam tahap kedua dalam seminar ini
dapat diadakan penelaahan, yang mendalam terhadap bidang,
metode dan teknik tertentu. Tahap ini dapat digunakan untuk
memadukan pengetahuan dan keterampilan keahlian dalam
managemen umum melalui kasus yang rumit lagi, bisnis game atau

160 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


latihan sejenis atau kalau mungkin melalui tugas dalam suatu
proyek praktis yang memerlukan pendekatan inter disipliner.
Faktor materi diklat juga sangat menentukan. Apakah sifatnya
pengetahuan, keterampilan atau sikap dan perilaku. Di samping itu
perlu dibedakan pula pengetahuan yang harus diketahui, sebaiknya
diketahui serta baik untuk diketahui.

 Waktu dan peralatan


Penentuan mengenai metode pengajaran mana yang akan
dipergunakan juga tidak lepas dipengaruhi oleh faktor waktu,
keuangan dan faktor-faktor lainnya.
o Waktu yang dipergunakan untuk persiapan (yang juga
mempengaruhi biaya peralatan pengajaran) berbeda-beda
untuk berbagai metode latihan. Sebagai pedoman, studi kasus
dan bisnis game yang rumit membutuhkan persiapan yang lama
dan mahal, yang menyangkut pengujiannya dengan para
pelatih atau kelompok pekerjaan (eksperimental) serta
mengadakan perubahan-perubahan yang diperlukan.
o Jangka waktu latihan menentukan jenis metode yang akan
digunakan. Lebih lama waktu latihan diselenggarakan, lebih
banyak kemungkinan bahwa pelatih akan menggunakan bisnis
game, kasus yang rumit dan proyek-proyek praktis. Hal ini
tidak berarti bahwa metode partisipatif dihilangkan dari
latihan-latihan jangka pendek. Dalam latihan semacam ini
metode-metode yang akan digunakan adalah yang tidak banyak
memakan waktu tetapi yang mampu menyampaikan meteri
latihan secara cepat.
o Penentuan waktu dari suatu hari merupakan suatu yang
penting yang mungkin kurang disadari oleh para perencana
latihan. Misalnya pada sore hari (14.00-16.00) sebaiknya
diselenggarakan pertemuan-pertemuan yang menyenangkan
dan menarik yang memerlukan keterlibatan aktif para peserta.
o Fasilitas pengajaran mungkin merupakan faktor pembatas di
berbagai lembaga, atau latihan-latihan yang diselenggarakan
diluar lembaga yang digunakan untuk diskusi kelompok atau
ruangan yang digunakan untuk atau ruang sindikat atau
tersedianya alat Bantu audio visual, harus dipertimbangkan
sebelumnya sehingga dapat diadakan perubahan-perubahan
pada metode yang akan digunakan.

161 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


c) Prinsip-prinsip Pembelajaran
Faktor lain yang juga perlu diperhatikan dalam pemilihan metode
pembelajaran adalah prinsip-prinsip pembelajaran. Beberapa prinsip
tersebut antara lain sebagai berikut :
 Tingkat motivasi
Motivasi peserta diklat akan meningkat apabila materi yang disajikan
menarik, lebih menekankan pada penerapan dan menunjukkan nilai
guna yang bermanfaat dalam kehidupannya. Hal ini dapat dicapai
antara lain dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat
menarik perhatian peserta diklat. Guna membangkitkan motivasi
peserta diklat perlu pula memperhatikan prinsip-prinsip Quantum
Learning (Bobbi De Porter, Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie,
Quantum Teaching, 2000) sebagai berikut :

Segalanya berbicara

Segalanya bertujuan

Pengalaman sebelum memberi nama

Akui setiap usaha

Jika layak dipelajari maka layak pula untuk dirayakan

 Keterlibatan Aktif Peserta Diklat


Prinsip keterlibatan aktif mungkin merupakan landasan utama
metode pengajaran partisipatif. Biasanya, lebih dalam keterlibatan,
lebih tinggi motivasi, lebih besar daya retensi peserta dan lebih siap
pula mereka untuk menerapkannya.Namun demikian metode yang
dipilih belum tentu menjamin keterlibatan aktif peserta diklat.Hal
lain yang dapat mempengaruhi antara lain : Pada pengaturan
persiapan studi kasus, gaya kepemimpinan dan faktor-faktor
lainnya.Para peserta mungkin saja bersifat pasif kalau ia menganggap
materi latihan rendah mutunya atau penampilan pelatih berada
dibawah tingkat kemampuannya.

 Pendekatan perorangan
Pembelajaran akan efektif apabila memperhatikan karakteristik
peserta diklat, oleh karena itu pendekatan perorangan perlu juga
diperhatikan. Setiap peserta Diklat memiliki gaya belajar sendiri-
sendiri. Gaya belajar adalah kombinasi bagaimana cara menyerap
informasi, mengatur informasi dan mengolah informasi (Bobbi De
Porter, Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie, Quantum Teaching,
2000).

Dengan memahami gaya belajar peserta diklat akan lebih


meningkatkan motivasi peserta diklat. Bagaimana penyerap informasi
tersebut ada yang menggunakan auditorial, visual dan kinestetik.

162 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Oleh Karena itu rencana latihan secara keseluruhan dan metode
pengajaran yang digunakan harus memberikan kesempatan tidak
hanya bekerja dalam kelompok tim, tetapi juga kesempatan untuk
secara perorangan membaca, berpikir, berlatih dan menerapkan
pengetahuan.

Keseluruhannya ini dapat dilaksanakan melalui :



Pemberian tugas wajib secara perorangan (membaca, latihan,
proyek dan sebagainya)

Penggunaan alat bantu pengajaran guna meningkatkan
kemampuan belajar perorangan, misalnya tape magnetic,
 video tape, mesin pengajaran (teaching machines), terminal
komputer yang dapat digunakan oleh perorangan

Pembagian daripada tugas-tugas dan proyek-proyek kelompok
menjadi tugas perorangan

Tugas tambahan secara sukarela oleh peserta yang
kemampuannya lebih besar

 Pengaturan urutan dan struktur


Pengaturan urutan pembelajaran perlu diperhatikan dalam pemilihan
metode pembelajaran.Misalnya sebelum dilakukan studi kasus perlu
terlebih dahulu dilakukan ceramah singkat.

 Umpan balik
Umpan balik sangat diperlukan dan harus dapat diperoleh dalam
proses belajar, oleh karena itu dalam memberikan umpan balik harus
mengacu pada syarat-syarat memberikan umpan balik yang efisien.
Umpan balik tersebut meliputi :
 Umpan balik mengenai kemampuan dan tingkah laku seseorang
(sebagaimana yang diamati oleh peserta yang lain, oleh pelatihan
dan oleh peserta sendiri)
 Umpan balik mengenai apa yang sebenarnya sudah dipelajari,
dan mengenai kemampuan peserta untuk menerapkanya secara
efektif.

 Pengalihan (transfer)
Prinsip ini menuntut bahwa pendidikan dan latihan membantu
seseorang untuk mengalihkan (mentransfer) apa yang telah
dipelajarinya kedalam situasi yang sebenarnya. Beberapa metode
pengajaran, seperti ceramah, studi kesusastraan atau diskusi tidak
banyak memperhatikan permasalahan pengalihan ini. Di pihak lain
dalam banyak metode partisipatif unsur pengalihan ini kuat sekali.
Karena alasan ini metode-metode simulasi dan proyek-proyek

163 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


penerapan yang praktis dianggap oleh banyak pelatih sebagai metode
yang paling efektif.

b. Media dan Alat Bantu Pembelajaran


Banyak pengertian yang diberikan untuk media dan alat bantu ini, bahkan
terkadang pengertian dari keduanyapun dicampur adukkan, padahal secara
prinsip keduanya mempunyai Alat bantu pembelajaran (instructional aids)
berperan sebagai perlengkapan yang digunakan oleh pengajar dalam
memperjelas materi yang disampaikan, oleh karena itu disebut juga alat bantu
mengajar (teaching aids). Sedangkan media pembelajaran (instructional media)
berperan sebagai sarana/ wahana yang bermuatan pesan/ ide/ materi yang
memungkinkan terjadinya interaksi antara karya pengembang pesan/ ide/
materi dengan pembelajar. Oleh karena itu untuk memahami perbedaan
keduanya, maka ada baiknya bila terlebih dahulu diuraikan pengertian
keduanya.

1) Pengertian dan Peranan Media Pembelajaran


Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata
“medium” yang “perantara” atau “penghantar”, sering diartikan sebagai
“wahana maka media pembelajaran dapat diartikan sebagai wahana/
perantara/ penghantar proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran
yang bernuansa “le pembelajaran antara pelatih/ fasilitator dan
pembelajar,sehingga media pembelajaran mempunyai peranan yang
berbeda disaat yang bersamaan. Media yang dirancang/ dipilih oleh pelatih/
fasilitator berguna untuk mengemas dan menyalurkan pesan/ ide agar dapat
dengan mudah diterima oleh pembelajar secara efektif dan efisien.
Sedangkan pada saat yang bersamaan bagi pembelajar media berperan
sebagai wahana untuk memahami/ mengeksplorasi pengetahuan, sikap atau
keterampilan agar dapat menangkap isi/ ide/ pesan yang sedang
dibahas.Dengan kata lain begitu pembelajar menyaksikan/ mendapati media
yang disajikan, maka dalam diri pembelajar akan terjadi internalisasi proses
pembelajaran.

Berbagai macam media pembelajaran dapat digunakan, pemilihan dan


penggunaannya sangat tergantung pada karakteristik isi pesan/ ide dan
domain yang akan disentuh seperti yang tercantum pada tujuan
pembelajaran. Media dengan Isi pesan/ ide yang didisain untuk
menggambarkan tahapan pemecahan masalah agar dapat menyentuh domain
kognitif berbeda dengan media yang berisi pesan/ ide untuk
menggambarkan tahapan/ urutan keterampilan/ gerakkan tertentu yang
menyentuh domain psikomotor.

164 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Oleh karena itu peranan media sangat besar dalam mencapai tujuan
pembelajaran, karena media yang baik dan sesuai dengan kaidah –kaidah
pemilihan dan penggunaanya dapat memberikan efek pembelajaran yang
optimal dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

2) Pengertian dan Peranan Alat Bantu Pembelajaran


Alat bantu pembelajaran adalah seperangkat benda/ peralatan yang
digunakan sebaga pelatih/ fasilitator dengan tujuan agar dapat
mempermudah dan mempercepat proses penyampaian pesan/ materi
pembelajarannya kepada pembelajar. Pada alat bantu pembelajaran pesan
yang disampaikan tidak sepenuhnya termuat di dalamnya, dia hanya
berperan sebagai alat bantu yang menyalurkan media yang berisi pesan,
oleh karena itu alat bantu tidak mampu menimbulkan efek interaktif tanpa
ditunjang oleh pelatih/ fasilitator. Dengan demikian untuk dapat berfungsi
dengan baik dan menghasilkan efek pembelajaran yang optimal alat bantu
pembelajaran sangat tergantung pada kecakap pelatih/ fasilitator dalam
mengoperasikannya.

Fungsi pokok alat bantu pembelajaran adalah :


a) Sebagai alat untuk merangsang indera yang dikehendaki oleh pelatih
sesuai dengan tingkatan domain yang ingin dicapai dalam tujuan
pembelajaran
b) Mengurangi efek distorsi persepsi, pemahaman, dan komunikasi yang
sedang ditangkap oleh pembelajar
c) Menghasilkan daya lekat yang relatif lebih lama pada memori pembelajar
d) Meningkatkan minat/ gairah pembelajar dalam mengikuti proses
pembelajaran terutama sessi dengan durasi waktu yang lama

Ketepatan pemilihan dan penggunaan alat bantu pembelajaran ini akan


menghasilkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien karena
disamping dapat merangsang indera penglihatan juga indera yang lainpun
ikut dirangsangnya pula dan akan berefek kumulatif.

Media Pembelajaran Alat Bantu Pembelajaran


Sarana/ wahan yang digunakan pelatih/ Alat yang digunakan pelatih/
fasilitator untuk mengemas ide/ pesan fasilitator dalam membantu
yang akan disampaikan/ dibahas dalam memperjelas/ mempermudah
proses pembelajaran untuk mencapai pesan/ materi yang akan
tujuan pembelajaran disampaikan

165 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Sarana/ wahana yang digunakan Alat yang mempermudah
pembelajar untuk mempelajari/ pembelajar untuk mengerti materi
memahami pesan/ materi yang yang disampaikan oleh pelatih/
terkandung di dalamnya (terjadi fasilitator
internalisasi proses pembelajaran)

Media yang dipilih dan digunakan sangat Keberadaan pesan/ ide materi
tergantung pada isi pesan/ ide dan yang disampaikan tidak
tujuan pembelajaran karena pesan sepenuhnya terkandung dalam alat
sepenuhnya termuat dalam media yang digunakan

3) Kriteria pemilihan media dan alat bantu pembelajaran


Penggunaan media dan alat bantu pembelajaran memerlukan kriteria
tertentu, karena jika kurang tepat justru akan menimbulkan efek yang tidak
diinginkan, untuk itu sebelum memilih atau menggunakan media dan alat
bantu tertentu perlu dipikirkan persyaratan pemilihannya sbb:

Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran:


a) Sesuaikan media pembelajaran dengan TPU/ TPK yang hendak dicapai.
Sebelum pelatih/ fasilitator memutuskan memilih media yang akan
digunakan maka perlu memahami dahulu tujuan pembelajaran yang
akan dicapai, domain apa yang akan distimulir dan seberapa dalam
tingkatannya. Sebagai contoh jika yang akan disentuh domain affektif
dengan tingkat “valuing” pada polio yang gagal”, maka media program
video yang menampilkan rekaman (life) beberapa anak yang lumpuh di
kedua kakinya sedang mengalami kesulitan berjalan akibat gagal
immunisasi polio.

b) Karakteristik kemampuan pembelajar


Latar belakang pendidikan, sosial-budaya dan jenjang jabatan/
pekerjaan sangat mempengaruhi dalam mendisain media pembelajaran
yang akan digunakan. Sebagai contoh jika pembelajar berlatar belakang
pendidikan strata satu atau pejabat eselon, maka disain media yang
akan digunakan berbeda jika pembelajar berpendidikan SLTA.

c) Sumber daya penunjang yang tersedia


Dalam pemilihan media juga perlu mempertimbangkan aspek
ketersediaan sumber daya yang disediakan oleh penyelenggara diklat.
Sumber daya yang perlu diperhitungkan itu diantaranya biaya yang
dibutuhkan untuk mengadakan media, waktu yang tersedia untuk
memainkan media, ketersediaan ruang untuk memainkan media dan

166 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


sarana lain yang dibutuhkan dalam rangka memainkan media itu

Kriteria Pemilihan Alat Bantu Pembelajaran :


a) Sesuaikan alat bantu pembelajaran dengan TPU/ TPK yang hendak
dicapai
Sebelum seorang pelatih memutuskan menggunakan alat bantu apa yang
akan digunakan, hendaknya memeriksa dahulu TPU/ TPK, perhatikan
domain dan kompetensi apa yang diamanatkan oleh TPU/ TPK pada
akhir pembelajaran ini. Jika yang diminta hanya sekedar “mengetahui”
[domain kognitif] bantu yang menitik beratkan pada sentuhan indera
penglihatan, misalkan OHP, desktop projector, flip chart, white board
dll yang semuanya hanya dapat merangsang idera penglihatan pada
domain kognitif.

Tetapi jika diminta pada akhir pembelajaran adalah “dapat


mendemonstrasikan kembal vena” [domain psikomotor], maka
dipersiapkan adalah seperangkat alat [benda asli/ tiruan] untuk
tindakan menyuntik. Sedangkan jika yang diminta oleh TPU/ TPK adalah
“terbentuk terhadap pemberian immunisasi” alat bantu yang dipilih
adalah video tape/ VCD atau photo/ poster atau slide yang
menampilkan BALITA/ bayi yang sedang terkena sakit parah atau
mengalami cacat akibat tidak mendapat immunisasi secara lengkap.
Dengan demikian alat bantu yang digunakan akan berefek positif
terhadap proses pembelajaran dan dapat menyentuh sasaran domain
seperti yang diinginkan oleh TPU/ TPK dalam kurikulum.

b) Sesuaikan alat bantu pembelajaran dengan metoda yang digunakan


Alat bantu yang akan dipilih hendaknya juga memperhatikan metoda
pembelajaran yang akan digunakan, karena hal ini sangat berkaitan
erat. Jika metoda yang digunakan -adalahjawab, maka alat bantu yang
dipersiapkan cukup OHP/ white board atau sejenisnya yang tidak
memerlukan partisipasi aktif dari para pembelajar. Tetapi jika metoda
yang akan d demonstrasi/ simulasi atau yang memerlukan partisipasi
aktif para pembelajar, maka alat bantu yang diperlukan haruslah alat
bantu yang memungkinkan pembelajar dapat “melakukan”
partisipasi

c) Menghasilkan efek pembelajaran yang lebih baik


Jika alat bantu pembelajaran ini diharapkan dapat menjadi alat
pembelajaran atau merangkap sebagai “learning material” sedapat mu
tetapi jika tidak memungkinka tiruan” dengan catatan benda i warna
sesuai dengan aslinya, sedangkan ukurannya dapat saja berbeda dengan
benda aslinya tetapi harus mempunyai skala/ perbandingan yang

167 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


proporsional

d) Sesuaikan dengan kemampuan pelatih


Syarat lain yang tak kalah pentingnya adalah kemampuan seorang
pelatih dalam mengoperasikan atau menjelaskan alat bantu yang
digunakanya itu, karena jika hal ini diabaikan dapat mengurangi “kr
dihadapan pembelajar. Tetapi jika tak memungkinkan seorang pelatih
dapat dibantu oleh seseorang yang telah “handal” secara detail dalam
menjelaskan alat bantu yang digunakan tersebut.

Secara umum kriteria dalam pemilihan media dan alat bantu pembelajaran
harus memenuhi prinsip efektif dan efisienkarena jika “berlebihan” atau “k
meninmbulkan efek yang tidak diinginkan. Sebagai misal jika yang diminta
oleh TPU/ TPK adalah “pembelajar dapat mengetahui sep di Puskesmas X”
[domain kognitif diperlukan cukup dengan white board atau flip chart
atauOHP, tidak perlu pelatih menyiapkan video atau foto yang memuat
gambar white board yang ada di Puskesmas X yangmemuat tulisan tentang
“sepuluh Sebaliknya jika yang diminta ole dapat membuat papan informasi
yang memuat sepuluhbesar jenis penyakit yang ada di Puskesma psikomotor]
, maka alat bantu yang harus disiapkan olehpelatih adalah mebuat/
meminjam papan informasi tersebut [benda asli] atau jika
takmemungkinkan fasilitator dapat merekam secara detail papan informasi
tersebut denganmenggunakan video atau foto sebelum aktifitas
pembelajaran dimulai.

4) Jenis - Jenis Media Dan Alat Bantu Pembelajaran Beserta Karateristiknya


Berbagai macam katagori pengelompokkan jenis media dan alat bantu
pembelajaran, namun secara umum dapat di gambarkan sebagai berikut :

Jenis –jenis Media Pembelajaran


Menurut bentuk penyampaian pesan melalui tulisan, gambar, suara (audio),
visual berbagai jenis media dapat dibedakan sebagai berikut:
a) Media cetak
Media yang ditulis dan diproduksi sebagai bahan bacaan. Contoh: buku
teks, majalah, buklet, modul hand out dsb.
b) Media grafis
Media yang mengkombinasikan ide, informasi, dan pesan ataupun data
dalam pernyataan naratif dan gambar. Contoh: sketsa, grafik, bagan,
diagram, kartun, foto dsb.
c) Media berbantuan komputer
Media yang dibuat dengan mempergunakan komputer atau dioperasikan
dengan komputer.

168 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


d) Media audio
Media audio berkaitan dengan alat pendengaran seperti misalnya:
program siaran radio, rekaman kaset dan sebagainya.
e) Media visual
Media yang menampilkan pesan rekaman dalam gambar baik yang
bergerak maupun tidak, baik yang bersuara ataupun tidak.
f) Media audiovisual
Media yang dapat menampilkan gambar dan suara pada waktu bersamaan,
seperti: Tayangan film, tayangan tv, tayangan video dan lain sebagainya.

