Anda di halaman 1dari 115

Hydrology,

Water Treatment & Quality Management,


Waste Water & Treatment

Disusun oleh:
Habib Abdillah Nurusman, ST. M.Sc., MEng
Hydrology
 Distribusi air di bumi

Modifikasi Miller,1992
Hydrology
 Siklus Air / hidrologi
Hydrology
 Surface-water hydrology
 Wilayahnya meliputi semenjak proses presipitasi
menyentuh permukaan tanah.
 Hal yang mempengaruhi jumlah direct runoff
(abstractions):
 Evaporasi
 Infiltrasi
 Interception
 Trapping / Capturing
 Streamflow: Direct runoff + ground water exfiltration
Hydrology
 Ground-water hydrology
Hydrology
 Ground-water hydrology
Hydrology
 Ground-water hydrology
 Sumur Artesis
Hydrology
 Ground-water hydrology
Hydrology
 Ground-water hydrology
Ground/rock Porosity
 Porosity is important in ground-water hydrology
because it tells us the maximum amount of water in rock
can contain when it is saturated.
Hydrology
 Konsep Kesetimbangan / Neraca Hidrologi / Water
Balance
 Jumlah / volume air pada suatu daerah, dipandang sebagai
sistem tertutup
 (1) VP-VS-VR-VG-VE-VT=0
 (2) dS/dt = d(In)/dt – d(Out)/dt
 P= Precipitation
 S= Storage
 R= Runoff
 G= Groundwater Infiltration
 E= Evaporation
 T= Transpiration
 d(In)= Rate of input
 d(Out)= Rate of output
Hydrology
 Neraca Hidrologi
Hydrology
 Sumur dan Kerucut Depresi (Cone Depression)
 Konsep Cone Depression  ketika air sumur dipompa
level dari permukaan piezometrik berubah, mengalami
penurunan
Hydrology
 Efek Material terhadap Cone Depression
Hydrology
 Jika dua buah sumur
berdekatan, dipompa,
maka cone depression
yang terjadi antar
sumur akan saling
memperkuat 
disarankan jarak antar
sumur dengan
intensitas discharge
yang tinggi adalah
>75M
(US Environmental Protection
Agency (EPA))
Hydrology
 Hydrolic Gradient
Hydrology
 Konservasi air
 Problem yang sering dihadapi: (1) Volume air yang
terlalu banyak / Sedikit dan atau (2) Kualitas Air
 Kunci utama konservasi air:
 Meminimalkan penggunaan air (hemat air)
 Meminimalkan tingkat kontaminasi dan atau kehilangan
 Treatment dan distribusi yang tepat
Pengolahan Air – Water Treatment
 Tidak seluruh air baku layak untuk dikonsumsi. Perlu
pemeriksaan kualitas dan pengolahan terlebih dahulu.
 Tujuan pengolahan air:
 Mendapatkan air yang bisa diterima masyarakat
 Air secara fisik harus jernih dan tidak berwarna, tidak berasa, tidak
berbau, dan cukup dingin.
 Mendapatkan air yang aman dikonsumsi
 Air yang aman dikonsumsi adalah air yang tidak mengandung bahan
kimia dan/atau mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan.
 Mendapatkan air dengan biaya yang reasonable
 Hal ini bertujuan agar konsumen dapat memperoleh air dengan
harga yang terjangkau.
Pengolahan Air
 Pada dasarnya pengolahan air baku, ditujukan untuk
konsumsi.
 Berdasar SNI 6773:2008 tentang Spesifikasi unit paket
Instalasi pengolahan air dan SNI 6774:2008 tentang
Tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan
air pada bagian Istilah dan Definisi yang disebut
dengan Air Baku adalah : “Air yang berasal dari sumber
air pemukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan
yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu
sebagai air baku untuk air minum”
Pengolahan Air
 Kualitas Air ditinjau melalui :
 Karakter fisik:
 Turbidity (kekeruhan)  Nephlometric Turbidity Unit
 Color (warna)
 Taste (rasa) & Odor (bau)
 Temperature
Pengolahan Air
 Kualitas Air ditinjau melalui :
 Karakter Kimia:
 Chloride
 Fluorides
 Iron
 Lead
 Manganese
 Sodium
 Sulfate
 Zinc
 Toxic inorganic substances : NO3 (penyebab meehemoglobine-mia /
blue baby sindrome), CN (penyebab oxygen depriviation, gangguan
thyroid dan sistem syaraf) & Toxic metals (As, Ba, Cd, Cr, Pb, Hg, Se,
Ag)
 Toxic Organic Substances  lebih dari 120 senyawa
Pengolahan Air
 Kualitas Air ditinjau melalui :
 Karakter Mikrobiologi
 Idealnya  free dari semua patogen (virus, bakteri, protozoa
dan cacing)
 Secara umum organisme penyebab penyakit
diturunkan/ditularkan melalui faeses  dibedakan dalam 2
grup besar: Escheria coli dan Aerobacter aerogenes diukur
melalui Total Coliform Test
 Karakter Radioaktif
 Kehadiran material radioaktif harus benar-benar dibatasi.
Pengolahan Air
 Standard Kualitas Air Indonesia:
 PP No. 82 th 2001 tentang PENGELOLAAN KUALITAS
AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
 Permenkes No. 492 th. 2010
Pengolahan Air
 Metode Pengolahan Air:
 Coagulation
 Softening
 Mixing And Flocculation
 Sedimentation
 Filtration
 Disinfection
 Adsorption
 Coagulation
 Ditujukan untuk mengubah muatan partikel koloid agar
mudah saling menarik / menempel agar mudah
diendapkan.
 Selama koagulasi ion positif ditambahkan.
 Koagulan yang biasa dipakai adalah Al3+ dan Fe3+
 Sifat utama koagulan:
 Trivalent cation (3+)
 Nontoxic
 Larut dalam pH netral
 Softening
 Adalah proses menghilangkan kesadahan / hardness
 Kesadahan / hardness, adalah kondisi untuk
menggambarkan air yang tidak dapat berbusa
dengan baik (ketika di beri sabun), berbuih,
cenderung keputihan, meninggalkan kerak.
 Kesadahan air terjadi ketika air mengandung
mineral-mineral tertentu di dalam air, umumnya ion
kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam
bentuk garam bikarbonat.
 Softening (lanjutan)
 Air sadah atau air keras adalah air yang memiliki
kadar mineral yang tinggi, sedangkan air
lunak adalah air dengan kadar mineral yang rendah.
Selain ion kalsium dan magnesium, penyebab
kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain
maupun garam-garam bikarbonat dan sulfat.
 Kesadahan air total dinyatakan dalam satuan ppm
berat per volume (w/v) dari CaCO3
 Softening (lanjutan)
 Dampak air sadah:
 Air sadah tidak begitu berbahaya untuk diminum
 Air sadah dapat menyebabkan pengendapan mineral, yang
menyumbat saluran pipa dan keran. Air sadah juga menyebabkan
pemborosan sabun di rumah tangga, dan air sadah yang bercampur
sabun tidak dapat membentuk busa, tetapi malah membentuk
gumpalan soap scum (sampah sabun) yang sukar dihilangkan.
 Dalam industri, kesadahan air yang digunakan diawasi dengan ketat
untuk mencegah kerugian. Contoh: Pada industri yang
menggunakan ketel uap, air yang digunakan harus terbebas dari
kesadahan. Hal ini dikarenakan kalsium dan magnesium karbonat
cenderung mengendap pada permukaan pipa dan mengganggu
proses pemanasan.
 Softening (lanjutan)
 Jenis:
 Air sadah sementara; adalah air sadah yang mengandung ion
bikarbonat (HCO3-)  kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2) dan atau
magnesium bikarbonat (Mg(HCO3)2)
 Air sadah tetap adalah air sadah yang mengadung anion selain ion
bikarbonat, misalnya dapat berupa ion Cl-, NO3- dan SO42-. 
dihilangkan dengan pemanasan
 Menghilangkan Kesadahan
 Resin pengikat kation dan anion  Secara teknis, air sadah dilewatkan
melalui suatu wadah yang berisi resin pengikat kation dan anion,
sehingga diharapkan kation Ca2+ dan Mg2+ dapat diikat resin.
 Zeolit  memiliki rumus kimia Na2Al2Si3O10.2H2O atau
K2Al2Si3O10.2H2O. Zeolit mempunyai struktur tiga dimensi yang
memiliki pori-pori yang dapat dilewati air. Ion Ca2+ dan Mg2+ akan
ditukar dengan ion Na+ dan K+ dari zeolit, sehingga air tersebut terbebas
dari kesadahan.
 Mixing and Flocculation
 Mixing  menyebarkan senyawa kimia dan atau
partikel secara merata dan lebih cepat sehingga lebih
mudah bereaksi / membentuk floc.
 Flocculation  memberi kesempatan antar partikel
untuk berikatan, memperbesar volume/ukuran
sehingga mudah mengendap
 Mixing and Flocculation (lanjutan)
 Sedimentation
 Sedimentasi adalah proses pemisahan partikel/solid dari
liquid secara gravitasional
 Konsep Sedimentasi
 vt/vs = l/h….(1)
 vs = h/t
 Filtration
 Adalah proses pemisahan padatan / solid / partikel dari
liquid / cairan dengan melewatkan cairan tersebut
melalui media yang porus (membran).
 Perkembangan media filter
 Slow sand filterDiperkenalkan pada tahun 1800an; loading
rate 2.9 - 7.6 m3/day.m2
 Rapid sand filter  awal tahun 1900an; loading rate 120
m3/day.m2
 Deep bed monomedia  awal 1980an; loading rate mencapai
800 m3/day.m2
 Filtration (lanjutan)
 Slow sand filter:
 Detention time lambat; biasanya satu jenis media saja
(pasir halus); memanfaatkan bio film yang terbentuk
pada permukaan pasir; tidak ada back wash cukup
dibersihkan permukaan pasirnya (dikeruk)
 Rapid sand filter:
 Detention time lebih cepat; terdiri dari beberapa lapis
media filter; pembersihan dengan back wash
 Filtration (lanjutan)
 Prinsip perbedaan rapid sand filter dan slow sand filter

