Anda di halaman 1dari 25

Bab 1

Pendahuluan

Abses Parafaring Adalah Kumpulan Nanah Yang Terbentuk Didalam Ruang


Parafaring. Ruang Parafaring Disebut Juga Ruang Faringomaksila, Perifaring, Atau
Ruang Faring Lateral, Merupakan Salah Satu Bagian Ruang Leher Dalam Yang
Merupakan Daerah Kritis, Karena Berhubungan Dengan Semua Ruang Utama Di
Leher Dan Ruang Karotis. Apabila Terjadi Penyebaran Infeksi Pada Ruang Ini, Dapat
Menimbulkan Komplikasi Serius Jika Tidak Ditangani Dengan Benar.(1)
Abses Parafaring Merupakan Salah Satu Infeksi Ruang Leher Dalam Yang
Terjadi Akibat Komplikasi Dari Berbagai Infeksi Rongga Mulut Dan
Orofaring.Angka Kejadian Abses Parafaring Tidak Diketahui Secara Pasti, Namun
Dari Beberapa Literatur Dilapor-Kan 18-23,5%..(2)
Angka Kejadian Abses Leher Dalam Di Indonesia Pernah Diteliti Di Rumah
Sakit Hasan Sadikin Bandung Selama Tahun 2012. Dari Penelitian Tersebut
Didapatkan 28 Kasus Abses Leher Dalam, Dengan Lokasi Abses Peritonsil 9 Kasus,
Abses Parafaring 1 Kasus Abses Retrofaring 4 Kasus, Abses Submandibula 5 Kasus,
Abses Submental 2 Kasus Dan Abses Gabungan (Submandibular Dan Para Faring) 7
Kasus. Persentase Pasien Jenis Kelamin Laki-Laki Sebanyak 68% Dan Perempuan
Sebanyak 32%, Dengan Kelompok Usia Terbanyak 20-39 Tahun Sebanyak 50%.
Lokasi Abses Paling Banyak Ditemukan Di Ruang Peritonsiler Sebanyak 32%
Dengan Sumber Infeksi Terbanyak Dari Odontogenic Sebanyak 50%[1]. Di Rsup Dr.
M. Djamil Dilakukan Penelitian Kejadian Abses Leher Dalam Selama Periode
Oktober 2009 – September 2010. Didapatkan Jumlah Kasus Abses Leher Dalam
Sebanyak 33 Orang Dengan Lokasi Abses Peritonsil 11 Kasus, Abses Submandibula
9 Kasus, Abses Parafaring 6 Kasus, Abses Retrofaring 4 Kasus, Abses Masticator 3
Kasus, Abses Pretrakeal 1 Kasus. (3)
Usia Terbanyak Penderita Abses Parafaring Adalah Usia Sekitar Lima Tahun
Dan Tiga Puluh Tahun, Dengan Predominasi Pada Lelaki. Komplikasi Serius Dapat
Ditimbulkan Oleh Abses Parafaring Jika Tidak Ditangani Dengan Tepat, Seperti
Mediastinitis, Meningitis, Sindrom Lemierre, Syok Sepsis, Obstruksi Jalan Nafas,
Empiema, Sindrom Horner, Dan Kematian.(4)
Pada Referat Ini Akan Dib Has Mengenai Abses Parafaring Yang Merupakan
Salah Satu Penyakit Kegawat Daruratan Pada Tht-Kl
Bab Ii
Anatomi Dan Fisiologi Faring

A. Anatomi Faring
Faring Adalah Suatu Kantong Fibromuskular Yang Bentuknya Seperti
Corong, Yang Besar Di Bagian Atas Dan Sempit Di Bagian Bawah. Kantong
Ini Mulai Dari Dasar Tengkorak Terus Menyambung Ke Esofagus Setinggi
Vertebra Servikal Ke-6. Ke Atas, Faring Berhubungan Dengan Rongga Hidung
Melalui Koana, Ke Depan Berhubungan Dengan Rongga Mulut Melalui Ismus
Orofaring, Sedangkan Dengan Laring Di Bawah Berhubungan Melalui Aditus
Laring Dan Ke Bawah Berhubungan Dengan Esofagus. Panjang Dinding
Posterior Faring Pada Orang Dewasa Kurang Lebih 14 Cm. Dinding Faring
Dibentuk Oleh (Dari Dalam Ke Luar) Selaput Lendir( Mukosa ),Fibrosa, Dan
Muscular.Faring Mempunyai Dinding Muskulomembranosa Dig Anti Oleh
Apartura Nasalis Posterior, Isthmus Faucium (Maura Ke Dalam Rongga Mulut)
Dan Aditus Laring .(5)
Faring Potongan Sagital

