Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan
dalam segi kehidupan manusia. Setiap prubahan situasi kehidupan baik
positif maupun negative dapat memengaruhi keseimbangan fisik, mental,
dan psikososial seperti bencana dan konflik yang dialami, sehingga
berdampak sangat besar terhadap kesehatan jiwa seseorang yang berarti
akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa (Kelliat, 2011).
Harga diri rendah sangat berpengaruh bagi psikososial individu
tersebut dimata masyarakat, mulai dari selalu berpikiran negative hingga
merasa bahwa dirinya bukan apa-apa dan sebagainya. Maka dari itu,
sebagai calon perawat dan perawat yang mempelajari keperawatan jiwa
alangkah lebih baik jika lebih memahami lagi mengenai materi harga diri
rendah dan asuhan keperawatan jiwa pada pasien harga diri rendah. Hal ini
dilakukan agar memberikan timbal balik yang sesuai bagi individu
tersebut dan meningkatkan kembali persepsi akan harga dirinya.

1.2. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui mengenai teori konsep diri
2. Untuk mengetahui mengenai pengertian harga diri rendah
3. Untuk mengetahui mengenai tanda dan gejala harga diri rendah
4. Untuk mengetahui mengenai psikodinamika harga diri rendah
5. Untuk mengetahui mengenai rentang respon harga diri rendah
6. Untuk mengetahui mengenai asuhan keperawatan jiwa: harga diri
rendah

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi Konsep Diri


Konsep diri adalah merefleksikan pengalaman interaksi social,
sensasinya juga didasarkan bagaimana orang lain memandangnya. Konsep
diri sebagai cara memandang individu terhadap diri secara utuh, baik fisik,
emosi, intelektual, social, dan spiritual. Penting diingat, bahwa konsep diri
ini bukan pendangan orang lain pada kita melainkan pandangan kita
sendiri atas diri kita yang diukur dengan standar penilaian orang lain
(Muhith, 2015).

2.2. Dimensi Konsep Diri


A. Dimensi Pengetahuan
Mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita
sendiri sebagai pribadi. Seperti saya pintar, saya cantik, saya anak
baik, dan seterusnya.

B. Dimensi Pengharapan
Pengharapan bagi diri sendiri. Merupakan self-ideal atau diri yang
dicita-citakan. Cita-cita diri meliputi dambaan, aspirasi, harapan,
keinginan bagi diri kita, atau menjadi manusia seperti yang diinginkan.

C. Dimensi Penilaian
Penilaian kita terhadap diri sendiri. Merupakan pandangan kita
tentang harga atau kewajaran kita secara pribadi.

2.3. Perkembangan Konsep Diri


Konsep diri bukan merupakan factor bawaan atau herediter, namun
bentukan dari pengalaman individu selama proses perkembangan dirinya

2
menjadi dewasa. Proses pemebentukan tidak terjadi dalam waktu singkat,
melainkan melalui proses interaksi secara berkesinambungan.
Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Kualitas ini
mengarah kerendahan hati dan kedermawanan daripada keangkuhan dan
keegoisan. Orang yang mengenal dirinya dengan baik merupakan orang
yang memiliki konsep diri yang positif. Tanda-tanda individu yang
memiliki konsep diri yang positif adalah:
a. Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah.
b. Merasa setara dengan orang lain.
c. Menerima pujian tanpa rasa malu.
d. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan
keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh
masyarakat.
e. Mampu memperbaiki karena dia sanggup mengungkapkan aspek-
aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha merubahnya.

Sedangkan ciri-ciri seseorang yang memiliki konsep diri negative


adalah:

a. Peka terhadap kritik.


b. Responsive sekali terhadap pujian.
c. Cenderung bersikap hiperkritis.
d. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain.
e. Bersikap pesimis terhadap kompetisi.

2.4. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Konsep Diri


A. Teori Perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara
bertahap sejak lahir, seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya
dan orang lain.

3
B. Significant Other (Orang yang terpenting atau terdekat)
Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan
orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain.

