IBN THUFAYL
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh
Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)
Oleh:
Achmad Sapei
NIM: 103033127741
JURUSAN AQIDAH-FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H./2010M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SIDANG MUNAQASAH
Ketua, Sekretaris,
Penguji,
Penguji I Penguji II
Pembimbing,
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh
Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)
Oleh
Achmad Sapei
NIM: 103033127741
Di bawah Bimbingan
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dengan ridha dan petunjukNya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu Allah curahkan kepada
junjungan alam Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman
kemampuan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini masih terbatas dan banyak
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, sehingga
1. Bapak ”Syech” Drs. Nanang Tahqiq, MA., Dosen pembimbing yang telah
2. Bapak Dekan Prof. Dr. Zainun Kamaluddin F, MA., selaku penguji yang telah
3. Bapak Drs. Agus Darmaji, M.Fils., selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat.
4. Ibu Dra.Tien Rahmatin, M.A., selaku Seketaris Jurusan Aqidah dan Filsafat.
penulis menjadi yang diinginkannya yakni seorang Ustazd. Dan Ibunda yang
ii
tercinta, seorang single Mother yang selalu berusaha memberi motivasi agar
6. Tak ada kata dan ucapan hanya rasa terima kasih My Mother and Alm. Father
semoga Allah SWT meridhoi segala yang telah engkau berikan kepada
penulis.
7. Kepada adik dan abang-abangku, Ida, Azie dan Muid di rumah, tiada harta
8. Terkhusus buat Sang Partner hidupku Eli Ratnasari yang selalu berusaha
memberi pelajaran buat penulis agar berada pada jalan yang diridhai Allah
SWT.
9. Teman-teman Link (Falak, Jami, Cepot, Nias, Cikal, Haris, Ridwan) terima
Hanya harapan dan do’a yang dapat penulis berikan, mudah-mudahan Allah
SWT memberikan balasan yang lebih baik kepada semua pihak yang telah berjasa
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap agar
skripsi ini dapat berguna, khususnya untuk penulis dan pembaca umumnya. Amin
Penulis
iii
DAFTAR ISI
v
BAB I
PENDAHULUAN
tetapi banyak pula bergantung pada pendapat akal. Peranan akal yang besar
bidang falsafat, tetapi dalam bidang tauhid bahkan dalam fiqh dan tafsir. 1
Islam, dari dulu hingga saat ini. Ini dikarenakan sifat ajaran dasar dari agama
Islam itu sendiri yang diturunkan melalui wahyu kepada seorang nabi agar
wahyu tersebut disampaikan kepada umat manusia, dan pada sisi lain Islam
alat untuk memahami wahyu. Oleh karena itu muncullah pandangan beragam
mengenai peran dan keberadaan akal dan wahyu. Pandangan tersebut terbagi
1
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta:UI Press), 1986, h.71
1
2
dua. Pertama, sebagian kalangan meyakini akal dan wahyu adalah selaras.
rasional ini berkembang pada Islam zaman klasik (650-1250 M). Terciptanya
pemikiran rasional pada abad ini dikarenakan umat Islam pada waktu itu
pokok untuk berijtihad karena setelah al-Qur’ân dan Hadîts, akal paling
Hadîts, maka hendaklah berijtihad dengan akal. Oleh karena itu akal
dalam Islam. 2
1800 M.) ternyata hilang dan digantikan oleh pemikiran tradisional. Ini semua
terjadi, dikarenakan umat Islam pada zaman pertengahan tidak hanya terikat
pada al-Qur’ân dan Hadîts saja, akan tetapi mereka juga terikat pada hasil
ijtihad ulama Islam zaman klasik yang sangat banyak jumlahnya, tanpa upaya
bersikap kritis tetapi mengikuti saja. Konsekuensi dari semua ini ialah umat
2
Dr. Amsal Bakhtiar, MA, Tema-Tema Filsafat Islam,(Jakarta: UIN Jakarta Press,2005),
h. 56
3
Islam pada zaman pertengahan memunyai pandangan yang sempit, dan tidak
peradaban pemikiran luar yang hanya berlandaskan akal, maka umat Islam dan
falsafat Yunani memasuki peradaban Islam pada abad kedua dan ketiga,
antara falsafat dan wahyu. Begitu pula ketika peradaban Barat dengan
rasionalismenya memasuki dunia Islam, ketika itu pula permasalahan akal dan
wahyu semakin tajam. 4 Ini kemudian menjadi salah satu permasalahan yang
Sayyid Ahmad Khan dan Syed Ameer Ali di India. Bahkan karena adanya
perhatian tersebut dari para pembaharu, maka pintu ijtihad yang dikatakan
3
Harun Nasution, Islam Rasional, h. 8
4
‘Abd al-Majîd al-Najjâr, Khalifah:Tujuan Wahyu dan akal, terj. Forum Komunikasi al-
Ummah (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. ii.
5
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: UI-Press, 1986), h. 2.
4
baru atas al-Qur’ân dan Hadîts. Sementara pemikiran tradisional dalam Islam
kian mendapat tantangan dari para pemikir rasional agamis. Dalam pemikiran
dengan pendapat akal, dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran absolut
tersebut.
digunakan untuk memahami ajaran al-Qur’ân dan Hadîts. Seperti yang telah
disinggung di atas, pemikiran tradisional ini tidak hanya terikat pada al-Qur’ân
dan Hadîts, akan tetapi juga terikat pada hasil ijtihad ulama zaman klasik yang
jumlahnya banyak dengan semangat taqlid dan tanpa kritik. Karena itu,
baik dalam hubungannya dengan manusia itu sendiri atau relasinya dengan
yang lain (the other), harus berperan ketika berhadapan dengan wahyu; apakah
tetap menyadari dan terikat dengan Tuhan. Bagi para pemikir Muslim klasik
seperti al-Ghazâlî, Jalâl al-Dîn Rûmî, al-Râzî, akal memiliki sisi negatif yang
pengetahuan yang bersumber dari atas secara langsung yang disebut intuisi
atau wahyu. Sementara Ibn Sînâ, Ibn ‘Arabî, dan al-Syîrâzî menggangap akal
6
Harun Nasution, Islam Rasional, h.9.
7
Seyyed Hossein Nasr, Sufi Essay, (London: George Allen and Unwin Ltd., 1972.), h.5.