Otot Faring Tersusun Dalam Lapisan Melingkar Dan Memanjang. Otot-


Otot Yang Sirkular Terdiri Dari M.Konstriktor Faring Superior, Media Dan
Inferior. Otot-Otot Ini Terletak Ini Terletak Di Sebelah Luar Dan Berbentuk
Seperti Kipas Dengan Tiap Bagian Bawahnya Menutupi Sebagian Otot Bagian
Atasnya Dari Belakang. Di Sebelah Depan Otot-Otot Ini Bertemu Satu Sama
Lain Dan Di Belakang Bertemu Pada Jaringan Ikat.Kontraksi Otot Otot
Konstriktor Secara Berturut Turut Mendorong Bolus Kea Rah Esophagus.
Serabut Serabut Paling Bawah M.Konstriktor Faring Inferior Kadang Kadang
Disebut M. Krikofaringeus , Otot Ini Di Yakini Melakukan Efek Sfinter Pada
Ujung Bawah Faring, Yang Mencegah Masuknya Udara Ke Dalam Esophagus
Selama Gerakan Menelan.(6)
Kerja Otot Konstriktor Ini Adalah Untuk Mengecilkan Lumen Faring
Dan Otot Otot Ini Di Persarafi Oleh Nervus Vagus. Otot Otot Yang Tersusun
Memanjang Terdiri Dari M.Stilofaringeus Dan M. Salfingofaringeus. M.
Stilofaringeus Memiliki Fungsi Melebarkan Faring Dan Menarik Faring,
Sedangkan M Salfingofaringeus Mempertemukan Istmus Orofaring Dan
Menaikkan Bagian Bawah Faring Dan Laring. Kedua Otot Ini Berkerja Sebagai
Elevator, Kerja Kedua Otot Ini Penting Penting Untuk Proses Menelan.(7)
Fahruddin, Darnila,Soepardi Ea,Iskandar N.Ed
Gambar Faring Potongan Sagital
Potongan Sagital Beserta Otot Penyusun Faring
Bagian Posterior Otot Penyusun Faring

Kerja Otot Konstriktor Ini Adalah Untuk Mengecilkan Lumen Faring


Dan Otot-Otot Ini Dipersarafi Oleh Nervus Vagus.Otot-Otot Faring Yang
Tersusun Memanjang Terdiri Dari M.Stilofaring Dan M.Palatofaring. M.
Stilofaring Gunanya Untuk Melebar
Kan Faring Dan Menarik Laring, Sedangkan M.Palatofaring Mempertemukan
Ismus Orofaring Dan Menaikkan Bagian Bawah Faring Dan Laring. Kedua
Otot Ini Bekerja Sebagai Elevator, Kerja Kedua Otot Ini Penting Untuk Proses
Menelan. Faring Mendapat Darah Dari Beberapa Sumber Dan Kadang-Kadang
Tidak Beraturan. Yang Utama Berasal Dari Cabang Arteri Karotis Eksterna
(Cabang Faring Asendens Dan Cabang Fausial) Serta Dari Cabang Arteri
Maksila Interna Yakni Cabang Palatina Superior. (5)
Suplai Arteri Faring Berasal Dari Cabang Cabang A. Faringea
Ascendens, A.Palatina Ascendens, A. Fasialis, A. Maxillaries Dan A. Lingualis
Yang Merupakan Cabang Dari A. Carotis Eksterna. Vena Bermuara Ke Plexus
Venosus Faringeus Yang Kemudian Bermuara Ke Vena Jugularis Interna.
Persyarafan Faring Berasal Dari Plexus Faringeus Yang Di Bentuk Oleh
Cabang Cabang Nervus Glossofaringeus, N. Vagus, Dan N. Simpatikus.
Persyarafan Mototrik Berasal Dari Pars Cranialis N.Accesorius, Yang Berjalan
Melalui Cabang N. Vagus Menuju Ke Plexus Faringeus, Dan Mensyarafi
Semua Otot Faring, Kecuali M. Stilofaringeus Yang Mensarafi Oleh N.
Glosofaringeus, Membrane Mukosa Di Sekitar Aditus Laringeus Di Persarafi
Oleh N.Ramus Laringeus Internus N. Vagus.
Gambar Pembuluh Darah Dan Saraf Faring
Aliran Limfe Faring: Pembuluh – Pembuluh Limfe Faring Langsung
Menuju Ke Nodi Limfoidea Cervikales Profundi Atau Tidak Langsung Melalui
Nodi Retrofaringeal Atau Paratrakeales.
Bagian Dalam Faring Di Bagi Menjadi:

Berdasarkan Letaknya, Faring Dibagi Atas :