Jenis-jenis alat bantu pembelajaran beserta karateristiknya


Secara umum alat bantu pembelajaran yang sering digunakan dalam
kegiatan belajar - mengajar dapat dibedakan menjadi 3 [tiga] katagori
sebagai berikut :

a) Alat bantu pembelajaran non projected


Alat bantu ini dalam penggunaannya tidak memerlukan alat lain, tidak
perlu diproyeksikan ke layar proyeksi. Termasuk dalam jenis ini antara
lain :
 Buku pelajaran, text book, hand out, work sheet, karakteristik dan
penggunaannya:
 Penggunaan alat bantu ini dimaksudkan agar pembelajar dapat
mendalami topik bahasan secara secara mandiri [menurut
persepsinya sendiri ] sebelum pembahasan oleh pelatih dimulai
dikelas. Untuk itu bahan ini sebaiknya dibagikan dahulu sebelum
kegiatan pembelajaran dimulai [tugas baca]
 Proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien jika
menggunakan metoda diskusi terpimpin yang dipandu oleh
pelatih
 Pelatih dengan tegas mempertajam pada hal –hal yang paling
banyak mendapat perdebatan diantara pembelajar dengan
merujuk pada teori dan pengalaman yang pernah ada selama ini

 White board/ papan tulis, karakteristik dan cara penggunaannya:


 Point –point bahan ajar dipersiapkan dahulu pada potongan –
potongan kertas kecil sebagai panduan pelatih agar alur
penyampaiannya beraturan
 Sewaktu menulis di papan dengan posisi membelakangi
pembelajar sedapat mungkin pelatih jangan sambil berbicara
karena dapat menghasilkan distorsi pendengaran pembelajar
 Mengatur tulisan dipapan sedemikian rupa sehingga dapat
memperjelas alur materi pembelajaran dan tulisan yang sudah
tak terpakai hendaknya segera dihapus karena dapat menggangu

169 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


pemahaman pembelajar
 Besar tulisan disesuaikan dengan jarak pembelajar yang terjauh
tempat duduknya

 Flip chart, karakteristik dan cara penggunaannya :


 Bahan ajar ditulis di flip chart dahulu dan disusun sesuai dengan
urutan penyajian serta diberikan nomor halaman pada setiap
lembarnya
 Jika perlu lembaran yang sudah disajikan dapat dilepaskan dari
standartnya dan ditempelkan di dinding untuk memperjelas
urutan penyajian
 Hindarkan kesan padat tulisan dan besar tulisan disesuaikan
dengan jarak pembelajar yang terjauh tempat duduknya

 Model, karakteristik dan cara penggunaannya :


 Berupa benda asli atau benda tiruan yang digunakan sebagai
media pembelajaran
 Jika benda tiruan warna dan bentuknya harus sesuai dengan
benda aslinya dengan ukuran sama atau diperkecil/ diperbesar
dengan skala yang proporsional
 Penempatan model hendaknya dapat dilihat oleh seluruh
pembelajar dengan jelas, jika ukuran benda tersebut relatif
kecil hendaknya lebih dari satu, sehingga pembelajar tidak
mengalami kesulitan dalam menangkap pesan yang disampaikan
 Peragaan harus dilakukan dengan langkah yang runtut dan
dengan durasi waktu yang cukup
 Beri kesempatan kepada seluruh pembelajar untuk mengamati,
merasakan, meraba dan mencoba mengoperasikannya

b) Alat bantu pembelajaran projected


Alat bantu ini dalam penggunaannya memerlukan listrik sebagai power
suply, karena perlu diproyeksikan ke layar proyeksi.Termasuk dalam
jenis ini antara lain :
 Over head projector, karakteristik dan cara penggunaannya
 Bahan ajar [pointers] ditulis di atas transparan yang tidak terlalu
penuh dengan besar tulisan disesuaikan dengan jarak pembelajar
yang terjauh tempat duduknya
 Jika terdapat kalimat/ kata-kata yang dianggap perlu mendapat
perhatian warna atau model huruf [jenis fontasi] dapat
dibedakan dengan yang lainnya.
 Alat bantu ini juga dapat digunakan untuk menyajikan urutan
proses/ tahapan kejadian dengan cara menumpuk beberapa
transparan di atasnya secara berurutan

170 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


 Posisi berdiri pelatih diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak
menghalangi layar proyektor
 Penjelasan terhadap bahan ajar yang tertulis dapat dilakukan
dengan dua cara: jika posisi pelatih berdiri disamping OHP, maka
dapat langsung menunjuk tulisan di transparan dengan
menggunakan alat tunjuk [jangan dengan jari] sedangkan jika
pelatihberdiri jauh dari OHP dapat light” (jangan menunjuk di
layar proyeltor)

 Epidioscope, karakteristik dan cara penggunaannya :


 Alat bantu ini dapat digunakan memproyeksikanbahan ajar yang
tertulis di atas kertas dalam bentuk dan warna aslinya.
 Biasanya digunakan untuk menyajikan dokumen/ bahan ajar
yang tidak mungkin atau tidak sempat dipindahkan pada
transparan.
 Alat bantu ini menggunakan lampu proyeksi dengan daya watt
yang tinggi sehingga jika terlalu lama dinyalakan akan dapat
merusak kertas bahan ajar yang diproyeksikan [terbakar]

 Slide projector, karakteristi dan cara penggunaannya:


 Bahan ajar difoto dan dicetak pada film positif [slide] dengan
bantuan proyektor yang ditampilkan melaluilayar proyektor.
 Alat ini biasanya digunakan untuk menampilkan bahan ajar yang
bersifat “dokumentatif”
 Untuk menghasilkan gambar tayangan yang baik/ jelas alat ini
membutuhkan ruangan yang relatif gelap

c) Alat bantu pembelajaran audio visual


 Video tape/ VCD, karakteristik dan cara penggunaannya :
 Alat ini baiasanya digunakan untuk menampilkan bahan ajar
sebuah proses kejadian yang bersifat
 “life”.
 Bahan ajar direkam pada kaset/ CD dengan menggunakan
skenario tertentu sehingga alur proses terlihat jelas dan runtut.
 Jika direkam pada kaset video jenis VHS dan dengan
menggunakan fasilit penyajian gambar bagian yang dianggap
penting dapat diulang–ulang, dipercepat atau diperlambat [slow
motion] secara detail mengamati perubahan wujud suatu benda.
 Layar monitor yang digunakan dapat dihubungkan dengan
desktop proyektor atau televisi. Jika menggunakan televisi
hendaknya dengan ukuran kaca yang lebar [minimal 29 inci]
dengan jumlah yang cukup [satu televisi untuk 6 -10 orang
pembelajar].

171 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


 Alat ini juga dapat menghasilkan suara [audio] sehingga dapat
merangsang indera penglihatan sekaligus indera pendengaran

 Desktop projector, karakteristik dan cara penggunaannya:


 Fungsi utama dari alat ini adalah memperbesar tampilan layar
monitor dari video tape, VCD, epidioscope atau komputer.
 Jika alat ini dihubungkan dengan komputer yang mempunyai
fasilitas software menggantikan beberapa alat bantu
pemebelajaran tersebut di atas seperti OHP, slide projector,
epidioscope dan video tape/ VCD

Pokok Bahasan 4.
TEKNIK PRESENTASI INTERAKTIF

a. Pengertian presentasi interaktif


Presentasi interaktif terdiri dari 2 (dua) kata presentasi dan
interaktif.Presentasi, berarti pemaparan atau penyajian, sedangkan
interaktif mengandung saling mempengaruhi secara timbal balik
(mutually).Jadi presentasi interaktif mempunyai makna penyajian timbal
balik/ bergantian antara pelatih/ fasilitator (penyaji) dan pembelajar yang
saling merespon pembelajaran suatu topik bahasan.Dalam kaitan ini
pembelajar dapat merespon ditengah paparan penyaji dan penyaji dapat
mengembangkan respon pembelajar sepanjang masih dalam koridor pokok
bahasan dan hal ini dapat dilakukan berulang –ualang sampai tuntas.Kata –
kata bijak : “ Pembelajar kit sampaikan, sementara itu kita perlu belajar
dari apa yang mereka tanyakan” (Andreas–kata bijakHarefa). Melalui kata-
kata bijakini pesan yang ingin disampaikan adalah pelatih/ fasilitator perlu
mencermati setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh pembelajar, karena di
belakang pertanyaan itu sebenarnya seorang pelatih/ fasilitator dapat
mengetahui respon pembelajar terhadap proses pembelajaran yang sedang
difasilitasinya

Dengan kata lain penyajian (stimulus) yang dilakukan pelatih/ fasilitator


memperoleh re
pon dari pembelajar dan respon pembelajar ini (sebagai stimulus)
mengundang respon pelatih/ fasilitator.Dengan demikian dalam presentasi
interaktif yang terjadi sebenarnya adalah interaksi stimulus – respon yang
terjadi diantara pelatih/ fasilitator dan pembelajar saling menyajikan dan
saling membelajarkan.

172 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Presentasi interaktif

Penyaji
Pembelajar

b. Tujuan presentasi interaktif


Pada dasarnya tujuan presentasi interaktif untuk :
1) Menimbulkan perhatian dan ketertarikan pembelajar terhadap materi
yang disajikan
2) Merangsang pembelajar berperan serta aktif untuk menemukan sendiri
bagian – bagian topik bahasan yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya
3) Menggali lebih banyak pendapat dari berbagai pengalamansehingga
pembahasannya dapat lebih komprehensif
4) Mengendalikan pelatih/ fasilitator yang biasa mendominasi komunikasi
(komunikasi searah).

Hal-hal yang perlu diperhatikan pelatih/ fasilitator dalam menggunakan


pendekatan presentasi interaktif adalah:
1) Waktu
Pelaksanaan presentasi interaktif membutuhkan waktu, apalagi kalau
pokok bahasannya menyangkut isu - isu aktual.Interaksi yang terjadi
harus dijaga masih berada dalam koridor waktu yang telah ditetapkan.
Hal ini menuntut kepiawaian pelatih/ fasilitator dalam mengelola waktu
2) Keluar dari pokok bahasan
Pada pelaksanaan presentasi interaktif, tidak jarang muncul pertanyaan
menyimpang atau keluar dari alur pokok bahasan.Apabila pelatih/
fasilitator terbawa arus ini, maka suasana pembelajaran dapat menjurus
ke arah yang tidak terkendali karena melahirkan perdebatan. Kalau
sudah demikan tujuan pembelajaran tidak tercapai, motivasi pembelajar
menurun dan akhirnya kelas tidak bergairah bahkan cenderung tidak
kondusif untuk melanjutkan proses pembelajaran. Untuk itu pelatih/
fasilitator harus tetap memegang kendali dan dapat menjajikan
pembahasan lebih luas akan dilakukan di luar sesi.
3) Dominasi
Dalam presentasi interaktif, terdapat risiko pembelajar tertentu
mendominasi pertanyaan dan penyampaian tanggapan. Keadaan

173 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


demikian harus dicermati dan dicegah, agar kelas tidak terjerumus
kearah dominasi sehingga mematikan dinamika kelas. Jika terjadi
keadaan demikian, maka yang harus dilakukan pelatih/ fasilitator adalah
melemparkannya kepada pembelajar lain atau dengan halus/ anekdot
mengembalikan pertanyaan/ tanggapan kepada yang bersangkutan tanpa
melibatkan pembelajar lain.
4) Menangkap dan membulatkan masukan/ tanggapan
Dalam menggunakan pendekatan presentasi interaktif, pelatih/
fasilitator harus mampu menangkap dan memberikan pembulatan
terhadap pertanyaan ataupun tanggapan yang disampaikan oleh
pembelajar. Bahkan jika diperlukan, pembelajar yang bersangkutan
diminta mengulang pertanyaan atau tanggapannya untuk mendapat
persetujuan forum/ kelas (menyepakatinya atau menolaknya)

c. Penghantar sesi pembelajaran


Beberapa menit pertama setiap sesi penyajian merupakan waktu yang kritis,
seperti yang d menit pertama dari presentasi Anda dapat menentukan
keberhasilan ratusan menit beriku ini mudah dipahami karena pada menit –
menit pertama kemungkinan beberapa pembelajar berfikir berbagai hal
yangtak ada kaitannya dengan materi pembelajaran, atau sebaliknya mereka
berharap yang berlebihan (over estimate) terhadap materi akan dibahas.
Oleh karena itu untuk menjajaginya pelatih/ fasilitator harus mampu :
1) Menangkap minat seluruh kelompok pembelajar dan menyiapkan
informasi agar pembelajar dapat berproses secara optimal
2) Membuat pembelajar menyadari harapan pelatih/ fasilitator tentang
tujuan pembelajaran yang akan dicapai bersama, sehingga dapat
diciptakan iklim pembelajaran yang kondusif.
3) Untuk menwujudkan keadaan tersebut, langkah awal yang harus
dilakukan pelatih/ fasilitator sebagai prakondisi menghantar sesi adalah
hal –hal sebagai berikut :
a) Mereview tujuan sesi
Menghantar pokok bahasan dengan meninjau ulang tujuan
pembelajaran (TPU dan TPK) dengan demikian setiap pembelajar
akan mengetahui dengan pasti apa saja pokok bahasan yang akan
dipelajari beserta ruang lingkupnya.
b) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan pokok
bahasan
Dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait dengan pokok
bahasan, pelatih/ fasilitator dapat mengetahui apakah pembelajar
pernah memperoleh pengetahuan yang terkait dengan isi pokok
bahasan dan mengajak pembelajar mau berkontribusi dalam proses
pembahasan.

174 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


c) Menghubungkan pokok bahasan dengan:
 Materi sebelumnya
Pelatih/ fasilitator dapat menanyakan kepada kelas tentang
materi yang baru saja selesai dibahas dan mencoba
menghubungkan garis merah antara materi yang baru saja selesai
dibahas dengan materi yang akan dibahas.
Contoh:
. . yang baru saja dibahas adalah materi metoda pembelajaran
dan Anda semua sudah menguasainya, maka sekarang saya akan
mengajak Anda untuk membahas materi tentang media
pembelajaran. Kaitan antara kedua materi ini adalah sama – sama
unsur terpenting dalam proses pembelajaran karena media yang
akan digunakan sangat tergantung pada metoda pembelajaran
yang akan digunakan. . dst.

 Pengalaman nyata penyaji (pelatih/ fasilitator)


Pada kesempatan ini pelatih/ fasilitator dapat mencoba
menceritakan kejadian nyata yang dialami pelatih/ fasilitator
sekaitan dengan pokok bahasan yang akan dipelajarinya. Melalui
cara ini diharapkan ak menimbulkan atensi bagi pembelajar untuk
mengikutinya, karena topik yang akan dibahas adalah kejadian
nyata adanya, dan tidak menutup kemungkinan akan juga dialami
pembelajar.
Contoh:
“. . . topik berikutnya adalah mempunyai pengalaman pahit
dengan alat bantu pembelajaran, yaitu ketika memfasilitasi
sebuah diklat yang cukup bergengsi. Masalahnya terl merekam
tayangan power point yang sudah saya siapkan jauh hari
sebelumnya tiba –tiba tidak dapat dibuka pada laptop yang
disediakan panitia.
Setelah usut punya usut ternyata kemasukan virus dari laptop itu
yang membuat rusak tayangan saya, dan terpaksa saya harus
menggunakan alat bantu white board dan OHP yang tersedia.
Dengan pengalaman itu apa yang dapat dipetik hikmahnya? .
. . .” dst

 Pengalaman kerja pembelajar


Pada kesempatan ini pelatih/ fasilitator dapat mencoba meminta
beberapa pembelajar untuk menceritakan pengalaman kerja yang
ada kaitan dengan pokok bahasan atau salah satu sub pokok
bahasan yang akan dipelajarinya. Melalui cara ini diharapkan akan
menimbulkan atensi bagi pembelajar untuk mengikutinya, karena
topik yang akan dibahas.

175 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Contoh:
. . .topik berikutnya adalah konseling klien yang akan menjalani
operasi amputasi kaki. Apakah anda pernah menemukan klien
Anda di rumah sakit yang amat gelisah menghadapinya?Apa yang
mereka katakan atau perbuat? Bagaimana Anda menghadapinya
dan apa yang Anda katakan? . . . . dst

 Berbagi pengalaman
Pada kesempatan ini prinsipnya hampir sama dengan
menghubungkan pokok bahasan dengan pengalaman kerja
pembelajar pada poin c, hanya saja pada saat pembahasan
pemecahan masalah diminta beberapa orang pembelajar yang
mempunyai pengalaman serupa untuk mengutarakan bagaimana
pemecahannya untuk dijadikan pembanding (komparatif). Dengan
demikian kelas akan tertarik untuk berpartisipasi dan sekaligus
mendapatkan banyak variasi jawaban untuk pemecahan masalah.

 Menggunakan alat bantu yang sesuai/ tepat


Langkah awal yang perlu dilakukan pelatih/ fasilitator sebagai
prakondisi menghantar sesi selain hal –hal diatas juga dapat
dilakukan melalui pemaparan dengan menggunakan alat
bantutertentu sesuai pokok kajian yang ingin ditonjolkan.
Untuk keperluan ini sering digunakan gambar –gambar
bersifat“affirmatif” yang ditayangkan mel diminta untuk
menanggapinya secara bergantian dan penyaji menyimpulkan dan
menggiringnya masuk pada penyajian materiinti (pokok bahasan)

Contoh gambar “affirmatif” sebagai langkah awal menghantar sesi


Jika empat langkah diatas dalam mengawali sebuah presentasi

176 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


(penyajian) sudah dilakukan tetapi suasana kelas belum
juga“bangun”, maka ada baiknya hal–hal dibawah
inidilakukanuntuk merebut atensi pembelajar :
 Mengajukan pertanyaan “retorika yang berkaitan dengan topik
yang akan dibahas. Contoh :“Dalam proses pembelajaran yang
difasilitasiseorang pelatih yang hebat apakah masih
memerlukan media dan alat bantu pembelajaran?”
 Memberikan definisi yang tidak “ghalib” (tidak bisa) terhadap
salah satu ungkapan yang terkandung dalam topik bahasan.
Contoh :
Akronim dari kata DIALOGUE adalah DIA–LO–GUE dalam bahasa
Jakarta:DIA artinya “orang ketiga” sedangkan LO artinya
“kamu” dan GUE artinya “aku”. Jadi jika diartikan sebenarnya
adalah : DIA boleh bicara, LO(kamu) boleh bicara dan GUE
(aku) juga boleh bicara.

Pengartiannya hampir mirip dengan sesungguhnya.


Mengutip pendapat orang bijak yang dapat menegaskan topik
bahasan

Contoh :“ Audiens kita belajardari apayang kita sampaikan,


sementara kita perlu belajar dari apa yang mereka tanyakan ”
(Andreas Harefa)

Memberikan pertanyaan misterius dengan tujuan agar


pembelajar penasaran dan mengikutinya untuk menemukan
jawabannya

Contoh :“ Dimana letak perbedaanyang hakiki antaramedia


pembelajaran dan alat bantu pembelajaran?”

Kemukakan hal –hal yang mendukung ide yang terkandung


dalam pokok bahasan dengan cara :
o Latar belakang historis analogi ilmiah
o Kesaksian dan komentar para pakar
o Pengalaman, inisden, dan peristiwa sejarah yang
menakjubkan atau dramatis/ tragis
o Contoh –contoh konkrit di sekitar kita
o Gunakan fakta dan data statistik
o Demonstrasikan/ peragaan langsung di depan pembelajar

4) Untuk meraih kepercayaan forum terhadap kredibilitas

177 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


pelatih/fasilitator, maka pada awal menghantar sesi pembelajaran hal
yang perlu dihindari :
a) Jangan memulainya dengan permintaan maaf karena hal ini akan
mengurangi kepercayaan pembelajar terhadap kemampuan/
kredibilitas pelatih/ fasilitator yang akan memfasilitasi proses
pembelajaran.
b) Jangan memberikan hormat yang be penting” yang ada diantara pembe
tidak sengaja menempatkan Anda sebagai seorang pelatih/ fasilitator
berada pada posisi di bawah, sehingga transaksi komunikasi
pembelajaran yang terbentuk secara vertikal.
c) Jangan katakan betapa sulitnya Anda menyusun materi/ bahan
pembelajaran ini karena dapat menurunkan kualitas bahan ajar yang
telah Anda susun

5) Merangkum sesi pembelajaran


Rangkuman digunakan untuk menguatkan isi penyajian dan menyediakan
ruang bagi pembelajar untuk meninjau ulang butir-butir inti
penyajian.Pada umumnya rangkuman dibuat pada setiap akhir
presentasi.Apabila pokok bahasannya kompleks atau terputus oleh
waktu istirahat, rangkuman perlu dibuat secara periodik per pokok
bahasan untuk meyakinkan bahwa pembelajar telah dapat menangkap
materi yang disajikan dengan benar.

Syarat rangkuman:
 Singkat.
 Rangkuman tidak terlalu banyak sehingga memudahkan setiap
pembelajar mengingatnya
 Menggambarkan kesatuan butir-butir inti.
 Rangkuman hendaknya dibuat secara kronolgis berupa butir–butir inti
sesuai dengan sekuens pembahasan
 Melibatkan pembelajar.
 Rangkuman sebaiknya dilakukan oleh pembelajar secara curah
pendapat yang dipandu oleh pelatih/ fasilitator dengan maksud
disamping untuk memperekat daya ingat juga dapat digunakan untuk
mengukur tingkat penyerapannya

Beberapa teknik merangkum yang dapat digunakan, antara lain :


a) Meminta pembelajar bertanya.
Cara ini memberi kesempatan kepada pembelajar untuk meyakinkan/
mempertegas tentang satu topik yang dirasakan masih ragu -
ragu.Jawaban dilakukan oleh forum kelas dan pada kesempatan ini
memungkinkan terjadinya diskusi yang “hidup”–
butirterutamayangpaling pa sulit ditangkap.

178 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


b) Bertanya kepada pembelajar
Jika tidak ada pertanyaan yang diajukan oleh pembelajar, maka
pelatih/ fasilitator melemparkan pertanyaan kepada pembelajar
dimulai dengan butir - butir yang mudah dan secara gradasi menuju
butir –butir utama/ inti pembelajaran.Jika kelas mulai sulit menjawab,
maka pelatih/ fasilitator dapat memandu menemukan jawabannya.
c) Melaksanakan latihan atau tes tertulis
Latihan atau tes tertulis memberi kesempatan kepada pembelajar
untuk menampilkan pemahamnnya terhadap materi yang dibahasnya
secara tertulis. Setelah selesai latihan atau tes, gunakan pertanyaan
yang sama sebagai
d) bahan tanya –jawab/ curah pendapat untuk mendapatkan jawaban
beserta penjelasannya secara tepat.
e) Tanya –jawab saling silang antar kelompok pembelajar Kelas dibagi dua
kelompok masing –masing merumuskan pertanyaan yang berbeda,
contoh : Kelompok I menyusun pertanyaan 3 buah yang berasal dari
pokok bahasan 1, 4 dan 6 yang harus dijawab oleh kelompok II
sedangkan kelompok II sisanya yang harus dijawab kelompok I dengan
waktu masing –masing 10 menit.

