Anda di halaman 1dari 96

SKRIPSI

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN TAJAM


PENGLIHATAN DI KLINIK MATA ROYAL EDC
MOJOSARI

Studi Cross Sectional di Klinik Mata Royal


Erry Dewanto Center Mojosari

PRAKASSIWI YOVI ANTARI


NIM. 201707041

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2018
SKRIPSI

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN TAJAM


PENGLIHATAN DI KLINIK MATA ROYAL EDC
MOJOSARI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI
Kabupaten Mojokerto

PRAKASSIWI YOVI ANTARI


NIM. 201707041

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2018

ii
SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum

pernah dikumpulkan orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang

pendidikan di Perguruan Tinggi manapun, apabila terbukti ada unsur Plagiatisme

saya siap untuk dibatalkan kelulusannya.

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk diajukan dalam ujian akhir program

Judul : Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Tajam Penglihatan Di

Klinik Mata Royal EDC Mojosari

Nama : PRAKASSIWI YOVI ANTARI

NIM : 201707041

Pada tanggal : Agustus, 2018

Oleh:

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Ujian Skripsi pada Program Studi S1

Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI Kabupaten

Mojokerto.

Nama : PRAKASSIWI YOVI ANTARI

NIM : 201707041

Judul : “Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Tajam Penglihatan Di

Klinik Mata Royal EDC Mojosari”

Pada tanggal : Agustus 2018

Mengesahkan :

v
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul

“Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Tajam Penglihatan Di Klinik Mata

Royal EDC Mojosari”. Selesainya penulisan skripsi ini tak lepas dari bantuan

dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati tulus kepada:

1. Imam Thohari, Amd Kep, selaku Manager Klinik Mata Royal EDC Mojosari

yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan studi

pendahuluan dan penelitian


2. Dr. M. Sajidin, S.Kep, M.Kes selaku Ketua Stikes Bina Sehat PPNI

Kabupaten Mojokerto
3. Ana Zakiyah, M.Kep. selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
4. Rina Nur Hidayati, M.Kep, Sp Kep. Kom selaku pembimbing proposal yang

telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan kepada penulis


5. Sri Sudarsih, S.Kp, M.Kes selaku pembimbing proposal yang telah

meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan kepada penulis


6. Responden yang telah meluangkan wak tu dan bekerja sama untuk

memberikan data yang dibutuhkan oleh peneliti


7. Rekan – rekan karyawan Klinik Mata Royal EDC Mojosari yang telah

membantu kelancaran penelitian ini.


8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan dan seluruh pihak

yang telah membantu kelancaraan penelitian ini yang tidak dapat peneliti

sebutkan satu persatu.


9. Staff Dosen dan Karyawan Stikes Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto

vi
Akhirnya penulis menyadari bahwa proposal ini jauh dari sempurna

sehingga memerlukan kritik dan saran untuk menyempurnakan penyusunan

skripsi ini.

Mojokerto, Agustus 2018

Penulis

vii
PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang – orang yang kukasihi

KELUARGA BESAR

Kepada Bapak dan ibu yang aku sayangi, terima kasih telah memberikan kasih
sayang, dukungan dan doa yang tidak pernah putus dalam setiap langkahku.
Semoga selalu diberi kesehatan.

Mbak Reni, Adek Selin, Mas Shandy, Adek Rike, Mbak Novi, Mbak Rida dan
Adek Yogi yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan semangat dalam hal
apapun. Semoga selalu Allah mudahkan setiap langkah kita

SAHABAT DAN TEMAN

Sahabat seperjuangan kontrakan Graha, Teman di Klinik Mata yang sekaligus


sudah menjadi keluarga baru, Dokter Reni, Dokter Martha, Riris, Astrid, Ranek,
Afinsza, Fatmala, Mega, Firman, Ruth, Dio, Gandhis, Fifin, Eren, Bepe, Ayum,
Rizal, Arin, Fitra, Diva, terimakasih untuk semangat dan dukungan dalam suka
duka, semoga ilmu yang kita dapatkan bermanfaat dan diberi kesuksesan