Bio film • Permukaan pasir dikeruk ketika


filter mampet.
Media 1
• Jika effluent keruh dan pasir sdh
menipis  ganti media

Media 2 Media 1

Gravel
Penyangga
Gravel
Penyangga

Back wash
Back wash dilakukan ketika filter
mampet atau air hasil filtrasi sdh
keruh
 Disinfection
 Tujuannya adalah mengurangi jumlah pathogen hingga
mencapai level yang diinginkan
 Syarat disinfektan:
 Harus dapat membunuh secara efektif dari sisi jumlah dan
jenis patogen dalam berbagai kondisi larutan
 Tidak beracun bagi manusia
 Mudah dalam pengadaan, penyimpanan dan penggunaan
 Disinfection (lanjutan)
 Metode disinfektan:
 Disinfektan kinetik
 Reaksi klorin
 Ozonasi
 Ultraviolet radiasi
 dll
 Adsorption
 Merupakan konsep transfer massa dari fasa cair ke suatu
permukaan padatan
 Ditujukan untuk menjerab zat yang berbahaya / toxic
dan zat karsinogenik.
 Biasanya digunakan karbon aktif (activated carbon) baik
dalam bentuk granular (GAC) maupun serbuk /
powdered (PAC).
 Proses ini juga ditujukan untuk memperbaiki bau (odor)
dan rasa (taste) dari air
Limbah Proses Pengolahan Air
 Penambahan dan pemisahan zat kimia maupun material
tertentu dalam pengolahan air menghasilkan limbah yang
biasanya berbentuk endapan - lumpur.
 Secara umum ada 4 kategori limbah yang dihasilkan oleh
unit pengolah air:
1. Limbah yang dihasilkan oleh proses koagulasi, filtrasi dan
oksidasi untuk mengurangi kekeruhan, warna, bakteri, alga,
zat-zat organik, besi dan mangan
2. Limbah yang dihasilkan dari proses softening
3. Limbah yang dihasilkan dari proses pemisahan zat-zat
anorganik seperti nitrate, fluoride, radium, arsenic, dll 
melalui pertukaran ion, reverse osmosis ataupun adsorption
4. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan yang
menghasilkan limbah gas.
Limbah Proses Pengolahan Air
 Pengelompokan limbah proses pengolahan air
Manajemen Kualitas Air
(Sungai & Danau)
 Management kualitas air sangat erat dengan tingkat
pencemaran yang terjadi pada badan air
 Menurut uu pengelolaan LH no.23 1997
Pencemaran lingkungan adalah
 masuknya / dimasukannya makhluk hidup/zat/energi
dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia
atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun,
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan menjadi kurang / tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya.
Manajemen Kualitas Air
(Sungai & Danau)
MAJOR POLLUTANTS
 Oxygen demanding material
 Segala material yang mengalami oksidasi dalam air dan
banyak membutuhkan pasokan oksigen terlarut (DO)
dari air
 Umumnya berupa material organik yang biodegradable
meski kadang ada beberapa material anorganik terlibat
 Sumber utama: Human waste, sisa makanan, industri
makanan dan industri kertas.
 Angka kritis DO setiap mahluk hidup dalam air tidak
sama. Contoh: ikan Trout butuh DO= 7.5 mg / L;
sedangkan ikan Karper butuh hanya 3 mg / L
 Nutrients
 Dua kelompok nutrien yang menjadi fokus adalah
Nitogen dan Phosphor
 Masalah muncul ketika jumlah nutrien berlebihan 
memicu ledakan pertumbuhan algae  berdampak
pada DO (khusunya ketika alga tersebut mati,
tenggelam dan membusuk)
 Sumber utama: detergen, pupuk dan limbah pengolahan
makanan
 Pathogenic organisms
 Tidak ada air yang bebas 100% terhadap patogen
 Umumnya mengikuti proses ekskresi manusia/hewan