C. Self Perception (Persepsi diri sendiri)


Persepsi diri terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi
individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri
dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif.
Sedangkan konsep diri yang negative dapat dilihat dari hubungan
individu dan social yang terganggu.

2.5. Rentang Konsep Diri


A. Aktualisasi Diri
Pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan
melatarbelakangi pengalaman nyatayang sukses dan diterima, ditandai
dengan citra tubuh yang positif dan sesuai, ideal diri yang realitas,
konsep diri yang positif, harga diri tinggi, penampilan peran yang
memuaskan, hubungan interpersonal yang dalam dan rasa identitas
yang jelas.

B. Konsep Diri Positif


Individu yang memiliki pengalaman positif dalam beraktivitas diri,
tanda dan gejala yang diungkapkan dengan mengungkapkan keputusan
akibat penyakitnya dan mengungkapkan keinginan yang tinggi.

C. Harga Diri Rendah


Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri.
Harga diri rendah adalah transisi antara respon konsep diri yang
adaptif dengan konsep diri yang maladaptive. Tanda dan gejala yang
ditunjukkan seperti perasaan malu terhadap diri sendiri dan

4
merendahkan martabat. Tanda gejala yang lain diantaranya rasa
bersalah pada diri sendiri, mengkritik diri sendiri atau orang lain,
menarik diri dari realitas, pandangan diri yang pesimis, perasaan tidak
mampu, perasaan negative pada dirinya sendiri, percaya diri kurang,
mudah tersinggung dan marah berlebihan.

D. Kekacauan Identitas
Kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek. Identitas
mencakup rasa internal tentang individualis, keutuhan, dan konsistensi
dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi.
Pencapaian identitas diperlukan untuk hubungan yang intim karena
identitas seseorang diekspresikan dalam berhubungan dengan orang
lain. Identitas ini secara kontinu timbul dan dipengaruhi oleh situasi
sepanjang hidup. Kekacauan identitas dapat dipengaruhi oleh berbagai
factor yang dapat dikenal dengan stressor identitas. Stressor identitas
diantaranya kehilangan pekerjaan, perkosaan, perkawinan, kelalaian,
konflik dengan orang lain, dan sebagainya.

E. Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realistic dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan, serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain. Tanda dan gejala yang
ditunjukkan yaitu dengan tidak adanya rasa percaya diri,
ketergantungan, sukar membuat keputusan, masalah dalam hubungan
interpersonal, ragu dan proyeksi.

2.6. Penyebab Gangguan Konsep Diri


Menurut Stuart dan Sundeen (1995), hal-hal yang dapat menyebabkan
gangguan konsep diri, antara lain:

5
a. Pola asuh orang tua
Salah satu factor yang signifikan dalam memengaruhi konsep
diri yang telah terbentuk sejak lahir. Sikap positif yang ditunjukkan
oleh orang tua, maka akan menumbuhkan konsep dan pemikiran
yang positif. Sedangkan sikap negative yang ditunjukkan oleh
orang tua, akan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup
berharga untuk dikasihi, disayangi, dan dihargai.

b. Kegagalan
Kegagalan yang terus menerus dialami seringkali akan
menimbulkan pertanyaan kepada diri sendiri dan berakhir dengan
kesimpulan bahwa semua penyebab terletak pada kelemahan diri
sendiri. Kegagalan sering membuat seseorang merasa dirinya tidak
berguna.

c. Depresi
Orang yang sedang mengalami depresi akan memiliki
pemikiran yang cenderung lebih negative dalam memandang dan
merespon segala sesuatu termasuk dalam menilai diri sendiri.

d. Kritik internal
Terkadang, mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk
menyadarkan seseorang akan perbuatan yang telah dilakukan.
Kritik diri sendiri sering berfungsi sebagai regulator atau rambu-
rambu dalam bertindak atau berperilaku. Agar keberadaan
seseorang dapat diterima oleh masyarakat dan dapat beradaptasi
diri dengan baik.

e. Merubah diri
Terkadang diri kita sendiri yang menyebabkan persoalan akan
bertambah rumit dengan berfikir yang tidak-tidak (negatif)

6
terhadap suatu keadaan atau terhadap diri kita sendiri. Namun,
dengan sifatnya yang dinamis, konsep diri dapat mengalami
perubahan kearah yang lebih positif.