5
dengan melihat aplikasi akal dan wahyu dalam sejarah pemikiran Islam dan
wahyu sendiri, 8 dalam arti bahwa wahyu bisa diterima dan diaplikasikan tanpa
melihat terdapat celah kecil yang belum dibahas dari pemikiran Ibn Thufayl
skripsi ini adalah: bagaimana konsepsi akal dan wahyu dalam pandangan Ibn
8
Mulyadhi Kartanegara, Gerbang Kearifan: Sebuah Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta:
Lentera Hati, 2006), h. 138.
6
C. Tujuan Penulisan
2. Guna melengkapi salah satu persyaratan pada akhir program S.1 Jurusan
Filsafat Islam).
D. Tinjauan Pustaka
Syarif Hidayatullah Tahun 2007 telah ditulis M. Eddy Syamjaya dengan judul
Hayy ibn Yaqzhân. Tulisan tersebut menyatakan bahwa Ibn Thufayl melalui
objek.
Penelitian lain dilakukan oleh Sukran Kamil dengan judul “Hayy ibn
yang dialaminya. Berbeda dari tulisan M. Eddy dan Sukran Kamil, skripsi ini
akan fokus pada akal dan wahyu menurut Ibn Thufayl, dengan mengaji
E. Metode Penelitian
dan wahyu dan relevansinya bagi pekembangan falsafat Islam. Dari segi
berupa satu-satunya karya Ibn Thufayl, yakni Hayy ibn Yaqzhân, serta
beberapa terjemahan buku Hayy ibn Yaqhân oleh Dahyal Afkal, Hadi
Content analysis). Dalam analisis ini semua data yang dianalisis berupa teks
terjemahan dari karya Ibn Thufayl. Analisis isi kualitatif digunakan untuk
tersebut.
Paramadina.
BAB II
A. Riwayat Hidup
cukup jauh di Timur Laut Granada, Ibn Thufayl atau Abû Bakr Muhammad
ibn ‘Abd al-Malik ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Thufayl al-Qaysyî
dilahirkan pada tahun 1110 M. Pada masa itu Cadiz merupakan bagian
Andalusia, kini disebut Spanyol, dan masa kecil Ibn Thufayl di Andalusia
Pada tahun 1086 – 1248 M. terdapat dua dinasti yang menonjol yakni
dinasti Murâbithûn (1086 – 1143 M.) dan dinasti Muwahhidûn (1146 – 1253
M). Kedua dinasti ini sebenarnya berasal dari Afrika Utara, dan berada di
kaum Katolik Barat. Dalam beberapa dekade serangan dan pertahanan kedua
dinasti cukup kuat, sehingga Islam masih tetap berkibar untuk sementara di
Spanyol. Akan tetapi kaum Katolik dengan pasukannya yang besar dan kuat
kota-kota besar Islam satu-persatu jatuh, salah satunya adalah kota Cordova
yang jatuh ke tangan penguasa Katolik pada tahun 1238 M. Sepuluh tahun
1
M.M. Syarif, M.A., Para Filosof Muslim. Penerjemah Tim Penerjemah Mizan
(Bandung: Mizan,1998), h. 30
2
Philip K. Hitti, History of the Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005), h.654
8
9
kemudian kota Sevilla jatuh kepada peguasa (1248 M.), bahkan hampir
dalam kekuasaan yang kejam, di sisi lain khususnya dunia Islam mulai
ilmu pengetahuan. 4
Muslim ketika itu, sehingga para ilmuwan dan failasuf ternama banyak lahir di
dunia Islam, seperti Ibn Hazm dengan karyanya al-Milal wa al-Nihal, Abû
Bakr Muhammad ibn al-‘Asyîq (wafat 1138) yang dikenal dengan Ibn Bâjjah,
Abû Bakr ibn Thufayl (wafat 1185) yang dikenal dengan bukunya yang
berjudul Hayy ibn Yaqzhân, Ibn Rusyd (1126 – 1198 M.) yang dikenal dengan
3
Philip K. Hitti, History of The Arabs, h. 658
4
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, (Jakarta: UI Press,1985), h.58
5
C.A. Qadir, Filsafat dan Ilmu pengetahuan dalam Islam, terj. Hasan Basri (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1989), h. 118.
10
Islam, yang menjadi salah satu paru yang berperan memajukan pendidikan
Sînâ, Ibn Bâjjah, bahkan al-Râzî juga al-Ghazâlî, kembali hidup menyala-
diajarkan berbagai ilmu oleh orang tuanya, antara lain falsafat, ilmu
putra Muhammad ibn Tûmart (1080-1130 M.), ‘Abd al-Mu’min ibn ‘Alî
(w.1163). Setelah al-Mu’min wafat, Ibn Thufayl menjadi dokter istana dan
Sebagai ahli falsafat, Ibn Thufayl adalah guru dari Ibn Rusyd
dan kedokteran, sehingga Ibn Thufayl pernah menjadi dokter pribadi istana.
Andalusia.
6
Lenman E Goodman, “Ibn Thufayl”, dalam Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman,
ed., Enklopedi Tematis Filsafat Islam, vol I. terj.Tim Penerjemah Mizan (Bandung: Mizan, 2003),
h. 389
7
M.M. Syarif, M.A., Para Filosof Muslim, h. 45
11
satunya Ibn Thufayl yang terkenal membela mati-matian falsafat dalam Islam.
Selain itu, seperti yang dikatakan oleh E. Goodman, Ibn Thufayl diangkat
menjadi menteri kebudayaan Abû Ya‘qûb Yûsuf, selain juga sebagai dokter
pribadinya. Jabatan tersebut lebih tepat disebut sebagai wazîr, jika melihat
kedekatan antara Abû Ya‘qûb dan Ibn Thufayl. Pada saat itu sedikit orang saja
hubungan itu akan tampak lebih relevan jika Ibn Thufayl adalah wazîr dari
khalifah. 8
kehidupan Ibn Thufayl dapat dilihat sebagai sebuah kesuksesan yang dapat
dan canda bersama orang-orang istana, Ibn Thufayl wafat di usia yang telah
senja pada tahun 1185 M., di Maroko, ibu kota kerajaan dinasti Muwahhidûn.