karier atau penderita
 Jika konsentrasi patogen sangat tinggi, air tersebut tidak
hanya berbahaya untuk dikonsumsi, bahkan untuk
berenang dan mencari ikan
 Kadang kandungan patogen pada kerang-kerangan
lebih tinggi dari air sekitar
 Suspended solids
 Adalah padatan (organik dan anorganik) yang terbawa
oleh arus air. Ketika kecepatan arus air menurun (misal
memasuki cekungan danau), maka padatan yang
terbawa akan mudah mengendap.
 Dampak:
 Tingkat kekeruhan air naik  menghalangi sinar mtahari
 Mempengaruhi tingkat kebutuhan oksigen
 Merusak kehidupan dalam air  misal: telur ikan menjadi
rusak
 Salts
 Meski umumnya orang beranggapan garam hanya
dijumpai di laut, pada dasarnya garam / mineral juga
dijumpai pada air tawar.
 Garam / mineral dan padatan yang tidak ikut menguap
dapat dipantau dalam Total Disolved Solid (TDS)
 Jika konsentrasi semakin tinggi dapat mengancam
kehidupan lingkungan air tawar
 Biasanya buangan dari industri masih mengandung
garam-garaman yang lebih tinggi diikuti dari urban
runoff.
 Toxic metals and organics compounds
 Sumber: Limpasan air hujan dari area pertanian (Agriculture
runoff); Limbah industri; lalu lintas kendaraan
 Banyak toxic metals and organics compounds terkait dan
terbawa dalam rantai makanan. Sehingga konsentrasi toxic
metals and organics compounds dalam mahluk hidup sering
lebih tinggi dari lingkungan setempat
 Heat
 Meski sering tidak masuk sebagai kategori polutan, namun
dampak panas/pemanasan lingkungan air sangat
berpengaruh terhadap di air dan tingkat kebutuhan oksigen
Tentang Oksigen dalam air
 DO (Dissolved Oxygen)  menunjukkan tingkat kelaruta
oksigen dalam air
 Oxygen Demand  Menunjukkan tingkat kebutuhan O2
dalam air.
 COD (Chemical Oxygen Demand): Banyaknya oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik di dalam
air  COD mencerminkan banyaknya senyawa organik yang
dioksidasi secara kimia. Ditunjukkan oleh selisih jumlah
oxidation agent (biasanya chromic acid - K2Cr2O2) pada awal
dan akhir reaksi.
 BOD (Biochemical Oxygen Demand)  menunjukkan
tingkat konsumsi O2 dalam air ketika terjadi proses degradasi
(penguraian) zat organik yang melibatkan mikroorganisme
 Oxygen sag downstream
Pengolahan Air Limbah
- Wastewater Treatment
PENGOLAHAN LIMBAH SETEMPAT  Skala kecil/Rumah
Tangga
 Cukup disukai karena:
 Biaya relatif rendah; Teknologinya sederhana; Bersifat privat
dan sektoral.
 Sistem ini dapat dipakai jika syarat-syarat teknis lokasi
terpenuhi. Syarat-syarat Sistem Sanitasi Setempat:
 Kepadatan penduduk kurang dari 200 jiwa /ha.
 Kepadatan penduduk 200-500 jiwa/ha masih memungkinkan
dengan syarat penduduk tidak menggunakan air tanah.
 Tersedia truk penyedotan limbah
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH SETEMPAT
 Bak penangkap lemak
 Adalah bak yang berfungsi menangkap lemak
khususnya dari limbah cair dapur
 Prinsip kerja hanya sebagai penyaring dan pemisah
kotoran dan lemak misalnya limbah dari cucian dapur,
cucian piring dan sejenisnya dari restoran dan hotel,
industri makanan yang limbahnya cenderung berlemak,
industri penyembelihan hewan, dll.
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH SETEMPAT
 Bak penangkap lemak
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH SETEMPAT
 Bak penangkap lemak