Serta semua pihak yang sudah membantu selama menyelesaikan skripsi ini

viii
ABSTRAK
HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN TAJAM PENGLIHATAN
DI KLINIK MATA ROYAL EDC MOJOSARI
OLEH: PRAKASSIWI YOVI ANTARI
Glukosa darah yang tinggi ketika insulin tidak dapat bekerja dengan benar
dalam tubuh dapat menyebabkan penumpukkan salah satunya pada retina mata
yang dapat menyebakan gangguan penglihatan yaitu tajam penglihatan. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Tajam
Penglihatan di Klinik Mata Royal EDC Mojosari. Desain penelitian menggunakan
analitik correlation dengan metode cross-sectional. Variabel independen adalah
kadar gula darah dan variabel dependen adalah tajam penglihatan. Dalam
penelitian ini sampel yang digunakan adalah seluruh pasien yang memenuhi
kriteria inklusi yang datang berobat di Klinik Mata Royal EDC Mojosari yaitu
sebanyak 54 responden. Teknik sampling menggunakan non probability Sampling
dengan teknik Consecutive Sampling. Pengumpulan data menggunakan lembar
kuisioner dan observasi serta di uji menggunakan Rank Spearman. Hasil
penelitian menunjukkan 11 responden hampir setengahnya memiliki kadar gula
darah baik dengan tajam penglihatan normal yaitu sebanyak 5 responden (45,5%),
dan sebanyak 17 responden hampir setengahnya memiliki kadar gula darah
normal dengan tajam penglihatan normal sebanyak 8 responden (47,7%)
sedangkan sebanyak 26 responden sebagian besar memiliki kadar gula darah
buruk dengan tajam penglihatan hampir normal sebanyak 16 responden (61,5%),
dan low vision sedang 8 responden (30,8%). Uji Spearman (Rho) menunjukkan ρ
= 0,000 < α 0,05 sehingga terdapat hubungan antara kadar gula darah dengan
tajam penglihatan di Klinik Mata Royal EDC Mojosari. Sebagian responden yang
memiliki kadar gula darah buruk menyebabkan tajam penglihatan mereka hampir
normal. Mereka tidak rutin melakukan pemeriksaan rutin kadar gula darah dan
terlambat untuk melakukan pemeriksaan mata. Pemeriksaan mata dengan
pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan minimal 3 bulan sekali atau pada
penderita yang memiliki kadar gula darah minimal 2 minggu sekali, agar tidak
terjadi komplikasi yang lebih buruk.
Kata kunci : Kadar Gula Darah, Tajam Penglihatan

ix
ABSTRACT
RELATIONSHIP BETWEEN BLOOD SUGAR LEVEL AND VISUAL
ACUITY AT ROYAL ERRY DEWANTO CENTER
EYE CLINIC OF MOJOSARI

BY: PRAKASSIWI YOVI ANTARI

High blood glucose when insulin is unable to work properly in the body can cause
a build up of one of them on the retina of the eye which can cause visual
disturbances, namely visual acuity. The purpose of research was to find out the
Correlation Between Blood Sugar Level and Visual Acuity at Royal EDC Eye
Clinic of Mojosari. This research used Analytic Correlation as research design and
Cross-sectional as the research method. In this research, the sample was all
ofpatients who come for treatments at Royal EDC Eye Clinic of Mojosari andmet
the inclusion criteria which were 54 respondents. The sampling technique used
non-probability sampling with consecutive sampling. The data collection was
collected by using questionary and observation, along with tested by using Rank
Spearman. The result showed 11 respondents, almost half of them have a normal
blood sugar level with normal visual acuity was 5 respondents or 45,5%, and from
17 respondents, half of them have normal blood sugar levels with normal vision
acuity of 8 respondents (47.7%) while on 26 respondents mostly had bad blood
sugar levels with almost normal visual acuity as many as 16 respondents (61.5%),
and low vision was 8 respondents (30.8%). Spearman test (Rho) showed = ρ =
0,000 < α 0,05 with the result that there was a correlation between blood sugar
level and visual acuity at Royal EDC Eye Clinic of Mojosari. Some respondents
who had poor blood sugar levels caused their visual acuity to be almost normal.
They do not routinely carry out routine blood sugar levels and are late to do an
eye examination. Eye examination with visual acuity examination is done at least
once every 3 months or in patients who have blood sugar levels at least once every
two weeks, so there are no worse complications.

Keywords: Blood Sugar Level, Visual Acuity

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................
i
HALAMAN JUDUL DALAM............................................................................................
...........................................................................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................................
..........................................................................................................................................iii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................................
..........................................................................................................................................iv
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................
...........................................................................................................................................v
KATA PEGANTAR.............................................................................................................
..........................................................................................................................................vi
ABSTRAK...........................................................................................................................
..........................................................................................................................................ix
ABSTRACT........................................................................................................................
...........................................................................................................................................x
DAFTAR ISI........................................................................................................................
..........................................................................................................................................xi
DAFTAR TABEL................................................................................................................
........................................................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................
........................................................................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................
.........................................................................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................................
4
1.3.1 Tujuan Umum ..........................................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus ..........................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................................
5
1.4.1 Bagi Responden ..........................................................................................5
1.4.2 Bagi Klinik ..........................................................................................5
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya...............................................................................
5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Kadar Gula Darah.........................................................................................
6

xi
2.1.1 Definisi Kadar Gula Darah.............................................................................
7
2.1.2 Kadar Gula Darah...........................................................................................
9
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah.............................................
9
2.1.4 Cara Mengukur Kadar Gula ..........................................................................
11
2.1.5 Pemeriksaan Kadar Gula Darah ....................................................................
12
2.1.6 Proses Metabolisme Mata...............................................................................
14
2.3 Konsep Dasar Tajam Penglihatan...............................................................................
16
2.4.1 Definisi Tajam Penglihatan............................................................................
16
2.4.2 Tajam Penglihatan..........................................................................................
16
2.4.3 Prosedur Pemeriksaan Tajam Penglihatan......................................................
17
2.4.4 Faktor Yang Mempengaruhi Tajam Penglihatan............................................
20
2.4 Kerangka Teori...........................................................................................................
24
2.5 Kerangka Konsep.......................................................................................................
25
2.6 Hipotesis ....................................................................................................................
26