B. Konteks Sosio-Kultural
bangsa Goth dan Vandal. Andalusia merupakan tempat pelarian diri untuk para
8
Lenman E Goodman. “Ibn Thufayl”, h. 390
12
pada Semenanjung Iberia di mana pernah disinggahi oleh kaum Goth Aria.
Akan tetapi nasib buruk menimpa kaum Goth Aria tersebut, yaitu mereka
tahun, sebuah pemberontakan yang diusung oleh bangsa Yahudi telah dilibas
dengan kejam oleh penguasa Andalusia yang dikuasai oleh Raja Roderick,
Katholik Roma. Tetapi kekuasaan ini akan hancur kelak setelah kaum Muslim
penguasa bernama Ilyan. 10 Dan sejak itu pula kaum Islam merencanakan
sakit hatinya kepada Raja Roderick, sehingga ia datang menemui Mûsâ ibn
merupakan Gubernur yang ahli dalam segala urusan peperangan. Dari hasil
Andalusia dan kembali dengan tawanan dan rampasan perang. Di sisi lain
9
Ahmad Thomson dan Muhammad ‘Ata’ur Rahim, Islam di Andalusia: Sejarah
Kebangkitan dan Keruntuhan, (Jakarta,Gaya Media Pratama, 2004), h. 3-4
10
Ilyan adalah Gubernur Tangier dan Ceuta di bawah naungan Raja Roderick. Ilyan
mengirim putrinya untuk belajar di Toledo yang saat itu ibu kota Vigothic. Roderick jatuh cinta
pada putri tersebut akan tetapi ditolak, dan Roderick memerkosanya. Hal itu terdengar oleh Ilyan
dan akhirnya ia pergi menuju Qayman dan mendekati Mûsâ ibn Nushayr, yaitu Gubernur Muslim
di Afrika Utara. Lihat. Philip K. Hitti, History of the Arabs, terj. R. Cecep Lukman dan Dedi S,
(Jakarta: Serambi, 2005) h.350
13
penyerangan masuk ke Andalusia adalah berkat saran Ilyan pada Mûsâ untuk
ibn Ziyâd untuk memimpin dua belas ribu pasukan Arab dan Berber dan
Thâriq bertemu di tepi Guadalete masing- masing dengan kekutan penuh, yang
prajuritnya sehingga hal ini membuat resah Mûsâ dan akhirnya Thâriq di-
dari Mûsâ. 12 Tak lama keresahan Mûsâ hilang dan ia kembali bersahaja setelah
11
Ahmad Thomson dan Muhammad ‘Ata’ur Rahim, Islam di Andalusia: Sejarah
Kebangkitan dan Keruntuhan, h. 16
12
Ahmad Thomson dan Muhammad ‘Ata’ur Rahim, Islam di Andalusia: Sejarah
Kebangkitan dan Keruntuhan h. 24
13
Kemantapan Mûsâ setelah menyeberang ke Andalusia dengan pasukan yang besar dan
menaklukkan kota utama di bagian barat termasuk Sevilla sehingga dari keberhasilan itu ia
kembali bersahaja dengan Thâriq dan melupakan keresahannya. Lihat, Philip K. Hitti, History of
the Arabs, h. 621
14
Selama Mûsâ ibn Nushayr dan Thâriq ibn Ziyâd menetap di Andalusia
Pelayo. Dan misi yang mereka (Roma Katolik) kembangkan adalah kembali
beberapa wilayah di mana Thâriq ingin menjelajahi seluruh kota Perancis dan
dengan Muslim di timur dan sampai pada dataran yang dihuni kaum
Paulician 15 , yang saat itu telah bergabung dengan pengikut Unitarian Yesus di
persekusi 16 yang dilakukan oleh Gereja Resmi Katholik Roma, yang dimulai
sejak masa berkuasanya Maharani Theodora abad ke-6, di mana saat itu
1039 bernama ‘Abdullâh ibn Yâsîn berdakwah kepada suku Sanhaja yang
ribâth di sepanjang garis perbatasan antara dunia Muslim dan non Muslim.
didirikan oleh Yûsuf ibn Tasyfîn di Afrika Utara, yang mendirikan sebuah
akhirnya Yûsuf ibn Tasyfîn melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol. 18
Maghrib pada abad ke-11 di bawah pimpinan Yahyâ ibn Ibrahîm. Yahyâ
kemudian beliau dibantu juga oleh Yahyâ ibn ‘Umar dan Abû Bakr ibn ‘Umar.
17
Ahmad Thomson dan Muhammad ‘Ata’ur Rahim, Islam di Andalusia: Sejarah
Kebangkitan dan Keruntuhan, h.103
18
Ahmad Mahmud Himayah, Kebangkitan Islam di Andalusia, (Jakarta: Gema Insani,
2004), h. 27
16
pengikut. 19
Sijil Mast yang dikuasai oleh Mas‘ûd ibn Wanuddîn. Ketika Yahyâ ibn ‘Umar
meninggal Dunia, jabatannya diganti oleh saudaranya, Abû Bakr ibn ‘Umar,
bin Yâsîn wafat (1059 M). 20 Sejak saat itu Abû Bakr memegang kekuasaan
Abû Bakr berhasil menaklukkan daerah Utara dan Maroko (1070 M). 21
19
C E. Boswot, Dinasti-Dinasti Islam, terj. Sumarto (Bandung: Mizan, 1993), h.26
20
Musrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam,
(Bogor: Kencana, 2003), h. 49
21
Musrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam,h.
57
17
kemenangan besar atas Alfonso VI (Raja Castile Leon) dan Yûsuf mendapat
Yûsuf meninggal dunia, warisan serta tahtanya jatuh kepada anaknya, Abû
Yûsuf ibn Tasyfîn. Warisan tersebut berupa kerajaan yang luas dan besar
Granada dan Almeria. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menguatkan
moral kaum Murâbithûn untuk memertahankan serangan dari raja Alfonso VII.
terbunuhnya penguasa Murâbithûn yang terakhir, yakni Ishâq ibn ‘Alî. Ketika
kekuasaan Bani Umayyah Spanyol pecah, ada suatu kekuatan yang baru
22
Adjid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-
Akar Sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),
h. 72
23
Ahmad Thomson dan Muhammad ‘Ata’ur Rahim, Islam di Andalusia: Sejarah
Kebangkitan dan Keruntuhan, h.