Untuk Keperluan Klinis Faring Dibagi Menjadi 3 Bagian Utama, Yaitu
Nasofaring, Orofaring, Dan Laringofaring Atau Hipofaring. Nasofaring
Merupakan Sepertiga Bagian Atas Faring, Yang Tidak Dapat Bergerak Kecuali
Palatum Mole Di Bagian Bawah. Orofaring Terdapat Pada Bagian Tengah
Faring, Meluas Dari Batas Bawah Palatum Mole Sampai Permukaan Lingual
Epiglotis. Hipofaring Merupakan Bagian Bawah Faring Yang Menunjukkan
Daerah Saluran Napas Atas Yang Terpisah Dari Saluran Pencernaan Bagian
Atas.(2)
1) Nasofaring
Batas Nasofaring Di Bagian Atas Adalah Dasar Tengkorak, Dibagian
Bawah Adalah Palatum Mole, Ke Depan Adalah Rongga Hidung Sedangkan
Ke Belakang Adalah Vertebra Servikal.Nasofaring Yang Relatif Kecil,
Mengandung Serta Berhubungan Erat Dengan
Beberapa Struktur Penting Misalnya Adenoid, Jaringan Limfoid Pada
Dinding Lareral Faring Dengan Resessus Faring Yang Disebut Fosa
Rosenmuller, Kantong Rathke, Yang Merupakan Invaginasi Struktur Embrional
Hipofisis Serebri, Torus Tubarius, Suatu Refleksi Mukosa Faring Diatas
Penonjolan Kartilago Tuba Eustachius, Konka Foramen Jugulare, Yang Dilalui
Oleh Nervus Glosofaring, Nervus Vagus Dan Nervus Asesorius Spinal Saraf
Kranial Dan Vena Jugularis Interna Bagian Petrosus Os.Tempolaris Dan
Foramen Laserum Dan Muara Tuba Eustachius.(6).
2) Orofaring
Disebut Juga Mesofaring Dengan Batas Atasnya Adalah Palatum Mole,
Batas Bawahnya Adalah Tepi Atas Epiglottis, Ke Depan Adalah Rongga Mulut
Sedangkan Ke Belakang Adalah Vertebra Servikal. Struktur Yang Terdapat Di
Rongga Orofaring Adalah Dinding Posterior Faring, Tonsil Palatine, Fosa
Tonsil Serta Arkus Faring Anterior Dan Posterior, Uvula, Tonsil Lingual Dan
Foramen Sekum. .(6).
3) Laringofaring (Hipofaring)
Batas Laringofaring Disebelah Superior Adalah Tepi Atas Yaitu
Dibawah Valekula Epiglotis Berfungsi Untuk Melindungi Glotis Ketika
Menelan Minuman Atau Bolus Makanan Pada Saat Bolus Tersebut Menuju Ke
Sinus Piriformis (Muara Glotis Bagian Medial Dan Lateral Terdapat Ruangan)
Dan Ke Esofagus, Nervus Laring Superior Berjalan Dibawah Dasar Sinus
Piriformis Pada Tiap Sisi Laringofaring. Sinus Piriformis Terletak Di Antara
Lipatan Ariepiglotika Dan Kartilago Tiroid. Batas Anteriornya Adalah Laring,
Batas Inferior Adalah Esofagus Serta Batas Posterior Adalah Vertebra Servikal.
Lebih Ke Bawah Lagi Terdapat Otot-Otot Dari Lamina Krikoid Dan Di
Bawahnya Terdapat Muara Esophagus. (6)
Bila Laringofaring Diperiksa Dengan Kaca Tenggorok Pada Pemeriksaan
Laring Tidak Langsung Atau Dengan Laringoskop Pada Pemeriksaan Laring
Langsung, Maka Struktur Pertama Yang Tampak Di Bawah Dasar Lidah Ialah
Valekula. Bagian Ini Merupakan Dua Buah Cekungan Yang Dibentuk Oleh
Ligamentum Glosoepiglotika Medial Dan Ligamentum Glosoepiglotika Lateral
Pada Tiap Sisi. Valekula Disebut Juga “Kantong Pil” ( Pill Pockets), Sebab
Pada Beberapa Orang, Kadang-Kadang Bila Menelan Pil Akan Tersangkut
Disitu.
Dibawah Valekula Terdapat Epiglotis. Pada Bayi Epiglotis Ini
Berbentuk Omega Dan Perkembangannya Akan Lebih Melebar, Meskipun
Kadang-Kadang Bentuk Infantil (Bentuk Omega) Ini Tetap Sampai Dewasa.
Dalam Perkembangannya, Epiglotis Ini Dapat Menjadi Demikian Lebar Dan
Tipisnya Sehingga Pada Pemeriksaan Laringoskopi Tidak Langsung Tampak
Menutupi Pita Suara. Epiglotis Berfungsi Juga Untuk Melindungi (Proteksi)
Glotis Ketika Menelan Minuman Atau Bolus Makanan, Pada Saat Bolus
Tersebut Menuju Ke Sinus Piriformis Dan Ke Esofagus. Nervus Laring
Superior Berjalan Dibawah Dasar Sinus Piriformis Pada Tiap Sisi
Laringofaring. Hal Ini Penting Untuk Diketahui Pada Pemberian Anestesia
Lokal Di Faring Dan Laring Pada Tindakan Laringoskopi Langsung.(6)

Ruang Para Faring


Ruang Parafaring Disebut Juga Sebagai Ruang Faringomaksila, Ruang
Faringeal Lateral Atau Ruang Perifaring. Ruang Ini Berbentuk Kerucut
Terbalik Dengan Dasarnya Pada Bagian Superior Di Dasar Tengkorak Dan
Puncaknya Pada Inferior Tulang Hyoid. Batas Ruang Ini Adalah Dasar
Tengkorak Di Bagian Superior (Pars Petrosus Os Temporal Dan Os Sphenoid),
Os Hyoid Di Inferior, Rafe Pterygomandibular Di Anterior, Fasia Prevertebra
Di Posterior, Fasia Bukofaringeal Di Medial Dan Lapisan Superfisial Fasia
Servikal Profunda Yang Meliputi Mandibula, Pterygoid Medial Dan Parotis Di
Lateral. Ruang Parafaring Berhubungan Dengan Beberapa Ruang Leher Dalam
Termasuk Ruang Submandibula, Ruang Retrofaring Ruang Parotis Dan Ruang
Mastikator. Ruang Parafaring Dibagi Menjadi 2 Bagian Yang Tidak Sama
Besarnya Oleh Prosesus Styloid Menjadi Kompartemen Anterior Atau
Muskuler Atau Prestyloid Dan Komponen Posterior Atau Neurovaskuler Atau
Poststyloid. Ruang Prestyloid Berisi Lemak, Otot, Kelenjar Limfe Dan Jaringan
Konektif Serta Dibatasi Oleh Fossa Tonsilar Di Medial Dan Pterygoid Medial
Di Sebelah Lateral. Ruang Poststyloid Berisi A. Karotis Interna, V. Jugularis
Interna, N. Vagus Yang Dibungkus Dalam Suatu Sarung Yang Disebut
Selubung Karotis Dan Saraf Kranialis Ix, X, Xii. Bagian Ini Dipisahkan Dari
Ruang Retrofaring Oleh Suatu Lapisan Yang Tipis.(7,8,9)

Gambar: Ruang Parafaring


Gambar : Ruang Parafaring Potongan Melintang

Gambar : Potongan Koronal Melalui Ruang Parafaring.