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian........................................................................................................
27
3.2 Populasi, Sampling, Dan Sampel...............................................................................
27
3.2.1 Populasi..........................................................................................................
27
3.2.2 Sampling.........................................................................................................
28
3.2.3 Sampel............................................................................................................
28
3.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional..........................................................
29
3.3.1 IdentifikasI Variabel.......................................................................................
29
3.3.2 Definisi Operasional.......................................................................................
30

xii
3.4 Prosedur Penelitian.....................................................................................................
32
3.5 Kerangka kerja...........................................................................................................
33
3.6 Pengumpulan Data.....................................................................................................
34
3.6.1 InstrumenPenelitian........................................................................................
34
3.6.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian.........................................................................
34
3.7 Pengolahan Data.........................................................................................................
35
3.7.1 Langkah Pengolahan Data..............................................................................
35
3.7.2 Analisa Data...................................................................................................
37
3.8 Etika Penelitian..........................................................................................................
39
3.7.1 Informed Concent...........................................................................................
39
3.7.2 Tanpa Nama (Anonimity)................................................................................
40
3.7.3 Kerahasiaan (Confidentially)..........................................................................
40

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................................


41
4.1 Hasil Penelitian..........................................................................................................
41
4.1.1 Gambaran Tempat Penelitian............................................................................
41
4.1.2 Data Umum.......................................................................................................
42
4.1.3 Data Khusus......................................................................................................
43
4.2 Pembahasan................................................................................................................
46

BAB 5 PENUTUP.............................................................................................................
54
5.1 Simpulan....................................................................................................................
54
5.2 Saran...........................................................................................................................
54

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
56

xiii
LAMPIRAN........................................................................................................................
59

xiv
DAFTAR TABEL

2.1 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus.................................................................... 8


2.2 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan pradiabetes............. 9
2.3 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa ...............................................................9
2.4 Kriteria Kadar Gula Darah ..................................................................................13
2.5 Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus............................................................. 17
2.6 Tingkat tajam penglihatan ...................................................................................27

3.1 Definisi Operasional...........................................................................................30

4.1 Distribusi frekuensi berdasarkan umur ..............................................................42

4.2 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin..................................................42

4.3 Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan........................................................43

4.4 Distribusi frekuensi berdasarkan kadar gula darah.............................................43

4.5 Distribusi frekuensi berdasarkan tajam penglihatan........................................ .44

xv
DAFTAR GAMBAR

2.1 Kartu Snellen menggunakan satuan meter ........................................................ 17


2.2 Kerangka Teori................................................................................................... 23

3.1 Kerangka Konsep................................................................................................24

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Studi Pendahuluan.............................................................. 59

Lampiran 2 Surat Balasan Studi Pendahuluan.........................................................60

Lampiran 3 Lembar Permohonan Menjadi Responden........................................... 61

Lampiran 4 Lembar Persetujuan Menjadi Responden............................................. 62

Lampiran 5 Kuisioner Penelitian Data Demografi.................................................. 63

Lampiran 6 Lembar Observasi ............................................................................... 64


Lampiran 7 Lembar Tabulasi Data......................................................................... 65

Lampiran 8 Standar Operasional Prosedur ............................................................. 67

Lampiran 9 Lembar Hasil SPSS.......................................................................


.................................................................................................. 68

Lampiran 10 Dokumentasi..................................................................................
.................................................................................................. 72

Lampiran 11 Lembar Konsultasi.................................................................................73

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hiperglikemia adalah istilah teknis untuk glukosa darah yang tinggi.

Glukosa darah tinggi terjadi ketika tubuh memiliki insulin yang terlalu

sedikit atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan benar.

Hiperglikemia biasanya merupakan tanda pertama diabetes mellitus (ADA,

2010). Peningkatan kadar glukosa darah yang disertai dengan gejala

poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan sebabnya sudah cukup untuk menegakkan diagnosis (Rudijanto et

al., 2015). Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,

terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Amir, Wungouw,

& Pangemanan, 2015). Komplikasi Diabetes melitus pada tingkat

mikroangiopati pada mata seperti katarak, glaukoma dan yang paling sering

adalah kelainan retina. Adanya kondisi hiperglikemia juga memberikan

hambatan dalam pemberiaan koreksi terbaik pada tajam penglihatan yang

ada (Negara, 2016).