2.7. Pembagian Konsep Diri


A. Citra Tubuh (Body Image)
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara
sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan
tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan, dan potensi tubuh saat ini
dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan
pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen, 2006). Stressor
yang dapat memengaruhi gambaran dari seseorang dapat berupa:
1. Operasi
2. Kegagalan fungsi tubuh
3. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh
4. Tergantung pada mesin
5. Perubahan tubuh
6. Umpan balik interpersonal yang negative
7. Standar social budaya

B. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau penilaian
personal tertentu (Stuart and Sundeen, 2006). Menurut Ana Keliat
(2005) ada beberapa factor yang memengaruhi ideal diri, yakni:
1. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas
kemampuannya.
2. Factor budaya akan memengaruhi individu menetapkan idela
diri.

7
3. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan
yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan,
perasaan cemas dan rendah diri.
4. Kebutuhan yang realistis.
5. Keinginan untuk menghindari kegagalan.
6. Perasaan cemas dan rendah diri.

C. Peran
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan
dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Keliat, 2005).
Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya
pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau
dipilih oleh individu. Factor-faktor yang memengaruhi dalam
menyesuaikan diri dengan peran (Stuart and Sundeen, 2006):
1. Kejelasan perilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan
peran.
2. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang
dilakukan.
3. Kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang di emban.
4. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku
peran.
5. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian
perilaku peran.

D. Identitas
Adalah kesadaran diri sendiri yang bersumber dari observasi dan
penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek dan konsep diri
sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and Sundeen, 1991).
Perasaan dan perilaku yang kuat akan identitas diri individu dapat
ditandai dengan:
1. Memandang dirinya secara unik

8
2. Merasakan dirinya berbeda dengan orang lain
3. Merasakan otonomi (menghargai diri, percaya diri, mampu diri,
menerima diri, dan dapat mengontrol diri)
4. Mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran, dan konsep
diri.

E. Harga Diri
Adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart and
Sundeen, 2006). Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan
harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering
gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah dicintai dan menerima
penghargaan dari orang lain (Keliat, 2005).

9
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. DEFINISI
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negative, dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan (Town, Send, Maryc. 1998).
Harga diri rendah adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
atau berisiko mengalami evaluasi diri negative tentang keampuan diri
(Carpenito, 2000).
Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi
diri negative yang mengenai diri atau kemampuan dalam waktu lama
(Lynda wall, edisi 8. 2001).
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai
dengan ideal diri (Kelliat, Budi, Anna. 2005).
Harga diri seseorang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih saying,
perilaku orang lain yang mengancam, dan hubungan interpersonal yang
buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai
rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan
secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta
cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat
lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman
(Kelliat, 2011).

3.2. TANDA DAN GEJALA


a. Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap
tindakan penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi
rontok (botak) karena pengobatan akibat penyakit kronis seperti
kanker.

10
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, misalnya ini terjadi jika tidak ke
RS dan menyalahkan atau mengejek diri sendiri.
c. Merendahkan martabat, misalnya saya tidak bias, saya tidak mampu,
saya memang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
d. Gangguan hubungan social, seperti menarik diri, klien tidak mau
bertemu orang lain, lebih suka menyendiri.
e. Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan yang suram,
mungkin memilih alternative tindakan.
f. Menciderai diri dan akibat HDR disertai dengan harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

3.3. PSIKODINAMIKA
a. Etiologi
Gangguan harga diri yang disebut sebagai HDR, dapat terjadi
secara:
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba. Misalnya harus
operasi, kecelakaan, diceraikan suami, putus sekolah, putus
hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi.
a. Pada klien yang dirawat dapat terjadi HDR, karena privasi
yang kurang diperhatikan.
b. Harapan akan struktur, fungsi, dan bentuk tubuh yang tidak
tercapai karena dirawat atau sakit atau penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai.

2. Kronik, yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung


lama, yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai
cara berpikir yang negative. Kejadian sakit dan dirawat akan
menambah persepsi negative terhadap dirinya.

