Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Daibetes Militus merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah


besar di dunia kesehatan. Ciri khas pada pasien DM adalah defisiensi insulin
yang dapat menyebabkan hiperglikemia (kelebihan glukasa dalam darah).
Jika dibiarkan hiperglikemia akan menjadi krisis hiperglikemia yang
memiliki bentuk – bentuk penyakit seperti ketoasidosis diabetik (KAD) dan
HHS (Status Hiperosmolar Hiperglikemik) yang bersifat akut. Ketoasidosis
Diabetik adalah suatu komplikasi dari pasien diabetes militus akibat defisiensi
insulin dan peningkatan hormon non regulator yang mengakibatkan lipolisis
berlebihan dengan akibat terbentuknya keton. Ketoasidosis diabetik
cenderung lebih banyak menyerang pasien dengan tingkat usia lanjut.
Ketoasidosis merupakan salah satu komplikasi akut yang jika tidak ditangani
dengan benar akan mengacam jiwa pasien.
Oleh karena itu, karena penyakit ini adalah suatu komplikasi penyakit
yang berbahaya, maka penting bagi mahasiswa kedokteran untuk mengetahui
definisi hingga proses edukasi kepada pasien sehingga diharapkan mampu
mengerti permasalahan yang nantinya ditemukan pada pasien saat di klinis.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui pentingnya


mempelajari mengenai definisi ketoasidosis diabetik, etiologi, diagnosa
banding, penatalaksanaan, hingga edukasi kepada pasien.

TIBA –TIBA PINGSAN Page 1


1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari laporan ini, yaitu:
1. Agar mengetahui definisi ketoasidosis diabetik
2. Agar mengetahui etiologi ketoasidosis diabetik
3. Agar mengetahui patogenesis ketoasidosis diabetik
4. Agar mengetahui diagnosa banding dari ketoasidosis diabetik
5. Agar mengetahui tatalaksana dari ketoasidosis diabetik
6. Agar mengetahui edukasi dari ketoasidosis diabetik.

TIBA –TIBA PINGSAN Page 2


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data tutorial

Hari/Tanggal
 Sesi 1 : Senin, 9 Oktober 2017
 Sesi 2 : Rabu, 11 Oktober 2017
Tutor : dr. Nyoman Cahyadi
Moderator : Dea Nur Amalia Secartini
Sekretaris :
1. I Gede Yoga Mahendra Putra
2. St. Hajar

2.2 Skenario LBM

LBM 4

TIBA – TIBA PINGSAN

Skenario

Tn. Rasyid 45 tahun, datang diantar keluarganya ke UGD Puskesmas


dikeluhkan tiba – tiba pingsan sejak 3 jam yang lalu. Keluarga mengatakan bahwa
Tn. Rasyid memiliki riwayat penyait kencing manis sejak 3 tahun yang lalu.
Awalnya Tn. Rasyid rajin minum obat kecing manis dan rutin kontrol ke dokter
keluarganya. Tetapi setahun yang lalu setelah mendengar cerita dari temannya
yang memiliki keluhan yang sama dengannya, bahwa keluhannya semakin
berkurang setelah minum ramuan tradisional. Tn. Rasyid mulai ikut – ikutan
minum obat tradisional dan berhenti minum obat kencing manis dari dokter, Tn.
Rasyid juga tidak pernah lagi datang kontrol dan memeriksakan gula darahnya ke
dokter keluarganya karena merasa badannya semakin sehat.

TIBA –TIBA PINGSAN Page 3


Dokter jaga UGD melakukan tatalaksana awal dan pemeriksaan fisik pada
pasien didapatkan KU : lemah, GCS : E2V3M4, TD : 90/60, N : 120X/mnt, RR :
24x/m cepat dan dalam, T : 38,0 derajat celcius. Dari pemeriksaan penunjang
didapatkan GDS : 450 mg/dl.

Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang dokter segera melakukan


penatalaksanaan yang tepat bagi pasien.