Potongan Samping

Potongan A – A (Denah)
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH SETEMPAT
 Cubluk / Jumbleng:
 Tanah digali menyerupai sumuran sedalam 2 – 6 meter (dasarnya
masih diatas permukaan air tanah yaitu 2 – 6 meter tergantung
kondisi tanah setempat, agar tidak mencemari air tanah).
 Sedalam 1 – 2 meter dari permukaan tanah, dibuat pasangan batu
bata setebal satu batu dengan spesi kedap air, agar muka tanah
tidak mudah longsor.
 Dapat bertahan (digunakan) s/d 10 tahun pada suatu rumah tangga
dengan 6 jiwa, dengan ukuran sumuran  1 meter dengan
kedalaman 8 meter.
 Setelah penuh, limbah padat dapat diurug atau dikuras atau
dibuatkan sumuran baru didekatnya (jarak sumuran baru dengan
sumuran lama tergantung jenis tanah dan
kepadatan/kestabilannya).
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH SETEMPAT
 Cubluk / Jumbleng:
Pipa
Ventilasi
Plat Beton
Bertulang
Pasangan Kedap Air
Buangan Dari
Kloset

A A

Potongan A
-A
2–6
meter
Muka Air
Tanah
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH SETEMPAT
 Septic Tank
 Definisi
 Bak penampungan air kotor yang berfungsi memisahkan dan
menghancurkan limbah domestik organik (khususnya limbah
manusia)
 Merupakan pengolah limbah domestik dalam skala kecil
 Prinsip Kerja Septictank
 Pemisahan melalui pengendapan, penghancuran melalui digesi /
pembusukan dengan bantuan bakteri anaerobic dalam waktu ±3
hari  air sabun dan cairan kimia tidak boleh masuk
 Air hasil pemisahan (70% lebih bersih) dialirkan keluar secara
gravitasi dan diresapkan ke tanah, sedangkan hasil endapan
(Lumpur) harus dibuang secara berkala
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH SETEMPAT
 Septic Tank
 Prinsip Struktur Septictank
Tutup Kontrol Pipa Ventilasi

D
A B C
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH SETEMPAT
 Septic Tank
 Tabel : Ukuran Tangki Septik
UKURAN (METER)
KAPASITAS
A B C D
(LITER)
2.000 2,40 - 0,80 1,00
3.000 2,50 1,20 0,80 1,00
4.000 2,60 1,40 1,00 1,00
5.000 2,60 1,40 1,00 1,25

10.000 3,00 1,50 1,50 1,50


15.000 3,50 1,75 1,75 1,65
20.000 3,80 1,90 2,00 1,80
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH SETEMPAT
 Septic Tank
 Tabel : Perhitungan Pendekatan Kapasitas Tangki Septik
KAPASITAS TANGKI SEPTIK (LITER)= TANGKI LUMPUR +
ASAL SUMBER
TANGKI BUANGAN CAIRAN (HARIAN)
RUMAH TANGGA Asumsi : Minimal 5 Orang / Rumah
Buangan dari W.C 1500 Liter + 50 Liter / Orang
Buangan dari W.C & Dapur 1800 Liter + 80 Liter / Orang
Seluruh Air Buangan 2000 Liter + 200 Liter / Orang
Rumah Susun & Daerah Pemukiman 2000 Liter + 200 Liter / Orang
3000 Liter +7 50 Liter / Pasien/Bed
Rumah Sakit
Termasuk Buangan Dari Cucian
3000 Liter + 200 Liter / Tamu
Hotel & Motel
Jika tersedia Café + 5 Liter / Tamu
Perkemahan 2000 Liter + 500 Liter / Petak
2000 Liter + 50 Liter / Pegawai
Pabrik & Perkantoran
Jika tersedia kamar mandi + 50 Liter / Pegawai
Sekolahan 2000 Liter + 20 Liter / Orang
Restoran 2000 Liter + 15 Liter / Orang
Tempat Pemandian 2000 Liter + 10 Liter / Pengunjung
Bangunan Umum & Daerah Rekreasi 2000 Liter + 5 Liter / Orang
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH SETEMPAT
 Resapan Air Kotor
 Definisi
 Adalah lokasi pembuangan akhir dari limbah rumah tangga
(WC dan Dapur)
 Prinsip Kerja RAK
 Menyaring/menangkap sisa endapan yang masih besar dan
meresapkan air kotor ke dalam tanah
1 Lajur