Jumlah pengidap diabetes terus meningkat, baik di tingkat nasional

maupun dunia. Data International Diabetes Federation (IDF) 2016

menyebut, jumlah diabetes 415 juta, dan pada tahun 2017 meningkat

menjadi 425 juta penderita (IDF, 2017). Peringkat negara dengan jumlah

pengidap diabetes terbanyak yaitu urutan pertama adalah Bangladesh,

Bhutan, India, Maldives, Nepal, Srilanka dan Indonesia masuk peringkat ke

1
2

tujuh (Kemenkes, 2013). International Diabetes Federation (IDF)

memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1

juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035 (Rudijanto et al.,

2015). Provinsi Jawa timur termasuk 10 besar provinsi dengan prevalensi

Diabetes yaitu menempati urutan ke sembilan dengan prevalensi 6,9%

(Kominfo, 2015). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto

menyebutkan total penderita penyakit diabetes melitus tahun 2015 sebanyak

2.214 orang dari 1.123.647 penduduk, tahun 2016 sebanyak sebanyak 2.402

orang dari 1.257.215 penduduk, tahun 2017 sebanyak 2.527 orang dari

1.373.239 penduduk Kabupaten Mojokerto. Berdasarkan catatan rekam

medik Klinik Mata Royal EDC Mojosari menunjukkan peningkatan jumlah

penderita Retinopaty Diabetic yaitu pada bulan Januari hingga Juni 2017

sebanyak 36 penderita sedangkan pada bulan Juli hingga Desember 2017

sebanyak 134 penderita. Hasil studi pendahuluan terhadap 5 penderita

diabetes melitus pada tanggal 23 April 2018 diperoleh data GDA dengan

tajam penglihatan mata kanan dan kiri: responden 1 : 204 dengan 6 ∕ 30 ,

responden 2 : 261 mg∕dl dengan 6 ∕ 60 , responden 3: 312 mg∕dl dengan 6 ∕

60, responden 4 : 200 mg∕dl dengan 6 ∕ 15, dan responden 5 : 225 mg∕dl

dengan 6 ∕ 12.

Hasil penelitian Khairlah, Hanifah, & Normadiah (2014) di RSUD

Langsa didapatkan hasil adanya hubungan antara ketajaman penglihatan dan

lama penderita DM dengan ketajaman penglihatan. Hasil penelitian Negara

(2016) di Rumah Sakit Jember Klinik didapatkan hasil dimana semakin

besar Kadar Gula darah maka semakin rendah tajam penglihatan.


3

Hiperglikemia akan menyebabkan gangguan penglihatan terutama

jika terjadi komplikasi berupa retinopati yang disebabkan karena perubahan

sirkulasi pada retina yang menyebabkan sel-sel pada retina mengalami

iskemik (Murtiati dkk, 2010). Selain itu hiperglikemia juga dapat

menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu

yang dapat mentraspor glukosa tanpa memerlukan insulin. Glukosa yang

berlebihan tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis,

tetapi dengan perantara enzim aldose reduktase maka sebagian akan diubah

menjadi sorbitol, sorbitol ini akan menumpuk dalam sel atau jaringan

tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi terutama pada

lensa mata yang dapat mengurangi kejernihannya sehingga penglihatan

menjadi kabur (Murtiati dkk, 2010). Saat glukosa darah tidak terkontrol

>200 mg/dl maka dapat menyebabkan lensa mata menjadi bengkak, makula

mengalami edema, timbulnya pendarahan pada saraf mata atau retina yang

menyebabkan penurunan tajam penglihatan (Riordan&whicer 2012).

Bila kadar gula darah tidak terkontrol maka dapat mempengaruhi

tajam penglihatan, mulai dari keluhan kabur hingga keluhan lebih parah,

misalnya kerusakan organ mata (kebutaan) (Negara, 2016). Upaya

mencegah komplikasi dan kecacatan kegagalan organ atau jaringan yang

diakibatkan hiperglikemia menuntut peran tenaga kesehatan. Dalam upaya

ini diperlukan kerja sama yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan

untuk meningkatkan motivasi pasien mengendalikan kadar gula darah

(Rudijanto et al., 2015).


4

Bedasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang hubungan kadar gula darah dengan tajam penglihatan di

Klinik Mata Royal EDC Mojosari.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas rumusan masalah

dalam peneitian ini adalah “Adakah Hubungan Kadar Gula Darah Dengan

Tajam Penglihatan Pada Pasien di Klinik Mata Royal EDC Mojosari ?”

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Tajam

Penglihatan di Klinik Mata Royal EDC Mojosari.

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi kadar gula darah sewaktu di Klinik Mata Royal EDC

Mojosari.
2. Mengidentifikasi tajam penglihatan di Klinik Mata Royal EDC

Mojosari.
3. Menganalisis hubungan kadar gula darah sewaktu dengan tajam

penglihatan di Klinik Mata Royal EDC Mojosari.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Responden

Sebagai penambah wawasan tentang faktor – faktor apa saja yang

menyebabkan penurunan tajam penglihatan, salah satunya adalah kadar

gula darah yang tidak terkontrol, sehingga responden mengetahui dan

mengontrol kadar gula darah.


5

1.4.2 Bagi Klinik


Sebagai kebijakan untuk tenaga kesehatan agar mengembangkan

pelayanan kesehatan khususnya dalam hal penanganan pasien yang tidak

dapat mengontrol kadar gula darah sehingga tidak terjadi komplikasi pada

organ mata yang lebih serius.