2.3. PEMBAHASAN LBM

I. Klarifikasi Istilah

GCS : (Glasglow Coma Scale) yakni skala yang


dipakai untuk menentukan / menilai tingkat
kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya
hingga keadaan koma. (Bates, 2003)
Kencing Manis : Kencing manis atau diabetes militus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau kedua – duanya. (Setiati, 2015)

II. Identifikasi Masalah


1. Mengapa Tn.Rasyid dapat mengalami pingsan ?
2. Bagaimana interpretasi dari hasil GCS Score Tn. Rasyid ?

TIBA –TIBA PINGSAN Page 4


III. Brain Storming

1. Mengapa Tn.Rasyid dapat mengalami pingsan ?


Jawaban :
Defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontra regulator
terutama epinefrin juga mengakibatkan peningkatan lipolisis. Peningkatan
lipolisis dan ketogenesis akan memicu ketonemia dan asidosis metabolik.
Walaupun sudah dibentuk banyak benda keton untuk sumber energi, sel –
sel tubuh tetap merasa lapar dan terus membentuk glukosa. (Setiati, 2015)
Hiperglikemia dan hiperketonemia mengakibatkan diuresis
osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Perubahan tersebut akan
memicu lebih lanjut hormon stress sehingga akan memperburuk
hiperglikemia dan hiperketonemia. Jika keadaan tersebut tidak diinterupsi
dengan pemberian insulin dan cairan, maka akan terjadi dehidrasi berat
dan asidosis metabolik yang fatal. Ketoasidosis akan diperburuk oleh
asidosis laktat akibat perfusi jaringan yang buruk. Kehilangan cairan
(dehidrasi) akan menyebabkan menurunnya volume di sirkulasi sehingga
dapat menyababkan hiperosmolaritas. Hiperosmolar akan memicu
pensekresian dari hormon ADH, sehingga akan timbul rasa haus. Jika
hiperglikemia dan hiperosmolaritas tidak ditangani dengan baik maka
dapat menyebabkan dehidrasi yang berat hingga syok hipovolemia.
Hipovolemia akan mempengaruhi terjadinya hipotensi yang
mengakibatkan gangguan perfusi ke jaringan, maka akan timbul lemas,
pingsan, koma, ataupun meninggal. (Setiati, 2015)

TIBA –TIBA PINGSAN Page 5


2. Bagaimana interpretasi dari hasil GCS Score Tn. Rasyid ?
Jawaban :
Hasil GCS Score : E2V3M4
JENIS PEMERIKSAAN NILAI
Respon buka mata (Eye opening, E)
Respon spontan (terhadap stimulus / rangsangan) 4
Respon terhadap suara (meminta buka mata) 3
Respon terhadap nyeri (dicubit) 2
Tidak ada respon (meski dicubit) 1
Respon verbal (V)
Berorientasi baik 5
Berbicara mengacau (bingung) 4
Kata – kata tidak tertur (kata – kata jelas dengan substansi 3
tidak jelas dan non – kalimat, misalnya “aduh”)
Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang) 2
Tidak ada suara 1
Respon motorik terbaik (M)
Ikuti perintah 6
Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat 5
diberi rangsang nyeri)
Menarik anggota yang dirangsang 4
Flexi abnormal (dekortikasi : tangan satu atau keduanya 3
posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsangan
nyeri)
Ekstansi abnormal (deserebrasi : tangan satu atau keduanya 2
extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi
saat diberi rangsangan nyeri)
Tidak ada gerakan (flasid) 1

Berdasarkan pemeriksaan GCS tersebut dapat disimpulkan jika


kesadaran pasien menjadi somnolen, dengan nilai (9).

TIBA –TIBA PINGSAN Page 6


Somnolen yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih
dapat sadar bila dirangsang. Tetapi bila rangsng berhenti maka akan
tertidur kembali. (Bates, 2003)

TIBA –TIBA PINGSAN Page 7


IV. Rangkuman Permasalahan

Defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontra regulator


terutama epinefrin juga mengakibatkan peningkatan lipolisis. Peningkatan
lipolisis dan ketogenesis akan memicu ketonemia dan asidosis metabolik.
Walaupun sudah dibentuk banyak benda keton untuk sumber energi, sel –
sel tubuh tetap merasa lapar dan terus membentuk glukosa. Hiperglikemia
dan hiperketonemia mengakibatkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan
kehilangan elektrolit. Kehilangan cairan (dehidrasi) akan menyebabkan
menurunnya volume di sirkulasi sehingga dapat menyababkan
hiperosmolaritas. Hiperglikemia dan hiperosmolaritas tidak ditangani
dengan baik maka dapat menyebabkan dehidrasi yang berat hingga syok
hipovolemia. Hipovolemia akan mempengaruhi terjadinya hipotensi yang
mengakibatkan gangguan perfusi ke jaringan, maka akan timbul lemas
dan berkaitan dengan tingkat kesaran pasien seperti sadar penuh,
somnolen, hingga koma.