Setelah butir pertanyaan berhasil disusun, maka pelatih/ fasilitator


bertindak sebagai moderator memimpin sesi tanyajawab kelompok I dan
II. Dengan pembelajar harus membuka/ membaca ulang catatan materi
yang baru saja dibahasnya untuk mencari butir – butir bahasan ketika
menyusun pertanyaan dan sekaligus menjawab pertanyaan. Dengan
demikian tanpa sadar mereka telah berhasil membuat rangkuman secara
bermakna dalam waktu singkat

6) Teknik tanya jawab


Inti dari keberhasilan presentasi interaktif terletak pada dinamika
proses pembelajaran yang tercipta, kualitas dinamika proses
pembelajaran terletak pada ketepatan dan keserasian hubungan
stimulus – respon (pelatih/ fasilitator dan pembelajar) yang terjadi.
Sedangkan kualitas interaksi stimulus - respon yang terjadi sangat
ditentukan oleh kualitas kesediaan pelatih/ fasilitator pada momentum
tanya –jawab. Momentum tanya –jawab akan produktif jika pelatih/
faslitator menguasai teknik tanya –jawab dengan baik.
Momentum tanya –jawab mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda –
beda baik bagi pelatih/ fasilitator maupun pembelajar. Bagi pelatih/
fasilitator bertanya kepada pembelajar mempunyai maksud :
a) Menghantar pokok bahasan, bertujuan mengetahui tingkat pemahaman
terhadap materi yang akan dibahas (pre test)
b) Meningkatkan efektivitas ilustrasi penyajian, bertujuan mendapat

179 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


dukungan dari forum pembelajaran
c) Mendinamisasi kelas, bertujuan menghidupkan kelas yang lesu dan
kurang tertarik terhadap materi pokok bahasan
d) Mengetahui daya serap kelas, bertujuan mengevaluasi seberapa jauh
materi dapat diserap secara rata –rata kelas sekaligus mengetahui
atensi pembelajar terhadap materi bahasan

Sedangkan bagi pembelajar bertanya kepada pelatih/ fasilitator


mempunyai maksud :
a) Mendapatkan informasi tambahan karena pembelajar merasa belum
lengkap
b) Menghilangkan keraguan karena pembelajar masih menyangsikan atas
informasi telah diterimanya
c) Sekedar memberikan komentar atas serentetan pernyataan penyaji
d) Menyatakan sudut pandang yang berbeda, karena menurut
keyakinannya pernyataan penyaji berbeda dengan pengalaman atau
pemahamannya
e) Menyatakan dukungannya secara terselubung, artinya pembelajar
setuju dengan pernyataan penyaji karena menurut pemahamn dan
pengalamannya memang begitu adanya
f) Memberikan apresiasi terhadap pernyataan penyaji, pembelajar ingin
memberikan penghargaan terhadap pernyataan penyaji yang memang
tepat adanya

Agar kegiatan tanya - jawab menjadi momentum produktiv, maka


pelatih/ fasilitator perlu mempunyai kemampuan dalam hal–hal sebagai
berikut :
a) Menyusun & Mengajukan Pertanyaan
Kemampuan pelatih/ fasilitator untuk menyusun dan mengajukan
pertanyaan dalam suatu proses pembelajaran mutlak harus dikuasai
agar mendapatkan jawaban/ respon sesuai dengan yang diharapkan.
Untuk itu seorang pelatih/ fasilitator harus menguasai prinsip - prinsip
umum dalam menyusun dan mengajukan pertanyaan dengan mengingat
empat hal sebagai berikut ini :
 Clarity : pertanyaan yang diajukan harus dirumuskan secarajelas,
tidak menimbulkan banyak arti/ tafsir, sehingga dengan sekali
mendengar pertanyaan sudah langsung mengerti apa yang dimaksud
 Simplicity: pertanyaan yang diajukan bersifat sederhana,tidak
berupa kalimat panjang lebar sehingga sulit untuk dapat
menangkap inti pertanyaannya
 Challenging: pertanyaan yang diajukan bersifat menantang,tidak
hanya sekedar memerlukan jawaban “ya” atau “tidak” melainkan
dapat menimbulkan rangsangan sebagian besar pembelajar ingin

180 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


ikut menjawabnya.
 Specific: pertanyaan yang diajukan bersifat khusus,berkaitan
langsung dengan fokus yang sedang dibahas

b) Jenis Pertanyaan
Salah satu tujuan pengajuan pertanyaan antara lain untuk
mendapatkan jawaban berupa pendapat/ gagasan yang bermanfaat,
konstruktif dan analitik. Untuk itu pelatih/ fasilitator perlu mempunyai
kemampuan dalam mengembangkan berbagai jenis pertanyaan yang
diajukan agar dapat mencapai tujuannya. Jenis dan tujuan dari
pertanyaan itu dapat digambarkan sebagai berikut :
 Pertanyaan Tertutup (Closed Questions)
Merupakan pertanyaan yang membatasi jawaban.Tujuannya
mendapatkan jawaban sederhana, singkat dan terbatas untuk
mengungkapkan fakta. Pertanyaan tertutup ini umumnya diikuti
oleh pertanyaan lain untuk memperdalam dan menjajagi sesuatu
secara lebih jauh lagi.

 Pertanyaan Menduga - duga (Presumptive Questions)


Merupakan pertanyaan yang mengandungadanya dugaan tertentu
terhadap pihak yang ditanya, dimana jawaban yang diharapkan
merupakan bagian dari yang dipertanyakan
Contoh :Menurut Anda apakah yang dimaksud dengan prinsip
pembelajaran yang bernuansa “learning” dan ApakahAnda
sependapat dengan pendekatan tersebut?
Dalam pertanyaan di atas, pihak penanya menduga atau
mengasumsikan bahwa pihak yang ditanya "seolah-olah" /“diduga”
sering menggunakan pendekatan itu.
 Pertanyaan Mengarahkan (Leading Questions)
Suatu pertanyaan yang jawabannya telah diarahkan atau
dikehendaki oleh penanya atau jawaban untuk pertanyaan ini sudah
diketahui oleh penanya.
Contoh :Dapatkah Anda menyebutkan 5 “core values” tenaga
kesehatan yang telah di resmikan Menkes pada akhir – akhir ini ?

 Pertanyaan Terbuka (Open Questions)


Pertanyaan yang memberi kesempatan dan kebebasan bagi
pembelajar dalam memberikan jawaban, gagasan, pendapat,
komentar dan sebagainya.Pertanyaan terbuka dimaksudkan untuk
mengungkapkan gagasan yang bersifat analitis, kreatif dan sekaligus
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kedalaman
pemahaman.Contoh: Apa yang mendasari Anda mengatakan metoda
metoda Role Playing dapat meningkatkan peran aktif pembelajar?

181 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Mengapa dalam pemilihan alat bantu pembelajaran harus juga
memperhatikan metoda yang akan digunakan?

 Pertanyaan Hipotetik (Hypothetical Questions)


Merupakan jenis pertanyaan yang mengarahkan dan memancing
jawaban pada timbulnya praduga.Contoh: Apa yang terjadi jika
seluruh diklat bidang kesehatan telah terakreditasi sesuai dengan
ketentuan Kep Menkes no. 725 tahun 2003?

 Pertanyaan Menyelidik (Probing Questions )


Merupakan pertanyaan yang bersifat "menyelidik" untuk memenuhi
rasa ingin tahu atau memperoleh jawaban lebih jauh dan mendalam
atas jawaban yang telah disampaikan.Biasanya digunakan untuk
menindak lanjuti pertanyaan sebelumnya dan umumnya pertanyaan
bersifat tertutup.Contoh:
 Setujukah Anda dengan kebijakan pemerintah melalui Kep
Menkes No. 725 tahun 2003 yang mengaharuskan seluruh
pelatihan bidang kesehatan terakreditasi? dilanjutkan
dengan pertanyaan “menyidik”.
 Jika anda setuju. Mengapa?
 dapat dilanjutkan lagi dengan pertanyaan lebih dalam :
 Apa keuntungan kebijakan tersebut bagi unit kerja Anda?

Disamping berbagai jenis pertanyaan seperti di atas masih ada lagi


jenis pertanyaan dengan kategori lain yang perlu diketahui oleh
pelatih/ fasilitator :
 Pertanyaan Ingatan :
Sejak kapan Anda menjadi tenaga pelatih pada diklat teknis
program kesehatan di unit kerja Anda? Adakah kesulitan yang Anda
dialami ?
 Pertanyaan Pengamatan :
Dalam teori perkembangan kelompok, apa yang terjadi pada saat
kelompok memasuki tahapan “storming”? Apakah anda menarik
disana?
 Pertanyaan Analitis :
Mengapa pada setiap proses pembelajaran selalu dperlukan
penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif ?
 Pertanyaan Perbandingan :
Diantara metoda simulasi dan role playing, metoda pembelajaran
mana yang dapat menyentuh domain psikomotor lebih banyak
 Pertanyaan Proyektif :
Apa yang akan terjadi tenaga pelatih teknis program dilembagakan
menjadi jabatan fungsional ?

182 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Apapun juga jenis pertanyaan yang akan dipakai sebaiknya
pergunakan kata tanya: APA, SIAPA, DIMANA, KAPAN, BAGAIMANA
dan MENGAPA dengan panduan :
 Untuk mengungkap fakta pergunakan : Apa, Siapa, Kapan dan
Dimana
 Untuk mengungkap ide, pendapat atau gagasan yang
berhubungan dengan proses, kerangka pikir dan fakta lain
pergunakan : Mengapa dan Bagaimana.

 Teknik Bertanya
Teknik bertanya merupakan kemampuan yang penting agar kegiatan
tanya - jawab menjadi momentum produktiv, karena jika keliru
dalam cara memberikan/ melempar pertanyaan, maka yang terjadi
justru sebaliknya. Dalam hal teknik bertanya pelatih/ fasilitator
perlu mempunyai kemampuan dalam hal sebagai berikut :

 Pertanyaan untuk umum (over head questions)


Pertanyaan ini ditujukan untuk kelas, dengan harapan ada beberapa
volunteer yang bersedia menjawab. Tujuan pertanyaan ini jika
pelatih/ fasilitator menginginkan klarifikasi, penjajakan, pendapat
kelas tentang suatu topik yang berkaitan dengan pokok bahasan
yang sedang dibahas.

Teknik bertanya seperti ini berpotensi didominasi oleh volenteer


tertentu karena mungkin dia yang paling berani menjawab,
sedangkan yang lain tidak menjawab belum tentu tidak mengetahui
jawabannya, melainkan lebih banyak disebabkan kurang berani
mengungkapkan pendapat.

Untuk menghindarinya pelatih/ fasilitator dapat memberikan


komentar “saya ingin –yangwajahbarumenja dari deretan bangku
sebelah kiri dan tengah, ingat ya semua mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dalam proses pembelajarn ini”

 Pertanyaan dengan Sasaran (target Questions) Pertanyaan


ditujukan pada seseorang dengan tujuan :
 Pelatih/ fasilitator memerlukan dukungan atas butir - butir
bahasan yang dirasakan sulit untuk menjelaskannya, untuk itu
perlu bantuan pembelajar yang selama ini telah dikenal dan
dianggap mampu menjawabnya atau isi pertanyaannya
berhubungan erat dengan bidang tugasnya sehari –hari.

183 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Teknik pemberi pertanyaan :
Lontarkan pertanyaannya sesaat, lalu sebut nama pembelajar
yang diinginkan untuk menjawabnya atau tunjuk pembelajar
yang memang memberi isyarat dapat menjawabnya

 Menegur secara halus kepada anggota kelas yang sedang asyik


mengobrol/, kurang perhatian, ataupun yang sedang
mengantuk, dengan harapan yang bersangkutan sadar akan
kekeliruannya.
Teknik pemberi pertanyaan : Sebutkan namanya sesaat,
kemudian lontarkan pertanyaannya.

 Teknik Menanggapi Jawaban


Selain teknik bertanya kemampuan menanggapi jawaban yang baik
juga harus dikuasai oleh seorang pelatih/ fasilitator. Jawaban atas
pertanyaan yang dilontarkan pelatih/ fasilitator maupun dari
sesama pembelajar akan mempunyai kemungkinan:

 Jawaban benar secara keseluruhan, maka lakukan hal berikut:


o Ulangi jawabannya untuk penguatan agar yang lainnya ikut
memahami
o Berikan reward secukupnya untuk pertanyaan yang dijawab
dengan sekali benar
o Berikan reward yang besar untuk pertanyaan yang sulit
dijawab dengan benar (setelah dijawab berkali –berkali oleh
banyak orang baru benar)

 Jawaban tidak benar atau sebagian benar, maka lakukan hal


berikut :
o Jangan dikritik tapi bimbinglah untuk menemukan
jawabannya, tetapi jika tidak juga berhasil maka lemparkan
pertanyaanya kepada yang lain untuk membantu
menjawabnya.
o Jika hal ini gagal juga, maka kelas dipandu dengan cara
curah pendapat untuk menemukan jawabannya, setelah
terjawab perlu diklarifikasi (disempurnakan) oleh pelatih/
fasilitator agar dapat diadopsi secara umum

 Pembelajar yang diberi pertanyaan tidak mau menjawab (diam),


maka lakukan hal berikut :
o Turunkan tingkat kesulitan atau sederhanakan kalimat
pertanyaannya, tetapi jika tidak mau menjawab juga, maka
ulangi pertanyaannya lalu lemparkan ke pembelajar lain

184 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


untuk menjawabnya.
o Setelah terjawab (benar atau salah) coba sekali kembalikan
kepada pembelajar yang tak mau menjawab tadi untuk
menanggapinya “jaw salah”Kemungkinan. yang terjadi :
Jika dia menyatakan jawaban itu ”salah”, maka yang
benar seperti apa ? setelah menjawab cek silang dengan
penjawab pertama dan pancing untuk diskusi agar dapat
menghilangkan ”sifat diamnya” itu.
Jika dia menyatakan jawaban itu “benar” (padahal
jawaban temannya tadi salah) maka hal ini dapat
dilemparkan lagi ke pembelajar yang lain “apakah benar
jawaban itu benar”, setelah terjawab cek silang dengan
pembelajar yang tak mau menjawab tadi dan pancing
untuk diskusi agar dapat menghilangkan ”sifat diamnya”
itu. Dalam kasus ini jawaban benar atau salah tidak lagi
menjadi penting, yang penting “sipendiam” ini harus
bersedia ikut aktif berproses.
Jika tidak mau menjawab juga, maka berikan anekdot
yang menyegarkan sebagai “punishment”

 Teknik Menghadapi Situasi Sulit


Dalam presentasi interaktif hampir dipastikan ruang tanya jawab
selalu terbuka lebar karena memang sifatnya yang “interaktif”harus
memberi peluang terjadinya “stimulus–respon” seluas–seluasnya
seperti yang diinginkan dalam proses pembelajaranyang bernuansa
“learner center” membutuhkan seorang pelatih/ faslitator yang
handal dalam menghadapi situasi seperti itu.Hal seperti di atas
terkadang masih diperberat lagi jika harus menghadapi pembelajar
sebagai individu – individu yang“matang” sedangkan iklim pembelaj
tercipta karena kegagalan tahapan proses sebelumnya.

Oleh karena itu dibawah ini beberapa strategi yang masih perlu
dikembangkan untuk menghadapi situasi sulit dalam proses
pembelajaran
 Ketika pertanyaan yang diajukan tidak tepat momennya
Jika hal ini terjadi maka dengan halus pelatih/ fasilitator dapat
mengatakan bahwa saat ini sedang tidak membahas hal itu,
nanti mungkin dapat dicarikan waktunya tersendiri agar kita
dapat bebas mebahasnya.
 Ketika penanya justru “mempresentasikan” tandingan
Untuk kejadian ini yang harus dilakukan pelatih/ fasilitator :
o Tanyakan kepada pembelajar lain apakah waktunya
terganggu?

185 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


o Pelatih/ fasilitator dengan halus dapat memotongnya dan
menanyakan inti pertanyaannya yang mana?
o Mempersilahkan diskusinya dilanjutkan nanti saja jika sesi ini
selesai
 Ketika pertanyaan diajukan secara beruntun
Jika hal ini terjadi, maka pelatih/ fasilitator dapat meminta
pertanyaannya satu persatu saja atau pilih mana pertanyaan
yang perlu dijawab
 Ketika pertanyaannya bersifat hipotesis atau pengandaian Untuk
menanggapinya pelatih/ faslitator dapat meminta agar
pertanyaannya yang aktual saja karena faktor waktu yang
sempit atau katakan jawabanya kita cari di text book saja
 Ketika pertanyaan berdasarkan pada asumsi yang keliru
 Jika hal ini terjadi maka pelatih/ faslitator dapat meluruskan
dasar pemikiran (asumsi) yang digunakan itu dan bersama – sama
penanya dapat meluruskan pertanyaannya
 Ketika pertanyaan cenderung menyerang pribadi pelatih/
faslitator. Untuk hal ini pelatih/ faslitator melontarkan kembali
pertanyaan itu kepada forum kelas atau dijawab dengan
anekdot dan katakan nanti akan dijawab di forum lainnya
 Ketika tidak ada pertanyaan yang diajukan sama sekali Hal yang
harus dilakukan pelatih/ faslitator adalah melempar pertanyaan
dimulai yang mudah dijawab kemudian dilanjutkan dengan
pertanyaan yang sulit dan ketika terjawab jawaban itu dapat
dilempar kembali kepada yang lain untuk di tanggapi demikian
seterusnya, sehingga menjadi dinamis

 Mengelola hubungan interaktif


Pelatih/ fasilitator bukanlah satu-satunya orang yang harus
melakukan komunikasi karena dalam proses pembelajarandengan
pola interaktif pelatih/ fasilitator harus dapat memfasilitasi
komunikasi interaktif yang efektif. Interaktif yang dimaksud adalah
keadaan yang memungkinkan terjadinya interaksi antar sumber
belajar.Secara nyata interaksi yang terjadi adalah terciptanya
stimulus - respon antara pelatih/ fasilitator dengan pembelajar,
antar pembelajar, dan antara pembelajar/ fasilitator dengan
sarana pembelajaran.

Berikut ini beberapa strategi untuk mengelola hubungan interaktif


yang berguna bagi pelatih/ fasilitator agar dapat mempertahankan
suasana kondusif sampai akhir sesi.

186 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


 Menyesuaikan diri dengan pembelajar yang menjadi pendengar.
Sesuatu yang menurut pelatih/ fasilitator sudah jelas tetapi
mungkin mempunyai arti yang sama sekali berbeda, atau boleh
jadi sama sekali tidak dapat dimengerti secara keseluruhan oleh
para pembelajar.Hal ini karena setiap orang mempunyai
pengalaman yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sehingga
mereka dapat mempunyai pemahaman yang berbeda - beda
terhadap kata - kata, tanda - tanda dan gerak - gerik atau
ekspresi wajah pelatih/ fasilitator.Alternatif berikut merupakan
kiat yang dapat dipakai untuk mengurangi distorsi pemahaman
yang berbeda - beda tersebut:
o Bahasa yang digunakan pelatih/ fasilitator
Pastikan bahwa istilah - istilah yang dipergunakan adalah
istilah - istilah yang sudah umum ditelinga pembelajar.
Hindari penggunaan istilah - istilah teknik yang hanya
umum digunakan oleh suatu profesi atau bidang studi
tertentu
Sebaiknya tidak menggunakan istilah asing bila sudah ada
istilah bahasa Indonesia.Kesalah - pahaman dapat terjadi
karena hal tersebut.

o Berbicara secara efektif.