B. Fungsi Faring
Fungsi Faring Yang Terutama Ialah Untuk Respirasi, Pada Waktu
Menelan, Resonansi Suara Dan Untuk Artikulasi. Terdapat 3 Fase Dalam
Menelan Yaitu Fase Oral, Fase Faringeal Dan Fase Esophageal. Fase Oral,
Bolus Makanan Dari Mulut Menuju Ke Faring. Gerakan Disini Disengaja
(Voluntary). Fase Faringeal Yaitu Pada Waktu Transport Bolus Makanan
Melalui Faring. Gerakan Disini Tidak Disengaja (Involuntary). Fase Esofagal,
Disini Gerakannya Tidak Disengaja, Yaitu Pada Waktu Bolus Makanan
Bergerak Secara Peristaltik Di Esofagus Menuju Lambung. Pada Saat
Berbicara Dan Menelan Terjadi Gerakan Terpadu Dari Otot-Otot Palatum
Dan Faring. Gerakan Ini Antara Lain Berupa Pendekatan Palatum Mole Ke
Arah Dinding Belakang Faring. Gerakan Penutupan Ini Terjadi Sangat Cepat
Dan Melibatkan Mula-Mula M.Salpingofaring Dan M.Palatofaring, Kemudian
M.Levator Veli Palatine Bersama-Sama M.Konstriktor Faring Superior. Pada
Gerakan Penutupan Nasofaring M.Levator Veli Palatine Menarik Palatum
Mole Ke Atas Belakang Hamper Mengenai Dinding Posterior Faring. Jarak
Yang Tersisa Ini Diisi Oleh Tonjolan (Fold Of) Passavant Pada Dinding
Belakang Faring Yang Terjadi Akibat 2 Mavam Mekanisme, Yaitu
Pengangkatan Faring Sebagai Hasil Gerakan M,Palatofaring (Bersama
M.Salpingofaring) Dan Oleh Kontraksi Aktif M.Konstriktor Faring
Superior.(6)
Bab II
Abses Parafaring
A. Definisi
Abses Parafaring Adalah Kumpulan Nanah Yang Terbentuk Di
Dalam Ruang Parafaring.(10)
B. Epidemilogi
Abses Parafaring Adalah Abses Leher Dalam Paling Sering Terjadi
Kedua Setelah Abses Peritonsilar. Insidensi Kejadian Abses Parafaring
Diseluruh Dunia Adalah 1 Dalam 6-10.000 Orang Setiap Tahun.(11)
Huang Dkk, Dalam Penelitiannya Pada Tahun 1997 Sampai 2002,
Menemukan Kasus Infeksi Leher Dalam Sebanyak 185 Kasus. Abses
Submandibula (15,7%) Merupakan Kasus Terbanyak Ke Dua Setelah Abses
Parafaring (38,4), Diikuti Oleh Angina Ludovici (12,4%), Parotis (7%) Dan
Retrofaring (5,9%).(2)
Fachruddin Melaporkan 33 Kasus Abses Leher Dalam Selama Januari
1991-Desember 1993 Di Bagian Tht Fkui-Rscm Dengan Rentang Usia 15-35
Tahun Yang Terdiri Dari 20 Laki-Laki Dan 13 Perempuan. Ruang Potensial
Yang Tersering Adalah Submandibula Sebanyak 27 Kasus, Retrofaring 3
Kasus Dan Parafaring 3 Kasus. (2)
Angka Kejadian Abses Leher Dalam Di Indonesia Pernah Diteliti Di
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Selama Tahun 2012. Dari Penelitian
Tersebut Didapatkan 28 Kasus Abses Leher Dalam, Dengan Lokasi Abses
Peritonsil 9 Kasus, Abses Parafaring 1 Kasus Abses Retrofaring 4 Kasus,
Persentase Pasien Jenis Kelamin Laki-Laki Sebanyak 68% Dan Perempuan
Sebanyak 32%, Dengan Kelompok Usia Terbanyak 20-39 Tahun Sebanyak
50%. Lokasi Abses Paling Banyak Ditemukan Di Ruang Peritonsiler
Sebanyak 32% Dengan Sumber Infeksi Terbanyak Dari Odontogenic
Sebanyak 50%[1]. Di Rsup Dr. M. Djamil Dilakukan Penelitian Kejadian
Abses Leher Dalam Selama Periode Oktober 2009 – September 2010.
Didapatkan Jumlah Kasus Abses Leher Dalam Sebanyak 33 Orang Dengan
Lokasi Abses Peritonsil 11 Kasus, Abses Submandibula 9 Kasus, Abses
Parafaring 6 Kasus, Abses Retrofaring 4 Kasus, Abses Masticator 3 Kasus,
Abses Pretrakeal 1 Kasus.(3)
C. Etiologi
Ruang Parafaring Dapat Mengalami Infeksi Dengan Cara
1) Langsung, Yaitu Akibat Tusukan Jarum Pada Saat Melakukan
Tonsilektomi Dengan Analgesia. Peradangan Terjadi Karena Ujung
Jarum Suntik Yang Telah Terkontaminasi Kuman Menembus Lapisan
Otot Tipis (M.Konstriktor Faring Superior) Yang Memisahkan Ruang
Parafaring Dari Fosa Tonsilaris.
2) Proses Supurasi Kelenjar Limfa Leher Bagian Dalam, Gigi, Tonsil,
Faring, Hidung, Sinusparanasal, Mastoid Dan Vertebra Servikal Dapat
Merupakan Sumber Infeksi Untuk Terjadinya Abses Ruang Parafaring.
3) Penjalaran Infeksi Dari Ruang Peritonsil, Retrofaring Atau
Submandibula.(6)
Berdasarkan Bakteri Penyebab Sebagian Besar Abses Leher Dalam
Disebabkan Oleh Campuran Berbagai Jenis Kuman Baik Aerob Maupun
Anaerob. Golongan Aerob Penyebab Terbanyak Adalah Kuman Streptokokus,
Stapilokokus, Dipteroides Dan Neisseria. Golongan Anaerob Penyebab
Tersering Adalah Bakteroides, Peptostreptokokus, Eubakterium,
Fusobakterium Dan Pseudomonas.
Pembentukan Abses Merupakan Hasil Perkembangan Dari Flora
Normal Dalam Tubuh. Flora Normal Dapat Tumbuh Dan Mencapai Daerah
Steril Dari Tubuh Baik Secara Perluasan Langsung, Maupun Melalui Laserasi
Atau Perforasi. Berdasarkan Kekhasan Flora Normal Yang Ada Di Bagian
Tubuh Tertentu Maka Kuman Dari Abses Yang Terbentuk Dapat Diprediksi
Berdasarkan Lokasinya. Sebagian Besar Abses Leher Dalam Disebabkan Oleh
Campuran Berbagai Kuman, Baik Kuman Aerob, Anaerob, Maupun
Fakultatif Anaerob.(12)
Kuman Penyebab Abses Leher Dalam (Termasuk Abses Parafaring)
Dari Berbagai Penelitian Merupakan Campuran Dari Berbagai Macam
Kuman, Baik Aerob, Anaerob, Maupun Fakultatif Anaerob. Kuman Aerob
Dominan Streptococcus Viridan, Klebsiella Pneumonia, Staphylococcus
Aureus. Kuman Anaerob Dominan Prevotella, Peptostreptococcus,
Fusobacterium Dan Bacteroides. Di Rumah Sakit Dr. Djamil Padang Pola
Kuman Yang Ditemukan Hamper Sama Dengan Berbagai Penelitian Diatas. 13