11
b. Proses Perjalanan Penyakit
Konsep diri dipelajari melalui kontak social dan pengalaman
pribadi individu berhubungan dnegan orang ain, dan interaksi dengan
dunia luar dirinya, konsep diri berkembang terus mulai dari bayi
hingga lanjut usia. Konsep diri belum ada saat bayi dilahirkan, tetapi
mulai berkembang secara bertahap saat bayi mulai mengenal dan
membedakan dirinya dengan orang lain dan mempunyai pengalaman
dalam behubungan dengan orang lain. Perkembangan ini sangat
dipengaruhi oleh kemampuan berbicara individu, pengalaman dalam
keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri karena keluarga
dapat memberikan perasaan mampu dan tidak mampu. Perasaan
diterima atau ditolak dan dalam keluarga individu mempunyai
kesempatan untuk mengdentifikasi perilaku orang lain dan mempunyai
penghargaan yang pantas tentang tujuan, perilaku dan nilai.
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Pencapaian ideal diri atau cita-cita/harapan langsung menghasilkan
perasaan bahagia. Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dari
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri
diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Individu akan merasa harga
dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu
akan merasa harga dirinya rendah jika sering mengalami kegagalan,
tidak dicintainatau tidak diterima lingkungan.

c. Komplikasi
1) Perilaku kekerasan yang ditujukan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan
2) Isolasi social
3) Waham

12
3.4. RENTANG RESPON

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep Harga Diri Kerancauan Depersonal


Dini Diri Positif Rendah Indentitas isasi

Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri
adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Kelliat, 1999).
Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu
yang berharga dan tidak bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri.
Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah.
Harga diri rendah jika kehilangan kasih saying dan penghargaan orang
lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama
adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang
negative terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga
diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan
produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak
mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara social.
Factor yan memperngaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali,
kurang mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang
lain dan dari ideal diri yang tidak realistis. Sedangkan stressor pencetus
mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal, seperti:
a. Trauma (seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan kejadian yang mengancam).
b. Ketegangan (berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustasi). Ada tiga jenis
transisi peran:

13
1) Transisi peran perkembangan, adalah perubahan normative
yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk
tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga
dan norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk
penyesuaian diri.
2) Transisi peran situasi, terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau
kehamilan.
3) Transisi peran sehat sakit, sebagai akibat pergeseran dari
keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin
dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran,
bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur
medis dan keperawatan.

3.5. ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
PENGKAJIAN
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri. Berikut ini adalah tanda dan gejala harga
diri rendah :
 Mengkritik diri sendiri
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimis
 Penurunan produktifitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri

Selain data di atas saudara dapat juga mengamati penampilan


seseorang dengan harga diri rendah, terlihat dari kurang
memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapih, selera makan

14
berkurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banya menunduk,
bicara lambat dengan nada suara lemah.
(Terlampir)

B. Diagnosis Keperawatan
1. Risiko Harga Diri Rendah Kronik
2. Harga Diri Rendah Situasional: gangguan peran sosial
3. Gangguan Citra Tubuh: perubahan persepsi diri
4. Hambatan Interaksi Sosial: gangguan konsep diri

C. NANDA, NIC, NOC

No. NANDA NOC NIC


1 Risiko Harga Diri Setelah dilakukan Peningkatan Harga Diri:
Rendah Kronik tindakan keperawatan Aktivitas-aktivitas:
selama 3x24 jam  Tentukan kepercayaan
masalah dapat teratasi diri pasien dalam hal
dengan kriteria hasil: penilaian diri.
Kesadaran Diri:  Bantu pasien untuk
 Mengakui mengidentifikasi
kemampuan fisik respon positif dari
pribadi orang lain
1 2 3 4 5  Jangan mnengkritisi
 Mengenali pola [pasien] secara
kebiasaan pribadi negative
1 2 3 4 5  Monitor tingkat harga
 Mengenali respon diri dari waktu ke
subjektif kepada waktu, dengan tepat
orang lain  Buat pernyataan
1 2 3 4 5 positif mengenai
 Mempertahankan pasien.
kesadaran berpikir  Instruksikan orangtua