24
Philip K. Hitti, History of the Arabs, h. 670
25
C E. Browot, Dinasti-Dinasti Islam, h. 34
18
Dinasti Islam yang pernah berjaya di Afrika Utara selama lebih satu abad,
ibu kota Murâbithûn (1129 M). Peristiwa itu terkenal dengan nama perang
kekuasaan yakni daerah Nadla, Dir’ah Taigar, Fazar dan Giyasah. Ketika
26
Musrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam,h.68
27
Philip K. Hitti, History of the Arabs, h.712
19
gemilang dan belum pernah dicapai oleh Dinasti manapun di Afrika Utara.
orang-orang Kristen, tetapi pada tahun itu ‘Abd al-Mun’im wafat, dan diganti
memiliki wilayah yang luas, sehingga perluasan itu pun meliputi ilmu
pengetahuan. Ibn Thufayl merupakan salah satu yang diangkat sebagai pejabat
adalah dalam falsafat Islam. Walau demikian falsafat Islam tidak bisa lepas
dari pengaruh yang masuk ke dalamnya baik dari tradisi falsafat Yunani,
maupun tradisi falsafat timur, karena falsafat Yunani juga terpengaruh oleh
falsafat timur. Hal ini secara genuine dijelaskan oleh Joel L. Kraemer bahwa :
hampir dapat dipastikan bahwa karya Ibn Thufayl ini tidak dipengaruhi oleh
memberi pengaruh besar pada gaya penulisan falsafat melalui cerita, roman,
novel. Pengaruh tersebut dapat dilihat misalnya dari penerjemahan Hayy ibn
Pico della Mirandolla (Abad 15) sebagai karya besar (magnum opus) yang
menjadi referensi utama pada masa itu. Hayy ibn Yaqzhân juga diterjemahkan
oleh Edward Pockoke juga dalam bahasa Latin. Edward Pockoke memberikan
failasuf otodidak), satu bentuk apresiasi tersendiri yang diberikan pada Ibn
Inggris oleh Simon Ockley, dengan judul The Improvement of Human Reason,
pada tahun 1708. Kemudian disusul oleh edisi barunya dengan judul The
30
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 53
BAB III
Selain menjelaskan pengertian akal dan wahyu, subbab ini akan pula
berfokus pada penjelasan akal dan wahyu dalam perspektif teolog dan failasuf.
Walaupun demikian, pemaparan tentang akal dan wahyu tidak dalam subbab
akal dan wahyu dengan menggungkapkan hal-hal pokok saja, sehingga tidak
subbab ini.
Secara bahasa atau lughawî, akal merupakan kata yang berasal dari
bahasa Arab,‘aqala yang berarti mengikat dan menahan. Namun, kata akal
sebagai kata benda (mashdar) dari ‘aqala tidak terdapat dalam al-Qur’ân, akan
tetapi kata akal sendiri terdapat dalam bentuk lain yaitu kata kerja (fi‘l
mudhârî‘). Hal itu termuat dalam berbagai surah dalam al-Qur’ân sebanyak
empatpuluh sembilan, antara lain ialah ta‘qilûn dalam surah al-Baqarah ayat
49; ya‘qilûn surah al-Furqân ayat 44 dan surah Yâsîn ayat 68; na‘qilu surah al-
Mulk ayat 10; ya‘qiluhâ surah al-‘Ankabût ayat 43; dan ‘aqalûhu surah al-
Baqarah ayat 75. Di sisi lain yang terdapat dalam al-Qur’ân selain kata ‘aqala
yang menunjukkan arti berfikir adalah nazhara yang berarti melihat secara
abstrak, sebanyak 120 ayat; tafakkara yang artinya berfikir tardapat pada 18
ayat dan tadzakkara yang memiliki arti mengingat sebanyak 100 ayat. Semua
21
22
kata tersebut sejatinya masih sangat terkait dengan pengertian dari kata akal
tersebut. 1
Maka tali pengikat serban, yang dipakai di Arab Saudi memiliki warna
beragam yakni hitam dan terkadang emas, disebut ‘iqal; dan menahan orang di
Dalam komunikasi atau lisan orang Arab, dijelaskan bahwa kata al‘aql
berarti menahan dan al-‘aqîl ialah orang yang menahan diri dan mengekang
hawa nafsu. Banyak makna yang diartikan tentang ‘aqala. Sejatinya arti asli
‘aqala ialah mengikat dan menahan dan orang ‘aqîl di zaman jahiliyah dikenal
dengan hâmiyah atau darah panas, maksudnya ialah orang yang dapat
menahan amarahnya dan oleh karenanya dapat mengambil sikap dan tindakan
berpikir, semua hal tersebut terpusat berada di kepala. Hal ini berbeda dari apa
23
Bagi Izutzu kata al-‘aql masuk ke dalam wilayah falsafat Islam dan
Yunani ke dalam pemikiran Islam, maka kata al-‘aql mengandung arti yang
sama dengan kata Yunani, nous. Falsafat Yunani mengartikan nous sebagai
daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Dalam perkembangan zaman
Adapun secara istilah akal memiliki arti daya berpikir yang ada dalam
diri manusia dan merupakan salah satu daya dari jiwa serta mengandung arti
Adapun asal kata wahyu berasal dari bahasa Arab al-wahy yang berarti
suara, api, dan kecepatan, serta dapat juga berarti bisikan, isyarat, tulisan, dan
kitab. Tetapi pengertian wahyu yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah apa
24
kalâm Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi
pengertian bahwa wahyu tersimpan dalam dada manusia karena nama al-
Qur’an sendiri berasal dari kata qirâ’ah (bacaan) dan di dalam kata qirâ’ah
tulisan (al-Baqarah: 2); al-Risâlah berarti surat atau warta (al-Ahzâb: 39);
karena membedakan antara yang hak dan batil, antara yang baik dan buruk (al-