D. Patofisiologi
Sekali Terjadi Infeksi Dimulai Pada Jaringan Lunak Leher, Jika Tidak
Segera Terdeteksi, Akan Meluas Ke Salah Satu Ruang Fasia Leher Yang Paling
Lemah. Dari Sana Dapat Mengalir Ke Atas, Ke Bawah Atau Ke Lateral,
Mengikuti Ruang-Ruang Fasia. 13
Infeksi Leher Dalam Merupakan Selulitis Fregmentosa Dengan Tanda-
Tanda Setempat Yang Sangat Mencolok Atau Menjadi Tidak Jelas Karena
Tertutup Jaringan Yang Melapisinya. Seringkali Dimulai Pada Daerah
Prastiloid Sebagai Suatu Selulitis, Jika Tidak Diobati Akan Berkembang
Menjadi Suatu Trombosis Dari Vena Jugalaris Interna. Abses Dapat Mengikuti
M.Stiloglosus Ke Dasar Mulut Dimana Terbentuk Abses. 13
Infeksi Dapat Menyebar Dari Anterior Ke Bagian Posterior, Dengan
Perluasan Ke Bawah Sepanjang Sarung-Sarung Pembuluh Darah Besar,
Disertai Oleh Trombosis V.Jugularis Atau Suatu Mediastinitis. Infeksi Dari
Bagian Posterior Akan Meluas Ke Atas Sepanjang Pembuluh-Pembuluh Darah
Dan Mengakibatkan Infeksi Intrakranial Atau Erosi A.Karotis Interna. 13
E. Manifestasi Klinis
Gejala Dan Tanda Utama Ialah Trismus, Indurasi Atau Pembengkakan Di
Sekitar Angulus Mandibula, Demam Tinggi, Odinofagia, Torticollis. Jika
Infeksi Meluas Dari Faring Ke Ruang Ini, Pasien Akan Menunjukkan Trismus
Yang Jelas. Hal Ini Disebabkan Karena Kompartemen Prestyloid Terdapat
Kompartemen Otot Yang Berdekatan Dengan Fossa Tonsilaris Secara Medial
Dan M.Ptyerigoid Interna. Sedangkan Dinding Faring Lateral Akan Terdorong
Ke Medial, Seperti Pada Abses Peritonsilaris. Infeksi Ini Sebaiknya Selalu
Dilakukan Drainase Melalui Insisi Vertikal. Dalam Melakukan Insisi Drainase
Abses Peritonsilar Harus Dilakukan Palpasi Karena Pulsasi Di Daerah Tersebut
Dapat Menunjukkan Adanya Aneurisma Dari A.Karotid Interna.
Pembengkakan Di Dinding Lateral Orofaring Tanpa Adanya Inflamasi Akut
Dan Trimus Tidak Selalu Merupakan Abses Parafaring Atau Peritonsil, Namun
Harus Dicurigai Tumor Atau Aneurisma. Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan
Mungkin Sudah Terjadi Resolusi Ketika Pasien Datang Sehingga Anamnesis
Onset Kejadian Penting.13
Gambar : Tampak Pembengkakan Pada Leher Sebelah Kiri.