1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti

selanjutnya untuk mengembangkan penelitian lain tentang faktor yang

berhubungan dengan tajam penglihatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Gula Darah

2.1.1 Definisi Kadar Gula Darah

Gula, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat

terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh.

Glukosa merupakan precursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di

dalam tubuh seperti glikogen, ribose dan deoxiribose dalam asam nukleat,

galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein

dan proteoglikan (Atmarita, 2009).

Gula darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk

dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan

otot rangka (Depkes, 2009).

Gula darah merupakan istilah yang mengacu pada kadar atau

banyaknya kandungan gula di dalam sirkulasi darah di dalam tubuh. Kadar

gula darah adalah konsentrasi glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula

darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh.

Umumnya tingkat glukosa dalam darah bertahan pada batas-batas 4-8

mmol/L/hari (70-150 mg/dl), kadar ini meningkat setelah makan dan

biasanya berada pada level terendah di pagi hari sebelum orang orang

mengkonsumsi makanan (Henrikson, 2009).

6
7

Dari definisi para ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa kadar

gula darah adalah konsentrasi gula yang terdapat dalam darah yang

terbentuk dari karbohidrat yang berasal dari makanan yang dikonsumsi.

2.1.2 Kadar Gula Darah

Kadar glukosa darah sepanjang hari bervariasi dimana akan

meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar

glukosa darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya

berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar glukosa darah biasanya

kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan

yang mengandung glukosa maupun karbohidrat lainnya. Kadar glukosa

darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi bertahap

setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif

bergerak. Peningkatan kadar glukosa darah setelah makan atau minum

merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah

kenaikan kadar glukosa darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar

glukosa darah menurun secara perlahan (Henrikson, 2009).

Patokan-patokan yang dipakai di Indonesia adalah (Perkeni, 2015):

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa

darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan

glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan

hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan

glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat

ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM.


8

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

a. Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

b. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus (Perkeni, 2015)

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria

DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi

glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

a. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa

plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa

plasma 2-jam <140 mg/dl;

b. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2

jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100

mg/dl

c. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT

d. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil

pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.


9

DM

Tabel 2.2 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan
pradiabetes (Perkeni, 2015)

Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas

pemeriksaan TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan mengunakan

pemeriksaan glukosa darah kapiler, diperbolehkan untuk patokan diagnosis

DM. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya perbedaan hasil pemeriksaan

glukosa darah plasma vena dan glukosa darah kapiler seperti pada tabel di

bawah ini.

Tabel 2.3 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) (Perkeni, 2015)

2.1.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah


2.1.3.1 Diet
Kadar gula darah dipengaruhi oleh beberapa factor seperti usia, penyakit

lain, makanan, latihan fisik, obat hiperglikemia oral, insulin, emosi, dan stress.

Makanan atau diet merupakan factor utama yang berhubungan dengan


10

peningkatan kadar glukosa darah pada pasien diabetes terutama setelah makan

(Holt, 2010).
2.1.3.2 Usia
Factor usia merupakan pemicu yang tidak dapat dikontrol. Usia di atas

40 tahun banyak organ –organ vital yang melemah dan tubuh mulai mengalami

kepekaan terhadap insulin. Sejalan dengan pertambahan usia (jumlah sel β yang

produktif berkurang seiring pertambahan usia telah diatas 45 tahun (Agoes,

2010).
Menurut penelitian dari Mihardja pada tahun 2009 menjelaskan bahwa

seiring bertambahnya usia semakin meningkatkan resiko terjadinya diabetes

mellitus yang dapat disebabkan karena semakin lanjut usia produksi insulin oleh

pancreas juga akan se makin berkurang (Mihardja, 2009).


2.1.3.3 Aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik menjadi factor cukup besar untuk seseorang

mengalami kegemukan dan melemahnya kerja organ – organ vital seperti

jantung, ginjal, dan pancreas (Priyoto, 2015). Aktifitas fisik dapat

mempengaruhi kadar gula darah karena dapat mempengaruhi sensitivitas sel

terhadap insulin (Yasmina, 2014).


2.1.3.4 Penyakit lain dan Penggunaan obat
Diabetes merupakan suatu penyakit dimana terjadi kelainan dalam

metabolisme glukosa (salah satu jenis gula monosakarida di dalam tubuh) di

dalam tubuh (Kurniali, 2013). Kadar glukosa darah juga dapat dipengaruhi oleh

penggunaan obat hipoglikemia oral maupun insulin. Mekanisme kerja obat

dalam menurunkan kadar glukosa darah antar lain dengan merangsang kelenjar

pancreas untuk meningkatkan produksi insulin, menurunkan produksi glukosa

dalam hepar, menghambat pencernaan karbohidrat sehingga dapat mengurangi

absorbs glukosa dan merangsang reseptor. Insulin yang diberikan lebih dini dan

lebih agresif menunjukkan hasil klinis yang lebih baik terutama berkaitan
11

dengan masalah glukotoksisitas yang ditunjukkan dengan adanya perbaikan

fungsi sel beta pancreas (Agoes, 2010)


2.1.3.5 Stress
Stress dapat meningkatkan kandungan glukosa darah karena stress

menstimulus organ endokrin untuk mengeluarkan ephineprin, ephineprin

mempunyai efek yang sangat kuat dalam menyebabkan timbulnya proses

glikoneogenesis di dalam hati sehingga akan melepaskan sejumlah besar

glukosa ke dalam darah dalam beberapa menit. Hal ini yang menyebabkan

peningkatan kadar glukosa darah pada saat stress dan tegang (Agoes, 2010).

