Anda di halaman 1dari 14

3.

7 Pengujian Hipotesis
Hipotesis mempumyai sifat dikotomis yaitu menerima H0 dan menolah H1
atau sebaliknya menolah H0 dan menerima H1. Bukti dari suatu dari suatu amatan
yang tidak sama dengan hipotesis yang dinyatakan tentu saja membawa kita pada
penolakan hipotesis tersebut, sedangkan yang mendukung akan memiliki
konsekuensi menerima hipotesis.
Namun perlu ditegaskan disini bahwa ditolaknya hipotesis berarti hipotesisi
itu salah, sedangkan diterimanya suatu hipotesis adalah merupakan akibat logis dari
“kurangnya cukup bukti” untuk menolaknya dan tidak akan berimplikasi bahwa
hipotesis itu benar.

1. Hipotesis Statistik
Langkah – langkah penulisan hipotesis yang biasa dilakukan adalah
merumuskan hipotesis yang akan ditulis disertai keterangan seperlunya. Perumusan
dibuat sesuai dengan persoalan yang dihadapi. Ada tiga ,macam parameter :
a. Hipotesis mengandung pengertian minimum
b. Hipotesis mengandung pengertian maksimum
c. Hipotesis mengandung pengertian sama

Uji hipotesis yang alternatifnya bersifat dua pihak disebut uji dua arah (two
tail test). Hal ini karena wilayah kritiknya terpisah menjadi dua bagian yang
ditempatkan di masing-masing ekor sebelah kiri dan sebelah kanan distribusi
statistiknya.

2. Dua Jenis Kesalahan


Setiap pengujian parameter populasi harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga kesalahan kesalahan hipotesisnya dapat dibuat sekecil mungkin. Tugas
selanjutnya apakah hasil pengamatan yang telah dilakukan akan menerima hipotesis
atau menolaknya. Jika pada saat menerima atau menolak hipotesis tersebut dan
selama penelitian hanya berdasarkan pada ukuran contoh, maka akan terjadi
beberapa kemungkinan :

a. Bila hipotesis nol (Ho) benar dan berdasarkan penelitian yang dilakukan kita
menerimanya maka kesimpulan yang diambil sudah tepat.
b. Bila hipotesis nol (Ho) benar tetapi berdasarkan hasil penelitian kita menolak
berarti kita telah menerima hipotesis alternatif (H1). Keputusan yang diambil
ini merupakan suatu kesalahan. Kesalahan dalam statistik dikenal sebagai
kesalahan jenis I (type error I) atau gelat α.dengan kata lain kesalahan yang
terjadi pada saat membuat kesimpulan yaitu sesuatu yang harus diterima tetapi
hasil amatan dibuat kesimpulan menolak.
c. Bila hipotesis nol (Ho) salah dan berdasarkan penelitian yang dilakukan kita
menolaknya, maka kesimpulan yang diambil sudah tepat.
d. Bila hipotesis nol (Ho) salah tetapi berdasarkan hasil penelitian yang kita
lakukan menerimanya berarti kita telah menolak hipotesis alternatif (H1).
Keputusan yang diambil ini merupakan suatu kesalahanjenis II (type error II)
atau galat β, yang merupakan kesalahan yang terjadi pada saat membuat
kesimpulan yaitu sesuatu yang seharusnya ditolak tetapi hasil amatan
mengatakan untuk menerimanya.