TIBA –TIBA PINGSAN Page 8


V. Learning Issue
1. Apa definisi dari ketoasidosis diabetek (KAD) ?
2. Bagaimana etiologi dari ketoasidosis diabetik ?
3. Bagaimana mekanisme patogenesis pada ketoasidosis diabetik ?
4. Bagaimana diagnosa dari ketoasidosis diabetik ?
5. Bagaimana diagnosa banding / diferensial dari ketoasidosis diabetik ?
6. Bagaimana tatalaksana dari ketoasidosis diabetik ?
7. Bagaimana edukasi pada pasien atau keluarga pasien ketoasidosis diabetik
?

TIBA –TIBA PINGSAN Page 9


VI. Referensi

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi –


kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan
ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.
KAD dan hipolikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus (DM)
yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis
osmotik, KAD biasnya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat
sampai menyebabkan syok (Sudoyo W, 2014).

Di negara maju dengan saran yang lengkap, angka kematian KAD


berkisar 9- 10%, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien
usia lanjut angka kematian dapat mencapai 25-50%. Angka kematian
menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD seperti
sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut,
kadar glukosa darah awal yang tinggi, uremia dan kadar keasaman darah
yang rendah. Kematian pada pasien KAD usia muda, umumnya dapat
dihindari engan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional, serta
memadai sesuai dengan dasar patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia
lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit
dasarnya (Sudoyo W, 2014).

TIBA –TIBA PINGSAN Page 10


VII. Pembahasan Learning Issue
1. Apa definisi dari ketoasidosis diabetik ?
Jawaban :
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah salah satu komplikasi akut
diabetes yang sangat berhubungan dengan kualitas edukasi yang diberikan
kepada seseorang pengidap DM Tipe 2, sementara pada DM Tipe 1,
seringkali ketoasidosis merupakan pintu awal diagnosis. (Kumar, 2013)
KAD merupakan fenomena unik pada seorang pengidap diabetes
akibat defisiensi insulin absolute atau relatif dan peningkatan hormon
kontra regulator, yang mengakibatkan lipolisis berlebihan dengan akibat
terbentuknya benda – benda keton dengan segala konsekuensinya. KAD
perlu dikenali dan dikelola segera karena jika terlambat maka akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas dengan perawatan yang mahal.
(Setiati, 2015)

2. Bagaimana etiologi dari ketoasidosis diabetik ?


Jawaban :

Sebagain besar penyebab terjadinya KAD adalah infeksi. Penyebab


lainnya sepeti penghentian atau pengurangan insulin, infark miokard,
stroke akut, pankreatitis, dan obat – obatan. Awitan baru atau penghentian
pemakaian insulin seringkali menjadi sebab DM Tipe 1 jatuh pada KAD.
Pada beberapa pasien yang dianggap DM Tipe 2, terkadang tidak
ditemukan penyebab yang jelas dan setelah diberikan insulin dalam
periode pendek keadaannya cepat membaik, bahkan tidak membutuhkan
medikasi sama sekali. (Setiati, 2015)

3. Bagaimana mekanisme patogenesis pada ketoasidosis diabetik ?


Jawaban :
Kombinasi dari defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan kadar hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin,