2.1.4 Cara Mengukur Kadar Gula

Cara Mengukur Kadar Gula DarahMenurut Rudi (2013) ada beberapa

cara yang bisa dilakukan baik secara pribadi atau tes klinik antara lain :

a. Tes Darah

Bisa dilakukan di laboratorium, yang diperiksa adalah darah saat puasa

dan setelah makan. Sebelum melakukan pemeriksaan, harus berpuasa dahulu

selama 12 jam. Kadar gula darah yang normal selama berpuasa antara 70 –

110 mg/dL. Kemudian, pengambilan darah akan dilakukan kembali 2 jam

setelah makan, bila hasilnya > 140 mg/ dL berarti menderita kencing manis

atau diabetes melitus.

b. Tes Urine

Tes ini juga dilakukan di laboratorium atau klinik yang diperiksa air

kencing atau urine yang dilihat seperti kadar albumin, gula dan

mikroalbuminurea untuk mengetahui apakah seorang menderita penyakit

diabetes atau tidak.

c. Glukometer
12

Tes ini dapat dilakukan di laboratorium yang diperiksa bisa gula darah

sewaktu, gula darah puasa (puasa terlebih dahulu minimal selama 8 jam

sebelum diperiksa) ataupun gula darah 2 jam setelah makan. Kadar gula darah

sewaktu normalnya adalah < 110 mg / dL, gula darah puasa normalnya adalah

antara 70 –110 mg / dL dan gula darah saat 2 jam setelah makan normalnya <

140 mg / dL. Tes ini juga bisa dilakukan sendiri di rumah jika mempunyai

alatnya. Caranya antara lain dengan menusukkan jarum pada jari untuk

mengambil sampel darah, kemudian sampel darah dimasukkan ke dalam celah

yang tersedia pada mesin glukometer. Hasilnya tidak terlalu akurat, tetapi bisa

digunakan untuk memantau gula bagi penderita agar apabila ada indikasi gula

darah tinggi dapat segera melakukan pengecekan di laboratorium dan

menghubungi dokter.
13

2.1.5 Pemeriksaan Kadar Gula Darah

1. Gula darah sewaktu

Dilakukan setiap waktu pada pasien dalam keadaan tanpa puasa.

Specimen dapat berupa serum, plasma, atau darah kapiler. Pemeriksaan

gula darah sewaktu plasma dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaring

dan memastikan diagnosis diabetes mellitus, sedangkan pemeriksaan gula

darah yang berasal dari darah kapiler hanya untuk pemeriksaan penyaring.

Tes ini mengukur gula darah yang diambil kapan saja tanpa

memperhatikan waktu makan (Depkes, 2009)

2. Gula darah NPP (Nuchter Post Prandial): dilakukan 2 kali pengambilan

darah, sebelumnya pasien berpuasa selama 10-12 jam kemudian diambil

darah ke-1 (darah nuchter/puasa), pasien kemudian makan dengan porsi

sewajarnya, setelah selesai makan mulai lagi berpuasa selama 2 jam

(dihitung setelah selesai makan) kemudian diambil darah ke-2 (darah post

prandial/setelah makan) maka berakhirlah proses pengambilan darah dan

pasien boleh makan lagi tentunya. Nilai normal gula darah puasa 70-110

mg/dL sedangkan gula post prandial 100-140 mg/dL.

3. Glukosa Toleransi Test (GTT) : secara umum sama dengan pemeriksaan


Gula NPP, perbedaannya adalah setelah diambil darah pasien tidak makan
tetapi minum glukosa dengan kadar yang telah ditentukan (75%).
Terkadang dokter meminta pengambilan darah 3 kali dengan interval 1 jam,
jadi pasien diambil darah 1 jam dan 2 jam setelah minum glukosa.
Kategori Baik Sedang Buruk
Gula darah puasa 80-109 mg/dl 110-125 mg/dl ≥ 126 mg/dl
Gula darah 2 jam 80-144 mg/dl 145-179 mg/dl ≥ 180 mg/dl
Gula darah sewaktu 80-144 mg/dl 145-199 mg/dl ≥ 200 mg/dl
Tabel 2.4 Kriteria Kadar Gula Darah (Depkes, 2009)
14

2.1.6 Metabolisme Glukosa Pada Mata

Lensa mata adalah organ avaskuler yang terletak di bilik mata

belakang dan dibagian depan dikelilingi oleh cairan akuos. Cairan akuos

ini merupakan sumber nutrisi bagi lensa dan juga berfungsi sebagai

penampung hasil metabolit yang diekskresi oleh jaringan sekitarnya.