3. Pengujian Nilai Rata-rata


a. Ragam populasi diketahui
Pengujian nilai rata-rata populasi dapat dilakukan untuk ragam populasi yang
diketahui dan ukuran contoh lebih dari 30 dengan derajat kepercayaan tertentu
(1-α). Jadi tujuan dari pengujian hipotesis ini tidaklah semata-mata untuk
menghitung nilai statistik saja melainkanuntuk menyimpulkan apakah
perbedaan antara nilai statistik dan parameter mempunyai perbedaan yang
cukup nyata atau tidak.
Sebelum kita melakukan melakukan pengujian terhadap hipotesis perlu
dilakukan pentahapan prosedur umum sebagai berikut :
1. Rumusan hipotesis nol dan hipotesis alternatif :
Ho : μ=μo
Ho : μ≠μo : pengujian dua arah adalah pengujian hipotesis yang akan
menolak hipotesis nol jika nilai statistik mempunyai perbedaan nyata lebih
besar dan atau lebih kecil dari parameter populasi yang di jadikan
hipotesis.
μ > μo : suatu pengujian arah kanan, suatu pengujian bentuk
alternatif ekor kanan yang mengandung pengertian hipotesis alternatif yang
merumus kan pengertian lebih besar.
μ < μo : untuk pengujian arah kiri, suatu pengujian bentuk alternatif
ekor kiri yang mengandung pengertian lebih kecil dari hipotesis alternatif.
2. Tentukan taraf nyata α
3. Tentukan daerah kritik Zo berdasarkan taraf nyata α
Daerah kritik penerimaan Ho : -Zα/2 ≤ Zo ≤ Zα/2
Daerah kritik penolakan Ho : Zo < -Zα/2 atau Zo > Zα/2
4. Membuat kesimpulan apakah menerima atau menolak hipotesis dengan
membandingkan nilai statistik dengan nilai kritiknya.
b. Ragam Populasi Tidak DiketahuiPada uji hipotesis ini besar ragam tidak
diketahui sehingga uji hipotesisnya sangat ditentukan oleh nilai rata-rata
statistik dan ragam penarikan contohnya. Dari nilai statistik ini kemudian
disimpulkan apakah ada perbedaan nyata antara rata-rata statistik dengan
rata-rata populasinya pada taratf nyata yang dipilih. Teknik pengujian
terhadap hipotesis distribusi ini sama dengan bentuk pengujian distribusi
normal,hanya saja peubah acak normal baku Z diganti dengan distribusi
peubah acak T (Wibisono, 427-450: 2005).

4. Uji Satu Arah dan Dua Arah


Sehubungan dengan hipotesis tandingannya, uji hipotesis dibedakan atas (1)
uji satu arah dan (2) uji dua arah.
Uji satu arah adalah uji yang hipotesis tandingannya merupakan pernyataan
lebih besar atau lebih kecil. Apabila hipotesis tandingannya merupakan pernyataan
lebih besar,maka arah penolakannya adalah ke kanan, yaitu menolak Ho apabila
statistik uji yang diperoleh lebih besar dari ambang kritis yang ditetapkan.
Sedangkan apabila hipotesis tandingannya merupakan pernyataan lebih
kecil, maka arah penolakannya adalah kekiri, yaitu menolak Ho apabila statistik
ujinya lebih kecil dari nilai kritis yang ditetapkan.
Uji dua arah adalah uji yang hipoteis tandingannya menyatakan
ketaksamaan, μ≠μo misalnya dengan pernyataan ketaksamaan inimaka arah
penolakannya adalah dua arah, ke kanan dan ke kiri, yaitu menolak Ho apabila
statistik ujinya lebih besar dari ambang kritis kanan, atau lebih kecil dari ambang
kritis kiri.

5. Dua Jenis Salah Dalam Uji Hipotesis


Seperti dijelaskan sebelumnya, dalam suatu prosedur uj, hipotesis nol
dianggap benar, kecuali ada indikasi yang menunjukkan bahwa hipotesis ini
tertolak. Kesalahan dalam menolak hipotesis nol selanjutnya dinamakan sebagai
salah jenis I, sedangkan kesalahan dalam hal tidak menolak hipotesis nol
dinamakan salah jenis II.
Dua kesalahan ini digambarkan pada tabel dibawah :
Salah jenis I dan II dalam Uji Hipotesis