15
1 2 3 4 5 mengenai pentingnya
minat dan dukungan
mereka dalam
mengembangkan
konsep diri positif
anak-anak
2 Harga Diri Rendah Setelah dilakukan Peningkatan Koping:
Situasional: gangguan tindakan keperawatan Aktivitas-aktivitas:
peran sosial selama 3x24 jam  Eksplorasi alas an
masalah dapat teratasi pasien mengkritik diri
dengan kriteria hasil:  Eksplorasi pencapaian
Harga Diri: pasien sebelumnya
 Verbalisasi  Kenali latar belakang
penerimaan diri budaya/spiritual
1 2 3 4 5 pasien
 Penerimaan  Berikan suasana
terhadap penerimaan
keterbatasan diri  Dukung verbalisasi
1 2 3 4 5 perasaan, persepsi,
 Gambaran diri dan rasa takut
1 2 3 4 5  Instruksikan pasien
 Menghargai orang untuk menggunakan
lain teknik relaksasi
1 2 3 4 5 sesuain dengan
 Tingkat kebutuhan
kepercayaan diri  Dukung keterlibatan
1 2 3 4 5 keluarga, dengan cara
yang tepat
3 Gangguan Citra Tubuh: Setelah dilakukan Peningkatan Citra
perubahan persepsi diri
tindakan keperawatan Diri:

16
selama 3x24 jam Aktivitas-aktivitas:
masalah dapat teratasi  Tentukan perubahan
dengan kriteria hasil: fisik saat ini apakah
Citra Tubuh: berkontribusi pada
 Gambaran internal citra diri pasien
diri  Identifikasi dampak
1 2 3 4 5 dari buaya pasien,
 Kepuasan dengan agama, ras, jenis
penampilan tubuh kelamin, dan usia
1 2 3 4 5 terkait dengan citra
 Kepuasan dengan diri
fungsi tubuh  Monitor frekuensi dari
1 2 3 4 5 pernyataan
 Penyesuaian mengkritisi diri
terhadap perubahan  Fasilitasi kontak
tampilan fisik dengan individu yang
1 2 3 4 5 mengalami perubahan
yang sama dalam hal
citra tubuh
 Ajarkan untuk melihat
pentingnya respon
mereka terhadap
perubahan tubuh anak
dan penyesuaian di
masa depan, dengan
cara yang tepat
 Bantu orangtua untuk
mengidentifikasi
perasaan sebelum
mengintervensi anak,

17
dengan cara yang
tepat
4. Hambatan Interaksi Setelah dilakukan Peningkatan
Sosial: gangguan tindakan keperawatan Sosialisasi:
konsep diri selama 3x24 jam Aktivitas-aktivitas:
masalah dapat teratasi  Tingkatkan berbagi
dengan kriteria hasil: masalah umum
Keterlibatan Sosial: dengan orang lain
 Berinteraksi dengan  Anjurkan kejujuran
teman dekat dalam
1 2 3 4 5 mempresentasikan
 Berinteraksi dengan diri sendiri kepada
tetangga orang lain
1 2 3 4 5  Berikan umpan balik
 Berinteraksi dengan positif saat pasien
anggota keluarga [bersedia]
1 2 3 4 5 menjangkau orang
 Berinteraksi dengan lain.
anggota kelompok  Berikan model peran
kerja yag mengekspresikan
1 2 3 4 5 kemarahan dengan
tepat
 Anjurkan kegiatan
social di masyarakat
 Fasilitasi penggunaan
alat bantu deficit
sensorik seperti
kacamata dan alat
bantu dengar.

18
SP 1 Pasien : Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien, membantu pasien menlai kemampuan yang masih dapat
digunakan, membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan
dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dlam rencana harian.

Orientasi :

“Assalamu’alaikum, bagaimana keadaan T hari ini ? T terlihat segar.”

“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan


yang pernah T lakukan ? setelah itu kita akan menilai kegiatan mana yang masih
dapat T lakukan di rumah sakit. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan
untuk kita latih.”