Baqarah: 185); al-dzikr berarti peringatan (Shâd: 1); al-Hudâ berarti petunjuk
karena memberikan petunjuk kepada jalan hidup yang lurus dan benar (al-
yang perlu diyakini oleh setiap mu’min; hukum-hukum syari‘at yang mengatur
hubungan manusia dengan alamnya; akhlak, tuntunan budi pekerti luhur; ilmu
8
Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta:Depag, 1987), h.16
9
Hamzah Ya’qub, Filsafat Agama, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), h. 132
10
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993),
h.9
25
informasi tentang hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang. 11
melalui jantung hati seseorang dalam bentuk ilham, dari belakang tabir sebagai
yang terjadi dengan Nabi Mûsâ, dan melalui utusan yang dikirim dalam bentuk
manusia bersifat materi dan hal ini pun diakui oleh falsafat dan mitisisme
dalam Islam. 12
Dengan begitu hanya orang-orang yang khusus yang dianugerahi Tuhan daya
mengetahui hal-hal yang tak dapat ditangkap atau diketahui oleh orang-orang
kemampuan seperti telepati, mind reading (mengetahui apa yang ada dalam
pikiran orang lain), clair voyance (kesanggupan melihat apa yang biasa tak
11
Hamzah Ya’qub, Filsafat Agama, h.131
12
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, h.18
13
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, h. 19
26
dapat dilihat orang lain) dan clairaudience (kesanggupan mendengar apa yang
Hads merupakan daya tangkap luar biasa yang dianugerahkan Tuhan kepada
nabi-nabi. Bahwa nabi-nabi yang diberi hads dalam bentuk penglihatan dan
masyarakat. Hal ini pula terjadi pada Rasullah saat menyampaikan kepada
sahabat-sahabat untuk dihafal dan kepada sekretaris Zayd ibn Tsâbit untuk
ditulis. 15
wahyu khususnya Tor Andrea berpendapat bahwa terdapat dua bentuk wahyu,
pertama wahyu yang diterima melalui pendengaran (auditory) dan wahyu yang
merupakan suara yang berbicara ke telinga atau hati seorang nabi. Dalam
tetapi biasanya samar-samar. Dalam hal ini bagi Tor Andrea bahwa Nabi
14
Gudas Fs, Extrasensory Perception, (New York, Charles Scribner, 1961), h.93-74.
Lihat. Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, h. 21
15
Oemar Amir Husein, Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 30
16
Mohammed. The Man and His Faith, (New York: Harper & Row, 1960), h. 48
27
B. Perspektif Teolog
kalâm. Skripsi ini hanya memfokuskan pada dua aliran teologi yaitu
teologi yang lain. Sejatinya persoalan dalam teolog khususnya dua aliran ini
mengacu pada dua persoalan, yakni kemampuan akal dan fungsi wahyu dalam
mengetahui adanya Tuhan serta kebaikan dan kejahatan. Lalu yang menjadi
pertanyaan bisakah akal mengetahui adanya Tuhan? Jika seandainya bisa, lalu
Berkaitan dengan baik dan buruk benarkah akal dapat mengetahui baik dan
buruk? Jika iya, bagaimana akal mengetahui bahwa wajib bagi manusia
Dalam sejarah pemikiran Islam, teologi yang disebut oleh tradisi Islam
dengan ilmu kalâm, berkembang mulai dari abad 1 H. Adapun aliran teologi
yang pertama kali muncul adalah Mu‘tazilah. Sedangkan aliran yang kedua
adalah Asy‘ariyyah.
kedudukan yang tinggi terhadap akal, tidak terhadap wahyu. Berbeda dari
17
Hasbullah Bakry, Di Sekitar Filsafat Skolastik Islam, (Jakarta: Tintamas,1973), h.15
28
rendah dan sumber pengetahuan paling tinggi ialah akal. Hal ini menunjukkan
sebagai lebih tinggi daripada akal. Wahyu di sini adalah al-Qur’ân dan
pengetahun. 18
dan berusaha mencari kesamaan arti teks yang terdapat dalam al-Qur’ân
kalimat wajah Tuhan sebagai esensi Tuhan, dan tangan Tuhan diartikan
memunyai arti wajah dan tangan tetap memunyai arti tangan Tuhan, hanya
saja wajah dan tangan Tuhan berbeda dari wajah dan tangan manusia.
18
Hasbullah Bakry, Di Sekitar Filsafat Skolastik Islam,(Jakarta: Tintamas,1973,) h.19
29
al-A‘râf/7:
Sejatinya akal bagian dari dasar utama bagi Mu‘tazilah, akan tetapi
akal hanya dapat mengetahui secara garis besar, dan tidak terperinci. Dari
Adapun Asy‘ariyyah pada sisi lain menyatakan akal tidak akan pernah
dapat mengetahui segala macam bentuk kewajiban serta bentuk kebaikan dan
19
Hasan Zaini, Tafsir Tematik Ayat-Ayat Kalâm, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996)
h. 39
20
Ilhamuddin, Pemikiran Kalam Al-Baqillani: Studi tentang Persamaan dan Perbedaan
dengan al-Asyari, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1997), h.114
30
Ibn Abî Hâsyîm, salah satu tokoh Asy‘ariyyah, mengatakan bahwa akal
tetapi tidak akan pernah tahu perbuatan yang masuk pada kategori perbuatan
baik dan buruk. Dengan demikian, hanya wahyu yang akan menentukan baik
gagasan teologis, dengan membuat penalaran yang tunduk terhadap wahyu dan
kekuasaan Tuhan dalam setiap kejadian dan perilaku manusia. Hal ini
wahyu dan kehendak mutlak Tuhan, sebab semua berawal dan berakhir pada-
Nya.