TIBA –TIBA PINGSAN Page 11


kortisol, hormon pertumbuhan, dan somatostatin) akan mengakibatkan
akselerasi kondisi katabolik dan inflamasi berat dengan akibat peningkatan
produksi glukosa oleh hati dan ginjal (via glikogenolisis dan
glukoneogenesis) dan gangguan utilisasi glukosa di perifer yang berakibat
hiperglikemia dan hiperosmolaritas. (Setiati, 2015)
Defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontra regulator
terutama epinefrin juga mengakibatkan peningkatan lipolisis. Peningkatan
lipolisis dan ketogenesis akan memicu ketonemia dan asidosis metabolik.
Populasi benda keton utam terdiri dari 3-beta hidroksibutirat, asetoasetat,
dan aseton. Sekitar 75 – 85% benda keton terutama adalah 3-
betahidroksiburat, sementara aseton sendiri sebenarnya tidak terlalu
penting. Walaupun sudah dibentuk banyak benda keton untuk sumber
energi, sel – sel tubuh tetap merasa lapar dan terus membentuk glukosa.
(Setiati, 2015)
Hiperglikemia dan hiperketonemia mengakibatkan diuresis
osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Perubahan tersebut akan
memicu lebih lanjut hormon stress sehingga akan memperburuk
hiperglikemia dan hiperketonemia. Jika keadaan tersebut tidak diinterupsi
dengan pemberian insulin dan cairan, maka akan terjadi dehidrasi berat
dan asidosis metabolik yang fatal. Ketoasidosis akan diperburuk oleh
asidosis laktat akibat perfusi jaringan yang buruk. (Anonim, 2012)
Defisiensi insulin relatif terjadi akibat konsentrasi hormon kontra
regulator yang meningkat sebagai respon terhadap kondisi stress seperti
sepsis, trauma, penyakit gastrointestinal yang berat, infark miokard akut,
stroke, dan lain sebagainya. Dengan adanya kondisi stress metabolik
tertentu, keberadaan insulin yang biasanya cukup untuk menekan lipolisis
menjadi tidak cukup secara relatif karena dibutuhkan lebih banyak insulin
untuk metabolisme dan untuk menekan lipolisis. (Setiati, 2015)
Kehilangan cairan (dehidrasi) akan menyebabkan menurunnya
volume di sirkulasi sehingga dapat menyababkan hiperosmolaritas.
Hiperosmolar akan memicu pensekresian dari hormon ADH, sehingga

TIBA –TIBA PINGSAN Page 12


akan timbul rasa haus. Jika hiperglikemia dan hiperosmolaritas tidak
ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan dehidrasi yang berat
hingga syok hipovolemia. Hipovolemi akan menyebabkn hipotensi dan
nantinya akan memnyebabkan gangguan pada perfusi jaringan. Koma
adalah stadium terakhir dari proses hiperglikemia, dimana telah timbul
gangguan elektrolit berat dalam kaitannya dengan hipotensi. (Setiati,
2015)

4. Bagaimana diagnosa dari ketoasidosis diabetik ?


Jawaban :

Untuk menegakkan diagnosis tentu selalu dilakukan dengan


anamnesis yang detail, pemeriksaan fisik yang teliti, dan dibantu dengan
pemeriksaan penunjang, dari anamnesis bisa ditemukan riwayat seorang
pengidap diabetes atau bukan dengan keluhan poliuria, polidipsi, rasa
lelah, kram otot, mulai muntah, dan nyeri perut. Pada keadaan yang berat
dapat di temukan keadaan keadaan penurunan kesadaran sampai koma.
(Price, 2006)

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda tanda dehidrasi,


napas kussmaul jika asidosis berat, takikardi, hipotensi atau syok, flushing,
penurunan berat badan, dan tentunya adalah tanda dari masing masing
penyakit penyerta. (Setiati, 2015)

Trias biokimia pada KAD adalah hiperglikemia, ketonemia,dan


atau ketonuria, serta asidosis metabolik dengan beragam derajat. Pada
awal evaluasi tentu kebutuhan pemeriksaan penunjang di sesuaikan
dengan keadaan klinis, umumnya dibutuhkan pemeriksaan dasar gula
darah, elektrolit, analisis gas darah, keton darah dan urin, osmolalitas
serum, darah perifer lengkap dengan hitung jenis, anion gap, EKG, dan
foto polos dada. (Setiati, 2015)

TIBA –TIBA PINGSAN Page 13


Kunci diagnosis pada KAD adalah adanya peningkatan total benda
keton di darah dan urine adalah dengan menggunakan reaksi nitropruside
yang mengestimasi kadar asetoasetat dan aseton secara semikuantitatif.
Walaupun sensitive tetapi metode tersebut tidak dapat mengukur
keberadaan beta hidroksibutirat, benda keton utama sebagai produk
ketogenesis. Peningkatan benda benda keton tersebut akan mengakibatkan
peningkatan anion gap. (Setiati, 2015)