“Dimana kita duduk ? bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ?


Bagaimana kalau 20 menit ?”

Kerja :

“ T apa saja kemampuan yang T miliki ? Bagus, apa lagi ? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa T lakukan ? bagaimana
dengan merapihkan kamar ? menyapu ? mencuci piring …….dst.”

“Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang T miliki.”

“T, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit ? coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang
kedua……sampai 5 (missal ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus, sekali ada 3
yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.”

“Sekarang, coba T pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah
sakit ini.”

19
“O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur ? Kalau begitu, bagaimana
kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur T. Mari kita lihat tempat tidur
T. Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya ?”

“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu
bantal dan selimutnya. Bagus ! sekarang kita angkat spreinya dan kasurnya kita
balik.”

“Nah sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas ya,
bagus ! Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir
masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakan di sebelah atas/kepala.
Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”

“T sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba


perhatikan bedakah dengan sebelum dirapihkan ? Bagus”

“Coba T lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (Maandir) kalau
T lakukan tanpa disuruh, tulis B (Bantuan) jika diingatkan bisa melakukan dan T
(Tidak) melakukan.”

Terminasi :

“Bagaimana perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan latihan


merapihkan tempat tidur ? Ya. T ternyata banyak memiliki kemampuan yang
dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya, merapihkan tempat tidur, Yang
sudah T praktekkan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga
di rumah setelah pulang.”

“Sekarang mari kita masukkan pada jadwal harian T. Mau berapa kali
sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? lalu
sehabis istirahat, jam 16.00”

“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua T masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain merapihkan tempat

20
tidur ? Ya bagus, cuci piring, kalau begitu kita akan latihan cuci piring besok jam
8 pagi didapur ruangan ini sehabis makan pagi. Sampai jumpa ya.”

SP 2 Pasien : melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai


dengan kemampuan pasien

Orientasi :

“Assalamu’alaikum, bagaimana perasaan T pagi ini ? Wah, tampak cerah.”

“Bagaiman T, sudah dicoba merapihkan tempat tidur sore kemarin/tadi


pagi ? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi) sekarang kita akan
latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu T?”

“Ya benar, kita akan latihan mencuci piring didapur ruangan ini”

“Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur”

Kerja :

“T, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya,
yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring,
dan air untuk membilas, T bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh
jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-sisa makanan.”

“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya.”

“Setelah semuanya perlengkapan tersedia, T ambil satu piring kotor, lalu


buangdulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian
T bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/lopes yang sudah
diberikan sabun cuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih
sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu T bisa
mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur.
Nah, selesai.”

“Sekarang coba T yang laukan …. “

21
“Bagus sekali, T dapat mempraktekkan cuci piring dengan baik. Sekarang
dilap tanganya.”

Terminasi :

“Bagaimana perasaan T setelah latihan cuci piring?”

“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukan menjadi kegiatan


sehari-hari T. Mau berapa kali T mencuci piring? Bagus sekali T mencuci piring
tiga kali sehari setelah makan.”

Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan


tempat tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan
latihan mengepel.”

“Mau jam berapa? Sama dengan sekarang? Sampai dengan sekarang ?


Samapai jumpa.”

Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua


kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang dimiliki akan menambah
harga diri pasien.

1. Tindakan Keperawatan Pada Keluarga


Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah di
rumah dan menjadi asisten pendukung yang efektif bagi pasien.
a. Tujuan :
1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki pasien
2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih
dimiliki pasien.
3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatih dan memberikan pujian atas keberhasilan pasien.
4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan
kemampuan pasien

22
b. Tindakan keperawatan :
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien
2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada
pada pasien
3) Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien
dan memuji pasien atas kemampuannya

SP 1 Keluarga :

Mendiskusikan maslah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien di


rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah,
menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah, mendemonstrasikan
cara merawat pasien dengan harga diri rendah, dan memberi kesempatan kepada
keluarga untuk mempraktekan cara merawat.

Orientasi :

“Assalamu’alaikum !”

“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?”

“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat T?


Berapa lama waktu Bp/Ibu? 30 menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!”