Tidak hanya isi kata - kata yang ditangkap oleh pembelajar,
tetapi juga akan dirasakan bagaimana cara penyampaiannya
yang dapat tercermin pada intonasi, ekspresi wajah, sikap
dan gerakan tubuh lainnya. Oleh karena itu pelatih/
fasilitator perlu menyadari hal ini jika tidak ingin terjadi
distorsi pemahaman. Untuk mengurangi kebosanan dan
penyegaran dapat juga digunakan kosa kata yang berwarna -
warni atau yang tidak biasa tetapi tanpa merubah makna dan
diselingi humor atau anekdot yang menyegarkan sepanjang
masih terkait dengan topik bahasan.
o Gaya dan Penampilan.
Penampilan dan gaya seorang pelatih/ fasilitator termasuk
salah satu aspek yang dapat mempengaruhi proses
pembelajaran walaupun tidak langsung. Karena jika kurang
sesuai dengan keadaan pembelajar akan timbul citra yang
kurang baik dan hal ini akan berpengaruh pada interaksi
antara pelatih/ fasilitator dan pembelajar.
Tidak ada ukuran secara pasti harus seperti apa penampilan
dan gaya yang paling tepa, tetapi yang terbaik penampilan
dan gaya seorang pelatih/ fasilitator adalah yang dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan/ karakteristik pembelajar

187 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


yang biasanya dapat diketahui dari jenis pelatihan, tingkat
pendidikan dan tingkat eselon para pembelajar.
Dari kesemuanya itu yang paling penting bagi pelatih/
fasilitator mampu bersikap setara, bersahabat dan hangat.
Jika penampilan dan gaya pelatih/ fasilitator terlalu mewah
akan membuat pembelajar tidak berdaya karena terdapat
jarak dan mereka merasa takut atau sebaliknya jika tampilan
dan gaya pelatih/ fasilitator yang kurang meyakinkan (terlalu
sederhana) membuat pembelajar merendahkan (under
estimate)
o Mendengar secara efektif
Mendengar (listening) itu mudah tetapi mendengarkan
(hearing) ternyata tidaklah mudah. Pada umumnya ketika
seseorang sedang berbicara dengan kita, yang terjadi adalah
kita tidak sedang mendengarkannya dengan serius, karena
biasanya kita tengah sibuk mempersiapkan jawaban apa yang
akan
Seorang pelatih/ fasilitator yang sedang memfasilitasi proses
pembelajaran hendaknya dapat menjadi pendengar yang
efektif, untuk itu perlu berlatih agar proses komunikasi
menjadi produktif.
Langkah –langkah yang dapat digunakan berlatih agar dapat
menjadi pendengar yang efektif :
Temukan beberapa area minat pembicara ketika transaksi
komunikasi itu terjadi;
Nilailah isinya, bukan cara menyampaikannya;
Tahan keinginan untuk menjawab sebelum paham betul
apa yang diutarakan lawan bicara;
Dengarkan dan temukan ide (isu inti) yang diutarakannya;
Ajukan pertanyaan - pertanyaan yang dapat membantu
pemahaman dan memperdalam mengenai apa yang
sedang dipikirkan dan dirasakan lawan bicara ;
Bersikaplah toleran pada gangguan yang ada pada
pembicara saat dia mengutarakan ide/ gagasan;
Bukalah pikiran dengan mempertimbangkan perbedaan
sudut pandang walaupun tajam adanya;
Usahakan agar tidak dengan segera melakukan evaluasi
tentang apa yang sedang dikatakan, kecuali jika lawan
bicara telah mengutarakan kesimpulan akhir

 Menyadari apa yang sedang terjadi ketika proses pembelajaran


sedang berlangsung.
Ketika proses pembelajaran sedang berlangsung pelatih/

188 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


fasilitator hendaknya tetap waspada/ peka terhadap signal –
signal (verbal & non verbal) yang dimunculkan oleh para
pembelajar oleh karena adanya beberapa sebab yang mungkin
tanpa disadari oleh pelatih/ fasilitator yang tengah sibuk
“bermain”ikut.ini adalahBerbeberapa catatan pengalaman
penulis ketika memfasilitasi proses pembelajaran
o Pembelajar terlihat resah dengan sering berpindah tempat,
berdiri, mendehem, bercakap - cakap tentang hal lain. Jika
hal ini terjadi maka yang harus dipikirkan ada beberapa
kemungkinan : (1) jam pembelajaran sudah habis, (2)
pelatih/ fasilitator membosankan atau bicaranya terlalu
tinggi (sulit dimengerti), atau (3) pembelajar merasa lelah
perlu energizer.
o Suasana kelas terjadi keheningan. Suasana kelas yang hening
tidak selamanya positif untuk itu pastikan apakah mereka
kelihatan serius mengikuti atau apatis, suasana hening
dapat juga diakibatkan karena pembelajaran “takut”
sehingga tegang dan keadaan ini membuat pembelajar
merasa tersiksa. Jika yang terjadi adalah apatis biasanya
disebabkan proses pembelajaran yang tidak menarik, materi
bahasannya tidak menarik, media/ alat bantu yang
digunakan tidak menarik/ terlalu sederhana.Tetapi jika
keheningan yang terjadi karena pembelajar tegang/ takut,
kemungkinan besar faktor penyebabnya adalah penampilan
dan gaya pelatih/ fasilitator yang “menyeramkan”
menyerupai pejabat teras sehingga pembelajar secara
psikologis merasa ada pembatas (barier) antara pelatih/
fasilitator dengan pembelajar.
o Pembelajar lebih banyak menatap pada pelatih/ fasilitator
ketika berbicara. Hal ini kemungkinan besar pembelajar
tertarik dengan menunjukkan atensinya dalam mengikuti
pembahasan materi.
o Ekspresi wajah, gerak tubuh dan suara

Pelatih/ fasilitator yang berdiri dikelas menjadi pusat perhatian


pembelajar dan agar proses interaksi berhasil secara optimal
hal–hal seperti di bawah ini perlu diperhatikan :
o Ekspresi wajah: Usahakan terkesan ramah dan senang berada
ditengah – tengah pembelajar untuk memfasilitasi materi.
Kontak mata dengan pembelajar secara bergantian keseluruh
ruangan tanpa terkesan menyelidik perlu dilakukan secara
periodik
o Gerak tubuh: Posisi tubuh berdiri harus dapat dilihat oleh

189 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


seluruh pembelajar tetapi juga harus mudah mengontrol alat
bantu/ media pembelajaran. Sesekali dapat juga bergerak
mendekati pembelajar yang mengajukan pertanyaan atau
kearah pembelajar yang kurang menaruh minat (atensi
rendah).
o Posisi kaki berdiri tegak jarak antar dua kaki 20 –25 cm, dan
jangan bertumpu pada satu kaki karena terkesan
santai.Hindarkan menggerak –gerakan anggota badan tanpa
ada tujuan yang mendukung pembahasan, demikian juga
tangan jangan memegang –megang benda yang tak ada
kaitannya dengan topik bahasan.
o Suara: Volume tidak terlalu keras, menggunakan nada
(intonasi) sedang, nada yang tinggi terkesan marah
sedangkan nada rendah terkesan malas. Atur kecepatan
bicara agar artikulasinya dapat ditangkap dengan jelas.

VIII. REFERENSI

1. Andreas Harefa: 2003. Pengantar Presentasi Efektif, Gramedia. Jakarta.


2. Colin Rose dan Malcom J. Nicholl: 1997. AcceleratedLearning for the
21stcenturi, Delacorte Press, New York.
3. DePorter Bobbi dan Mike Hernachi : 1992. QuantumLearning, Dell Publishing,
New York.
4. J. Soenardi: 2002 Teknik Presentasi Interaktif, Pusdiklat Kesehatan.
5. Prola WJ: 2002. Penggunaan Alat Bantu Pembelajaran.
6. Pusdiklat Kesehatan: 2001. Landasan PembelajaranBerorientasi Pembelajar.
7. Pusdiklat Kesehatan: 2001 Teknologi Pembelajaran.
8. Rick Sulivan et all: 2001. Leadership Training Skill, Baltimore. JHPIEGO
Corporation.
9. Rinni Yudhi Pratiwi: 2005. Memfasilitasi ProsesPembelajaran. Pusdiklat
Kesehatan & Direktorat Epim –Kesma.

IX. LAMPIRAN

1. Format Satuan Acara Pembelajaran (SAP).


2. Panduan Penilaian Micro-teaching.

190 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)
Pelatihan .....................................................................................

Judul Mata Pelatihan : .....................................................................


Waktu Pertemuan/jam : .....................................................................

A. Tujuan :
1. Tujuan Pembelajaran :
Umum
2. Tujuan Pembelajaran : Setelah Pembelajaran ini diharapkan peserta mampu:
Khusus a. ............................................
b. ............................................

B. Pokok Bahasan :

C. Sub Pokok Bahasan : a. ............................................


b. ............................................
c. ............................................

D. Kegiatan Belajar Mengajar :


Media
Tahap Estimasi
Kegiatan Pelatih Kegiatan Peserta Latih Metoda dan
Kegiatan Waktu
AVA
Pendahuluan  …………………….  ………………………. .............. ............ ....
Penyajian  …………………….  ……………………… .............. ............ ....
Materi

Penutup  …………………….  ……………………… .............. ............ ....

E. Evaluasi : ………………....………………………………

F. Referensi : a. ………………………………………………
b. ………………………………………………
c. ………………………………………………

……., …………………....
Pembimbing, Peserta Latih,

…………………………………. ………………………………

191 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


PANDUAN PENILAIAN MICRO-TEACHING

A. Persiapan Sarana Pembelajaran


1. Penyiapan media, alat bantu dan bahan ajar: slap saji/ digunakan, kesesuaian
dengan TPU/ TPK, mengecek dan mencoba alat bantu (AVA, loud speaker dll)
2. Pengkodisian situasi dan lingkungan : kesesuaian layout ruangan dengan TPU/
TPK, menatap keseluruh ruangan untuk memeriksa kesiapan, ekspresi wajah
bersahabat menatap beberapa pembelajar dll.

B. Pembukaan
1. Pengucapan salam perjumpaan dan perkenalan : singkat, wajar,
proporsional tapi berkesan
2. Apersepsi : Menyajikan judul materi (tulisan atau gambar/ grafis affirmasi)
dan meminta pembelajar untuk mempersepsikan/ menebak kira - kira apa
yang akan "kita bahas" bersama, kemudian dilakukan klarifikasi oleh kelas.

C. Proses Kegiatan Pembelajaran


1. Presentasi Interaktif
a. Menghantar sesi pembelajaran :
Menangkap minat keseluruhan kelompok pembelajar dan membuat
pembelajar menyadari harapan pelatih/ fasilitator dengan cara :
1) Mereview tujuan sesi dengan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti sesuai dengan situasi kondisi pekerjaan pembelajar di unit
kerjanya.
2) Menghubungkan pokok bahasan dengan : materi sebelumnya,
pengalaman nyata di temapat kerja penyaji, pengalaman kerja
pembelajar, berbagi pengalaman antar pembelajar.

Jika menginginkan agar suasana lebih "hidup" dapat dilakukan : (salah satu)
1) Mengajukan pertanyaan yang bersifat retorikal.
2) Membuat definishi/ pengertian/ sinonim yang tidak “ghalib”.
3) Mengutip pendapat orang bijak.
4) Memeberikan pertanyaan "misterius".
5) Mengemukakan ide yang mendukung pokok bahasan dengan: analogi
ilmiah fakta statistik, kesaksian pakar, pengalaman tragis/ dramatis.

b. Mengelola hubungan interaktif :


1) Menyesuaikan din dengan pembelajar sebagai pendengar : bahasa
yang digunakan, berbicara efektif, gaya penampilan.
2) Mendengarkan secara efektif : memberi perhatian khusus pada
penanya.

192 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


3) Menyadari apa yang sedang terjadi ketika proses pembelajaran
sedang berlangsung: keadaan tiap individu, suasana kelas, sarana,
lingkungan dll.
4) Ekspresi wajah ramah, gerak tubuh dinamis tapi wajar, volume suara,
intonasi, kecepatan berbicara.

2. Teknik bertanya Efektif

a. Cara/ kaidah pertanyaan : dirumuskan secara jelas, bersifat sederhana,


bersifat menantang, bersifat khusus.

b. Kesesuaian pertanyaan dengan tujuan/ moment: pertanyaan yang diajukan


mempunyai tujuan tertentu dan sesuai dengan momentumnya.

c. Cara menanggapi jawaban :


1) Untuk pertanyaan yang dijawab sekali benar.
2) Untuk pertanyaan yang dijawab kurang benar.
3) Untuk pertanyaan yang dijawab berkali - kali baru benar.
4) Untuk pertanyaan yang sasarannya tidak mau menjawab.

d. Cara menanggapi pertanyaan: Seluruh pertanyaan dari pembelajar


dilempar ke forum dan dibimbing untuk menemukan jawabannya.

3. Penggunaan metoda pembelajaran :


a.Beragam metoda yang digunakan sesuai dengan dinamika kelas.
b. Kesesuaian setiap metoda yang digunakan dengan TPK.
c. Pengembangan/ kreatifitas metoda yang digunakan.

4. Penggunaan media & Alat Bantu Pembelajaran (ABP) :


a. Beragam media & ABP yang digunakan sesuai dengan dinamika kelas.
b. Kesesuaian setiap media & ABP yang digunakan dengan TPK.
c. Pengembangan/ kreatifitas media & ABP yang digunakan.

5. Penguasaan substansi materi bahasan : pembahasan diarahkan pada materi


inti, aplikasi clan penunjang secara proporsi sesuai TPU/ TPK.
a. Harus dikuasai sepenuhnya (materi inti yang sesuai dengan TPU/ TPK).
b. Perlu dikuasai (materi aplikasi yang berkaitan dengan TPU/ TPK).
c. Baik untukdiketahui (materi penunjang yang mendukung TPU/ TPK).

6. Penggunaan alokasi waktu : penggunaan waktu secara efektif dengan


proporsi :
a. >75% digunakan untuk membahas materi yang harus dibahas sesuai TPU/
TPK.

193 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


b. <15% digunakan untuk membahas materi yang perlu dibahas sesuai TPU/
TPK.
c. <10% digunakan untuk membahas materi yang baikuntukdibahas sesuai
TPU/ TPK.

D. Pengakhiran Kegiatan Pembelajaran


1. Merangkum Sesi Pembelajaran :
Syarat : Singkat, menggambarkan satu kesatuan butir - butir inti dan
melibatkan sebagian besar pembelajar.

Teknik yang digunakan : (salah satu)


a. Meminta pembelajar bertanya dan jawaban dilemparkan ke forum dengan
metoda curah pendapat.
b. Bertanya kepada pembelajar dimulai dengan butir pertanyaan mudah
kemudian menuju butir yang sulit
c. Latihan tes tertulis (semacam post test) hasil test dibahas ulang di forum
kelas.
d. Tanya jawab saling - silang antar kelompok sesuai dengan jumlah Pokok
Bahasan/ Sub Pokok Bahasan. Kelompok A membuat pertanyaan untuk
dijawab oleh kelompok B dan sebaliknya.

2. Penyimpulan pokok bahasan kesesuaian dengan TPU/TPK dan pemberian


pesan tindak lanjut
Menanyangkan kembali slide/ transparant yang memuat TPU/ TPK dan
pembelajar diminta untuk menilai tingkat ketercapaiannya. Pesan tindak
lanjut (jika ada).

3. Pengucapan terima kasih dan salam perpisahan :


a. Ucapan terima kasih karena telah sarna - sarna berhasil mencapai TPU/
TPK dengan sukses.
b. Ucapan maaf kalau ada yang kurang berkenan.
c. Salam perpisahan, berpamitan.

194 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


LEMBAR PENILAIANMICRO-TEACHING

Kelas :
Nama Peserta Praktik :
Materi Pembelajaran :
Pokok Bahasan :
Sub Pokok Bahasan :
Waktu :

PETUNJUK PENILAIAN
1. Obyek penilaian adalah aktifitas/ kegiatan praktik melatih di kelas, untuk itu amatilah
secara seksama seluruh komponen kegiatan berjumlah 10 butir seperti yang tercantum
pada halaman 2 (dua). Sedangkan untuk memberikan nilai pada setiap butir obyek
penilaian dapat digunakan panduan pada halaman 3, 4 dan 5.
2. Berilah nilai pada kolom hasil pengamatan dengan ketentuan :
 Jika komponen kegiatan yang dilakukan/dimunculkan sesuai dengan kaidah yang
tercantum pada panduan dan dilakukan secara baik dan benar (efektif dan efisien),
maka dapat diberikan nilai 8 – 10
 Jika komponen kegiatan yang dilakukan/ dimunculkan sesuai dengan kaidah yang
tercantum pada panduan tetapi dilakukan dengan kurang baik atau kurang benar
(kurang efektif/ efisien), Atau komponen kegiatan yang dilakukan/ dimunculkan
kurang sesuai dengan kaidah yang tercantum pada panduan, maka dapat diberikan
nilai 5 – 7
 Jika komponen kegiatan tidak dilakukan/ dimunculkan sama sekali, maka dapat
diberikan nilai 2 – 4
3. Berikan catatan khusus berupa kritik dan saran jika Anda temukan hal – hal yang kurang
sesuai dengan kaidah kediklatan yang baik dan benar sesuai dengan panduan. Tetapi
berikan pujian jika Anda temukan hal – hal yang sudah baik sesuai panduan

Selamat Bertugas

195 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


NO KEGIATAN PROSES PEMBELAJARAN HASIL OBSERVASI

A PEMBUKAAN
1. Pengucapan salam dan perkenalan, pengkondisian situasi dan
lingkungan
2. Keterkaitan dengan materi sebelumnya, penyampaian
TPU/TPK dan Apersepsi

B PROSES KEGIATAN PEMBELAJARAN


1. Presentasi Interaktif :
a. Menghantar sesi pembelajaran
b. Mengelola hubungan interaktif
c. Teknik bertanya efektif
- Cara/ kaidah pertanyaan
- Kesesuaian pertanyaan dengan tujuan/ moment
- Cara menanggapi jawaban
- Cara menanggapi pertanyaan
2. Penggunaan Metoda Pembelajaran yang sesuai/efektif untuk
mencapai tujuan
3. Pemilihanmedia dan alat bantu pembelajaran yang sesuai
dengan metode pembelajaran
4. Penguasaan substansi materi
5. Ketepatanalokasi waktu

C PENGAKHIRAN
1. Merangkum sesi pembelajaran/evaluasi/pencapaian
2. Kesesuaian penyimpulan pokok bahasan dengan TPU/ TPK
dan pemberian pesan tindak lanjut
3. Pengucapan terima kasih dan salam perpisahan

JUMLAH :

Jumlah Kumulatif : Jumlah Nilai


= __________
10

196 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


MATERI PENUNJANG - 1
BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC)

I. DESKRIPSI SINGKAT

Pelatihan merupakan salah satu bentuk proses pembelajaran secara


berkelompok, dirancang agarpara peserta latih dapat dengan mudah
memperoleh penambahan wawasan atau perubahan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan yang dibutuhkan dalam suatu bidang tugas kerja tertentu.

Perkenalan adalah adaptasi awal antar peserta latih maupun antara peserta
latih dengan pelatih dan penyelenggara. Perkenalan yang baik dan menarik
akan dapat memperlancar proses pembelajaran selanjutnya dalam suatu
pelatihan. Selain itu, perkenalan juga skaligus membangun keterbukaan
hubungan antar peserta latih dan mempercepat proses membangun komitmen
dan kerjasama tim dalam rangka meningkatkan kemampuan belajar peserta
latih. Kinerja setiap peserta latih dalam timakan terus ditingkatkan dengan
memberdayakan dan mendorong kreativitas masing-masing.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu membangun komitmen belajar
dalam rangkamenciptakan iklim pembelajaranyang kondusif selama proses
pelatihan berlangsung.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Mengenal antar peserta latih, pelatih dan penyelenggara pada proses
pelatihan.
2. Menyiapkan diri untuk proses pembelajaran aktif lewat pencairan (ice
breaking).
3. Merumuskan harapan-harapan dalam proses pembelajaran dan hasil yang
ingin dicapai di akhir pelatihan.
4. Merumuskan kesepakatan bersama tentang norma kelas dalam
pembelajaran.
5. Merumuskan kesepakatan bersama tentang kontrol kolektif dalam
pelaksanaan norma kelas.
6. Membentuk organisasi kelas.

197 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


III. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut:


Pokok bahasan 1. Perkenalan.
Pokok bahasan 2. Pencairan (ice breaking).
Pokok bahasan 3. Harapan-harapan dalam proses pembelajaran dan hasil yang
ingindicapai di akhir pelatihan.
Pokok bahasan 4. Norma kelas dalam pembelajaran.
Pokok bahasan 5. Kontrol kolektif dalam pelaksanaan norma kelas.
Pokok bahasan 6. Organisasi kelas.

IV. METODE PEMBELAJARAN

 Ceramah Tanya Jawab (CTJ)


 Curah pendapat
 Permainan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan tayang
 Modul pelatihan
 Komputer/ LCD
 LCD
 ATK
 Jadwal pelatihan
 Panduan permainan

VI. LANGKAH - LANGKAH PEMBELAJARAN

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3 JPL @45 menit. Untuk
memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah pembelajaran
sebagai berikut:

198 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
1 Pengkondisian 1. Pelatih menyapa peserta dengan 5'
ramah dan hangat, dimulai dengan
perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama
lengkap, instansi tempat bekerja,
dan materi yang akan disampaikan.
2. Pelatih menyampaikan tujuan
pembelajaran materi ini dan pokok
bahasan yang akan disampaikan,
sebaiknya dengan menggunakan
bahan tayang.

2 Perkenalan 1. Pelatih mengajak semua peserta 45'


latih untuk mengenal lingkungan
pembelajarannya
2. Pelatih mengajak semua peserta
latih untuk saling berkenalan
dengan metode permainan
3. Pelatih meminta wakil dari peserta
latih untuk menyampaikan
perasaannya
4. Pelatih memberikan umpan balik
terhadap hasil perkenalan

3 Pencairan (ice 1. Pelatih membagi peserta menjadi 45'


breaking) dalam kelompok
2. Pelatih menjelaskan mekanisme
pencairan (ice breaking) lewat
metode permainan yang dilakukan
secara berkelompok
3. Pelatih memberikan kesempatan
kepada kelompok untuk bermain
dalam rangka membangun
kerjasama tim
4. Pelatih meminta wakil dari setiap
kelompok untuk menyampaikan
hasil permainannya
5. Pelatih memberikan umpan balik
terhadap hasil permainan

199 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
4 Curah pendapat 1. Pelatih meminta peserta latih 15'
harapan, norma secara berkelompok untuk
kelas dan kontrol mencurahkan lewat flipchart:
kolektifnya a. harapan-harapan dalam proses
pembelajaran dan hasil yang
ingin dicapai di akhir pelatihan
b. norma kelas dalam
pembelajaran
c. kontrol kolektif dalam
pelaksanaan norma kelas
2. Pelatih mendorong kelas untuk
menyepakati hal di atas menjadi
harapan, norma dan kontrol
kolektif kelas

5 Pembentukan 1. Pelatih memberikan kesempatan 15'


organisasi kelas kepada peserta latih untuk
membentuk organisasi kelas
2. Pelatih memberikan umpan balik
terhadap hasil diskusi kelas

6 Rangkuman dan 1. Pelatih merangkum poin-poin 10'


Kesimpulan penting dari materi yang
disampaikan.
2. Pelatih membuat kesimpulan.