Gambar: Tampakan Klinis Abses Parafaring


F. Diagnosis
Diagnosa Ditegakkan Berdasarkan Riwayat Penyakit, Gejala Dan
Tanda Klinik. Bila Meragukan, Dapat Dilakukan Pemeriksaan Penunjang
Berupa Fotorontgen, Jaringan Lunak Ap Atau Ct Scan.1
Foto Jaringan Lunak Leher Antero-Posterior Dan Lateral Merupakan Prosedur
Diagnostik Yang Penting. Pada Pemeriksaan Foto Jaringan Lunak Leher Pada
Kedua Posisi Tersebut Dapat Diperoleh Gambaran Deviasi Trakea, Udara Di
Daerah Subkutis, Cairan Di Dalam Jaringan Lunak Dan Pembengkakan Daerah
Jaringan Lunak Leher.6
Keterbatasan Pemerikasaan Foto Polos Leher Adalah Tidak Dapat
Membedakan Antara Selulitis Dan Pembentukan Abses. Pemeriksaan Foto
Toraks Dapat Digunakan Untuk Mendiagnosis Adanya Edema Paru,
Pneumotoraks, Pneumomediastinum Atau Pembesaran Kelenjar Getah
Hilus.Pemeriksaan Tomografi Komputer Dapat Membantu Untuk Gambaran
Lokasi Dan Perluasan Abses. Dapat Ditemukan Adanya Daerah Densitas
Rendah, Peningkatan Gambaran Kontras Pada Dinding Abses Dan Edema
Jaringan Lunak Disekitar Abses. Pemeriksaan Kultur Dan Tes Resistensi
Dilakukan Untuk Mengetahui Jenis Kuman Dan Pemberian Antibiotika Yang
Sesuai.6

Gambar: Ct Scan A. Tampak Abses Parafaring (Panah)


Dan Selulitis Pada Abses Parafaring Dengan Abses Di Ruang Maseter
G. Diagnosis Banding
Untuk Mendiagnosis Banding Dari Abses Parafaring Adalah Sebagai
Berikut:
a. Abses Retrofaringf
b. Abses Sub Mandibula
c. Abses Peritonsilar
d. Parotitis
e. Tumor Parafaring (14)
H. Penatalaksanaan
Tatalaksana Absen Parafaring Dilakukan Dengan Medikamentosa
Dan Terapi Bedah. Terapi Medikamentosa Meliputi Pemberian Antibiotika
Baik Untuk Kuman Aerob Maupun Anaerob Dan Simptomatis Sesuai
Keluhan Serta Gejala Klinik Yang Timbul. Terapi Bedah Dapat Dilakukan
Dengan 2 Cara Pendekatan Eksternal Atau Intra Oral.15 Adam
Jika Terdapat Pus Maka Tidak Ada Cara Lain Kecuali Dengan
Evakuasi Bedah. Sebelumnya Diperlukan Tirah Baring Dan Kompres Panas
Untuk Menekan Lokalisasi Abses. Terapi Antimikroba Sangat Perlu, Lebih
Baik Berdasarkan Tes Sensitivitas.
Protocol Yang Di Gunakan Pada Penelitian Terbaru Adalah Degan
Pemberian Ringer Lactat Untuk Mencegah Dehidrasi Dan Menjaga
Keseimbangan Elektrolit. Dalam 72 Jam Pertama Di Berikan Antibiotic
Secara Intavena Harus Dinberikan . Antibiotic Lini Pertama Yang Di
Gunakan Amoxicillin Klavulanat 150 Mg /Kgbb/ Hari Dapat Membunuh
Bakteri Betalactamse. Kemudian Di Berikan Untuk Bakteri Anaerob Adalah
Metronidazol 0,5 Gram/6 Jam. Antibiotic Ini Di Gunakan Dalam Jangka
Waktu 3 Sampai 6 Minggu. Jika Terjadi Sumbatan Jalan Napas Dapat Di
Lakukan Intubasi. Dalam Hal Ini Tidak Di Perkenankan Melakukan
Trakeostomi, Untuk Menghindari Pus Mengalir Ke Trakea Melalui Stroma.
1. Pemberian Antibiotika
Banyak Mikroorganisme Yang Dapat Menjadi Penyebab Infeksi
Kepala Dan Leher, Dan Berasal Dari Berbagai Sumber. Flora Bakteri
Campuran Sering Ditemukan Pada Hasil Kultur. Bakteri Gram Positif,
Streptococcus Beta Hemolitik Dan Staphylococcus Aureus Adalah Bakteri
Yang Paling Sering Ditemukan. Bakteri Gram Negatif Dan Juga Anaerob
Juga Sering Ditemukan. Anaerob Biasanya Ditemukan Terutama Pada
Infeksi-Infeksi Akibat Penyebaran Dentogen. Bakteri-Bakteri Penghasil
Beta Laktamase Ditemukan Meningkat Frekuensinya Pada Infeksi Kepala
Dan Leher. 6
Dengan Insidensi Bakteri Gram Negatif Dan Bakteri Penghasil
Beta Laktamase Yang Tinggi, Penisilin Bukan Lagi Merupakan Obat
Pilihan Untuk Kasus Infeksi Ini. Sebelum Hasil Kultur Dan Uji
Sensitifitas Didapatkan, Antibiotik Yang Digunakan Adalah Yang
Memiliki Spektrum Terhadap Bakteri Gram Positif, Gram Negatif,
Anaerob Dan Penghasil Beta Laktamase. Biasanya Diberikan Kombinasi
Antibiotik, Seperti Klindamisin Dan Cefuroxime Serta Ampisilin Dan
Sulbaktam, Sebagai Pilihan Yang Paling Baik. 6
2. Drainase Abses
Sebagian Besar Abses Leher Dalam Perlu Dilakukan Drainase
Untuk Penyembuhan Dan Mencegah Komplikasi. Tindakan Drainase Pada
Abses Parafaring Dilakukan Dengan Dengan Pendekatan Eksterna Dan
Intra Oral. 1
a. Insisi Intraoral Dan Ekstraoral
Durante Operatif Selama Pembedahan Perlu Diperhatikan
Ukuran Abses, Banyaknya Pus, Lokasi Abses, Dan Struktur Anatomi
Dari Leher.Insisi Abses Dapat Melalui Intraoral Maupun Ekstraoral.
Insisi Ekstraoral Dilakukan Dengan Meletakkan 2 Jari Di Bawah Dan
Sejajar Mandibula. Secara Tumpul Eksplorasi Dilanjutkan Dari Batas
Anterior M.Sternokleidomastoideus Ke Arah Atas Belakang
Menyusuri Bagian Medial Mandibula Dan M.Pterigoid Interna
Mencapai Ruang Parafaring Dengan Terabanya Prosesus Stiloid. Bila
Nanah Terdapat Dalam Selubung Karotis, Insisi Dilanjutkan Vertikal
Dari Pertengahan Insisi Horizontal Ke Bawah Di Depan M.
Sternecleidomastoideus Nsisi Abses Yang Kecil, Terbatas.

