Anda di halaman 1dari 2

PENDIDIKAN YANG MEMPERKOSA KARAKTER BELAJAR SISWA BANGKA

Mungkin karena sudah tak lagi menjadi RSBI lagi, maka profil siswa baru SMA
***, Bangka, tahun ini menjadi lebih kaya daripada tahun-tahun sebelumnya. Jika
pada tahun-tahun sebelumnya saya menemukan profil kaum akademisi elitis dari
putra-putra terbaiknya, maka profil tahun ini lebih membumi dan lebih beragam,
walau tentunya tetap elitis.

Mungkin juga karena pada tahun-tahun sebelumnya fungsi psikotes adalah untuk
seleksi, sedangkan tahun ini untuk penempatan bidang minat, maka data tahun ini
menjadi lebih memetakan. Ada banyak cerita yang bisa disajikan, mulai dari
profil intelektualnya, karakteristik umum kepribadiannya, sampai kepada profil
belajarnya. Kebetulan, saya memang hobby utak-atik data bermodal statistika,
sehingga saya nggak pernah berhenti hanya pada laporan psikotes individual
belaka. Dan ini memang nilai tambah yang selalu saya tawarkan kepada sekolah,
untuk membantu menetapkan sebuah strategi pembelajaran yang efektif.

Cuma, mohon maaf, hasil utak-atik data data saya tahun ini memunculkan wajah
yang menggelisahkan. Saya menemukan anak-anak bangsa dengan profil
kepribadian yang terbelah. Schizophrenia ? Ah, itu mungkin terlalu lebay... Tapi
mungkin semacam collective split of personality lah. Bayangkan, antara profil
intelektual dengan kepribadian dan profil belajar sangat banyak yang tidak
matching. Sehingga, sekadar untuk menetapkan : Apakah dia cocok untuk belajar
IPA atau IPS ? Itupun tak mudah. Kalau menggunakan istilah putusan pengadilan,
terdapat “Desenting Opinion” pada diri saya sendiri untuk menetapkannya. Dan
itu terjadi pada 42 % siswa !!! Ah, jangan-jangan sayanya yang schizophrenia...

Kenapa bisa begitu ?

Saya harus bilang, walau saya bisa keliru, ini adalah buah perkosaan pendidikan
terhadap putra-putranya sendiri, baik di sekolah maupun di rumah. Hasil psikotes
menggambarkan, telah terjadi mismatch antara “psychological traits” (watak
psikologis) dengan “psychological state” (tampilan psikologis) siswa. Watak
psikologis siswa-siswa bangka adalah sosial, fleksibel, inspiratif, kreatif, lateral
dan otak kanan. Sementara itu, hasil doktrin pendidikan telah menampilkan sosok
siswa yang sistematis, linear, tekun, akademis dan otak kiri.

Belum lagi tentang profil belajarnya. Terus-terang, dari tahun ke tahun data
menjelaskan kepada saya bahwa siswa-siswa Bangka adalah pembelajar VISUAL
yang "ekstrem". Bayangkan, jika tipe pembelajar visual di Indonesia berkisar
pada proporsi 51 % sd 57 %, maka di Bangka konsisten pada angka 67 - 68 % !!!
Ini wajar, karena di Bangka terlalu banyak hal yang merangsang mata untuk
dilihat. Yang menarik lagi, setelah visual, maka kebanyakan mereka belajar
dengan pendekatan sosial dan eksperiensial. Sisanya adalah yang belajar secara
auditoris dan kinestetik. Sekadar catatan, pembelajar auditoris di Bangka hanya
4,1 %, padahal secara nasional adalah 9,7 %. Tapi, apa yang dilakukan di sekolah ?
Mereka dipaksa belajar secara auditoris : siswa mendengar !!!

Jadi, benarlah Ibu Muslimah (semoga Allah merahmati beliau), guru dari Andrea
Hirata di SD Muhammadiyah Gantong, Belitung Timur, yang mengajari murid-
muridnya dengan pendekatan visual-sosial-eksperiensial. Itu adalah pembalajaran
asli Bangka-Belitung, pembelajaran yang benar-benar berhitung dengan kearifan
lokal masyarakatnya, yaitu pembelajaran di alam. Saya ingin mengatakan, SD
Muhammadiyah Gantong, Belitung Timur, adalah Sekolah Alam pertama di
Indonesia. Tentunya ini lebay lagi....

Bangka membutuhkan pendidikan yang memerdekakan siswanya, karena mereka


lahir sebagai orang-orang ramah yang merdeka. Jangan bunuh keramahan mereka
lewat pembelajaran akademik yang kaku, dingin dan mengerenyitkan dahi. Alam
adalah rumah mereka, di mana mereka belajar secara visual, sosial dan
eksperiensial. Sekolah di alam adalah cara yang paling tepat untuk mereka. Atau,
jika sekolah masih memaksa juga, mungkin mereka perlu latihan membolos dan
melompati pagar sekolah, untuk bekerja di pasar ikan atau menonton Rhoma
Irama, seperti ulah Ikal dan kawan-kawan dalam “Sang Pemimpi”.

Colek Abdillah Arif, Sandy Pratama, Beni Guswanto

Anda mungkin juga menyukai