Tabel Uji Hipotesis


Hasil Uji
Hipotesis Nol
Menerima hipotesis nol Menolak hipotesis nol
Benar Keputusan tidak salah Salah jenis I
Tidak Benar Salah jenis II Keputusan tidak salah

Hipotesis nol mungkin benar mungkin pula tidak benar, sementara hasil uji
mungkin menerima mungkin pula menolaknya. Apabila hipotesis nol benar dan
hasil uji menunjukkan tidak tertolaknya hipotesistersebut, atau apabila hipotesis nol
tidak benar dan hasil uji menunjukkan tertolaknuya hipotesis tersebut, maka
keputusan ujinya tidak salah.
Apabila hipotesis nol benar tetapi hasil uji menolaknya, maka dikatakan
telah terjadi salah jenis I. Apabila hipotesis nol tidak benar tetapi hasil uji tidak
menolakny, maka dikatakan telah terjadi salah jenis II.

6. Peluang Salah Jenis I dan Peluang Salah Jenis II


Dua jenis kesalahan, yaitu salah jenis I dan salah jenis II merupakan bagian
tak terpisahkan dari suatu uji hipotesis. Peluang salah jenis I dinyatakan dengan α,
peluang salah jenis II dinyatakan dengan β. Besarnya α dan β tergantung kepada :
(1) hipotesis nol yang diuji, (2) hipotesis tandingan dari uji tersebut, (3) ambang
kritis dalam penetapan keputusan, dan (4) nilai sebenarnya dari hipotesis tandingan.
Misalkan suatu uji tentang nilai-tengah peubah acak tertentu dibuat dengan
hipotensis nol dan hipotesis tandingan.

7. Kesensitifan Uji Hipotesis


Perhatikan bahwa β adalah peluang salah ketika menerima Ho, yang
semestinya ditolak karena hipotesis tandingannya yang benar. Kesensitifan uji,
φ = 1-β, menunjukkan besarnya peluang benar dalam hal menolak hipotesis nol
ketika hipotesis tandingannya yang benar. Kesensitifan uji ini juga dikenal sebagai
kuasa uji (power of test).
Besarnya kesensitifan uji ini tergantung kepada letak nilai sebenarnya dari
hipotesis tandingan tersebut, semakin jauh nilai tersebut daru hipotesis nol, semakin
kecil peluang salah jenis II β dan semakin besar kesensitifan ujinya φ semakin jauh
nilai yang sebenarnya dari nilai yang dihipotesiskan, semakin besar kemungkinan
mendapatkan contoh acak yang menyebabkan ditolaknya hipotesis nol.
Apabila jarak tersebut kecil, semakin besar kemungkinan keliru karena
tidak menolak hipotesis nol, padahal hipotesis tandingannya benar.

8. Taraf Nyata Pengujian


Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam melakukan uji hipotesis,
hipotesis nol adalah dianggap benar, kecuali ada indikasi yang menunjukkan
hipotesis ini tertolak (Saefuddin, 75-78: 2009).