Dalam hal ini pun terlihat bahwa dalam teologi Asy‘ariyyah akal
ayat-ayat al-Qur’ân, dalam artian akal tidak diberikan peran luas untuk
21
Ilhamuddin, Pemikiran Kalam Al-Baqillani: Studi tentang Persamaan dan Perbedaan
dengan al-Asyari, h. 120
31
C. Perspektif Failasuf
dianggap lebih besar dayanya dari apa yang diungkapkan teolog, sebab ini
tentang wujud. Bagi failasuf, hubungan antara akal dan wahyu, antara falsafat
dan agama tidak ada pertentangan. Walaupun telah terjadi berbagai hujatan
terutama al-Kindî yang pertama kali berpendapat bahwa antara akal dan
wahyu atau falsafat dan agama tidak ada pertentangan. Dasar pemikirannya
argumen-argumen yang kuat. Agama dan falsafat membahas subjek yang sama
dan memakai metode yang sama, sehingga yang menjadi perbedaan hanya cara
22
Mulyadhi Kartanegara,Gerbang kearifan: Sebuah Pengantar Falsafat Islam,(Jakarta:
Lentera Hati,2006), h. 139
23
George N. Atiyeh, Al-Kindi: Tokoh Filosof Muslim, terj. Baihaqi (Bandung: Pustaka,
1983),h.36
24
Prof. Dr. H Abdul Azis Dahlan, “Filsafat”, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam
Pemikiran dan Peradaban, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van HOeve, 2007 ), h.179
32
antara keduanya memiliki tujuan yang sama yakni kebenaran. Kebenaran yang
sehingga memelajari falsafat bukanlah hal yang dilarang Tuhan, sebab teologi
merupakan bagian dari falsafat serta umat Islam diharuskan belajar tauhid. 25
dan Plato sehingga sesuai dengan dasar-dasar Islam dan kedua, pemberian
Tuhan menurunkan wahyu kepada Nabi melalui Akal Aktif, lalu dari Akal
Aktif menuju Akal pasif melalui akal perolehan setelah itu diteruskan dengan
daya penggerak. Bagi orang yang akal pasifnya menerima pancaran disebut
25
Dr. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam,(Jakarta: Bulan Bintang,
1978), h. 82
26
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, terj. Yudian W. Asmin, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2004), h.457
33
nabi yang membawa berita tentang masa depan. Hal ini pun menuai penjelasan
Failasuf Islam lain yang juga memiliki pandangan bahwa antara akal
dan wahyu atau antara falsafat dan agama tidak bertentangan yaitu Ibn Sînâ.
yang sama yakni Jibrîl, biasa disebut sebagai Akal Aktif. Perbedaan hanyalah
terdapat dalam hubungan Nabi dan Jibrîl melalui akal materi, sedangkan
failasuf melalui akal perolehan. Para failasuf dalam mencapai akal perolehan
harus dengan usaha yang keras dan latihan yang berat, adapun Nabi
memeroleh akal materi yang dayanya jauh lebih kuat dari akal perolehan.
Karena daya yang kuat inilah oleh karena itu Tuhan hanya memberi daya
Ibn Rusyd juga menegaskan bahwa antara agama dan falsafat tidak
berlawanan dengan kebenaran tetapi sesuai dan saling menguatkan. Dalam hal
ini Ibn Rusyd menjelaskan hal tersebut dengan pembagian akal. Menurutnya,
27
Dr. Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: UI Press, 1986), h.83
28
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, h.84
34
berpikir kritis. 29
hikmah, pengajaran yang baik dan, bila perlu, berdebatlah dengan mereka
siapa yang sesat jalan dan Ia juga lebih tahu tentang siapa yang mendapat
kepada kebenaran dengan jalan hikmah, pelajaran yang baik dan debat yang
memerkuat wahyu, bagi Ibn Rusyd, ada di antara ayat-ayat al-Qur’ân secara
diperoleh pengertian yang benar. Bagi Ibn Rusyd, adanya penggunaan ta’wîl
29
Drs. Muhammad Iqbal, M.Ag, Ibn Rusyd dan Averroisme: Sebuah Pemberontakan
terhadap Agama, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004). H.39
30
Drs. Muhammad Iqbal, M.Ag, Ibn Rusyd dan Averroisme: Sebuah Pemberontakan
terhadap Agama, h. 42
35
Qur’ân tersebut ada yang memiliki kemampuan dan cara berpikir sederhana.
Namun ada pula yang memunyai pemikiran kritis dan daya nalar yang tajam.
Orang awam yang kemampuannya kurang dan masih sederhana tidak perlu
hal itu. Sebaliknya, bagi orang yang memiliki kemampuan untuk berpikir
suatu keniscayaan. 32
Bagi Ibn Rusyd ta’wîl adalah mengeluarkan suatu lafazh dari konotasi
yang hakiki kepada konotasi majâzî (metaforis) tanpa merusak susunan dan
Dalam hal pencapaian apa pun, bagi Ibn Rusyd, yang diperoleh melalui
metode demonstratif tapi tidak sejalan dengan makna lahiriah teks al-Qur’ân,
maka teks (nash) tersebut dapat dita’wîl, asalkan sesuai dengan ketentuan-
Oleh karena itu Ibn Rusyd membagi nash-nash dalam tiga bagian,
yaitu, pertama nash-nash syari‘ah yang mengandung makna lahiriah dan tidak
31
Drs. Muhammad Iqbal, M.Ag, Ibn Rusyd dan Averroisme: Sebuah Pemberontakan
terhadap Agama, h. 44
32
Dr. Amsal Bachtiar. M.A., Pergulatan Pemikiran dalam filsafat Islam: Memahami Alur
Pendekatan Al-Ghazali dan Ibn Rusyd,(Jakarta: UIN Press, 2004), h.212
36
boleh dita’wîl. Bila terhadap makna dilakukan ta’wîl maka akan menimbulkan
bid‘ah atau kekafiran. Kedua, makna yang oleh ahli burhân wajib ta’wîl.
Seandainya nash tersebut diartikan secara lahiriah begitu saja justru bisa
kebenaran wahyu. Namun Ibn Rusyd menolak dengan keras pemakaian ta’wîl
oleh sembarangan orang, sebab hal itu akan membawa kerusakan bagi agama.
Dalam menentukan nash mana saja yang boleh dita’wîl sesuai dengan syari‘at,
bagian,
1. Tidak ada kemungkinan ijmâ‘ tentang makna nash tertentu dalam kitab
suci.
2. Pernyataan Kitab Suci secara lahir nampak bertentangan antara satu sama
lainnya.
Dapat terlihat sejatinya Ibn Rusyd menempatkan akal pada posisi yang
tinggi, namun tetap berpegang teguh pada Kitab Suci. Kedua-duanya, akal dan
33
Drs. Muhammad Iqbal, M.ag, Ibn Rusyd dan Averroisme: Sebuah Pemberontakan
terhadap Agama, h.45
34
Drs. Muhammad Iqbal, M.ag, Ibn Rusyd dan Averroisme: Sebuah Pemberontakan
terhadap Agama, h. 46
37
wahyu, akal tidak liar tanpa kendali. Oleh karena itu bagi Ibn Rusyd akal
bukanlah segala-galanya.