Gula darah lebih dari 250 mg/dl dianggap sebagai criteria


diagnosis utama KAD, walaupun ada istilah KAD euglikemik, dengan
demikian setiap pengidap diabetes yang gula darahnya lebih dari 250
mg/dl harus dipikirkan kemungkinan ketosis atau KAD jika disertai
dengan keadaan klinis yang sesuai. Derajat keasamn darah (ph) yang
kurang dari 7,35 dianggap sebagai ambang adanya asidosis, hanya saja
pada keadaan yang terkompensasi seringkali ph menujukkan angka
normal. Pada keadaan seperti itu jika angka HCO3 kurang dari 18 mEq/l
ditambah dengan keadaan klinis lain yang sesuai, maka sudah cukup untuk
menegakkan KAD. (Setiati, 2015)

Pada saat masuk rumah sakit sering kali terdapat lekositosis pada
pasien KAD karna stres metabolic dan dehidrasi, sehingga jangan terburu
buru memberikan antibiotic jika jumalah leokosit antara 10.000-15.000
m3. (Price, 2006)

5. Bagaimana diagnosa banding / diferensial dari ketoasidosis diabetik ?


Jawaban :

Ketoasidosis harus dibedakan dengan status hiperglikemi


hiperosmolar (SHH), walaupun pengelolaannya hamper sama tetapi
prognosisnya sangat berbeda. Pada SHH hiperglikemia biasanya lebih
berat, dehidrasi juga berat, selalu disertai gangguan kesadaran tanpa
ketoasidosis yang berat. (Setiati, 2015)

TIBA –TIBA PINGSAN Page 14


Beberapa keadaan ketoasidosis karena sebab lain juga harus di
pikirkan saat berhadapan dengan pasien yang di curigai KAD.
Ketoasidosis alkoholik dan ketosis starvasi dapat di singkirkan dengan
anamnesis yang baik dan hasil gula darah yang rendah sampai meningkat
ringan saja. Biasanya hasil HCO3 jarang dibawah 18 mEq/l. Asidosis
metabolic anion gap tinggi karena sebab lain harus harus disingkirkan
seperti karena obat-obatan (salisilat, ethylene glycol, dan paraldehyde),
asidosis laktat, dan juga asidosis metabolic pada gagal ginjal akut atau
kronik. (Setiati, 2015)

Perbedaan KAD dan HHS


Kriteria KAD KAD KAD HHS
pemeriksaan Ringan Sedang Berat
Glukosa plasma >250 >250 >250 >600
(mg/DL)
pH arteri 7,25 – 7,00 – <7,00 <7,30
7.30 7,24
Serum bikarbonat 15 - 18 10 - 15 < 10 < 15
(mEq/L)
Keton urin Positif Positif Positif Rendah
Keton serum Positif Positif Positif Rendah
Beta – Tinggi Tinggi Tinggi Normal /
hidroksibutirat tinggi
Osmolalitas serum Variasi Variasi Variasi >320
(mOsm/kg)
Anion gap >10 >12 >12 Variasi
Kesadaran Sadar Sadar / Sopor / Sopor / koma
ngantuk koma

TIBA –TIBA PINGSAN Page 15


6. Bagaimana tatalaksana dari ketoasidosis diabetik ?
Jawaban :

PENATLAKSANAAN

Kesuksesan pengelolaan KAD membutuhkan koreksi terhadap


dehidrasi, hiperglikemia, gangguan elektrolit, komorbiditas, dan
monitoring selama perawatan. Karena spektrum klinis sangat beragam
maka tidak semua kasus KD harus di rawat di ICU, hanya saja karena
kasusu yang ringan sekalipun membutuhkan monitor yang intensif, maka
sebaiknya minimal perawatan adalah diruangan yang bisa dilakukan
monitor intensif (high care unit). (Setiati, 2015)
Secara umum pemberian cairan adalah langkah awal
penatalaksanaan KAD setelah resusitasi kardiorespirasi. Terapi cairan

TIBA –TIBA PINGSAN Page 16


ditunjukan untuk ekspansi cairan intraselular, intravaskular, intertisial, dan
restorasi perfusi ginjal. Jika tidak ada masalah kardiak atau penyakit ginjal
kronik berat, cairan salin isotonik (NaCl 0,9%) diberikan dengan dosis 15-
20cc/kg BB/jam pertama atau satu sampai satu setengah liter pada jam
pertama. Tindak lanjut cairan pada jam-jam berikutnya tergantung pada
keadaan hemodinamik, status hidrasi, elektrolit, dan produksi urin.
Penggantian cairan dapat dilakukan sampai dengan 24 jam, dan
penggantian cairan sangat mempengaruhi pencapaian target gula dara,
hilangnya benda keton, dan perbaikan asidosis.(Setiati, 2015)