 Cara-cara Pengujian Hipotesis


1. Menguji Hipotesis Dengan Konsitensi Logis
Penggunaan logika memegang peranan penting dalam menguji hipotesis
dengan konsistensi logis. Logika adalah ilmu yang mempelajari cara memberi
alasan, karena memberi alasan adalah berkenaan dengan berpikir secara luas,
cara penarikan kesimpulan dengan berfikir secara valid dinamakan berpikir
secara logis.
Ada dua cara dalam memberi alasan, yaitu cara deduktif ( dari umum
menjadi spesifik ) dan cara induktif ( dari spesifik menuju umum).
a. Alasan Deduktif
Alasan Deduktif adalah cara memberi alasan dengan berpikir dan
bertolak dari pernyataan yang bersifat umum dan menarik kesimpulan yang
bersifat khusus atau spesifik.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya dengan jalan
menggunakan pola berpikir yang disebut sillogisma, yang berarti
menggabungkan bersama-sama. Suatu sillogisma terdiri dari tiga
kalimat,dimana dua kalimat pertama adalah dua proposisi atau premis dan
kalimat terahir adalah suatu kesimpulan.
Penggunaan sillogisma adalah memberi alasan mempunyai
beberapa keuntungan :
- Pengorganisasian pengetahuan dalam suatu pengalaman atau
kepercayaan yang telah diterima , dan
- Merupakan alat yang ampuh dalam menentukan apakah sebuah
kesimpulan yang diambil konsisten dengan hukum-hukum umum atau
tidak
Dalam program berpikir secara deduktif ada tiga jenis sillogisma
yang dapat digunakan yaitu :
1. Sillogisma alternatif
2. Sillogisma hipotesis
3. Sillogisma kategori
b. Alasan induktif
Alasan induktif adalah cara berpikir untukk memberi alasan yang
dimulai dengan pernyataan-pernyataan yang spesifik untuk menyusun
suatu argumentasi yang bersifat umum. Dalam alasan induktif suatu
kesimpulan umum ditarik dari pernyataan spesifik. Misalnya dari
pengamatan bahwa ikan ada mulut, kodok ada mulut,ayam ada mulut maka
ditarik kesimpulan bahwa semua binatang ada mulut.
Penggunaan alasan induktif dalam menguji hipotesis mempunyai
dua macam keuntungan. Pertama pernyataan atau kesimpulan yang diambil
yang bersifat umum lebih ekonomis, Kedua pernyataan yang bersifat
umum tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan alasan
lebih lanjut, baik secara induktif maupun deduktif.
2. Menguji Dengan Mencocokkan Fakta
Satu cara lain menguji hipotesis adalah dengan mencocokkan fakta. Hal ini
sering dilakukan pada penelitian dengan metode percobaan. Si peneliti
dalamhal ini mengadakan percobaan untuk mengumpulkan data yang akan
digunakan untuk menguji hipotesisnya.
Pada percobaan tersebut si peneliti menggunakan kontrol, kontrol dalam
suatu percobaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a. Dengan manipulasi fisik manipulasi fisik dapat dilaksanakan dengan
berbagai menggunakan berbagai alat. Manipulasi fisik dapat berupa
manipulasi mekanis dengan menggunakan listrik, dengan cara pembedahan,
dengan cara farakologi, dan sebagainya.
b. Pemilihan atau seleksi Kontrol dalam percobaan juga dapat dikerjakan
dengan seleksi, baik seleksi bahan ataupun seleksi terhadap desain
percobaan yang akan digunakan.
Dalam metode percobaan, si peneliti dapat memilih sesukahati bahanbahan
yang akan digunakan,asal bahan tersebut sesuai dengan tujuan (Nazir, 2014:
141-151).
Hypothesis test are control to quantitative research in the social sciences.
The standart format for research paper is to draw on theory to make a case for a
positive or negative association between the values of two variables,report a
measure of association between those variables after controlling for other
potentially relevant factors, and present a test of the “null hypothesis” that the
association is zero. If the estimate for the parameter representing the association
has the expected sign and is more than about twice its standard error, the
researcher can claim support for the theory that underlies the prediction
(Weakliem, 2016: 1), yang bearti Uji hipotesis adalah kontrol terhadap penelitian
kuantitatif dalam ilmu sosial. Format standar untuk makalah penelitian adalah untuk
menarik teori untuk membuat kasus untuk hubungan positif atau negatif antara
nilai-nilai dua variabel, melaporkan ukuran hubungan antara variabel-variabel
setelah mengendalikan faktor-faktor lain yang berpotensi relevan, dan menyajikan
tes dari "Hipotesis nol" bahwa asosiasi adalah nol. Jika perkiraan untuk parameter
yang mewakili asosiasi memiliki tanda yang diharapkan dan lebih dari sekitar dua