Gambar :. Insisi Abses Parafaring.

A. Standar Insisi Pada Saat Eksplorasi Di Daerah Parafaring

B. Pendekatan Yang Dilakukan Di Daerah Parafaring Posterior


Gambar : Abses Parafaring

Insisi Intraoral Dilakukan Pada Dinding Parafaring. Dengan Memakai


Klem Arteri Eksplorasi Dilakukan Menembus M.Konstriktor Faring Superior
Ke Dalam Ruang Parafaring Anterior. Insisi Intraoral Dilakukan Bila Perlu
Dan Sebagai Terapi Tambahan Terhadap Insisi Ekstraoral(6)
Insisi Intra Oral Dilakukan Jika Timbul Penonjolan Ke Dalam Faring,
Dilakukan Anestesi Sebelum Tindakan Dan Dilanjutkan Dengan Insisi Dan
Drainase. Insisi Intra Oral Dilakukan Pada Dinding Lateral Faring Harus
Dilakukan Dengan Memakai Klem Arteri, Eksplorasi Dilakukan Dengan
Menembus M. Konstriktor Faring Superior Ke Ruang Parafaring. Insisi Intra
Oral Dilakukan Bila Perlu Dan Sebagai Terapi Tambahan Dari Insisi
Eksternal.(15)
Insisi Ekterna Jika Suatu Abses Menonjol Ke Luar Atau Tampak
Pembengkakan Yang Jelas. Drainase Eksterna Dilakukan Secara Teknik
Mosher Yaitu Insisi Seperti Huruf “T” Yang Dilakukan Pada 2 Jari Di Bawah
Dan Sejajar Mandibula. Secara Tumpul Eksplorasi Dilanjutkan Dari Anterior
M. Sternokleidomastoideus Ke Arah Kranio-Posterior Menyusuri Medial
Mandibula Dan M. Pterygoid Internus Mencapai Ruang Parafaring Dengan
Meraba Prosesus Styloideus. Bila Nanah Terdapat Di Selubung Karotis, Insisi
Dilanjutkan Secara Vertikal Dari Pertengahan Insisi Horizontal Ke Bawah Di
Depan M. Sternokleiodomastoideus.15

I. Komplikasi
Proses Peradangan Dapat Menjalar Secara Hematogen, Limfogen Atau
Langsung (Perkontinuitatum) Ke Daerah Sekitarnya. Penjalaran Ke Atas Dapat
Mengakibatkan Peradangan Intrakranial, Ke Bawah Menyusuri Selubung
Karotis Mencapai Mediastinum, Sehingga Terjadi Mediastinis Dan Bisa
Berlanjut Menjadi Sepsis.6
Komplikasi Yang Paling Berbahaya Dari Infeksi Spatium
Faringomaksilaris Adalah Terkenanya Pembuluh Darah Sekitarnya. Dapat
Terjadi Tromboflebitis Septik Vena Jugularis. Juga Dapat Terjadi Perdarahan
Masif Yang Tiba-Tiba Akibat Dari Erosi Arteri Karotis Interna.Komplikasi
Lain Yang Dapat Terjadi Adalah Sindrom Horner Dan Obstruksi Jalan Napas.15

J. Prognosis
Prognosis Dari Absesparafaring Adalah Dapat Sembuh Atau Dapat Kambuh
Berulang. Tergantung Dari Factor Penyebab Abses. Dengan Pemberian
Antibiotic Dosis Tinggi Dan Tindakan Operasi Dapat Menurunkan Morbiditas
Dan Mortalitas Dari Kejadian Abses Parafaring. Kecuali Pada Pasien
Imunocompromise Kemungkinan Prognosisnya Adaah Buruk. 14
Kesimpulan