Segala sesuatu yang tidak dicapai oleh akal, maka sejatinya Tuhan
dibawa syari‘at.
BAB IV
A. Hirarki Akal
ibu yang merupakan adik dari seorang raja kejam. Kerabat raja bernama
benih dari hasil pernikahannya dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Dan
bayi itu diketahui oleh pihak raja, maka akhirnya bayi itu dibuang ke laut,
dari bumi, dan merupakan hasil proses alam. Pada awalnya Hayy
sudah berfermentasi sangat lama dan sangat besar. Bagian lempung itu
terisi oleh ruh Tuhan. Selanjutnya akibat dari penyinaran yang seimbang,
1
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 59.
38
39
seperti anaknya sendiri, sampai pada akhirnya rusa tersebut mati dan Hayy
ibunya, sang rusa. Dalam umur dua tahun Hayy mulai dapat melihat
perbedaan antara sang rusa dengan dirinya, seperti adanya, bulu, cakar,
dan sebagainya yang ada pada sang rusa. Dalam fase ini dia mulai
binatang lain. Tetapi sampai pada masa sang rusa meninggal, Hayy beralih
2
Ibn Thufayl, Hayy bin Yaqzhân:Roman Filsafat tentang Perjumpaan Nalar dengan
Tuhan, Penerjemah Dahyal Afkal, (Bekasi: Menara, 2006), h. 15.
40
mengetahui panas api itu juga ada dalam tubuh ketika ia teringat
membedah tubuh ibunya. Dia mulai meneliti lagi organ-organ tubuh dan
spiritual, di mana setiap entitas tersusun dari dua unsur yakni jasmani dan
bentuk jasmani 4
Fase ketiga, dimulai ketika dia sudah menjadi seorang pemuda dan
Ada yang kuat dan ada yang lemah. Dia meneliti segala yang hidup dan
3
Drs. H. A. Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia), h.273
4
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, terj. Mulyadhi Kartanegara, (Jakarta: Pustaka
Jaya, 1986), h. 368
41
akhirnya mengerti sebab dan asal kehidupan. Fase ini berakhir ketika dia
dalam tiga dimensi, panjang, lebar dan tinggi. Semakin tajam pengamatan
jiwa adalah sesuatu yang terpisah dari badan, dan keduanya memunyai
Tertinggi yang kekal dan tak ada sebab bagi WujudNya namun menjadi
5
Ibn Thufayl, Hayy ibn Yaqzhân, h. 102-104
6
Ibn Thufayl, Hayy ibn Yaqzhân, h. 107
42
mengerti bahwa yang Wajib Wujud terlepas dari benda materi mana pun,
di mana ia dapat melihat sang Khaliq. Dia terus menjalani mujâhadah dan
sejati didapat. Ia ingin tetap berada dalam maqam yang dicapainya sampai
cahaya dariNya.
7
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, h.368- 369
8
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, h. 369
43
Akal adalah suatu daya yang hanya dimiliki manusia, oleh karena
daya akal merupakan salah satu dasar pembinaan budi pekerti mulia yang
Akal pikiran merupakan suatu nikmat dari Allah yang tiada taranya
bumi ini. Dengan akalnya, manusia membedakan yang baik dan yang
dirinya. 10
sebagai makhluk yang uggul di muka bumi ini. Karena akal manusia dapat
diakui sebagai khalifah di muka bumi ini. Dari hal ini dirasakan betapa
hebatnya akal yang telah Tuhan anugerahkan pada manusia, meskipun akal
9
Harun, Nasution, Muhammad ‘Abduh dan Teologi Rasional Mu‘tazilah,(Jakarta: UI
Press, 1987), h.34.
10
C.A. Qadir, Filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam, Terj. Hasan Basri,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002),h.34
44
Ada hal-hal yang tidak dijawab oleh akal, yakni tentang masalah-masalah
yang berkaitan dengan alam gaib seperti kehidupan sesudah mati, hari
tradisional. 12
akhirat dan keadaan hidup manusia nanti. Wahyu juga memberikan kepada
dirasakan secara fisik, akan tetapi akal dapat memahami adanya hal-hal
tersebut. 13
11
Nurcholish, Madjid, Islam Doktrin & Peradaban : sebuah telaah kritis tentang
masalah keimanan, kemanusiaan dan kemodernan,(Jakarta: Paramadina,2005),h.328.
12
Harun, Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: UI Press, 1986), h.85
13
Harun, Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam,h.80
45
oleh akal ialah tentang apakah itu baik atau buruk, dalam hal ini Tuhanlah
adalah buruk. Hanya Dialah yang tahu maksud perbuatan demikian baik
dan buruk. 15
Thufayl akal adalah suatu daya yang hanya dimiliki manusia dan yang
mana wahyu memiliki jalan yang berbeda dengan akal. Sehingga wahyu
pengetahuan dapat dicapai dan hal pun yang di miliki manusia dalam
14
Harun, Nasution, Muhammad ‘Abduh dan Teologi Rasional Mu‘tazilah,(Jakarta:
UI Press, 1987), h. 60
15
Harun, Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, h.86
46
beberapa sifat , yakni, Sifat-sifat yang menetapkan wujud Zat Allah, Ilmu,
Kudrat dan Hikmah. Sifat-sifat ini adalah Zat-Nya sendiri. Hal ini untuk
paham Mu’tazilah. 16
kebendaan. 17 Falsafat dan Agama tidak bertentangan dengan kata lain, akal
pengertian yang hakiki. 18 Ketika Hayy ibn Yaqzhân bertemu dengan Absal,
esoterisnya. 19
Sejatinya subtansi dari akal memiliki peran lebih dari wahyu bagi
manusia karena akal merupakan daya yang tertanam dalam tubuh manusia.