Berbeda dengan pada sel yang lain glukosa dapat masuk ke dalam lensa

mata dengan bebas, melalui proses difusi tanpa bantuan insulin. Di dalam

lensa pemecahan glukosa sebagian besar (78%) melalui jalur glikolisis

anaerobik, 14% melalui jalur pentosa fosfat dan sekitar 5% melalui jalur

poliol. Pada kondisi hiperglikemia, jalur glikolisis anaerobik cepat jenuh,

dan glukosa akan memilih jalur poliol. Pada jalur poliol glukosa dirubah

menjadi sorbitol yaitu bentuk alkoholnya. Disini seharusnya kemudian

sorbitol dipecah menjadi fruktosa oleh enzym Polyol Dehydrogenase,

namun pada saat kadar gula darah tinggi kadar enzym Polyol

Dehydrogenase rendah sehingga sorbitol menumpuk di dalam lensa mata.

Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi hipertonik yang akan menarik

masuk cairan akuos ke dalam lensa mata, merusak arsitektur lensa dan

terjadilah kekeruhan lensa (Kuala Jurnal Kedokteran, 2011).

Peningkatan gula darah sampai ketinggian tertentu, mengakibatkan

keracunan sel-sel tubuh, terutama darah dan dinding pembuluh darah,

yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini merupakan penggabungan

ireversibel dari molekul glukose dengan protein badan, yang disebut

glikosilase dari protein. Dalam keadaan normal glikosilase ini hanya

sekitar 4-9%, sedang pada penderita diabetes mencapai 20%. Glikosilase


15

ini dapat mengenai isi dan dinding pembuluh darah, yang secara

keseluruhan dapat menyebabkan meningkatnya viskositas darah, gangguan

aliran darah, yang dimulai pada aliran didaerah sirkulasi kecil, kemudian

disusul dengan gangguan pada daerah sirkulasi besar dan menyebabkan

hipoksi jaringan. Kelainan-kelainan ini didapatkan juga di dalam

pembuluh-pembuluh darah retina (Rachman, 2010).

2.2 Konsep Dasar Tajam Penglihatan


2.2.1 Definisi Tajam Penglihatan

Menurut Tamsuri (2012) visus atau ketajaman penglihatan memberikan

informasi fungsional penglihatan. Visus (ketajaman penglihatan) adalah ukuran,

berapa jauh, dan detail suatu benda dapat tertangkap oleh mata sehingga visus

dapat disebut sebagai fisiologi mata yang paling penting. Ketajaman penglihatan

didasarkan pada prinsip tentang adanya daya pisah minimum yaitu jarak yang

paling kecil antara 2 garis yang masih mungkin dipisahkan dan dapat ditangkap

sebagai 2 garis (Murtiati dkk, 2010).

2.2.2 Tajam Penglihatan


Menurut Ilyas (2008) tajam penglihatan merupakan salah satu komponen

dari fungsi penglihatan. Tajam penglihatan sentral dapat diukur menggunakan

alat yang menampilkan target dengan ukuran yang berbeda-beda pada jarak yang

telah distandarkan. Biasanya menggunakan Snellen chart, snellen chart

ditemukan oleh ahli mata belanda yang bernama Hermann Snellen (1834-1908).

Snellen chart yang terdiri dari beberapa baris huruf yang semakin ke bawah

semakin kecil. Setiap baris ditandai dengan angka, yang menunjukkan jarak
16

dimana mata normal dapat melihat semua huruf pada baris tersebut (American

Academy of Ophthalmology, 2008).


Snellen chart adalah poster yang berfungsi untuk mendeteksi tajam

penglihatan seseorang. Ada perbedaan antara sistem pengukuran yang dipakai

di Indonesia (juga sebagian besar negara lain di dunia) dan Amerika

Serikat, sehingga Snellen chart ini pun terdapat dalam dua versi angka. Yang

satu dalam angka metrik dan yang satu lagi dalam angka imperial. Snellen chart
metrik dinyatakan dalam pembanding 6 meter (6/6, 6/9, 6/20, dan seterusnya

sampai 6/60). Sedangkan Snellen chart imperial adalah angkanya dinyatakan

dalam pembanding 20 kaki (20/20 sampai 20/200). Jarak 20 kaki tidak sama

dengan 6 meter, 20 kaki sama dengan 6 meter lebih 10 cm (tepatnya 609.6 cm)

tetapi kelebihan 10 cm itu boleh diabaikan (Sasmita, 2012).