VII. URAIAN MATERI

Pokok bahasan 1.
PERKENALAN.

Perkenalan dalam proses Building Learning Commitment (BLC) atau Membangun


Komitmen Belajar merupakan bagian dari permainan dinamika kelompok.
Perkenalan dilakukan ketika sebuah pelatihan baru dimulai. Tujuan permainan
ini adalah:
a. Agar peserta latih satu dengan yang lain saling mengenal dengan cara yang
cepat dan menyenangkan
b. Agar masing–masing peserta latih dapat mengenal keunikan peserta lain

200 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


c. Agar proses pelatihan yang akan berjalan dapat menjadi cair dan lancar
d. Agar tercipta ikatan/ bonding antar peserta latih

Ketika mempraktikkan permainan dalam pelatihan, setiap orang akan diantar


pada suasana yang cair, menyenangkan, terbuka dan interaktif sehingga
melibatkan hubungan yang intensif antar peserta. Selain itu, perlu
menampilkan spontanitas karena memunculkan hal hal tak terduga yang
mungkin lucu juga akan menambah kegairahan antar peserta latih untuk cepat
akrab dan menyatu. Inilah
kebutuhan awal dari pembentukan tim dalam proses pelatihan.

Dalam perkenalan, tidak hanya peserta latih saja yang berkenalan namun
termasuk juga pelatih dan penyelenggara pelatihan. Selain itu, peserta latih
juga diajak untuk mengenal lingkungan pembelajarannya seperti ruang
pelatihan, ruang pendukung lainnya (toilet, musholla, ruang makan, dll), media
dan alat bantu pembelajaran.

Jelajah kelas:
a. Pelatih mengajak semua peserta latih berdiri melingkar
b. Pelatih memberi aba-aba meminta semua yang terlibat untuk berjalan–jalan
dengan tenang dan perlahan mengitari ruangan pelatihan
c. Selama proses, pelatih meminta semua yang terlibat untuk:
1) mengamati dan memperhatikan seluk beluk situasi sekitar ruangan
termasuk peralatan, penyinaran, sirkulasi udara, dan tata ruangnya
2) meresapi keindahannya dan keterbatasansebagai ruangan tempat
pelatihan
d. Pelatih meminta beberapa peserta untuk mengungkapkan perasaan

201 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Pokok bahasan 2.
PENCAIRAN (ICE BREAKING).

Pencairan atau Ice Breaking atau Ice Breaker adalah sebuah permainan yang
umumnya lucu dan mengundang tawa tapi sangat bermanfaat untuk
menghangatkan suasana sebuah pelatihan. Pencairan perlu disiapkan oleh
pelatih maupun pengendali diklat agar konsentrasi peserta latih selama
pembelajaran di kelas tetap terjaga.

Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata setiap orang untuk dapat berkonsentrasi


pada satu fokus tertentu hanyalah 15 menit. Dalam suatu pelatihan, hal
tersebut perlu mendapatkan perhatian yang serius. Seorang pelatih/ pengendali
diklat harus peka ketika melihat gejala yang menunjukkan bahwa peserta latih
sudah tidak dapat konsentrasi lagi. Apa yang harus dilakukan oleh seorang
pelatih/ pengendali diklat ketika melihat gejala demikian? Berilah pencairan.

Ada banyak macam pencairan yang dapat digunakan dalam pelatihan dimana
bila dilihat dari metodenya dapat dikelompokkan menjadi 8 jenis.

1. Jenis yel-yel
Yel-yel walaupun sederhana tetapi mempunyai tingkat “penyembuh” yang
paling baik dibanding jenis lain. Dengan melakukan yel-yel selain
konsentrasi menjadi pulih kembali, juga dapat menumbuhkan semangat
yang tinggi dari peserta pelatihan untuk melanjutkan pelatihan. Selain itu
yel-yel juga terbukti efektif untuk menanamkan esprit de corp atau
kekompakan tim dalam suatu pelatihan.

2. Jenis tepuk tangan


Tepuk tangan pada awalnya adalah merupakan salah satu ekspresi
kegembiraan disamping tertawa. Pencairan dengan jenis tepuk dapat
dilakukan oleh siapa saja. Bagi peserta yang kurang suka menyanyi atau juga
peserta yang kurang memiliki rasa percaya diri biasanya memilih model ini.
Tepuk tangan juga sangat bagus dilakukan oleh siapa saja dengan tidak
melihat usia. Dari anak kecil samapai orang tua tetap pantas melakukan
jenis ini. Untuk kepentingan pencairan dalam pelatihan, tepuk tangan dapat
dimodifikasi menjadi banyak sekali modelnya

3. Jenis menyanyi
Berdasarkan pengalaman, pencairan jenis ini adalah yang paling banyak
disukai oleh peserta pelatihan apalagi kalau pesertanya mayoritas
perempuan. Untuk kepentingan pencairan, menyanyi tidaklah harus lagu-
lagu original ciptaan sendiri, tetapi bisa juga kita hanya menyanyikan lagu-

202 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


lagu yang sedang nge-trend tetapi dengan lirik yang diganti sesuai dengan
tema pelatihan.

4. Jenis gerak anggota badan


Pencairan jenis ini biasanya digunakan dalam pelatihan jika dilihat para
peserta sudah kecapaian. Setelah seharian mengikuti diskusi atau
presentasi, maka peserta latih perlu digerakkan anggota badannya agar
kondisi psikologis kembali segar. Jenis ini bisa dilakukan secara individual
maupun berpasangan. Salah satu contoh adalah sebagai berikut:

Jika kita katakan mangga, peserta mengangkat kedua tangan sambil


berjinjit
Jika kita katakan jeruk, kedua tangan peserta mengacung ke depan.
Jika kita katakan kacang, peserta membungkukkan badan sambil kedua
tangan memegang sepatu.

Permainan tersebut bisa dimodifikasi, dan juga dapat dilakukan secara


bolak-balik tergantung kesepakatan dengan peserta.

5. Jenis gerak dan lagu


Pencairan jenis ini sama dengan pencairan jenis gerak anggota badan namun
pencairan ini lebih menarik karena disertai lagu.

6. Jenis permainan (games)


Pencairan ini menggunakan berbagai metode permainan. Umumnya
memakai permainan anak-anak.

7. Cerita lucu
Pencairan ini menggunakan cerita yang mengundang tawa sehingga peserta
yang awalnya sudah jenuh kembali segar dan konsentrasi belajar meningkat.

8. Dongeng bijak
Pencairan ini menggunakan cerita dongeng bijak yang membangkitkan
motivasi belajar peserta latih.

Pokok bahasan 3.
HARAPAN-HARAPAN DALAM PROSES PEMBELAJARAN DAN HASIL YANG INGIN
DICAPAI DI AKHIR PELATIHAN.

Harapan adalah persepsi individu atau kelompok untuk kemungkinan sukses


dalam melaksanakan tugas tertentu atau dalam mencapai tujuan tertentu.
Harapan peserta latih dalam pelatihan akan sangat tergantung pada :

203 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


a. Keselarasan antara peranan peserta latih di instansi kerja dengan topik
pelatihan
b. Motivasi peserta latih untuk belajar
c. Kekuatiran peserta latih terhadap implementasi topik pelatihan di tempat
kerja
d. Tuntutan instansi kerja

Pokok bahasan 4.
NORMA KELAS DALAM PEMBELAJARAN.

Norma merupakan nilai, keyakinan, kebiasaan yang telah berakar dan dipatuhi,
dan perilaku-perilaku yang menjadi patokan dalam kegiatan sehari-hari suatu
kelompok atau organisasi. Norma suatu kelompok dapat memfasilitas terhadap
fungsi kelompok dalam mengantisipasi kebutuhan ekternal maupun internal.
Jadi norma adalah gagasan-gagasan atau kepercayaan-kepercayaan tentang
kegiatan, interaksi, sentiment apa seharusnya dalam suatu kelompok. Kegiatan
adalah apa yang dilakukan seseorang.

Untuk tujuan operasional yang praktis, sebaiknya norma dinyatakan dalam


bentuk perilaku (kegiatan, interaksi) dan sentiment. Hanya dalam bentuk
perilaku dan sentiment, norma dapat dinilai, karena dapat diamati dan
didengar (terukur) dan ditafsirkan.

Norma kelas dalam pembelajaran sangat diperlukan karena dengan norma ini
akan mendukung pencapaian harapan peserta latih yang diinginkan pasca
pelatihan. Norma kelas dibentuk secara bersama-sama dipandu oleh pengendali
diklat, sebelum proses pembelajaran dimulai. Dengan adanya norma kelas,
peserta latih diharapkan memiliki komitmen yang tinggi terhadap proses
pembelajaran.

Pokok bahasan 5.
KONTROL KOLEKTIF DALAM PELAKSANAAN NORMA KELAS.

Semua masyarakat dan semua kelompok sosial mempunyai mekanisme untuk


menjamin ketaatan (conformity) terhadap norma-norma, yang disebut
mekanisme kontrol sosial. Kontrol sosial berarti proses-proses dan metode-
metode yang digunakan oleh anggota-anggota sebuah masyarakat atau suatu
kelompok untuk memelihara keteraturan / kedamaian sosial (social order)
dengan penegakan perilaku yang telah disepakati.

204 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Mekanisme kontrol sosial melalui tekanan eksternal meliputi sanksi positif dan
negatif. Sanksi-sanksi ini dapat berupa sanksi formal dan sanksi
informal. Kontrol informal seperti gossip, olok-olok (ridicule), atau
menghalang-halangi (obstracism), adalah sejenis tindakan tidak resmi dari
kelompok. Tindakan resmi atau kontrol formal seperti penggunaan hukum yang
diturunkan dari lembaga sosial kemasyarakatan yang dibuat untuk
melaksanakan fungsi-fungsi dari masyarakat.

Kontrol kolektif adalah aturan yang dibuat dalam rangka membangun peserta
latih untuk mematuhi norma kelas yang telah dibentuk. Sanksi yang diterapkan
apabila ada peserta latih yang melanggar dibuat dengan prinsip tidak merugikan
peserta namun dapat mendisiplinkan peserta latih.

Contoh: Apabila peserta latih terlambat datang maka wajib memandu


pencairan apabila kelas jenuh.

Pokok bahasan 6.
ORGANISASI KELAS.

Organisasi adalah bentuk perkumpulan antara dua orang atau lebih yang
bekerja sama ntuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Ada beberapa
unsur yang diperlukan dalam suatu organisasi. Tujuan dari organisasi yaitu agar
organisasi berjalan lancar dan bisa meraih semua tujuan atau cita cita yang
telah ditemukan.

Dalam suatu organisasi terdapat pembagian tugas. Pembagian tugas yan


dilakukan harus disesuaikan dengan kemampuan setiap individu. Sebuah
organisasi memiliki pengurus, anggota, dan tujuan. Tujuan dibentuknya
organisasi adalah agar kegiatan organisasi berjalan dengan lancar, dan para
anggota dapat menjalin kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

Salah satu contoh yang sederhana dari organisasi adalah pengurus kelas, yang
bertugas mengurus dan mengatur kelas sebagai tempat belajar. Pengurus kelas
terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi seksinya.

VIII. REFERENSI

1. Buku Panduan Dinamika Kelompok (LAN 2010 dan Pusdiklat Aparatur)


2. Buku 100 Game Kreatif, Sya’ban Jamil & Taufik Hidayanto, 2008.

205 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


3. Depkes RI,Pusdiklat Kesehatan, 2004, Kumpulan Games dan Energizer,
Jakarta.
4. Munir, Baderal, 2001, Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam
Laboratorium Ilmu Perilaku, Jakarta

IX. LAMPIRAN

1. Panduan Permainan Pokok bahasan 1. Perkenalan


2. Panduan Permainan Pokok bahasan 2. Pencairan (Ice Breaking)

206 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


PANDUAN PERMAINAN

Materi Penunjang 1 : Building Learning Commitment.


Pokok Bahasan 1 : Perkenalan.

A. Panduan untuk Pelatih


1. Pelatih meminta seluruh peserta membuat lingkaran mengelilinginya
2. Pelatih mempersilakan masing-masing peserta untuk memperkenalkan
dirinya dan ciri uniknya yang mudah dikenali (bisa berupa ciri fisik maupun
sifat) hingga semua selesai memperkenalkan diri
3. Pelatih menunjuk salah seorang peserta latih untuk menyebutkan nama dan
ciri unik salah satu temannya.
a. Apabila benar, maka peserta latih dapat meneruskan menunjuk
temannya yang lain yang belum mendapat giliran
b. Permainan ini dilakukan sampai semua peserta mendapat gilirannya
masing-masing
c. Peserta latih yang tidak mampu menjawab benar maka harus
memberikan hiburan kepada kelas
4. Pelatih meminta perwakilan peserta untuk mengungkapkan perasaannya
5. Pelatih merangkum sesi kegiatan

B. Waktu
1 Jpl @45 menit

C. Media dan Alat Bantu


Permainan ini dilakukan tanpa menggunakan peralatan.

D. Evaluasi Permainan
1. Seberapa banyak peserta yang tidak dapat menyebutkan nama peserta yang
lain?
2. Apakah menghafal nama peserta yang banyak dirasakan sebagai hal yang
sulit?
3. Seberapa banyak peserta yang dapat menyebutkan nama dan ciri unik
temannya?
4. Apa faktor yang menyebabkan mudah dalam menghafal?

E. Tempat
Ruang Kelas.

207 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


PANDUAN PERMAINAN

Materi Penunjang 1 : Building Learning Commitment.


Pokok bahasan 2 : Pencairan (Ice Breaking)

A. Panduan untuk Pelatih


1. Pelatih membentuk kelas menjadi empat kelompok
2. Pelatih memberikan 1 amplop kepada setiap kelompok dimana berisi
potongan kata-kata
3. Pelatih memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk
bekerjasama merangkai kata-kata menjadi 1 kalimat utuh, menuliskan
kalimat tersebut ke dalam flipchart, dan mendiskusikan arti kalimat
4. Pelatih mempersilakan perwakilan setiap kelompok untuk mempresentasikan
hasil kerja kelompoknya
5. Pelatih meminta perwakilan peserta untuk mengungkapkan perasaannya
6. Pelatih merangkum sesi kegiatan

B. Waktu
1 JPL @45 menit

C. Media dan Alat Bantu


1. Flip chart
2. Spidol

D. Evaluasi Permainan
1. Apakah tim berhasil mengerjakan tugasnya?
2. Apakah ada kendala saat bekerja sama dalam kelompok baru?

E. Tempat
Ruang Kelas.

208 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


MATERI PENUNJANG 2
RENCANA TINDAK LANJUT

I. DESKRIPSI SINGKAT

Penyusunan rencana tindak lanjut merupakan hasil akhir dari proses pelatihan
pengelolaan program kerja sama antara puskesmas, unit transfusi darah dan
rumah sakit dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu
bagi tenaga kesehatan di puskesmas. Pada sesi ini Peserta pelatihan merancang
kegiatan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada pengelolaan program
kerja sama antara puskesmas, unit transfusi darah dan rumah sakit dalam
pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu. Penyusunan rencana
tindak lanjut ini disesuaikan dengan kondisi serta sumberdaya yang dimiliki
oleh setiap Peserta. Penyusunan rencana tindak lanjut ini juga merupakan
implementasi atau aplikasi materi pelatihan yang telah dibahas. Rencana
tindak lanjut setelah mengikuti pelatihan ini, dipergunakan sebagai bahan
untuk melakukan monitoring dan evaluasi pasca pelatihan. Dengan demikian,
penyusunan rencana tindak lanjut ini, harus realistis serta mengakomodir
pengetahuan yang telah diperoleh selama mengikuti pelatihanpengelolaan
program kerja sama antara puskesmas, unit transfusi darah dan rumah sakit
dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu bagi tenaga
kesehatan di puskesmas.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan pembelajaran umum:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencanatindak
lanjut (RTL).
B. Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup RTL.
2. Menjelaskan langkah-langkah penyusunan RTL.
3. Menyusun RTL dan Gantt Chart untuk kegiatan yang akan dilakukan.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok bahasan 1: Pengertian dan ruang lingkup RTL.
Pokok bahasan 2 : Langkah-langkah penyusunan RTL.

209 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Pokok bahasan 3 : Penyusun RTL dan Gantt Chart untuk kegiatan yang akan
dilakukan.

IV. METODE PEMBELAJARAN

 Ceramah Tanya Jawab (CTJ)


 Latihan
 Diskusi Kelompok

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan tayang
 Modul pelatihan
 Laptop/komputer
 LCD
 ATK
 Meta plan
 Kain tempel
 Lembar/Format RTL
 Pandun Latihan
 Panduan Diskusi

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Berikut ini merupakan pedoman bagi pelatih dan peserta dalam melaksanakan
pembelajaran:

Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu


(menit)
1 Pengkondisian 1. Pelatih menyapa peserta dengan 5'
ramah dan hangat, dimulai dengan
perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi
tempat bekerja, dan materi yang
akan disampaikan.

210 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
2. Pelatih menyampaikan tujuan
pembelajaran materi ini dan pokok
bahasan yang akan disampaikan,
sebaiknya dengan menggunakan
bahan tayang.

2 Perkenalan 1. Pelatih mengajak semua peserta latih 5'


untuk mengenal lingkungan
pembelajarannya.
2. Pelatih mengajak semua peserta latih
untuk saling berkenalan dengan
metode permainan.
3. Pelatih meminta wakil dari peserta
latih untuk menyampaikan
perasaannya.
4. Pelatih memberikan umpan balik
terhadap hasil perkenalan.

3 Penyampaian a. Pelatih melakukan curah pendapat 15'


materi dengan mengajukan pertanyaan
Pengertian dan tentang pengertian dan ruang lingkup
ruang lingkup RTL. Pelatih mencatat semua
RTL. pendapat peserta pada kertas
flipchart.
b. Pelatih merangkum semua pendapat
peserta, selanjutnya menyampaikan
penjelasan singkat tentang
pengertian dan ruang lingkup RTL
dengan menggunakan bahan tayang.
c. Pelatih memberikan kesempatan
peserta untuk bertanya apabila ada
penjelasan pelatih yang kurang
dipahami. Selanjutnya, pelatih
menyampaikan jawaban yang sesuai.

4 Penyampaian 1. Pelatih meminta satu orang peserta 25'


materi dan untuk menyampaikan pengalamannya
pembahasan terkait dengan langkah-langkah
Langkah-langkah penyusunan Action Plan atau RTL.
penyusunan RTL. Selanjutnya, Fasilitator
menyampaikan tanggapannya serta

211 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Langkah Uraian Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
(menit)
menjelaskan langkah-langkah
penyusunan RTL dengan menggunakan
bahan tayang.
2. Pelatih memberikan kesempatan
Peserta untuk bertanya apabila ada
penjelasan Pelatih yang kurang
dipahami. Selanjutnya, Pelatih
menyampaikan jawaban yang sesuai.

5 Latihan 1. Pelatih meminta Peserta untuk 90’


penyusunan RTL. berkumpul dengan teman satu
Puskesmas. Selanjutnya pelatih
membagikan lembar penugasan
penyusunan RTL kepada Peserta.
2. Pelatih menjelaskan tentang
penugasan tersebut dan ditekankan
kembali agar menggunakan data
Puskesmas masing-masing karena
nantinya akan diimplementasikan di
Puskesmas.
3. Pelatih memberi kesempatan kepada
peserta untuk menyusun RTL.
4. Setelah selesai Peserta diminta
menyajikan dan pelatih memberi
tanggapan.

6 Rangkuman dan 3. Pelatih merangkum poin-poin penting 10'


Kesimpulan dari materi yang disampaikan.
4. Pelatih membuat kesimpulan.

VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1
Pengertian dan Ruang lingkup RTL

Pengertian rencana tindak lanjut adalah:


1. Suatu proses mempersiapkan mempersiapkan secara sistematik kegiatan-
kegiatan yang akan didahulukan untuk mencapai tujuan tertentu

212 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


2. Perhitungan dan pemantauan dari apa yang akan dijalankan dalam rangka
mencapai suatu objek tertentu, dimana, bilamana oleh siapa dan bagaimana
caranya

Kegunaan RTL:
 merupakan alat bagaimana kegiatan-kegiatan dilaksanakan secara efektif
dan efisien
 mengurangi ketidak pastian kegiatan yang akan dilakukan
 memberikan kesempatan untuk memilih alternatif yang paling tepa
 memberikan gambaran jenis dan bentuk suatu kegiatan yang dibutuhkan
 menjadi dasar penjabaran program kerja yang sistimatis
 memberikan gambaran kebutuhan sumberdaya yang diperlukan
 menjadi alat pengawasan ,pengendalian dan penelitian

Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam RTL adalah:


 aspek praktis
 aspek ekonomis
 aspek demografis
 aspek tata nilai
 aspek sosial budaya

Ruang Lingkup RTL:


RTL yang disusun oleh peserta ToT terdiri atas 2 macam yaitu:
1. RTL yang mewakili institusi masing-masing peserta
2. RTL yang menjadi contoh yang akan menjadi materi ajar sebagai calon
fasilitator pelatihan pengelolaan program kerjasama Puskesmas, UTD dan RS
dalam menurunkan angka kematian Ibu (AKI)

Pokok Bahasan 2
Langkah-Langkah penyusunan RTL
1. RTL yang mewakili institusi masing-masing peserta:
a. Para peserta dapat menyusun RTL secara bersama-sama dengan
peserta lain yang berasal dari provinsi yang sama
b. Dasar penyusunan RTL adalah langkah langkah pelaksanaan program
serta tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak seperti yang
tercantum dalama permenkes 92 tahun 2015 yang disesuaikan dengan
ketersediaan sumberdaya dan kondisi daerah masing-masing

2. RTL yang menjadi contoh yang akan menjadi materi ajar sebagai calon
fasilitator pelatihan pengelolaan program kerjasama Puskesmas, UTD dan RS
dalam menurunkan angka kematian Ibu (AKI):

213 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Langkah-langkah dalam penyusunan RTL tersebut adalah:

a. Menggambarkan kondisi dan situasi pelayanan kesehatan terkait AKI di


wilayah kerja Puskesmas.
b. Merumuskan masalah AKI akibat perdarahan pasca persalinan yang akan
diatasi.
c. Melakukan analisis masalah
d. Mengidentifikasi potensi yang dapat dimanfaatkan.
e. Menyusun strategi rekrutmen dan seleksidonor darah.
f. Menetapkan target stakerholder/sasaran serta metode yang akan di
tuliskan dalam rencana tindak lanjut.
g. Menentukan kegiatan, tujuan dll (sesuai dengan matrik).