Kerja :

“Apa yang bapak/ibu ketahui tentang masalah T?”

“Ya memang benar sekali Pak/Bu, T itu memang terlihat tidak percaya diri
dan sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada T, sering menyalahkan
dirinya dan mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh sedunia. Dengan kata
lain, anak Bapak/Ibu memiliki masalah harga diri rendah yang ditandai dengan
munculnya pikiran-pikiran yang selalu negative terhadap diri sendir. Bila keadaan
T ini terus menerus seperti iti, Tbisa mengalami masalah yang lebih berat lagi,
misalnya T jadi malu bertemu dengan orang lain dan memilih mengurung diri.”

23
“Sampai disini, bapak/ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri
rendah?”

“Bagus sekali bapak/ibu sudah mengerti.”

“Setelah kita menegrti bahwa masalah T dapat menjadi masalah serius,


maka kita perlu memberikan perawatan yang baik untuk T.”

“Bapak/Ibu apa saja kemampuan yang dimiliki T? Ya benar, dia juga


mengatakan hal yang sama (kalau sama dengan kemampuan yang dikatakan T).”

“T itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan cuci
piring. Serta telah dibuat jadwal untuk melakukannya. Untuk itu, bapak/ibu dapat
mengingatkan T untuk melakukan kegitan tersebut sesuai jadwal. Tolong
bantumenyiapkan alat-alatnya, ya pak/bu. Dan juga jangan lupa memberikan
pujian agar harga dirinya meningkat. Ajak pula memberi tanda cek list pada
jadwal kegiatannya.”

“Selain itu bila T sudah tidak lagi dirawat di Rumah Sakit, bapak/ivu tetap
perlu memantau perkembangan T. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan
tidak tertangani lagi, bapak/ibu dapat membantu T ke puskesmas.”

“Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian


kepada T”

“Temui T dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan
pujian yang mengatakan. Bagus sekali T, kamu sudah semakin terampil mencuci
piring.”

“Coba bapak/ibu praktekkan sekarang. Bagus.”

Terminasi :

“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah percakapan kita ini ?”

“Dapatkah bapak/ibu jelaskan kembali masalah yang dihadapi T dan


bagaimana cara merawatnya ?”

24
“Bagus sekali bapak/ibu sapat mejelaskan dengan baik. Nah, setiap kali
bapak/ibu kemari lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”

“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara
memberi pujian langsung kepada T”

“Jam berapa bapak/ibu datang ? Baik saya tunggu/ sampai jumpa.”

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktikan cara merawat


pasien dengan masalah harga diri rendah langsung kepada pasien.

Orientasi :

“Assalamu’alaikum pak/bu”

“Bagaimana perasaaan bapak/ibu hari ini ?”

“Bapak/Ibu masih ingat latihan merawat anak bapak/ibu seperti yang kita
pelajari dua hari yang lalu ?”

“Baik, hari ini kita akan mempraktikannya langsung kepada T”

“Waktunya 20 menit”

“Sekarang mari kita temui T”

Kerja :

“Assalamu’alaikum T. bagaimana perasaan T hari ini ?”

“Hari ini saya datang bersama orang tua T. Seperti yang sudah saya
katakana sebelumnya, orang tua T juga ingin merawat T agar T cepat pulih.”

(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)

“Nah, bapak/ibu. Sekarang bapak/ibu bisa mempraktikan apa yang sudah


kita latihkan beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap perkembangan
anak bapak/ibu”

25
(saudara mengobservasi keluarga mempraktikkan cara merawat pasien
seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya)

“Bagaimana perasaan T setelah berbincang-bincang dengan orang tua T ?”

“Baiklah sekarang saya dan orang tua T ke ruang perawat dulu”

(saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi


dengan keluarga)

Terminasi :

“Bagaiman perasaan bapak/ibu setelah kita latihan tadi ?”

“Mulai sekarang bapak/ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi


kepada T”

“Tiga hari kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman bapak/ibu


melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama
seperti sekarang pak/bu”

“Assalamu’alaikum”

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

Orientasi :

“Assalamu’alaikum pak/bu”

“Karena hari ini T sudah boleh pulang maka kita akan membicarakan
jadwal T selama di rumah.”