Prinsip Peresapan Air


Kotor Horizontal
Bak Kontrol 2 Lajur

Aliran dari Tangki Septik Pipa Peresap


3 Lajur
Tampak Samping
B
Tanah
Urug

Pipa PVC / UPVC


Selubung Ijuk / Sabut Potongan B - B
3 Lajur
Pasir dan
Kelapa
BKerikil
Pipa Peresap PVC / UPVC
Tampak Atas
Pervorasi
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH SETEMPAT
 Resapan Air Hujan
 Sumur resapan adalah salah satu rekayasa teknis konservasi
air berupa bangunan yang dibuat sedemikian menyerupai
bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu, diisi dengan
bahan – bahan resapan (pasir, batu, dan ijuk) secara berlapis
sampai rata dengan permukaan tanah yang berfungsi sebagai
tempat penampungan dan sekaligus peresapan air ke dalam
tanah.
 Pada daerah resiko cemaran tinggi, sumur resapan jangan
terlalu dalam, sehingga meningkatkan resiko masuknya
pencemar ke dalam water table
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH SETEMPAT
 Resapan Air Hujan
 Pembuatan sumur resapan upaya memberikan imbuhan air
secara buatan dengan cara menginjeksi air hujan sebagai
media infiltrasi ke dalam tanah yang dapat diterapkan
dikawasan permukiman, pertokoan, industri, sarana dan
prasarana olah raga serta fasilitas umum.
 Adapun tujuan pembangunan sumur resapan untuk
mengurangi erosi, menyimpan dan menaikan permukaan air
tanah dalam rangka penyelamatan sumberdaya air
CONTOH PENGOLAHAN LIMBAH SETEMPAT
 Resapan Air Hujan
Pengolahan Air Limbah
- Wastewater Treatment
PENGOLAHAN LIMBAH TERPUSAT  instalasi
pengolah air limbah (IPAL) skala besar
 Air limbah secara historis dianggap sebagai gangguan
dan dibuang dengan biaya termurah. Ini yang
mendorong penggunaan sistem pembuangan
setempat (onsite treatment) seperti lubang jamban
dan langsung dibuang ke danau dan sungai kita.
Selama abad terakhir telah diakui bahwa pendekatan
ini menghasilkan dampak yang tidak diinginkan
terhadap lingkungan. Hal ini menyebabkan
munculnya berbagai teknik pengolahan air limbah.
 Biasanya, pengolahan air limbah melibatkan beberapa tahapan,
yang disebut pre-treatment, primer, perawatan sekunder dan
tersier. Pertama, padatan dipisahkan dari aliran air limbah.
 Materi biologis kemudian dilarutkan secara progresif diubah
menjadi massa padat dengan menggunakan mikro-organisme,
untuk kemudian, padatan biologis dinetralkan kemudian
dibuang atau digunakan kembali, dan air yang telah diolah dapat
didesinfeksi secara kimia atau secara fisik (misalnya dengan
laguna dan penyaringan mikro).
 Efluen akhir dapat dibuang ke sungai, sungai, teluk, laguna atau
lahan basah, atau dapat digunakan untuk irigasi lapangan golf,
cara hijau atau taman. Jika cukup bersih, itu juga dapat
digunakan untuk mengisi ulang air tanah atau keperluan
pertanian.
 Skema tahapan pengolahan air limbah
 Skema tahapan pengolahan air limbah

tahapan pengolahan air limbah dapat berbeda, tergantung kondisi / komposisi


limbah dan target pengolahan yang ingin dicapai
Pre-treatment (GritRemoval Unit)
 Merupakan tahap persiapan sebelum proses pengolahan air limbah.
 Unsur-unsur yang dapat merusak unit perawatan dihilangkan.
 Pre-treatment meliputi:
 Bar Racks: biasanya perangkat pertama yang dihadapi oleh air limbah
memasuki instalasi pengolahan. Digunakan untuk mengeluarkan benda besar
yang bisa merusak orang lain perangkat tanaman.
 Grit Chamber: dirancang untuk menghapus grit (bahan lembam padat, seperti
pasir, pecahan kaca, lumpur, kerikil ...) dari air limbah, agar tidak mengikis dan
merusak pompa dan mekanisme lainnya.
 Bak penstabil: sebagian besar perangkat pengobatan harus dirancang dengan
kondisi spesifik aliran maksimal dan minimal, tapi biasanya aliran air limbah
dari masyarakat masih jauh dari konstan. Jadi, dalam rangka untuk membuat
aliran air limbah masuk utama unit pengolahan konstan, bak penstabil
digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan aliran air limbah. Dari bak
ini, air limbah dapat dipompa dengan laju yang konstan ke unit pengolahan
primer.
 GRIT REMOVAL UNIT