kali kesalahan standarnya, peneliti dapat mengklaim dukungan untuk teori yang
mendasari prediksi (Weakliem, 2016: 1).
 Uji Hipotesis dan Signifikasi atau Aturan-Aturan Keputusan
Jika kita misalkan suatu hipotesis tertentu benar, tetapi menemukan bahwa
hasil-hasil yang teramati di dalam sebuah sampel acak sangat berbeda dari
hasil-hasil yang diperkirakan oleh hipotesis ini, maka kita katakan bahwa
perbedaanperbedaan yang teramati tersebut signifikan dan oleh karenanya
memiliki kecendrungan untuk menolak hipotesis tersebut.
 Error Tipe I dan Tipe II
Jika menolak sebuah hipotesis ketika seharusnya hipotesis tersebut
diterima, maka kita katakan bahwa telah terjadi error tipe I, sebaliknya jika kita
menerima sebuah hipotesis ketika seharusnya hipotesis tersebut ditolak, maka
kita katakan bahwa kita telah membuat error type II. Dalam masing-masing
kasus telah terambil suatu keputusan yang salah atau terjadi error penelitian.
Agar aturan-aturan keputusan nya baik, maka aturan keputusan tersebut
haruslah didesain sehingga dapat memperkecil terjadinya kesalahan keputusan
(Murray dan Larry, 2004: 178).
 Hypothesis Testing : single variables and relationship between variables
Hypothesis testing also referred to as significance testing, enables
researchers to make judgements as to whether there is enough evidance from
the survey data to generalize the findings to a population.
Hypothesis testing requires the establishment of two opposing hypothesis.
The null hypothesis,Ho, and the alternative or research hypothesis,H1. The
null hypothesis is that there is no difference between observed, survey, values
and those in the theoretical model. The Alternative or reseaarch hypothesis is
that there is a real difference between the observed,survey, values and those in
the theorical model.
 Making Errors in Hypothesis Testing
There are two possible errors to be made in hypothesis testing A type I error
is an incorrect rejection of the null hypothesis where the condusion was that
there was a real difference ehenone does not exist. A type II error is an
incorrect acceptance of the null hypothesis where the conclusion was that there
was no real difference ehen a difference did exist, the chance of type II error is
unknown.
There are different type of hypothesis test available for the testing of single
variables. In both cases the hypothesis tests available are determined by the
level of measurement of the variable.
 One-tailed and two-tailed tests
Hypothesis testing is divided into one-tailed and two-tailed tests. The difference
between these is that one tailed tests impose a spesific direction in the
alternative hypothesis and two tailed tests aren non directional in the
alternative hypothesis (Matthew and Carole, 2010: 313-315).
Yang artinya:
 Pengujian Hipotesis: variabel tunggal dan hubungan antar variabel
Pengujian hipotesis juga disebut sebagai pengujian signifikansi,
memungkinkan peneliti untuk membuat penilaian, apakah ada bukti yang
cukup dari data survei untuk menyamaratakan temuan ke suatu populasi.
Pengujian hipotesis membutuhkan pembentukan dua hipotesis yang
berlawanan. Hipotesis nol, Ho, dan hipotesis alternatif atau penelitian, H1.
Hipotesis nol adalah bahwa tidak ada perbedaan antara yang diamati, survei,
nilai-nilai dan mereka dalam model teoritis. Hipotesis Alternatif atau reseaarch
adalah bahwa ada perbedaan nyata antara yang diamati, survei, nilai-nilai dan
mereka dalam model teoritis.
 Membuat Kesalahan dalam Pengujian Hipotesis
Ada dua kemungkinan kesalahan yang harus dibuat dalam pengujian
hipotesis. Kesalahan tipe I adalah penolakan yang salah terhadap hipotesis nol
di mana ada perbedaan nyata bahwa ehenone tidak ada. Kesalahan tipe II
adalah penerimaan yang salah dari hipotesis nol di mana kesimpulannya adalah
bahwa tidak ada perbedaan nyata ketika ada perbedaan, kemungkinan
kesalahan tipe II tidak diketahui.
Ada berbagai jenis uji hipotesis yang tersedia untuk pengujian variabel
tunggal. Dalam kedua kasus, uji hipotesis yang tersedia ditentukan oleh tingkat
pengukuran variabel.
 Tes satu-ekor dan dua-ekor
Pengujian hipotesis dibagi menjadi tes satu-ekor dan dua-ekor. Perbedaan
antara ini adalah bahwa salah satu tes berekor memaksakan arah tertentu dalam
hipotesis alternatif dan dua tes berekor tidak non arah dalam hipotesis alternatif
(Matthew and Carole, 2010: 313-315).