“Berapa lama bapak/ibu ada waktu ? Mari kita bicarakan di kantor.”

Kerja :

“Pak/Bu ini jadwal kegiatan T selama di rumah sakit. Coba diperhatikan


apakah semua dapat dilaksanakan di rumah ?”

26
“Pak/Bu jadwal yang telah dibuat selama T dirawat di rumah sakit tolong
dilanjutkan di rumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya.”

“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang


ditampilkan oleh T selam di rumah. Misalnya kalau T terus menerus menyalahkan
diri sendir dan berpikiran negative terhadap diri sendiri, menolak minum obat atau
memperhatikan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera
hubungi perawat K di puskesmas Indera Puri. Puskesmas terdekat dari rumah
bapak/ibu ini nomor telepon puskesmasnya : (0651) 554xxx”

“Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan T


selama di rumah.”

Terminasi :

“Bagaimana pak/bu ? Ada yang belum jelas ? Ini jadwal harian T untuk
dibawa pulan. Ini surat rujukan untuk perawat K di PKM Indera Puri. Jangan lupa
kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silakan
selesaikan administrasinya.”

A. TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


TAK untuk pasien harga diri rendah berbentuk TAK. Simulasi persepsi
yang terdiri dari :
 Sesi I : Identifikasi hal positif diri
 Sesi II : Melatih positif pada diri

B. PERTEMUAN KELOMPOK KELUARGA


Asuhan keperawatan untuk kelompok keluarga ini dapat diberikan dengan
melaksanakan pertemuan keluarga baik dalam bentuk kelompok kecil dan
kelompok besar. Lebih rinci panduan pertemuan keluarga ini dapat dilihat di
modul lain. Demikian juga dengan format evaluasi untuk pasien dan perawat
akan ditampilkan di modul khusus yang membahas pertemuan keluarga.

27
BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
Harga diri rendah adalah suatu sikap emosional yang negative yang
menjadikan individu tersebut selalu memandang rendah dirinya. Hal ini
menjadi sangat buruk jika diteruskan karena berisiko untuk mencelakai
diri sendiri, isolasi social, hingga mengalami waham. Harga diri rendah
menjadikan seseorang tidak mudah berinteraksi disekitarnya karena
cenderung merasa dikucilkan, bahkan individu yang mengalami harga diri
rendah ini dapat menyalahkan dirinya dengan apa yang terjadi di
sekitarnya, jika ini berlanjut maka akan mengakibatkan dampak yang
buruk bagi psikososialnya.

4.2. SARAN
Dengan adanya harga diri rendah pada individu tersebut, alangkah
lebih baik jika seseorang dengan baik hati membantu seseorang tersebut
agar tidak mengalami harga diri rendah lagi, selain itu dapat membantu
seseorang itu berinteraksi kembali dengan orang-orang sekitar. Alangkah
lebih baik jika kita sebagai perawat maupun calon perawat membantu
individu tersebut agar lebih berinterksi dengan lingkungannya dan
mengurangi pemikiran negative klien menjadi pemikiran yang positif
dengan pendekatan bina hubungan saling percaya terlebih dahulu.

28
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, M.L. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kelliat, B. A. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Ed. 2.


Jaakarta: EGC.

Kelliat, B. A. (2006). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN


(basic course) Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.

Kelliat, B. A. & Akemat. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional


Jiwa. Jakarta: EGC.

Kusumawati, F. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba


Medika.

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi.


Jakarta: ANDI.

NANDA. (2018). Nursing Diagnoses: Definitions and Clasification 2018-


2020. Philadelphia: NANDA International.

NIC.(2016). Nursing Interventions Classification (NIC). Jakarta: Cv.


Mocomedia.

NOC.(2016). Nursing Outcomes Classification (NOC).Jakarta: Cv.


Mocomedia.

Stuart & Sundeen. 2006. Keperawatan Psikiatrik: Buku Saku


Keperawatan Jiwa Ed. 5. Jakarta: EGC

29

Anda mungkin juga menyukai