16
Harun, Nasution, Muhammad ‘Abduh dan Teologi Rasional Mu‘tazilah,(Jakarta,
UI Press, 1987), h. 71
17
Sirojudin, Zar, Filsafat Islam. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2007), h.216
18
Sirojudin, Zar, Filsafat Islam, h.220
19
Hadi, Mansuri, Ibn Thufayl: jalan pencerahan menuju Tuhan, (Yogyakarta: LKiS
2005). H. 58
47
dengan jalan akal atau dengan jalan syari‘at. Kedua jalan tidaklah
bahwa kepercayaan kepada Allah adalah satu bagian dari fitrah manusia
yang tidak dapat disangkal dan bahwa akal yang sehat dengan
kepada Tuhan. 20
kepada Tuhan, serta dapat melihat Tuhan dan merasa bahagia seandainya
pemikiran kepada Tuhan, sehingga ia selalu berada di alam gaib atau alam
imateri. 21
20
Sudarsono, Filsafat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 81
21
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, h.85
48
Di salah satu pulau yang terletak tidak jauh dari tempat Hayy
metaforis dan falsafat dari ajaran agama. Salâman sebaliknya lebih banyak
berpegang pada arti-arti lahir dan jauh dari ta’wîl, sejalan dengan sikap
kepada bentuk lahir dari agama dan dalam perjalanannya akhirnya sampai
melengkapi. 22
melepaskan diri dari pemahaman dan pelaksanaan agama secara lahir dan
22
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, h. 40
49
dan imajinasi yang sesungguhnya, serta tak dapat dijangkau oleh cara-cara
oleh orang lain, mengisi jiwa dengan hasrat dan menarik mereka kepada
akan tetapi hal tersebut tidak berjalan lancar, karena ajaran yang dibawa Hayy
dan Absâl belum dapat diterima ketika itu. Apa yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa terdapat tujuan yang sama antara akal dan wahyu dalam
23
Ibn Thufayl, Hayy ibn Yaqdzân, h.192
24
Ibn Thufayl, Hayy bin Yaqdzân:Roman filsafat tentang perjumpaan nalar dengan
Tuhan, h. 189
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejatinya, akal dan wahyu yang digambarkan dalam pemikiran Ibn Thufayl
dikemas dalam bentuk roman, Hayy Ibn Yaqzhân, merupakan hal yang kurang
dapat perhatian dari kalangan pengaji falsafat Islam. Ini disebabkan beberapa
faktor antara lain karya ditinggalkan Ibn Thufayl sangat sedikit dan susah diakses,
antara akal dan wahyu. Dengan dituangkan dalam bentuk cerita Hayy dan Absâl,
Hayy merupakan simbol akal yang selalu memikirkan alam sekitar dalam
baru dalam mencari Tuhan, sebab para pemikir sebelumnya memiliki corak yang
sulit untuk dipahami bahkan pun untuk sekarang ini. Pada zaman modern ini
manusia lebih memahami sesuatu yang mungkin mudah dipahami tanpa harus
Usaha yang telah dilakukan Ibn Thufayl merupakan hal penting bagi umat
Muslim saat ini dalam memahami cara mengetahui Tuhan, yakni dengan akal,
tanpa harus mengetahui-Nya lewat wahyu. Walaupun dengan cara yang berbeda
50
51
antara akal dan wahyu tetapi sejatinya di antara kedua memiliki tujuan yang sama
yakni kebenaran.
B. Saran-saran
Setiap manusia memiliki kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu penulis
berharap siapa pun yang membaca skripsi ini dapat memberikan saran maupun
kritik terhadap skripsi ini. Penulis pun sadar masih terdapat kekurangan dalam
skripsi ini, sehingga perlu dipahami secara mendalam khususnya tema akal dan
wahyu.
Ibn Thufayl pun bukanlah seorang nabi akan tetapi manusia yang memiliki
berpikir sehingga hal itu menjadi lubang untuk mengritisi hasil pemikirannya.
Begitu juga penulis, merupakan seorang manusia biasa yang memiliki kekurangan
terdapat dalam skripsi ini. Pada akhirnya penulis berharap hal tersebut datang
sebagai sebuah pelengkap terhadap skripsi ini, sehingga skripsi ini mendapat
Dasuki, Hafizh, Ensiklopedi Islam. Jakarta: P.T Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994
Goodman, Lehman E, “Ibn Thufayl”, dalam Seyyed Hossein Nasr dan Oliver
Leaman, ed., Enklopedi Tematis Filsafat Islam. vol I. terj. Tim
Penerjemah Mizan. Bandung: Mizan, 2003
Hitti, Phillip. K, History of the Arabs. terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005
Ibn, Thufayl, Hayy bin Yaqdzân: Roman filsafat tentang perjumpaan nalar
dengan Tuhan. terj. Dahyal Afkal. Bekasi: Menara, 2006
52
53
Kamil, Sukron “Hayy Ibn Yaqzhan: Novel Filosofis Ibn Thufayl”, Mimbar
Agama dan Budaya. Vol,XVIII, No.2, 2001
al-Kindî, Rasâ’il al-Kindî al-Falsafiyyah. ed. M.A. Abû Ridah. Kairo: Dâr al-Fikr
al-‘Arabî, 1950
Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin & Peradaban: sebuah telaah kritis tentang
masalah keimanan, kemanusiaan dan kemodernan. Jakarta: Paramadina,
2005
Madkour, Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam. terj. Yudian Wahyudi Asmin.
Jakarta: Bumi Aksara, 2004
Mansuri, Hadi, Ibn Thufayl: jalan pencerahan menuju Tuhan. Yogyakarta: LKiS
2005
Muhaimin, dkk, Kawasan dan Wawasan Studi Islam. Jakarta: Kencana, 2007
Nasr, Seyyed Hossein, Sufi Essay. London: George Allen and Unwin Ltd., 1972.
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
Noor, Machmuddin, Akal dan Wahyu dalam pandangan Al-Kindi. Skripsi, Fak.
Ushuluddin UIN Jakarta, 2007
Qadir, C.A, Filsafat dan Ilmu pengetahuan dalam Islam. terj. Hasan Basri.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989
Zar, Sirojuddin, Filsafat Islam: Filosof dan Falsafatnya. Jakarta: Raja Garfindo
Persada, 2002
PEDOMAN TRANSLITERASI
Padanan Aksara
ا = a ط = th
ب = b ظ = zh
ت = t ع = ‘
ث = ts غ = gh
ج = j ف = f
ح = h ق = q
خ = kh ك = k
د = d ل = l
ذ = dz م = m
ر = r ن = n
ز = z و = w
س = s ﻩ = h
ش = sy ء = ’
ص = sh ي = y
ض = dl
â = a panjang
î = i panjang
û = u panjang
او = aw
اي = ay
اي = iy
vi