According to Kothari (1990:191-192), To test a hypothesis means to tell (on


the basis of the data the researcher has collected) whether or not the hypothesis
seems to be valid. In hypothesis testing the main question is: whether to accept the
null hypothesis or not to accept the null hypothesis? Procedure for hypothesis
testing refers to all those steps that we undertake for making a choice between the
two actions i.e., rejection and acceptance of a null hypothesis. The various steps
involved in hypothesis testing are stated below:
1. Making a formal statement: The step consists in making a formal statement of
the null hypothesis (H0) and also of the alternative hypothesis (Ha). This means
that hypotheses should be clearly stated, considering the nature of the research
problem. The formulation of hypotheses is an important step which must be
accomplished with due care in accordance with the object and nature of the
problem under consideration.
2. Selecting a significance level: The hypotheses are tested on a pre-determined
level of significance and as such the same should be specified. Generally, in
practice, either 5% level or 1% level is adopted for the purpose. The factors
that affect the level of significance are: (a) the magnitude of the difference
between sample means; (b) the size of the samples; (c) the variability of
measurements within samples; and (d) whether the hypothesis is directional or
non-directional (A directional hypothesis is one which predicts the direction of
the difference between, say, means). In brief, the level of significance must be
adequate in the context of the purpose and nature of enquiry.
3. Deciding the distribution to use: After deciding the level of significance, the
next step in hypothesis testing is to determine the appropriate sampling
distribution. The choice generally remains between normal distribution and
the t-distribution. The rules for selecting the correct distribution are similar to
those which we have stated earlier in the context of estimation.
4. Selecting a random sample and computing an appropriate value: Another step
is to select a random sample(s) and compute an appropriate value from the
sample data concerning the test statistic utilizing the relevant distribution. In
other words, draw a sample to furnish empirical data.
5. Calculation of the probability: One has then to calculate the probability that
the sample result would diverge as widely as it has from expectations, if the
null hypothesis were in fact true.
6. Comparing the probability: Yet another step consists in comparing the
probability thus calculated with the specified value for a, the significance level.
If the calculated probability is equal to or smaller than the a value in case of
one-tailed test (and a /2 in case of two-tailed test), then reject the null
hypothesis (i.e., accept the alternative hypothesis), but if the calculated
probability is greater, then accept the null hypothesis. In case we reject H0, we
run a risk of (at most the level of significance) committing an error of Type I,
but if we accept H0, then we run some risk (the size of which cannot be specified
as long as the H0 happens to be vague rather than specific) of committing an
error of Type II.
Yang bearti, Menguji hipotesis berarti memberi tahu (berdasarkan data yang
telah dikumpulkan peneliti) apakah hipotesis tampaknya valid atau tidak. Dalam
pengujian hipotesis, pertanyaan utamanya adalah: apakah akan menerima hipotesis