INSULIN
Insulin merupakan farmakoterapi kausatif utama KD. Pemberian
insulin intravena kontinyu lebih disukai karena waktu paruhnya pendek
dan mudah ditritrasi. Dari beberapa studi prospektif dengan randomisasi
didapatkan bahwa pemberian insulin regular dosis rendah intravena
merupakan cara yang efektif dan terpilih. 0,1-1,15 unit/jam, maka
sebenarnya tidak diperlukan insulin bolus (priming dose) di awal. Dengan
pemberian insulin intravena dosis rendah diharapkan terjadi penurunan
glukosa plasma dengan kecepatan 50-100 mg/dl setiap jam sampai glukosa
turun sekitar 200 ng/dl, lalu kecepatan insulin diturunkan menjadi 0,02-
0,05 unit/kgBB/jam. Jika glukosa sudah berada di sekitarr 150-200 mg/fl
maka pemberian infus dekstrose dianjurkan untuk mencegah hipoglikemia.
(Setiati, 2015)

KALIUM
Sejatinya pasien KAD akan mengalami hiperkalemia melalui
mekanisme asidemia, difidiensi insulin, dan hipertonitas. Jika saat masuk
kalium pasien normal atau rendah, maka sesungguhnya terdapat difidiensi
kalium yang beratvdi tubuh pasien sehingga butuh pemberian kalium
adekuat karena terapi insulin akan menurunkan kalium lebih lanjut.
Monitor jantung perlu dilakukan pada keadaan tersebut agar jangan terjadi

TIBA –TIBA PINGSAN Page 17


aritmia. Untuk mencegah hipokalemia maka pemberian kalium sudah
dimulai manakala kadar kalium disekitar batas atas nilai normal. (Setiati,
2015)

BIKARBONAT
Jika asidosis memag murni karena KAD, maka koreksi bikarbinat
tidak direkomendasikan diberikan rutin, kecuali jika pH darah kurang dari
6,9. Hanya saja pada keadaan dengan gangguan fungsi ginjal yang
signifikan, seringkali sulit membedakan apakah asidosisnya karena KAD
atau karena gagal ginjalnya. Efek buruk dari koreksi bikarbonar yang tidak
pada tempatnya adalah meningkatnya resiko hipokalemia serebri, dan
asidosis susunan saraf pusat paradoksal. (Setiati, 2015)

FOSFAT
Meskipun terjadi hipopasfatemia pada KAD, serum fosfat sering
ditemukan dalam keadaan normal atau meningkat saat awal. Kadar fosfat
akan turun dengan pemberian insulin. Dari beberapa studi tidak ditemukan
manfaat yang nyata pemberian fosfat pada KAD, bahkan akan
mencetuskan hipokalsemia berat. Pada keadaan konsentrasi serum fosfat
kurang dari 1 mg/dl dan disertai dengan disfungsi kardiak, anemia atau
depresi nafas akibat kelemahan otot, maka koreksi fosfat menjadi
pertimbangan penting. (Setiati, 2015)

TRANSISI KE INSULIN SUBKUTAN\


Setelah krisis hiperglikemia teratasi dengan pemberian insulin
intravena dosis rendah, maka langakah selanjutnya adalah memastikan
bahwa KAD sudah memasuki fase resolusi dengan kriteria gula darah
kurang dari 200 mg/dl dan dua dari keadaan berikut: serum bikarbonat
lebih atau sama dengan 15 mEq/l, pH vena >7,3, dan anion gap hitung
kurang atau sama dengan 12 mEq/l. (Setiati, 2015)