comminutor
 GRIT REMOVAL UNIT
 Bar Racks Screen
 GRIT REMOVAL UNIT
 Shelf Cleaning Screen
 GRIT REMOVAL UNIT
 Comminutor  memecah / mencacah padatan
 GRIT REMOVAL UNIT
 Integrated Coarse Pre Treatment
 GRIT REMOVAL UNIT
 Mini Integrated Coarse Pre Treatment
 GRIT REMOVAL UNIT
 SCREW PUMP
 Another Grit removal concept
 Stabilitation Pond / Equalization Tank
Primary Treatment:
 Air limbah mengalir melalui tangki besar, tanki-tanki tersebut
cukup besar sehingga memungkinkan lumpur untuk mengendap
dan bahan yang mudah mengambang seperti lemak / minyak
dapat naik ke permukaan dan dipisahkan.
 Tujuan utama dari tahap sedimentasi primer adalah untuk
memperoleh cairan homogen yang dapat / mudah diolah secara
biologis dan endapan yang terjebak dapat diolah secara terpisah.
 Tangki pengendapan primer biasanya dilengkapi dengan
didorong mekanis yang terus mendorong lumpur untuk
kemudian dikumpulkan menuju hopper di dasar tangki dan
dipompa ke tahap pengolahan lumpur lebih lanjut.
 SEDIMENTATION
 SEDIMENTATION
 Rectangular sedimentation
with mechanical device
 SEDIMENTATION
 Circular clarifier
 SEDIMENTATION
 Circular clarifier
Secondary Treatment
 Dirancang untuk secara substansial menurunkan kandungan
biologis dari limbah seperti yang berasal dari kotoran manusia,
limbah makanan, sabun dan deterjen. Hal ini biasanya
dilakukan melalui proses aerobik, sehingga elemen yang
diperlukan meliputi ketersediaan mikroorganisme, oksigen,
kontak antara mikroorganisme, dan bahan-bahan organik serta
kondisi lingkungan yang menguntungkan.
 Meliputi:
 Activating sludge
 Trickling filter
 Oxidation ponds
 Rotating biological contactors
 Activating sludge / Lumpur Aktif  menurunkan
BOD
 Dalam proses ini, udara atmosfer atau oksigen murni ditiupkan
melalui air limbah primer (Aerasi) dikombinasikan dengan
organisme dalam tangki aerasi untuk mengembangkan flok
biologis yang mengurangi kandungan organik dari air
 Lumpur yang terbentuk diendapkan untuk kemudian dikembalikan
ke proses aerasi atau dialirkan ke pengolah lumpur
 Trickling Filter
 Bak yang dilengkapi lapisan berbahan kasar, seperti batu, bilah,
atau bahan plastik, di mana air limbah dilewatkan. Air limbah
menetes melalui lapisan mikroba pada permukaan batu / media
yang tersedia  memungkinkan terjadinya kontak antara
mikroorganisme dan kontaminan organik.
 Lumpur Aktif
 Trickling filter
 Ponds Oksidasi
 Ada lima tipe dasar, yaitu: aerobik, anaerobik, fakultatif,
pematangan atau kolam tersier dan laguna aerasi.
Kolam oksidasi istilah telah digunakan akhir-akhir ini
sebagai nama kolektif untuk semua jenis kolam
treatment tersebut.
 Pada dasarnya, semua bekerja pada prinsip yang sama:
penggunaan kolam dan cekungan dirancang
mempertimbangkan kondisi aliran air limbah sehingga
limbah memiliki cukup waktu dalam bak agar bahan
organik pada limbah mengalami proses degradasi.
 Oxidation Ditch
 Oxidation Ponds / Kolam Oksidasi
Pola Penggerak:
 Oxidation Ponds / Kolam Oksidasi
 Rotating Biological Contakctor
 Dengan bantuan sistem mekanik, pengolahan sekunder ini
mampu mengatasi lonjakan jumlah limbah organik.
 Disk berputar mendukung pertumbuhan bakteri dan mikro-
organisme hadir dalam air limbah. Agar mikroorganisme
hidup, oksigen diperoleh dari atmosfer sebagai disk
berputar. Sebagai mikro-organisme tumbuh, mereka
membangun di media sampai mereka sloughed off karena
gaya geser yang diberikan oleh cakram berputar dalam
kotoran. Limbah dari RBC kemudian dilewatkan melalui
clarifiers akhir di mana mikro-organisme dalam suspensi
menetap sebagai lumpur.
 Rotating Biological Contactor
Tertiary / Advanced Treatment
 Meski dengan primary dan atau secondary treatment
yang dikombinasi dengan disinfektan diperkirakan
mampu memperbaiki 85% air limbah dalam hal BOD,
suspended solid dan banyak menghilangkan bakteri
patogen, namun proses-proses tersebut hanya
berpengaruh kecil dalam mengurangi senyawa
nitrogen, pospor, COD terlarut dan Dissolved metals.
 untuk itu kadang perlu proses lebih lanjut
(advanced treatment) untuk mengurangi polutan yang
bersifat spesific tersebut.
 Nitrogen reduction/removal  nitrification-
denitrification
 Phosphorus reduction
 Chemical precipitation adalah metode yang sering
digunakan untuk mengurangi/menghilangkan bentuk
inorganik dari phosphate.
 Hampir mirip dengan proses nitrogen
removal/reduction. Chemical precipitation dilakukan
dengan menambahkan koagulan dan mencampurnya
dengan limbah (mixing) pada suatu bak. Selanjutnya
dapat menggunakan tahapan seperti pada secondary
treatment
 Koagulan yang biasa digunakan adalah calcium,
aluminium dan besi
 Dissolved metals removal
 Dissolved metals removal
Ion exchange Coagulation