nol atau tidak untuk menerima hipotesis nol? Prosedur untuk pengujian hipotesis
mengacu pada semua langkah yang kami lakukan untuk membuat pilihan antara
dua tindakan yaitu, penolakan dan penerimaan hipotesis nol. Berbagai langkah yang
terlibat dalam pengujian hipotesis dinyatakan di bawah ini:
1. Membuat pernyataan formal: Langkah ini terdiri dari membuat pernyataan
formal hipotesis nol (H0) dan juga hipotesis alternatif (Ha). Ini berarti bahwa
hipotesis harus dinyatakan dengan jelas, mengingat sifat masalah penelitian.
Perumusan hipotesis merupakan langkah penting yang harus dicapai dengan
hati-hati sesuai dengan objek dan sifat masalah yang sedang dipertimbangkan.
2. Memilih tingkat signifikansi: Hipotesis diuji pada tingkat signifikansi yang
telah ditentukan sebelumnya dan dengan demikian hal yang sama harus
ditentukan. Secara umum, dalam praktiknya, level 5% atau 1% diadopsi untuk
tujuan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat signifikansi adalah:
(a) besarnya perbedaan antara rata-rata sampel; (b) ukuran sampel; (c)
variabilitas pengukuran dalam sampel; dan (d) apakah hipotesis itu directional
atau non-directional (hipotesis directional adalah hipotesis yang memprediksi
arah perbedaan antara, katakanlah, berarti). Secara singkat, tingkat signifikansi
harus memadai dalam konteks tujuan dan sifat penyelidikan.
3. Memutuskan distribusi yang akan digunakan: Setelah memutuskan tingkat
signifikansi, langkah selanjutnya dalam pengujian hipotesis adalah
menentukan distribusi sampel yang sesuai. Pilihan umumnya tetap antara
distribusi normal dan distribusi-t. Aturan untuk memilih distribusi yang benar
mirip dengan yang telah kami sebutkan sebelumnya dalam konteks estimasi.
4. Memilih sampel acak dan menghitung nilai yang sesuai: Langkah lain adalah
memilih sampel acak dan menghitung nilai yang sesuai dari data sampel terkait
statistik uji dengan menggunakan distribusi yang relevan. Dengan kata lain,
gambarkan sampel untuk melengkapi data empiris.
5. Perhitungan probabilitas: Maka seseorang harus menghitung probabilitas
bahwa hasil sampel akan berbeda seluas dari yang diharapkan, jika hipotesis
nol sebenarnya benar.
6. Membandingkan probabilitas: Namun langkah lain terdiri dalam
membandingkan probabilitas yang dihitung dengan nilai yang ditentukan untuk
a, tingkat signifikansi. Jika probabilitas yang dihitung sama dengan atau lebih
kecil dari nilai dalam kasus uji satu sisi (dan / 2 dalam kasus uji dua sisi), maka
tolak hipotesis nol (yaitu, terima hipotesis alternatif), tetapi jika probabilitas
yang dihitung lebih besar, kemudian menerima hipotesis nol. Jika kami
menolak H0, kami menjalankan risiko (paling banyak tingkat signifikansi)
melakukan kesalahan Tipe I, tetapi jika kami menerima H0, maka kami
menjalankan beberapa risiko (ukurannya tidak dapat ditentukan selama H0
kebetulan menjadi kabur daripada spesifik) melakukan kesalahan Tipe II.
Daftar Pustaka

Kothari, C., R. 1990. Research Methodology: Method and techniques. New Delhi:
New Age International Limited.
Murray dan larry. 2004. Schaum's Outlines Statistik edisi ketiga. Bandung: PT
Gelora Aksara Pratama.
Mattew and Carole. 2010. social research. London: Sage Publication.
Nazir, Moh. 2014. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonnesia.
Saefuddin, Asep. 2009. Statistika Dasar. Bogor: PT Grasindo.
Wibiasono, yusuf. 2015. Metode statistik. Yogyakarta: Univ.Gajah Mada.
Weakliem, David L. 2016. Hypothesis Testing and Model Selection in the Social
Scieces. New York: The Guilford Press.

Anda mungkin juga menyukai