214 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


FORMAT PENYUSUNAN RENCANA TINDAK LANJUT
KEGIATAN KERJA SAMA PUSKESMAS, UTD DAN RS DALAM PELAYANAN DARAH
UNTUK MENURUNKAN AKI

Instansi Kerja :
Kabupaten/Kota :
Tahun :

No Jenis kegiatan Tujuan Sasaran Lokasi Metode Penanggung Pelaksana Sumber dana Waktu
Jawab

Pembuat RTL,

( )

215 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


PANDUAN PENUGASAN
RENCANA TINDAK LANJUT

Materi Penunjang 2 : Rencana Tindak lanjut.


Pokok bahasan 3 : Penyusun RTL dan Gantt Chart untuk kegiatan yang akan
dilakukan.

A. Panduan untuk Pelatih


1. Pelatih menjelaskan penugasan untuk peserta dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Berdasarkan data dari Puskesmas Anda dan atau sumber lainnya, baik
data kuantitatif maupun kualitatif dapat diketahui masalah kesehatan
yang sering muncul. Masalah kesehatan tersebut bisa tentang kesehatan
ibu dan anak (misalnya jumlah kematian ibu pada saat melahirkan) atau
masalah kesehatan lainnya.
b. Tugas Anda sebagai tenaga kesehatan di puskesmas adalah mengatasi
masalah tersebut atau mencari solusi atas masalah tersebut dari
pengelolaan program kerja sama antara Puskesmas, Unit Transfusi Darah
dan Rumah Sakit dalam pelayanan darah untuk menurunkan angka
kematian ibu dengan menyusun Rencana Tindak Lanjut.
c. Anda yang mengetahui sistuasi dan kondisi wilayah kerja Puskesmas
Anda. Gambarkan situasi wilayah kerja Puskesmas seperti: gambaran
umum, permasalahan, potensi/sumber daya (SDM, anggaran), pola
komunikasi, kebiasaan masyarakat dan lain-lainnya.
d. Selanjutnya lakukan analisis data, termasuk faktor dari penyebab
masalah (identifikasi masalah tersebut)
e. Tentukan stakeholder mana yang menjadi target untuk mengatasi
masalah tersebut dengan menggunakan sumber daya yang ada, KIE dan
metode apa yang dianggap tepat.
f. Selama mengikuti pelatihan ini Anda telah mendapat materi tentang:
1) Kebijakan pemerintah dalam pelayanan darah
2) Program kerja samaPuskesmas, UTD dan Rumah Sakit dalam
pelayanan darah untuk menurunkan angka kematian ibu.
3) Integrasi program kerja sama dengan P4K.
4) Rekrutmen pendonor darah di Puskesmas.
5) Seleksi pendonor darah di Puskesmas.
6) Monitoring dan evaluasi program kerja sama.

g. Gunakan materi tersebut sebagai dasar dan referensi untuk


menyelesaikan tugas Anda.
h. Selamat bekerja.

216 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


2. Pelatih memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya/ klarifikasi
3. Pelatih memberikan kesempatan waktu kepada peserta untuk melakukan
penugasan dengan bimbingan langsung
4. Pelatih meminta perwakilan peserta untuk mempresentasikan hasil RTL
5. Pelatih merangkum sesi kegiatan

B. Waktu
2 JPL @45 menit

C. Media dan Alat Bantu


1. Modul Pelatihan’
2. Bahan tayang
3. LCD
4. Audio Visual Aids
5. ATK
6. Laptop

D. Tempat
Ruang Kelas.

217 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


MATERI PENUNJANG - 3
ANTI KORUPSI

I. DESKRIPSI SINGKAT

Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan


berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi
telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik,
sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di
negeri ini. Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini
belum menunjukkan hasil yang optimal.Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap
saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang
bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita
biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan
negeri ini.

Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)
yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk
memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi– yang terdiri dari dua bagian
besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan–tidak akan pernah berhasil
optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran
serta masyarakat. Dalam rangka mempercepat pelaksanaan Instruksi Presiden
Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
perlu disusun Strategi Komunikasi Pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan
korupsi di Kementerian Kesehatan sebagai salah satu kegiatan reformasi
birokrasi yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan agar para Pegawai Negeri
Sipil di lingkungan Kementerian Kesehatan terhindar dari perbuatan korupsi.

Salah satu upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi
adalah dengan memberikan pengertian dan kesadaran melalui pemahaman
terhadap konsep serta penanaman nilai-nilai anti korupsi yang selanjutnya
dapat menjadi budaya dalam bekerja. Agar muatan tentang anti korupsi dapat
tersampaikan secara standar pada setiap pelatihan bagi para Aparatur Sipil
Negara (ASN) di lingkungan Kementerian Kesehatan maka perlu disusun modul
anti korupsi sebagai pegangan Pelatih dalam menyampaikan materi.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami anti korupsi di
lingkungan kerjanya.

218 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


B. Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan:
1. Konsep Korupsi
2. Konsep Anti Korupsi
3. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
4. Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindakan Pidana Korupsi (TPK)

5. Gratifikasi
6. Kasus-kasus Korupsi

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok bahasan 1 : Konsep Korupsi.
Pokok bahasan 2 : Konsep Anti Korupsi.
Pokok bahasan 3 : Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Pokok Bahasan 4 : Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindak Pidana
Korupsi (TPK).
Pokok Bahasan 5 : Gratifikasi.

IV. METODE PEMBELAJARAN

 Curah pendapat
 Ceramah tanya jawab
 Diskusi kelompok

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

 Bahan Tayang
 Modul Pelatihan
 Komputer/ Laptop
 LCD
 ATK
 Pointers
 Flipchart
 Spidol

219 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3JPL @45 menit. Untuk
memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah pembelajaran
sebagai berikut.

Langkah Uraian Langkah-langkah Pembelajaran Waktu


Kegiatan (menit)
1 Pengkondisian 1. Pelatih menyapa peserta dengan ramah 10'
dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah
dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, materi yang
akan disampaikan.
2. Pelatih menyampaikan tujuan
pembelajaran materi ini dan pokok
bahasan yang akan disampaikan,
sebaiknya dengan menggunakan bahan
tayang.

2 Pembahasan 1. Pelatih menyampaikan materi 70'


Materi Pokok pembelajaran sesuai pokok bahasan
Bahasan 1 s.d. 6 dan sub pokok bahasan dengan
menggunakan bahan tayang
2. Pelatih memberikan kesempatan
kepada peserta latih untuk bertanya
atau mengajukan pendapat di dalam
proses pembahasan materi
3. Pelatih tetap perlu mengklarifikasi
pendapat/ pertanyaan peserta latih
dengan kesesuaian topik materi yang
dibahas
3 Diskusi 1. Pelatih menjelaskan mekanisme 45'
Kelompok diskusi kelompok
2. Pelatih membagi peserta menjadi 4
kelompok dan memberikan topik
diskusi
3. Pelatih memberikan kesempatan
kepada kelompok untuk berdiskusi
4. Pelatih meminta wakil dari setiap
kelompok untuk menyampaikan hasil
diskusi kelompoknya

220 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Langkah Uraian Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
Kegiatan (menit)
5. Pelatih meminta masukan pendapat
dari kelompok yang lain
6. Pelatih memberikan umpan balik
terhadap hasil diskusi

4 Rangkuman dan 1. Pelatih melakukan evaluasi untuk 10'


Kesimpulan mengetahui penyerapan peserta
terhadap materi yang disampaikan dan
pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Pelatih merangkum poin-poin penting
dari materi yang disampaikan.
3. Pelatih membuat kesimpulan.

VII. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
KONSEP KORUPSI

Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama kali
mengenal tata kelola administrasi.Pada kebanyakan kasus korupsi yang
dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari kekuasaan,
birokrasi, ataupun pemerintahan.Korupsi juga sering dikaitkan pemaknaannya
dengan politik.Dasar atau landasan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi
adalah memahami pengertian korupsi itu sendiri.Pada bagian ini dibahas mengenai
pengertian korupsi berdasarkan definisi umum dan pendapat para pakar.

a. Definisi Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio”(Fockema Andrea:
1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960).Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa
Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah
“corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan
“corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian.Ada banyak pengertian tentang
korupsi, di antaranya adalah berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau penggelapan uang negara atau
perusahaan, dan sebagainya untuk keperluan pribadi”.

221 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa (Muhammad
Ali: 1998):
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/ sogok, memakai
kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan
uang sogok, dan sebagainya; dan
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.

Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut:
sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut
jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan
dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik
dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah
kekuasaan jabatan.

b. Ciri-Ciri Korupsi
Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut:
a. dilakukan oleh lebih dari satu orang;
b. merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
c. berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu;
d. berlindung di balik pembenaran hukum;
e. melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
f. mengkhianati kepercayaan

c. Bentuk/ Jenis Korupsi


Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku
yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK: 2006).

No. Bentuk Korupsi Perbuatan Korupsi

1. Kerugian Keuangan Negara


 Secara melawan hukum melakukan perbuatan mem-perkaya diri
sendiri atau orang lain atau korporasi;
 Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada;
2. Suap Menyuap
 Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau
penyelenggara negara .... dengan maksud supaya berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya;
 Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara

222 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


.... karena atau berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya;
 Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang mele-kat pada jabatan atau
kedudukannya atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada
jabatan atau kedu-dukan tersebut;
3. Penggelapan Dalam Jabatan
 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan disimpan karena jabatannya, atau uang/
surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau
membantu dalam melakukan perbuatan tersebut;
 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang di-tugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-
daftar yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi;
 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang di-tugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, merusakkan atau
membuat tidak da-pat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang
digu-nakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat
yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya;
4. Pemerasan
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada wak-tu

menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau


penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bu-kan merupakan utang;
5. Perbuatan Curang
 Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat ban-gunan,

atau penjual bahan bangunan yang pada waktu me-nyerahkan bahan


bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam
keadaan perang;
 Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau
menyerahkan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan
curang;
6. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik lang-sung maupun tidak

223 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan
atau perse-waan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh
atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
7. Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau peny-elenggara dianggap
pemberian suap, apabila ber-hubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban tugasnya.

d. Tingkatan Korupsi
Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini
1) Materi Benefit
Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik
bagi dirinya sendiri maupun orang kain. Korupsi pada level ini merupakan
tingkat paling membahayakan karena melibatkan kekuasaan dan
keuntungan material. Ini merupakan bentuk korupsi yang paling banyak
terjadi di Indonesia
2) Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)
Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah dan merupakan
segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui struktur kekuasaan,
baik pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya
termasuk lembaga pendidikan tanpa mendapatkan keuntungan materi.
3) Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust)
a) Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana
b) Orang yang berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau amanat
yang diterimanya adalah koruptor.
c) Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non materi
d) Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau
memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi merupakan bentuk
korupsi.

e. Faktor Penyebab Korupsi


Agar dapat dilakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi maka perlu
diketahui faktor penyebab korupsi.Secara umum ada dua penyebab korupsi
yaitu faktor internal dan faktor eksternal.Berikut adalah faktor-faktor
penyebab korupsi:
1) Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya sebagai
make-up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti
pemerintahan.
2) Penyalahgunaan kekuasaan/ wewenang, takut dianggap bodoh kalau
tidak menggunakan kesempatan.

224 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


3) Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman antikorupsi
hanya dilakukan sebatas formalitas.
4) Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang
diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara,
mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan
memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5) Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu melakukan korupsi
karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan
melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan
segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
6) Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah.
7) Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi:
saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau
setidaknya diringankan hukumannya.
8) Budaya permisif/ serba membolehkan; tidak mau tahu: menganggap
biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain,
asal kepentingannya sendiri terlindungi

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia


mengidentifikasi beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu: aspek individu
pelaku korupsi, aspek organisasi, aspek masyarakat tempat individu, dan
korupsi yang disebabkan oleh sistem yang buruk.

1) Aspek Individu Pelaku Korupsi


Korupsi yang disebabkan oleh individu, yaitu sifat tamak, moral kurang
kuat menghadapi godaan, penghasilan kurang mencukupi untuk
kebutuhan yang wajar, kebutuhan yang mendesak, gaya hidup
konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta ajaran-ajaran
agama kurang diterapkan secara benar.

Aspek-aspek individu tersebut perlu mendapatkan perhatian


bersama.Sangatlah ironis, bangsa kita yang mengakui dan memberikan
ruang yang leluasa untuk menjalankan ibadat menurut agamanya
masing-masing, ternyata tidak banyak membawa implikasi positif
terhadap upaya pemberantasan korupsi. Demikian pula dengan hidup
konsumtif dan sikap malas. Perilaku konsumtif tidak saja mendorong
untuk melakukan tindakan kurupsi, tetapi menggambarkan rendahnya
sikap solidaritas sosial, karena terdapat pemandangan yang kontradiktif
antara gaya hidup mewah di satu sisi dan kondisi kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan pokok bagi masyarakat miskin pada sisi lainnya.

225 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


2) Aspek Organisasi
Pada aspek organisasi, korupsi terjadi karena kurang adanya
keteladanan dari pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar,
sistem akuntabilitas di pemerintah kurang memadai, kelemahan sistem
pengendalian manajemen, serta manajemen yang lebih mengutamakan
hirarki kekuasaan dan jabatan cenderung akan menutupi korupsi yang
terjadi di dalam organisasi.

Hal tersebut ditandai dengan adanya resistensi atau penolakan secara


kelembagaan terhadap setiap upaya pemberantasan korupsi.Manajemen
yang demikian, menutup rapat bagi siapa pun untuk membuka praktik
korkupsi kepada publik.

3) Aspek Masyarakat Tempat Individu dan Organisasi Berada


Aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada juga turut
menentukan, yaitu nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat yang
kondusif untuk melakukan korupsi.Masyarakat seringkali tidak
menyadari bahwa akibat tindakannya atau kebiasaan dalam
organisasinya secara langsung maupun tidak langsung telah
menanamkan dan menumbuhkan perilaku koruptif pada dirinya,
organisasi bahkan orang lain.Secara sistematis lambat laun perilaku
sosial yang koruptif akan berkembang menjadi budaya korupsi sehingga
masyarakat terbiasa hidup dalam kondisi ketidaknyamanan dan kurang
berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi.

4) Korupsi yang Disebabkan oleh Sistem yang Buruk


Sebab-sebab terjadinya korupsi menggambarkan bahwa perbuatan
korupsi tidak saja ditentukan oleh perilaku dan sebab-sebab yang
sifatnya individu atau perilaku pribadi yang koruptif, tetapi disebabkan
pula oleh sistem yang koruptif, yang kondusif bagi setiap individu untuk
melakukan tindakan korupsi.Sedangkan perilaku korupsi, sebagaimana
yang umum telah diketahui adalah korupsi banyak dilakukan oleh
pegawai negeri dalam bentuk penyalahgunaan kewenangan,
kesempatan, sarana jabatan, atau kedudukan.Tetapi korupsi dalam
artian memberi suap, juga banyak dilakukan oleh pengusaha dan kaum
profesional bahkan termasuk Advokat.

Lemahnya tata-kelola birokrasi di Indonesia dan maraknya tindak korupsi


baik ilegal maupun yang ”dilegalkan” dengan aturan-aturan yang dibuat
oleh penyelenggara negara, merupakan tantangan besar yang masih
harus dihadapi negara ini. Kualitas tata kelola yang buruk ini tidak saja
telah menurunkan kualitas kehidkupan bangsa dan bernegara, tetapi

226 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


juga telah banyak memakan korban jiwa dan bahkan ancaman akan
terjadinya lost generation bagi Indonesia.

Dalam kaitannya dengan korupsi oleh lembaga birokrasi pemerintah,


beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian adalah menyangkut
manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dan penggajian pegawai yang
ditandai dengan kurangnya penghasilan, sistem penilaian prestasi kerja
yang tidak dievaluasi, serta tidak terkaitnya antara prestasi kerja
dengan penghasilan.Korupsi yang disebabkan oleh sistem yang koruptif
inilah yang pada akhirnya akan menghambat tercapainya clean and good
governance. Jika kita ingin mencapai pada tujuan clean and good
governance, maka perlu dilakukan reformasi birokrasi yang terkait
dengan pembenahan sistem birokrasi tersebut.

Jika awalnya kepentingan bertahan hidup menjadi motif seseorang atau


sejumlah orang melakukan tindak pidana korupsi, pada tahap
berikutnya korupsi dimotivasi oleh bangunan sistem, yang hanya bisa
terjadi karena dukungan kerjasama antar sejumlah pelaku korkupsi,
pada berbagai birokrasi sebagai bentuk korupsi berjamaah.

f. Dasar Hukum
Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi adalah
sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1);
2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
3) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
4) UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
5) UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3874); sebagaimana telah diubah dengan UU
no. 20 Th. 2001.

227 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Pokok Bahasan 2.
ANTI KORUPSI

a. Definisi Anti korupsi


Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan
peluang bagi berkembangnya korupsi.Anti korupsi adalah
pencegahan.Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana meningkatkan
kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan bagaimana
menyelamatkan uang dan aset negara.Peluang bagi berkembangnya korupsi
dapat dihilangkan dengan melakukan perbaikan sistem (sistem hukum,
sistem kelembagaan) dan perbaikan manusianya (moral dan kesejahteraan).

b. Nilai- nilai Anti Korupsi


Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian,
kemandirian, kedisiplinan, pertanggung-jawaban, kerja keras,
kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan
mendukung prinsip-prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik.
Berikut ini adalah uraian secara rinci untuk tiap nilai anti korupsi

1) Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak
berbohong, dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat
penting bagi kehidupan pegawai, tanpa sifat jujur pegawai tidak akan
dipercaya dalam kehidupan sosialnya (Sugono: 2008). Nilai kejujuran
dalam kehidupan dunia kerja yang diwarnai dengan budaya kerja sangat-
lah diperlukan.Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang yang berlaku
dimana-mana termasuk dalam kehidupan di dunia kerja. Jika pegawai
terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup kerja
maupun sosial, maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu untuk
mempercayai pegawai tersebut.

Sebagai akibatnya pegawai akan selalu mengalami kesulitan dalam


menjalin hubungan dengan orang lain. Hal ini juga akan menyebabkan
ketidaknyamanan bagi orang lain karena selalu merasa curiga terhadap
pegawai tersebut yang terlihat selalu berbuat curang atau tidak jujur.
Selain itu jika seorang pegawai pernah melakukan kecurangan ataupun
kebohongan, akan sulit untuk dapat memperoleh kembali kepercayaan
dari pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai tersebut
tidak pernah melakukan tindakan kecurangan maupun kebohongan maka
pegawai ter-sebut tidak akan mengalami kesulitan yang disebabkan
tindakan tercela tersebut. Prinsip kejujuran harus dapat dipegang teguh
oleh setiap pegawai sejak masa-masa ini untuk memupuk dan
membentuk karakter mulia di dalam setiap pribadi pegawai.

228 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


2) Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan,
memperhatikan dan menghiraukan (Sugono: 2008).Nilai kepedulian
sangat penting bagi seorang pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan
di masyarakat. Sebagai calon pemimpin masa depan, seorang pegawai
perlu memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungannya, baik lingkungan
di dalam dunia kerja maupun lingkungan di luar dunia kerja.

Rasa kepedulian seorang pegawai harus mulai ditumbuhkan sejak berada


di dunia kerja.Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan sikap peduli
di kalangan pegawai sebagai subjek kerja sangat penting. Seorang
pegawai dituntut untuk peduli terhadap proses belajar mengajar di dunia
kerja, terhadap pengelolalaan sumber daya di dunia kerja secara efektif
dan efisien, serta terhadap berbagai hal yang berkembang di dalam
dunia kerja. pegawai juga dituntut untuk peduli terhadap lingkungan di
luar dunia kerja.

Beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai wujud kepedulian di


antaranya adalah dengan menciptakan sikap tidak berbuat curang atau
tidak jujur. Selain itu jika seorang pegawai pernah melakukan
kecurangan ataupun kebohongan, akan sulit untuk dapat memperoleh
kembali kepercayaan dari pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti
bahwa pegawai tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan
maupun kebohongan maka pegawai tersebut tidak akan mengalami
kesulitan yang disebabkan tindakan tercela tersebut.