Abses Parafaring Adalah Merupakan Salah Satu Abses Leher Dalam Paling
Sering Terjadi Kedua Setelah Abses Peritonsilar. Ruang Parafaring Dapat Mengalami
Infeksi Dengan Berbagai Cara Diantaranya Dengan Cara Langsung Akibat
Komplikasi Tonsilektomi, Proses Supurasi, Maupun Akibat Penjalaran Infeksi Dari
Abses Leher Dalam Yang Lain. Gejala Utama Dari Abses Parafaring Ialah Trismus,
Odinfagia, Dan Demam Tinggi. Dari Pemeriksaan Fisik Dapat Ditemukan Indurasi
Atau Pembengkakan Disekitar Angulus Mandibula, Dan Pembengkakan Dinding
Lateral Faring, Sehingga Menonjol Ke Arah Medial. Kemudian Pemeriksaan
Penunjang Dapat Dilakukan Pemeriksaan Penunjang Berupa Fotorontgen, Jaringan
Lunak Ap Atau Ct Scan Dan Mri.
Tatalaksana Abses Parafaring Dapat Di Lakukan Dengan Medikamentosa
Antibiotic Dan Dengan Terapi Bedah. Prognosisi Dari Abses Parafaring Adalah
Tergantung Dari Tatalaksana Dan Agen Penyebabnya. Dan Dapat Sembuh Total Dan
Dapat Terjadi Kematian.
Daftar Pustaka

1. Purnaning Wahyu Prabarini & Bakti Surarso. Abses Parafaring.Dep/Smf


Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rsud Dr. Soetomo Surabaya
Jurnal Tht-Kl.Vol.2,No.1, Januari – April 2009, Hlm 7 - 22
2. Novialdi & Wahyu Triana. Abses Leher Dalam Multipel Dengan
Kesulitan Intubasi Dan Komplikasi Fistula Faringokutan.Journal.Bagian
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas / Rsup Dr. M. Djamil Padang.2011.
3. M. Arvin Arliando, Adelien, Dkk.,Prevalensi Abses Leher Dalam Di Rsup
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode 1 Januari 2012 – 31
Desember 2015 Majalah Kedokteran Sriwijaya, Th. 49 Nomor 3, Juli 2017
4. I Putu Santhi Dewantara,Dkk. Penanganan Abses Parafaring Dengan
Pendekatan Transoral. Hidung Tenggorok – Bedah Kepala Dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rsup Sanglah, Denpasar.
Medicina 2017, Volume 48, Number 1: 62-66 P-Issn.2540-8313, E-Issn.2540-
8321
5. Fachruddin, Darnila. Abses Leher Dalam. Dalam : Soepardi Ea, Iskandar N,
Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
Edisi Keenam. Jakarta: Fkui, 2007, H. 226 - 230.

6. Fachruddin, Darnila. Abses Leher Dalam. Dalam : Soepardi Ea, Iskandar N,


Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
Edisi Ketujuh. Jakarta: Fkui, 2012, H. 206 - 207
7. Adams, L George. Penyakit-Penyakit Nasofaring Dan Orofaring. Dalam:
Adams L, Boies L, Higler P. Boies Buku Ajar Penyakit Tht Edisi Keenam.
Jakarta: Egc, 1997, H 320-355
8. Probst R, Grevers G Dan Iro H. Basic Otorhinolaryngology A Step By Step
Learning Guide. New York: Thieme, 2006, H 97-130
9. Tom, Lawrence. Disease Of Oral Cavity, Oropharynx And Nasopharynx.
Dalam: Snow J Dan Ballenger J. Ballenger’s Otorhinolaryngology. Edisi
Enam Belas. Ontario: Bedecker, 2003, H1020-1047
10. Kuperan, Arjuna,Md,Huma A Quraishi, Md. Acute Parapharingeal Abscess
As A Rare Complication Of Adenotonsilectomy: A Case Report And
Literature Review Departement Otolaryngology New Jersey Medical
School,2016.
11. Erdogliza M, Sotirovic J, Dan Grgurevic U. A Severe Case Of Parapharyngeal
Abscess Treated As A Spastic Torticollis. Dalam Medical Review. Volume
Ketiga. Milan: 2011, H. 387-389

12. Eva Nur Lizar1 & Hadjiman Yotosudarmo2,Dkk.Abses Parafaringeal,


Submandibular Dan Subtracheal Dengan Komplikasi Fistula
Faringokutan.Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Rumah Sakit Abdul
Moeloek, Bandar Lampung, Majority Volume 6 Nomor 3 Juli 2017
13. Ballenger, J. Leher, Orofaring Dan Nasofaring, Dalam Snow J Dan Ballenger
J. Ballenger: Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Dan Leher Jilid I. Jakarta:
Bina Rupa Aksara, 1991. Hal: 295-324

14. Ishaque Muhammad Et, Al. Acute Parapharyngeal Abscess Secondary To


Streptococcal Mastoiditis. Journal Of The College Of Physicicans And
Surgeons Pakistan, 2009, Vol.19(12): 798-799.
15. Adams, L George. Penyakit-Penyakit Nasofaring Dan Orofaring. Dalam:
Adams L, Boies L, Higler P. Boies Buku Ajar Penyakit Tht Edisi Keenam.
Jakarta: Egc, 1997, H 320-355

Anda mungkin juga menyukai