Koagulan:
iron Chloride, aluminum hydroxide
 Dissolved metals removal
MicroFiltration
 DISINFECTION
 Penambahan zat disinfektan pada bak-bak
penampungan sebelum air hasil olahan tahap
primary dan atau secondary dan atau tertiery
dilepas ke badan air
 Tujuannya menurunkan jumlah pathogens
Sludge Processing
 Karakteristik endapan / lumpur:
 Grit: merupakan hasil dari penyaringan grit chamber; bisa berupa
pasir, plastik, pecahan kaca, logam, dll.
 Primary / raw sludge: merupakan lumpur hasil dari proses primary
clarifiers; 3-8% solid dan 70% dari solid tersebut berupa zat organik
 Secondary sludge: merupakan lumpur dari secondary treatment;
terdiri dari mikroorganisme dan inert; 90% organik; endapan pada
activated sludge 0,5-2% berupa solid sedangkan pada trickling filter
2-5% berupa solid; pada kasus tertentu secondary sludge banyak
mengandung zat kimia karena proses pengikatan phospor
 Tertiary sludge: sangat tergantung pada proses yang dilakukan pada
tertiary treatment.
 Prinsip dasar:
 Thickening  memisahakan cairan semaksimal mungkin
dengan memanfaatkan gravitasi dan flotasi
 Stabilization  memecah padatan organik secara biokimia
sehingga lumpur lebih stabil (rendah bau dan lebih padat)
dan mudah dipisahkan dengan air.
 Conditioning  mengolah lumpur menggunakan zat kimia
dan atau proses pemanasan sehingga air lebih mudah
terpisah
 Dewatering  memisah cairan dari lumpur dengan metode
vakum, penekanan / pressure, atau proses pengeringan
 Reduction  menurunkan volume padatan dengan wet
oxidation atau incineration
 Thickening:
 Flotation thickening
 Udara dialirkan dengan tekanan 275 – 550 kPa ke dalam
lumpur. Sehinggga lumpur terangkat dan membentuk lapisan
/ selimut di permukaan. Skimmer / sludge collector mekanik
ditempatkan di permukaan untuk mengumpulkan lapisan
lumpur tersebut menuju sludge hopper.
 Efektif untuk menangkap lumpur pada proses activated
sludge.
 Meningkatkan kepadatan lumpur hingga 6%
Air flotation thickener
 Thickening:
 Gravity thickening
 Secara prinsip sama dengan proses sedimentasi pada circular
clarifier dalam memisahkan air dan lumpur.
 Proses ini dapat mengurangi kandungan air dalam lumpur
hingga 10% untuk karakter lumpur primer (primary sludge)
Circular Gravity thickener
 Stabilization:
 Aerobic Disgestion  tidak lebih merupakan kelanjutan
dari proses activated sludge. Udara dipompa ke dalam
lumpur pada sebuah aerobic digestion tank untuk
membantu bakteri aerobik mencapai kondisi terbaik
untuk mendegradasi zat organik. Sehingga terbentuk
massa lumpur yang stabil dan terpisah dari cairan
 Stabilization:
 Anaerobic Disgestion
memanfaatkan bakteri
anaerob dalam mendegradasi
zat organik. Jenis bakteri ini
biasanya cukup adaptif untuk
perubahan pH dan suhu. Suhu
optimum sekitar 200-350.
Dengan proses tersebut akan
terbentuk gas dan endapan
solid yang stabil dan terpisah
dari cairan.
 Conditioning:
 Chemical conditioning  banyak macam cara dan zat
kimia yang digunakan. Yang umum digunakan adalah
koagulasi dengan koagulan ferric chloride, kapur
maupun polimer organik.
 Heat Treatment  dengan panas 175o-2300C dan
tekanan 1000-2000 kPa, lumpur seperti dimasukkan
dalam panci bertekanan. Pada kondisi tersebut air
dalam padatan akan menguap. Kelemahannya adalah
operasional yang kompleks.
 Sludge Dewatering:
 Sludge drying bed
 Sludge Dewatering:
 Vacuum filtration: terdiri dari silinder yang dilapisi
membran filter dari kain. Silinder tersebut berputar
dengan posisi terndam dalam lumpur. Sebuah pompa
vacuum diletakkan di dalam silinder tersebut, dan
meyerap cairan. Lumpur yang menempel pada
membran fiter dikumpulkan oleh scrapper
 Sludge Dewatering:
 Continuous Belt Filter Presses
 Reduction:
 Incineration: insinerasi menghilangkan secara tuntas
kandungan air dan kelembaban lumpur dan membakar
habis padatan organik menjadi abu steril. Agar proses
insinerasi hemat bahan bakar, maka lumpur harus
melalui proses dewatering
Sludge Disposal
 Metode:
 Ultimate Disposal  lumpur (yang diolah maupun tidak) di
buang dengan wadah yang tersegel. (sangat jarang)
 Land Spreading  hasil pengeringan lumpur dibuang secara
merata pada area pertanian / perkebunan maupun hutan
 Landfilling  lumpur dikubur dalam tanah diarea khusus,
dengan ketebalan tanah penutup 0,20-0,25 M.
 Dedicated Land Disposal  lumpur dibuang pada area
cekungan khusus untuk pembuangan lumpur dari limbah
cair tanpa ditutup, yang lokasinya jauh dari aktifitas publik.
 Utilization  kadang beberapa jenis lumpur justeru baik
untuk digunakan kembali karena memiliki nutrient, sehingga
sering digunakan dalam proses composting

Anda mungkin juga menyukai