3) Kemandirian
Kondisi mandiri bagi pegawai dapat diartikan sebagai proses
mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk
mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk masa
depannya dimana pegawai tersebut harus mengatur kehidupannya dan
orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya sebab tidak
mungkin orang yang tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan
mampu mengatur hidup orang lain. Dengan karakter kemandirian
tersebut pegawai dituntut untuk mengerjakan semua tanggung jawab
dengan usahanya sendiri dan bukan orang lain (Supardi: 2004).

4) Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan)
kepada peraturan (Sugono:2008). Dalam mengatur kehidupan dunia kerja
baik kerja maupun sosial pegawai perlu hidup disiplin.Hidup disiplin tidak
berarti harus hidup seperti pola militer di barak militier namun hidup

229 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


disiplin bagi pegawai adalah dapat mengatur dan mengelola waktu yang
ada untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan
tugas baik dalam lingkup kerja maupun sosial dunia kerja.

Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pegawai dapat mencapai tujuan
hidupnya dengan waktu yang lebih efisien. Disiplin juga membuat orang
lain percaya dalam mengelola suatu kepercayaan. Nilai kedisiplinan
dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu
dengan baik, kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang
berlaku di dunia kerja, mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan
fokus pada pekerjaan.

5) Tanggung Jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono: 2008). Pegawai adalah sebuah
status yang ada pada diri seseorang yang telah lulus dari penkerjaan
terakhirnya yang melanjutkan pekerjaan dalam sebuah lembaga yang
bernama organisasi. Pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab akan
memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas lebih baik dibanding
pegawai yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. pegawai yang
memiliki rasa tanggung jawab akan mengerjakan tugas dengan sepenuh
hati karena berpikir bahwa jika suatu tugas tidak dapat diselesaikan
dengan baik dapat merusak citra namanya di depan orang lain. pegawai
yang dapat diberikan tanggung jawab yang kecil dan berhasil
melaksanakannya dengan baik berhak untuk mendapatkan tanggung
jawab yang lebih besar lagi sebagai hasil dari kepercayaan orang lain
terhadap pegawai tersebut. pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi mudah untuk dipercaya orang lain dalam masyarakat
misalkan dalam memimpin suatu kepanitiaan yang diadakan di dunia
kerja.

Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan


yang salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab
tersebut berupa perwujudan kesadaran akan kewajiban menerina dan
menyelesaikan semua masalah yang telah di lakukan. Tanggung jawab
juga merupakan suatu pengabdian dan pengorbanan.

6) Kerja Keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan.Kata ”kemauan”
menimbulkan asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan
jelas, daya kerja, pendirian, pengendalian diri, keberanian, ketabahan,
keteguhan, tenaga, kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur. Adalah

230 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


penting sekali bahwa kemauan pegawai harus berkembang ke taraf yang
lebih tinggi karena harus menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk
bisa menguasai orang lain. Setiap kali seseorang penuh dengan harapan
dan percaya, maka akan menjadi lebih kuat dalam melaksanakan
pekerjaannya. Jika interaksi antara individu pegawai dapat dicapai
bersama dengan usaha kerja keras maka hasil yang akan dicapai akan
semakin optimum.

Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang
sesuai dengan target. Akan tetapi bekerja keras akan menjadi tidak
berguna jika tanpa adanya pengetahuan. Di dalam dunia kerja, para
pegawai diperlengkapi dengan berbagai ilmu pengetahuan.

7) Sederhana
Gaya hidup pegawai merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan
masyarakat di sekitarnya.Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu
dikembangkan sejak pegawai me-ngenyam masa penkerjaannya. Dengan
gaya hidup sederhana, setiap pegawai dibiasakan untuk tidak hidup
boros, hidup sesuai dengan kemampuannya dan dapat memenuhi semua
kebutuhannya. Kerap kali kebutuhan diidentikkan dengan keinginan
semata, padahal tidak selalu kebutuhan sesuai dengan keinginan dan
sebaliknya.

Dengan menerapkan prinsip hidup sederhana, pegawai dibina untuk


memprioritaskan kebutuhan di atas keinginannya. Prinsip hidup
sederhana ini merupakan parameter penting dalam menjalin hubungan
antara sesama pegawai karena prinsip ini akan mengatasi permasalahan
kesenjangan sosial, iri, dengki, tamak, egois, dan yang sikap-sikap
negatif lainnya lainnya. Prinsip hidup sederhana juga menghindari
seseorang dari keinginan yang berlebihan.

8) Keberanian
Jika kita temui di dalam dunia kerja, ada banyak pegawai yang sedang
mengalami kesulitan dan kekecewaan.Meskipun demikian, untuk
menumbuhkan sikap keberanian demi mempertahankan pendirian dan
keyakinan pegawai, terutama sekali pegawai harus mempertimbangkan
berbagai masalah dengan sebaik-baiknya.Nilai keberanian dapat
dikembangkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di luar
dunia kerja. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani
mengatakan dan membela kebenaran, berani mengakui kesalahan,
berani bertanggung jawab, dan lain sebagainya Prinsip akuntabilitas
dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan sehari-hari
sebagai pegawai Misalnya program-program kegiatan arus dibuat dengan

231 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


mengindahkan aturan yang berlaku di dunia kerja dan dijalankan sesuai
dengan aturan.

9) Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah,
tidak memihak. Bagi pegawai karakter adil ini perlu sekali dibina agar
pegawai dapat belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan
secara adil dan benar.

c. Prinsip-prinsip Anti Korupsi


Setelah memahami nilai-nilai anti korupsi yang penting untuk mencegah
faktor internal terjadinya korupsi, berikut akan dibahas prinsip-prinsip Anti-
korupsi yang meliputi akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan,
dan kontrol kebijakan, untuk mencegah faktor eksternal penyebab korupsi.
Ada 5 (lima) prinsip anti korupsi:

1) Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja.
Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan
main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de
jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada
level lembaga (Bappenas: 2002). Lembaga-lembaga tersebut berperan
dalam sektor bisnis, masyarakat, publik, maupun interaksi antara ketiga
sektor.

Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang


digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi
dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan jawaban
(answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal (Dubnik: 2005).
Selain itu akuntabilitas publik dalam arti yang paling fundamental
merujuk kepada kemampuan menjawab kepada seseorang terkait
dengan kinerja yang diharapkan (Pierre: 2007). Seseorang yang
diberikan jawaban ini haruslah seseorang yang memiliki legitimasi untuk
melakukan pengawasan dan mengharapkan kinerja (Prasojo: 2005).

Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya,


antara lain adalah akuntabilitas program, akuntabilitas proses,
akuntabilitas keuangan, akuntabilitas outcome, akuntabilitas hukum,
dan akuntabilitas politik (Puslitbang, 2001). Dalam pelaksanaannya,
akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui
mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan
yang dilakukan.Evaluasi atas kinerja administrasi, proses pelaksanaan,

232 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik secara langsung
maupun manfaat jangka panjang dari sebuah kegiatan.

2) Transparansi
Transparansi adalah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah
transparansi. Prinsip transparansi ini penting karena pemberantasan
korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses
kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk
penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo: 2007). Selain itu
transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses
dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling sederhana,
transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling
menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan,
keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat
berharga bagi para pegawai untuk dapat melanjutkan tugas dan
tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang (Kurniawan:
2010).

Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu :


a) Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan,
implementasi, laporan pertanggung-jawaban dan penilaian (evaluasi)
terhadap kinerja anggaran.
b) Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait
dengan proses pembahasan tentang sumber-sumber pendanaan
(anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran belanja).
c) Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan
peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan
(pemungutan) dana, mekanisme pengelolaan proyek mulai dari
pelaksanaan tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan
pertanggungjawaban secara teknis.
d) Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek
pembangunan berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih
khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat
sendiri. Proses lainnya yang penting adalah proses evaluasi.
e) Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek
dijalankan secara terbuka dan bukan hanya pertanggungjawaban
secara administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap out
put kerja-kerja pembangunan.

Hal-hal tersebut merupakan panduan bagi pegawai untuk dapat


melaksanakan kegiatannya agar lebih baik.Setelah pembahasan prinsip
ini, pegawai sebagai individu dan juga bagian dari masyarakat/

233 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


organisasi/institusi diharapkan dapat mengimplementasikan prinsip
transparansi di dalam kehidupan keseharian pegawai.

3) Kewajaran
Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran.Prinsip fairness
atau kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi
(ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up
maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri
dari lima hal penting yaitu komprehensif dan disiplin, fleksibilitas,
terprediksi, kejujuran, dan informatif.

Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan


aspek, berkesinam-bungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran
dan tidak melampaui batas (off budget), sedangkan fleksibilitas artinya
adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan
efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dalam perencanaan
atas dasar asas value for money untuk menghindari defisit dalam tahun
anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari
adanya prinsip fairness.

Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam


kehidupan di dunia kerja.Misalnya, dalam penyusunan anggaran program
kegiatan kepegawaian harus dilakukan secara wajar.Demikian pula
dalam menyusun Laporan pertanggung-jawaban, harus disusun dengan
penuh tanggung-jawab.

4) Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan.Pembahasan
mengenai prinsip ini ditujukan agar pegawai dapat mengetahui dan
memahami kebijakan anti korupsi.Kebijakan ini berperan untuk
mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat
merugikan negara dan masyarakat.Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu
identik dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa undang-
undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi,
undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan
masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan
penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.

Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan,


pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan
efektif apabila di dalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan
persoalan korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung pada
kualitas dan integritas pembuatnya.

234 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh
aktor-aktor penegak kebijakan yaitu keKemenkesan, kejaksaan,
pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan. Eksistensi sebuah
kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap,
persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-
undang anti korupsi. Lebih jauh lagi, kultur kebijakan ini akan
menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan
korupsi.

5) Kontrol Kebijakan
Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan.Kontrol kebijakan
merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan
mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini, akan dibahas
mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia, self-evaluating
organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia, problematika
pengawasan di Indonesia. Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi,
evolusi dan reformasi.Kontrol kebijakan berupa partisipasi yaitu
melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam
penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol kebijakan berupa oposisi.

Pokok Bahasan 3.
UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI

Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis.Praktiknya bisa berlangsung


dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-
hari.Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan
sebagai strategi perdananya. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan pengertian
korupsi, faktor-faktor penyebab korupsi, nilai-nilai yang perlu dikembangkan
untuk mencegah seseorang melakukan korupsi atau perbuatan-perbuatan
koruptif. dan prinsip-prinsip upaya pemberantasan korupsi. Ada yang
mengatakan bahwa upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah
menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian, bidang hukum
khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat
untuk memberantas korupsi.

Merupakan sebuah realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat


hukum untuk memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-undangan.Kita
memiliki lembaga serta aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan
peraturan tersebut baik keKemenkesan, kejaksaan, dan pengadilan.Kita
bahkan memiliki sebuah lembaga independen yang bernama Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kesemuanya dibentuk salah satunya untuk

235 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


memberantas korupsi.Namun korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang
dengan pesat.Sedihnya lagi, dalam realita ternyata lembaga dan aparat yang
telah ditunjuk tersebut dalam beberapa kasus justru ikut menumbuh suburkan
korupsi yang terjadi di Indonesia.Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa
bekal penkerjaan (termasuk Pekerjaan Agama) memegang peranan yang sangat
penting untuk mencegah korupsi.Yang cukup mengejutkan, negara-negara yang
tingkat korupsinya cenderung tinggi, justru adalah negara-negara yang
masyarakatnya dapat dikatakan cukup taat beragama.

Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga
pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus direformasi. Reformasi ini
meliputi reformasi terhadap:
 sistem
 kelembagaan maupun pejabat publiknya
 ruang untuk korupi harus diperkecil
 transparansi dan akuntabilitas serta
 akses untuk mempertanyakan apa yang dilakukan pejabat publik harus
ditingkatkan

Pada bagian atau bab ini, akan dipaparkan berbagai upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi yang dapat dan telah dipraktikkan di berbagai negara.
Ada beberapa bahan menarik yang dapat didiskusikan dan digali bersama untuk
melihat upaya yang dapat kita lakukan untuk memberantas korupsi.

a. Upaya Pencegahan Korupsi


Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk
memberantas korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang
dinamakan the Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk
United Nations Anti-Corruption Toolkit (UNODC : 2004).

1) Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi


Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk
lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai
contoh di beberapa negara didirikan lembaga yang dinamakan
Ombudsman.Peran lembaga ombudsman yang kemudian berkembang
pula di negara lain antara lain menyediakan sarana bagi masyarakat
yang hendak mengkomplain apa yang dilaku-kan oleh Lembaga
Pemerintah dan pegawainya. Selain itu lembaga ini juga mem-berikan
edukasi pada pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar
perilaku serta code of conduct bagi lembaga pemerintah maupun
lembaga hukum yang membutuhkan. Salah satu peran dari ombudsman
adalah mengembangkan kepedulian serta pengetahuan masyarakat
mengenai hak mereka untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur dan

236 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


efisien dari pegawai pemerintah (UNODC: 2004).

Indonesia sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk


memberantas korupsi.Lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).Apa saja yang sudah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) untuk mencegah dan memberantas korupsi? Adakah yang
masih harus diperbaiki dari kinerja KPK yang merupakan lembaga
independen anti-korupsi yang ada di Indonesia?Ada beberapa negara
yang tidak memiliki lembaga khusus yang memiliki kewenangan seperti
KPK Namun tingkat korupsi di negara-negara tersebut sangat
rendah.Mengapa?Salah satu jawabannya adalah lembaga peradilannya
telah berfungsi dengan baik dan aparat penegak hukumnya bekerja
dengan penuh integritas.

Pengadilan adalah jantungnya penegakan hukum yang harus bersikap


imparsial (tidak memihak), jujur dan adil.Banyak kasus korupsi yang
tidak terjerat oleh hukum karena kinerja lembaga peradilan yang sangat
buruk.Bila kinerjanya buruk karena tidak mampu (unable), mungkin
masih dapat dimaklumi.Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan
aparat penegak hukum harus ditingkatkan.Yang menjadi masalah adalah
bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang
kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi, atau justru
terlibat dalam berbagai perkara korupsi.Di tingkat departemen, kinerja
lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat Jenderal harus ditingkatkan.
Selama ini ada kesan bahwa lembaga ini sama sekali ‘tidak punya gigi’
ketika berhadapan dengan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi.

Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu


cara untuk mencegah korupsi. Semakin banyak meja yang harus dilewati
untuk mengurus suatu hal, semakin banyak pula kemungkinan untuk
terjadinya korupsi. Salah satu cara untuk menghindari praktik suap
menyuap dalam rangka pelayanan publik adalah dengan mengumumkan
secara resmi biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk
mengurus suatu hal seperti mengurus paspor, mengurus SIM, mengurus
ijin usaha atau Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dsb. Salah satu hal yang
juga cukup krusial untuk mengurangi risiko korupsi adalah dengan
memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Daerah.Sebelum
Otonomi Daerah diberlakukan, umumnya semua kebijakan diambil oleh
Pemerintah Pusat.Dengan demikian korupsi besar-besaran umumnya
terjadi di Ibukota negara atau di Jakarta.Dengan otonomi yang diberikan
kepada Pemerintah Daerah, kantong korupsi tidak terpusat hanya di
ibukota negara saja tetapi berkembang di berbagai daerah. Untuk itu
kinerja dari aparat pemerintahan di daerah juga perlu diperbaiki dan

237 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


dipantau atau diawasi terbukti melakukan korupsi

Selain sistem perekruitan, sistem penilaian kinerja pegawai negeri yang


menitikberatkan pada pada proses (proccess oriented) dan hasil kerja
akhir (result oriented) perlu dikembangkan. Untuk meningkatkan
budaya kerja dan motivasi kerja pegawai negeri, bagi pegawai negeri
yang berprestasi perlu diberi insentif yang sifatnya positif.Pujian dari
atasan, penghargaan, bonus atau jenis insentif lainnya dapat memacu
kinerja pegawai negeri.

2) Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat


Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah memberi hak pada
masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access to
information).Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada masyarakat
(termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi yang
berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat hidup
orang banyak.Hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk
membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan. Pemerintah
memiliki kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai
kebijakan yang dibuat dan akan dijalankan. Isu mengenai public
awareness atau kesadaran serta kepedulian publik terhadap bahaya
korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagian.

3) Pencegahan Korupsi di Sektor Publik


Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan
pejabat publik untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan
yang dimiliki baik sebelum maupun sesudah menjabat. Dengan demikian
masyarakat dapat memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah
kekayaan yang dimiliki khususnya apabila ada peningkatan jumlah
kekayaan setelah selesai menjabat.

Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di pemerintahan


pusat, daerah maupun militer, salah satu cara untuk memperkecil
potensi korupsi adalah dengan melakukan lelang atau penawaran secara
terbuka. Masyarakat harus diberi otoritas atau akses untuk dapat
memantau dan memonitor hasil dari pelelangan atau penawaran
tersebut.Untuk itu harus dikembangkan sistem yang dapat memberi
kemudahan bagi masyarakat untuk ikut memantau ataupun memonitor
hal ini yang sangat penting dari upaya memberantas korupsi.

Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan


melakukan kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi serta
diseminasi di ruang publik mengenai apa itu korupsi, dampak korupsi

238 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


dan bagaimana memerangi korupsi harus diintensifkan. Kampanye
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan media massa (baik cetak
maupun tertulis), melakukan seminar dan diskusi

Spanduk dan poster yang berisi ajakan untuk menolak segala bentuk
korupsi ‘harus’ dipasang di kantor-kantor pemerintahan sebagai media
kampanye tentang bahaya korupsi bahkan memasukkan materi budaya
anti korupsi menajdi bagian dari pembelajaran pada pelatihan bagi
aparatur sipil negara. Salah satu cara untuk ikut memberdayakan
masyarakat dalam mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan
menyediakan sarana bagi masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi.

Sebuah mekanisme harus dikembangkan di mana masyarakat dapat


dengan mudah dan bertanggung-jawab melaporkan kasus korupsi yang
diketahuinya. Mekanisme tersebut harus dipermudah atau
disederhanakan misalnya via telepon, surat atau telex. Di beberapa
Negara, pasal mengenai ‘fitnah’ dan “pencemaran nama baik” tidak
dapat diberlakukan untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi dengan
pemikiran bahwa bahaya korupsi dianggap lebih besar dari pada
kepentingan individu. Pers yang bebas adalah salah satu pilar dari
demokrasi. Semakin banyak informasi yang diterima oleh masyarakat,
semakin paham mereka akan bahaya korupsi. Media memiliki fungsi yang
efektif untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal atau
internasional juga memiliki peranan penting untuk mencegah dan
memberantas korupsi.Mereka adalah bagian dari masyarakat sipil (civil
society) yang keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja.Sejak
era reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti-Korupsi banyak
bermunculan.Sama seperti pers yang bebas, LSM memiliki fungsi untuk
melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik.

Mengacu pada berbagai aspek yang dapat menjadi penyebab terjadinya


korupsi sebagaimana telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, dapat
dikatakan bahwa penyebab korupsi terdiri atas faktor internal dan faktor
eksternal.

Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datangnya dari diri


pribadi atau individu, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan
atau sistem.Upaya pencegahan korupsi pada dasarnya dapat dilakukan
dengan menghilangkan, atau setidaknya mengurangi, kedua faktor
penyebab korupsi tersebut.Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat
tidaknya nilai-nilai anti korupsi tertanam dalam diri setiap

239 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


individu.Nilai-nilai anti korupsi tersebut antara lain meliputi kejujuran,
kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana,
keberanian, dan keadilan.

Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk
dapat mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi.Untuk
mencegah terjadinya faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti
korupsi, setiap individu perlu memahami dengan mendalam prinsip-
prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran,
kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam suatu organisasi/ institusi/
masyarakat.Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip dan nilai-
nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

b. Upaya Pemberantasan Korupsi

Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa
korupsi timbul dan berkembang demikian masif di suatu negara.Ada yang
menyatakan bahwa korupsi ibarat penyakit ‘kanker ganas’ yang sifatnya
tidak hanya kronis tapi juga akut.Ia menggerogoti perekonomian sebuah
negara secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini menempel pada semua
aspek bidang kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas.
Perlu dipahami bahwa dimanapun dan sampai pada tingkatan tertentu,
korupsi memang akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat.

Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan strategi


atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari
berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan di mana mereka bekerja atau
beroperasi.Tidak ada jawaban, konsep atau program tunggal untuk setiap
negara atau organisasi.

Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan


memberikan pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi.
Dengan demikian bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap
sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi. Untuk
memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan hukum (pidana) saja
dalam memberantas korupsi.