TIBA –TIBA PINGSAN Page 18


Agar tidak terjadi hiperglikemia atau KAD berulang maka sebaiknya
penghentian insulin intravena dilakukan 2 jam setelah suntikan subkutan
pertama. Asupan nutrisi merupakan pertimbangan penting saat transisi ke
subkutan, jika pasien masih puasa karena sesuatu atau asupan masih
sangat kurang maka lebih baik insulin intravena diteruskan. (Setiati, 2015)
Jika pasien sudah terkontrol regimen insulin tertentu sebelum
mengalami KAD, maka pemberian insulin ke regimen awal dengan tetap
mempertimbangkan kebutuhan insulin pada keadaan terakhir. Pada pasien
yang belum pernah mendapat insulin maka pemberian injeksi subkutan
terbagi lebih dianjurkan. Jika kebutuhan insulin masih tinggi maka
regimen basal bolus akan lebih menyerupai insulin fisiologis dengan
resiko hipoglikemia yang lebih rendah. (Setiati, 2015)

Komplikasi

Komplikasi tersering dari KAD yaitu hipoglikemia, hipokalemia,


dan hiperglikema berulang. Hiperkloremia juga sering terjadi hanya saja
biasanya bersifat sementara dan tidak membutuhkan terapi khusus. Agar
tidak terjadi komplikasi tersebut maka diperlukan monitoring yang ketat
(gula darah diperiksa tiap 1-2 jam) dan penggunaan insulin dosis rendah.
Harus menjadi catatan bahwa pasien KAD yang mengalami hipoglikemia
seringkali tidak menunjukkan gejala hiperadrenergik. (Setiati, 2015)

Komplikasi lain yang harus menjadi perhatian adalah kelebihan


cairan, termasuk edema paru, sehingga pasien dengan gangguan fungsi
ginjal dan gagal jantung, pemberian cairan dimodifiksasi sesuai dengan
resiko terjadinya kelebihan cairan. (Setiati, 2015)

Hal lain yang jarang terjadi mendapatkan perhatian adalah


komplikasi edema serebri, walaupun jarang didapatkan di usia dewasa.
Keadaan ini tetap harus menjadi perhatian jika kita mendapatkan pasien
KAD yang kesadarannya tidak membaik dengan terapi standar atau

TIBA –TIBA PINGSAN Page 19


bahkan memburuk. Pada kasus seperti ini, evaluasi neurologis mutlak
diperlukan karena membutuhkan pengelolaan tambahan. (Setiati, 2015)

7. Bagaimana edukasi pada pasien dan keluaraga pasien ketoasidosis diabetik


?
Jawaban :
Edukasi merupakan tulang punggung pencegahan KAD, karena untuk
sampai ke jenjang terjadinya KAD tentu melalui proses dekompensasi
metabolik yang berkepanjangan dan membutuhkan waktu. Ketosis
merupakan keadaan sebelum terjadi KAD sehingga jika ditemukan pada
fase ketosis biasanya keadaan klinisnya lebih ringan dan mudah untuk
ditangani. (Setiati, 2015)

Tabel 2. Strategi Pencegahan Ketoasidosis Diabetik


 Edukasi paripurna tentang diabetes untuk pasien dan keluarga.
 Monitoring gula darah secara terstruktur
 Manajemen hari – hari sakit
 Memantau keton dan beta-hidroksibutirat
 Suplementasi insulin kerja singkat sat dibutuhkan
 Diet makanan cair mudah cerna saat sakit
 Mengurangi namun tidak menghentikan insulin saat pasien tidak
makan
 Pedoman saat pasien butuh perhatian medis
 Pemantauan ketat pada pasien beresiko tinggi
 Edukasi khusus untuk pasien pengguna pompa insulin

TIBA –TIBA PINGSAN Page 20


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Ketoasidosis diabetik merupakan bentuk komplikasi dari diabetus militus


baik yang defisiensinya absolut ataupun relatif dan peningkatan kadar
hormon kontra regulator yang mengakibatkan peningkatan lipolisis
sehingga terbentuknya keton dengan segala konsekuensinya. Banyaknya
keton yang disekresikan belum mampu untuk mencukupi kebutuhan
metabolisme sel sehingga tubuh akan tetap mencetuskan rasa lapar,
sehingga jika kembali mengkonsumsi makanan, glukosa darah akan
semakin bertambah bersamaan dengan peningkatan kadar keton
(Hiperglikemia dan Hiperketonemia) yang mana jika dibiarkan dapat
menyebabkan syok hipovolemik karena banyaknya cairan tubuh yang
hilang sehingga pasien akan lemah, pingsan, koma, ataupun meninggal.

TIBA –TIBA PINGSAN Page 21

Anda mungkin juga menyukai