Padahal beberapa kalangan mengatakan bahwa cara untuk memberantas


korupsi yang paling ampuh adalah dengan memberikan hukuman yang
seberat-beratnya kepada pelaku korupsi. Kepada pelaku yang terbukti telah
melakukan korupsi memang tetap harus dihukum (diberi pidana), namun
berbagai upaya lain harus tetap terus dikembangkan baik untuk mencegah

240 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


korupsi maupun untuk menghukum pelakunya

Adakah gunanya berbagai macam peraturan perundang-undangan, lembaga


serta sistem yang dibangun untuk menghukum pelaku korupsi bila hasilnya
tidak ada? Jawabannya adalah: jangan hanya mengandalkan satu cara, satu
sarana atau satu strategi saja yakni dengan menggunakan sarana penal,
karena ia tidak akan mempan dan tidak dapat bekerja secara efektif. Belum
lagi kalau kita lihat bahwa ternyata lembaga serta aparat yang seharusnya
memberantas korupsi justru ikut bermain dan menjadi aktor yang ikut
menumbuhsuburkan praktik korupsi.

c. Strategi Komunikasi Anti Korupsi


1) Adanya Regulasi
KEPMENKES No: 232 Menkes/Sk/Vi/2013, Tentang Strategi Komunikasi
Pemberantasan Budaya Anti Korupsi Kementerian Kesehatan Tahun 2013
a) Penyusunan dan sosialisasai Buku panduan Penggunaan fasilitas kantor
b) Penyusunan dan sosialisasi Buku Panduan Memahami Gratifikasi
c) Workshop/ pertemuan peningkatan pemahaman tentang antikorupsi
dengan topik tentang gaya hidup ASN, kesederhanaan, perencanaan
keuangan keluarga sesuai dengan kemampuan lokus
d) Penyebarluasan nilai-nilai anti korupsi (disiplin dan tanggung jawab)
berkaitan dengan kebutuhan pribadi dan persepsi gratifikasi
e) Penyebarluasan informasi tentang peran penting dann manfaat
whistle blower dan justice collaborator

2) Perbaikan Sistem
a) Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk
mengantisipasi perkembangan korupsi dan menutup celah hukum atau
pasal-pasal karet yang sering digunakan koruptor melepaskan diri dari
jerat hukum.
b) Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel dan
efisien. Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi. Reformasi
birokrasi.
c) Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan
pribadi, memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan fasilitas
negara untuk kepentingan umum dan penggunaannya untuk
kepentingan pribadi.
d) Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian
sanksi secara tegas.
e) Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
f) Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya
human error.

241 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


3) Perbaikan Manusianya (Sumber Daya Manusia/SDM)
KPK terus berusaha melakukan pencegahan korupsi sejak
dini.Berdasarkan studi yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada peran
penting keluarga dalam menanamkan nilai anti korupsi. Berdasarkan
kajian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting
keluarga dalam proses pencegahan korupsi. Keluarga batih menjadi pihak
pertama yang bisa menanamkan nilai anti korupsi saat anak dalam proses
pertumbuhan. "Keluarga batih itu adalah pihak pertama yang bisa
menanamkan nilai anti korupsi ke anak.Seiring anak tumbuh, nilai anti
korupsi itu semakin mantap.

KPK menekankan pencegahan korupsi sejak dini. Sebabnya, ketika


seseorang sudah beranjak dewasa dan memiliki pemahaman sendiri,
penanaman nilai anti korupsi akan susah ditanamkan. Ketika orang sudah
dewasa, apalagi dia adalah orang yang pandai dan cerdas, sangat susah
menanamkan nilai anti korupsi karena mereka sudah punya pemahaman
sendiri.
a) Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman. Mengoptimalkan
peran agama dalam memberantas korupsi. Artinya pemuka agama
berusaha mempererat ikatan emosional antara agama dengan umatnya
dan menyatakan dengan tegas bahwa korupsi adalah perbuatan
tercela, mengajak masyarakat untuk menjauhkan diri dari segala
bentuk korupsi, mendewasakan iman dan menumbuhkan keberanian
masyarakat untuk melawan korupsi.
b) Memperbaiki moral sebagai suatu bangsa. Pengalihan loyalitas
(kesetiaan) dari keluarga/ klan/ suku kepada bangsa. Menolak korupsi
karena secara moral salah (Klitgaard, 2001). Morele herbewapening,
yaitu mempersenjatai/ memberdayakan kembali moral bangsa (Frans
Seda, 2003).
c) Meningkatkan kesadaran hukum, dengan sosialisasi dan penkerjaan
anti korupsi.Mengentaskan kemiskinan. Meningkatkan kesejahteraan.
d) Memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi, pemimpin yang
memiliki kepedulian dan cepat tanggap, pemimpin yang bisa menjadi
teladan.

d. Cara Penanggulangan Korupsi


Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif.
Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan
dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan
yang jelas antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi,
mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-
kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan,

242 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif dalam
memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk
kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi sosial,dan pendidikan dapat
menjadi instrumen penting bila dilakukan dengan tepat bagi upaya
pencegahan tumbuh dan berkembangnya korupsi.

Sementara itu untuk tindakan represif penegakan hukum dan hukuman yang
berat perlu dilaksanakan dan apabila terkait dengan implementasinya maka
aspek individu penegak hukum menjadi dominan, dalam perspektif ini
pendidikan juga akan berperan penting di dalamnya.

Pokok Bahasan 4.
TATA CARA PELAPORAN DUGAAN PELANGGARAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Dalam menjalani aktivitas sehari-hari dilingkup perusahaan mungkin kita


melihat ada beberapa “oknum” pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi
namun kita binggung bagaimana cara melaporkan kasus tersebut..Pengertian
Laporan/Pengaduan dapat kita temukan didalam Pasal 1 angka 24 dan 25 UU
No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang
tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.(Pasal
1 angka 24 KUHAP). Sedangkan yang dimaksud dengan pengaduan adalah:
pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada
pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah
melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.(Pasal 1 angka 25 KUHAP)

a. Laporan
Dari pengertian di atas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan
kepada pejabat yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga
akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/ kejahatan. Artinya, peristiwa yang
dilaporkan belum tentu perbuatan pidana, sehingga dibutuhkan sebuah
tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk
menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan.Kita
sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan memiliki kewajiban untuk
melaporkan tindakan tersebut.

Jika Anda ingin melaporkan suatu tindak pidana korupsi yang terjadi di
lingkungan kementerian Kesehatan, saat ini kementerian Kesehatan melalui
Inspektorat jenderal sudah mempunyai mekanisme pengaduan tindak pidana
korupsi.Mekanisme Pelaporan :

243 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


a) Tim Dumasdu pada unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan laporan
penanganan pengaduan masyarakat dalam bentuk surat kepada
Sekretariat Tim Dumasdu. Laporan tersebut minimal memuat informasi
tentang nomor dan tanggal pengaduan, isi ringkas pengaduan, posisi
penanganan dan hasilnya penanganan.
b) Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan semesteran
untuk disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan pihak-pihak
terkait lainnya.

b. Penyelesaian Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat


Sekretariat Tim Dumasdu secara periodik melakukan monitoring dan
evaluasi (money) terhadap hasil ADTT/Investigasi, berkoordinasi dengan
Bagian Analisis Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
(APTLHP).Pelaksanaan money dan penyusunan laporan hasil money
dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku
pada Inspektorat Jenderal.Penyelesaian hasil penanganan dumas agar
ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, berupa:
1) Tindakan administratif;
2) Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi;
3) Tindakan perbuatan pidana;
4) Tindakan pidana;
5) Perbaikan manajemen.

c. Pengaduan
Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan berbagai jenis
pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem yang memungkinkan
adanya penanganan dan solusi terbaik dan dapat memuaskan keinginan
publik terhadap akuntabilitas pemerintahan.Ruang lingkup materi dalam
pengaduan adalah adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang
termasuk dalam delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang
mengadukan permasalahan pidana delik aduan harus segera ditindak lanjuti
dengan sebuah tindakan hukum berupa serangkaian tindakan penyidikan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Artinya dalam proses
penerimaan pengaduan dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang
dalam hal ini internal di Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat
Jenderal, harus bisa menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan
oleh seorang pengadu merupakan sebuah tindak pidana delik aduan ataukah
bukan.

244 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


d. Tata Cara Penyampaian Pengaduan
Prosedur Penerimaan Laporan kepada Kemenkes adalah Berdasarkan
Permenkes Nomor 49 tahun 2012 tentang Pengaduan kasus korupsi,
beberapa hal penting yang perlu diketahui antaranya.
Pengaduan masyarakat di Lingkungan Kementerian Kesehatan
dikelompokkan dalam:
1) Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan; dan
2) Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan.

Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan adalah: mengandung informasi


atau adanya indikasi terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan
wewenang yang dilakukan oleh aparatur Kementerian Kesehatan sehingga
mengakibatkan kerugian masyarakat atau negara. Pengaduan masyarakat
tidak berkadar pengawasan merupakan pengaduan masyarakat yang isinya
mengandung informasi berupa sumbang saran, kritik yang konstruktif, dan
lain sebagainya, sehingga bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

Masyarakat terdiri atas orang perorangan, organisasi masyarakat, partai


politik, institusi, kementerian/ lembaga pemerintah, dan pemerintah
daerah. Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan dapat
disampaikan secara langsung melalui tatap muka, atau secara tertulis/surat,
media elektronik, dan media cetak kepada pimpinan atau pejabat
Kementerian Kesehatan.

Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan dapat disampaikan secara


langsung oleh masyarakat kepada Sekretariat Inspektorat Jenderal
Kementerian Kesehatan.
Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan dapat disampaikan
secara langsung oleh masyarakat kepada sekretariat unit utama dilingkungan
Kementerian Kesehatan.
Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan harus
ditanggapi dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
pengaduan diterima.

e. Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan


Kemenkes
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/ Per/ VIII/
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan,
Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di
lingkungan Kementerian Kesehatan, sehingga dalam rangka melaksanakan
fungsi tersebut perlu suatu pedoman penanganan pengaduan masyarakat
yang juga merupakan bentuk pengawasan. Selain itu untuk penanganan

245 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


pengaduan masyarakat secara terkoordinasi di lingkungan Kementerian
Kesehatan telah dibentuk Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 134/
Menkes/ SK/ III/ 2012 tentang Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat
Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan (Tim Dumasdu) yang
anggotanya para Kepala bagian Hukormas yang ada pada masing-masing
Unit Eselon I di Kementerian Kesehatan.

Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan ditangani oleh


Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian
Kesehatan yang dibentuk oleh Menteri berdasarkan kewenangan masing-
masing.

Penanganan pengaduan masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian


Kesehatan harus dilakukan secara cepat, tepat, dan dapat
dipertanggungjawabkan Penanganan pengaduan masyarakat meliputi
pencatatan, penelaahan, penanganan lebih lanjut, pelaporan, dan
pengarsipan. Penanganan lebih lanjut berupa tanggapan secara langsung
melalui klarifikasi atau memberi jawaban, dan penyaluran/ penerusan
kepada unit terkait yang berwenang menangani.Ketentuan lebih lanjut
mengenai penanganan pengaduan masyarakat tercantum dalam Pedoman
Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian
Kesehatan.

f. Pencatatan Pengaduan
Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis.Walaupun peraturan
yang ada menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan secara lisan,
tetapi untuk lebih meningkatkan efektifitas tindak lanjut atas suatu
perkara, maka pengaduan yang diterima masyarakat hanya berupa
pengaduan tertulis.

Pencatatan pengaduan masyarakat oleh Tim Dumasdu dilakukan sebagai


berikut:
1) Pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh Tim Dumasdu pada
Unit Eselon I berasal dari organisasi masyarakat, partai politik,
perorangan atau penerusan pengaduan oleh Kementerian/ Lembaga/
Komisi Negara dalam bentuk surat, fax, atau email, dicatat dalam
agenda surat masuk secara manual atau menggunakan aplikasi sesuai
dengan prosedur pengadministrasian/ tata persuratan yang berlaku.
Pengaduan yang disampaikan secara lisan agar dituangkan ke dalam
formulir yang disediakan.
2) Pencatatan dumas tersebut sekurang-kurangnya memuat informasi
tentang nomor dan tanggal surat pengaduan, tanggal diterima, identitas
pengadu, identitas terlapor, dan inti pengaduan.

246 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


3) Pengaduan yang alamatnya jelas, segera dijawab secara tertulis dalam
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat pengaduan
diterima, dengan tembusan disampaikan kepada Sekretariat Tim
Dumasdu pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan.

Pokok Bahasan 5.
GRATIFIKASI

a. Pengertian Gratifikasi
Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan
kata Gratifikasi. Tapi Saya lebih senang menafsirkan kata tersebut dengan
kata yang mendefinisikan sesuatu yang berarti “gratis di kasih”. Gratifikasi
menurut kamus hukum berasal dari Bahasa Belanda, “Gratificatie”, atau
Bahasa Inggrisnya “Gratification“ yang diartikan hadiah uang. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998) Gratifikasi diartikan pemberian
hadiah uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan.

Menurut UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12 b ayat (1),
Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian
uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-
cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam
negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan
sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Ada beberapa contoh penerimaan gratifikasi, diantaranya yakni:


1) Seorang pejabat negara menerima “uang terima kasih” dari pemenang
lelang;
2) Suami/ Istri/ anak pejabat memperoleh voucher belanja dan tiket
tamasya ke luar negeri dari mitra bisnis istrinya/ suaminya;
3) Seorang pejabat yang baru diangkat memperoleh mobil sebagai tanda
perkenalan dari pelaku usaha di wilayahnya;
4) Seorang petugas perijinan memperoleh uang “terima kasih” dari
pemohon ijin yang sudah dilayani.
5) Pemberian bantuan fasilitas kepada pejabat Eksekutif, Legislatif dan
Yudikatif tertentu, seperti: Bantuan Perjalanan + penginapan, Honor-
honor yang tinggi kepada pejabat-pejabat walaupun dituangkan dalam
SK yang resmi), Memberikan fasilitas Olah Raga (misal, Golf, dll);
Memberikan hadiah pada event-event tertentu (misal, bingkisan hari
raya, pernikahan, khitanan, dll).

247 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Pemberian gratifikasi tersebut umumnya banyak memanfaatkan momen-
momen ataupun peristawa-peristiwa yang cukup baik, seperti: Pada hari-
hari besar keagamaan (hadiah hari raya tertentu), hadiah perkawinan, hari
ulang tahun, keuntungan bisnis, dan pengaruh jabatan

b. Landasan Hukum Gratifikasi


1) Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20
Tahun 2001\
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang,
rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan
fasilitas lainnya.Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri
maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana
elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Pengecualian, Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1):


Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak
berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum, (2)
subyek hukum, (3) Obyek Hukum. Ada dua Dasar Hukum dalam
gratifikasi yaitu:
(1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 ; dan
(2) Undang2-undang No 20 Tahun 2001

Menurut undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 16: “setiap ASN atau
Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan
kepada KPK”

Undang-undang nomor 20 tahun 2001, menurut UU No 20 tahun 2001


tentang pemberantasan tindak korupsi pasal 12 C Ayat (1) tidak berlaku,
jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Ayat
2 penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib
dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung
sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

Subyek Hukum terdiri dari: (1) Penyelenggara Negara, dan (2) Pegawai
Negeri

248 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Penyelenggara negara meliputi: pejabat negara pada lembaga tertinggi
negara, pejabata negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur,
hakim, pejabat lain yang memilikifungsi startegis dalam kaitannya
dalam penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku.

Pegawai Negeri Sipil meliputi pegawai negeri spil sebagaimana yang


dimaksud dalam undang-undang kepegawaian, pegawai negeri spil
sebagaimana yang dimaksud dalam kitab undang-undang hukum pidana,
orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah,
orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji
atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas
negara atau rakyat

Obyek Hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3) fasilitas

c. Gratifikasi Merupakan Tindak Pidana Korupsi


Gratifikasi dikatakan sebagai pemberian suap jika berhubungan dengan
jabatannnya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang
perbuatan pidana suap khususnya pada seorang penyelenggara negara
atau pegawai negeri adalah pada saat penyelenggara negara atau
pegawai negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi
atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian
tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan ataupun pekerjaannya.
2) Bentuknya: Pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan
oleh petugas, dalam bentuk barang, uang, fasilitas

d. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara lain:
1) Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah
dibantu;
2) Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat
perkawinan anaknya;
3) Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/ pegawai negeri atau
keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;
4) Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/ pegawai negeri untuk
pembelian barang atau jasa dari rekanan;

249 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


5) Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada
pejabat/pegawai negeri;
6) Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari
rekanan;
7) Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada
saat kunjungan kerja;
8) Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat
hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.

Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat dikategorikan


sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan
dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/ atau semata-mata karena
keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/ pegawai negeri
dengan si pemberi.

e. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang :
1) menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan
yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang
yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan
jabatannya;
2) menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya;
3) menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya;
4) dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
5) pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong
pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain
atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
6) pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

250 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


7) pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di
atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan
perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundangundangan; atau
8) baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan
perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.

Pokok Bahasan 6.
KASUS-KASUS KORUPSI

Dari banyaknya proyek di Kemenkes, ada beberapa yang disorot aparat


penegak hukum karena diduga sarat dengan praktik korupsi. Mulai dari kasus
korupsi pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan flu burung tahun
kemudian bertambah dengan kasus pengadaan alat kesehatan untuk pusat
penanggulangan krisis di Kementerian Kesehatan, kasus pengadaan alat
rontgen portable dan kasus pengadaan alat bantu belajar mengajar pendidikan
dokter. Mengapa hal tersebut terjadi adalah akibat kesalahan prosedur dalam
pengadaan barang dengan menggunakan metoda penunjukkan langsung yang
tidak sesuai dengan ketentuan.

Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) pemerintahan merupakan salah satu sektor
yang rentan penyimpangan.Kasus yang ditangani KPK, 60 persen sampai 70
persennya terkait dengan pengadaan barang dan jasa.Jadi, pengadaan barang
dan jasa memang rawan terjadinya korupsi.salah satunya dalam bentuk tindak
pidana korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu faktor penyebab
memungkinkan terjadinya penyimpangan, masih lemahnya sistem pengawasan
yang dilakukan terhadap keseluruhan tahap dan proses PBJ tersebut, sehingga
menimbulkan kerugian negara yang sangat besar.

Upaya pembenahan sistem PBJ sudah dilakukan dimulai dari aspek


normatif/regulasi maupun teknis namun tentu saja perbaikan sistem tersebut
tidak dibarengi dengan perbaikan pada aspek pengawasan. Ini tentu saja
menjadi kerugian bagi masyarakat sebagai penerima hasil proses PBJ. Sistem
pengawasan yang ada, baik di tingkat pusat (Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah/LKPBJP), maupun yang ada diinternal pemerintah
belum sepenuhnya berfungsi dengan baik.Sehingga sangat dimungkinkan
terjadinya penyimpangan.Sistem pengadaan barang dan jasa yang saat ini
berlaku di Indonesia, masih memiliki kelemahan dan belum secara efektif
mampu mencegah terjadinya korupsi.Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

251 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Kepres maupun Perpres,
masih memungkinkan Panitia Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa untuk
melakukan korupsi di setiap tahapannya.Kelemahan tersebut terbukti dengan
begitu besarnya kasus korupsi yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa
pemerintah yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Dalam laporan
tahunan KPK hingga tahun 2012, kasus korupsi di sektor PBJ menjadi kasus
terbesar yang ditangani KPK tidak hanya di Kemenkes saja namun di beberapa
kementerian dan di daerah.

Beberapa hal yang sering terjadi di antaranya:


1) Kegiatan pengadaan sering tidak tepat sasaran
2) Kemahalan harga versus kewajaran harga
3) Kekurangan kuantitas (volume kegiatan) program versus volume kegiatan
fisik
4) Kekurangan kualitas barang

Kasus lainnya yang juga terjadi di lingkungan Kementerian Kesehatan


khususnya tahun 2010 ke bawah adalah kasus perjalanan dinas (perjadin).
Banyak kecurangan yang dilakukan pada kegiatan perjadin, pengurangan
jumlah hari, ketidaksesuaian antara pertanggungjawaban perjadin dengan riil
yang dikeluarkan, hingga perjadin fiktif.Kegiatan lainnya yang juga menjadi
perhatian adalah paket meeting dan pelatihan berupa pengurangan jumlah
hari, pengurangan jumlah orang, volume pertemuan. Hal lainnya yang juga
sangat penting adalah tidak sesuainya antara kegiatan yang diusulkan dengan
rencana program yang sudah disusun selama lima tahun

VIII. REFERENSI

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang


Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik
3. Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2013
4. Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2008
5. Permenpan Nomor 5 tahun 2009
6. Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan
Masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan.
7. Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan Masyarakat
8. Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi bidang
Kesehatan

252 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013 Tentang
Strategi Komunikasi Penkerjaan dan Budaya Anti Korupsi
10. Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd Budaya Korupsi dan Pendidikan Tantangan
bagi Dunia Pendidikan
11. KPK, Buku Saku Gratifikasi

IX. LAMPIRAN

1. Panduan Diskusi Kelompok

253 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta


PANDUAN DISKUSI KELOMPOK

Materi Penunjang 3 : Anti Korupsi


Pokok Bahasan 6 : Kasus-Kasus Korupsi

A. Panduan untuk Pelatih


1. Pelatih menjelaskan mekanisme diskusi kelompok
2. Pelatih membagi peserta menjadi 4 kelompok
3. Pelatih memberikan topik diskusi kepada setiap kelompok dengan
pembagian sebagai berikut:
 Kasus Pengadaan Barang dan Jasa : Kelompok 1 dan 2
 Kasus Perjalanan Dinas : Kelompok 3 dan 4
4. Pelatih memberikan kesempatan kepada kelompok untuk berdiskusi selama
10 menit tentang:
 Contoh kasus
 Penyebab kasus tersebut dapat terjadi
 Upaya pencegahan kasus
5. Pelatih meminta wakil dari setiap kelompok untuk menyampaikan hasil
diskusi kelompoknya
6. Pelatih meminta masukan pendapat dari kelompok yang lain
7. Pelatih memberikan umpan balik terhadap hasil diskusi

B. Waktu
1 Jpl @45 menit

C. Media dan Alat bantu


1. Modul Pelatihan
2. Bahan Tayang
3. Audio Visual Aids
4. Laptop
5. LCD
6. Flipchart
7. Panduan diskusi kelompok
8. ATK

D. Tempat
Ruang kelas pelatihan.

254 Kurmod ToT– Pedoman untuk Peserta

Anda mungkin juga menyukai