Tajam penglihatan dapat diukur pada jarak 20 feet atau 6 meter. Untuk

diagnosis, mata harus dites secara bergantian. Tajam penglihatan biasanya

dinyatakan dalam bentuk pecahan. Pembilang menyatakan jarak antara orang

yang diperiksa dengan kartu optotip Snellen yang diletakkan dimukanya

(American Academy of Ophthalmology, 2008). Penyebut merupakan jarak dimana

huruf tersebut seharusnya dapat dilihat atau dibaca. Apabila pasien tidak dapat

melihat huruf pada baris pertama Snellen chart, maka pemeriksaan dilanjutkan

dengan uji hitung jari (American Academy of Ophthalmology, 2008). Mata normal

dapat melihat jari terpisah pada jarak 60 meter. Apabila pasien gagal dalam

pemeriksaan ini,maka dilanjutkan dengan uji lambaian tangan. Gerakan tangan

dapat dilihat mata normal dari jarak 300 meter. Apabila pasien hanya dapat

membedakan gelap terang, maka tajam penglihatan pasien adalah 1/~. Sedangkan
17

bila pasien sama sekali tidak bisa mengenal adanya sinar, maka pasien tersebut

buta total(visus nol) (American Academy of Ophthalmology, 2008)

Kriteria tajam penglihatan menurut Ilyas (2009):

Tingkat tajam Snellen jarak 6 Snellen jarak 20 Efesiensi


penglihatan meter Kaki penglihatan
Penglihatan Normal 6∕3–6∕6 20 ∕ 10 – 20 ∕ 25 80 – 200 %
Penglihatan Hampir Normal 6 ∕ 9 – 6 ∕ 20 20 ∕ 30 – 20 ∕ 60 70 – 30 %
Low vision sedang 6 ∕ 24 – 6 ∕ 30 20 ∕ 80 – 20 ∕ 125 25 - 16%
Low vision Berat 6 ∕ 60 – 6 ∕ 120 20 ∕ 200 – 20 ∕ 400 10 – 5 %
Tabel 2.5 Tingkat tajam penglihatan (Ilyas, 2009)

Gambar 2.1 Kartu Snellen menggunakan satuan meter

2.2.3 Prosedur pemeriksaan Tajam Penglihatan

Menurut Tamsuri (2012) visus atau ketajaman penglihatan memberikan

informasi fungsional penglihatan. Pemeriksaan visus berarti mengukur

ketajaman penglihatan individu. Pegukuran tajam penglihatan (visus) dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu dengan penglihatan jauh dan penglihatan dekat.

Pemeriksaan ini harus dilakukan di ruangan (tempat pemeriksaan yang cukup

terang.
18

Alat :

1. Kartu Snellen

2. Buku pencatat

Prosedur:

1. Jelaskan prosedur, minta persetujuan klien.

2. Letakkan kartu Snellen pada tembok/penggantung setinggi klien.

3. Posisikan klien pada jarak 6 meter dari kartu (jika tidak mungkin, dapat

digunakan refleksi dengn menggunakan kaca, semisal jarak antara kartu dan

penderita 3 meter, dan klien membaca kartu dari kaca.

4. Anjurkan klien untuk melepas kacamata atau lensa kontak (bila

menggunakannya)

5. Anjurkan klien untuk menutup salah satu mata dengan kertas/benda lain

tidak tembus pandang pada mata yang terdapat keluhan terlebih dahulu.

6. Perintahkan klien untuk membaca huruf huruf dengan jelas mulai dari baris

paling atas, berturut turut ke baris di bawahnya dari arah kiri ke kanan (ke

huruf yang paling kecil).

7. Tandai baris huruf yang huruf nya tidak mampu klien kenali.

8. Tentukan ketajaman penglihatan (visus)

9. Catat dalam buku catatan

10. Lakukan prosedur di atas pada mata sebelahnya.

11. Lalukan prosedur di atas kembali dengan menggunakan kaca mata atau

kontak lensa (bila klien memakai kacamata atau kontak lensa)

Keterangan:
19

1. Kartu Snellen memuat standar huruf yang dapat dibaca oleh orang normal

berturut turut pada jarak, 60, 36, 24, 18, 9, 6, 5, dan 4 meter. Orang normal

mampu membaca kelompok huruf hingga pada baris ke enam.

2. Pencatatan dilakukan dengan cara menentukan jarak penglihatan dan baris

berapa klien mampu membaca huruf. Misalnya pada pemeriksaan mata

kanan dengan jarak 6 meter klien hanya mampu membaca baris ketiga (24)

maka dituliskan: OD 6/24.

3. Jika ternyata klien tidak dapat membaca kelompok huruf teratas dalam jarak

6 meter, maka klien diinteruksikan untuk maju berturut turut satu meter. Jika

klien maju satu meter pertama baru dapat membaca baris pertama, maka

nilanya 5/60, dan seterusnya.

4. Apabila pada jarak 1 meter huruf paling atas tidak dapat dibaca, klien

diminta untuk menghitung jari perawat yang diacungkan di depan klien

dengan latar belakang yang gelap. Bila dapat membaca/menghitung jumlah

jari maka visusnya dicatat sebagai “hitung jari atau 1/100. Jika klien masih

tidak dapat membacanya pemeriksaan dilanjutkan dengan menggerakkan

tangan di depan mata klien, dan hasil pemeriksaan dicatat dengan “gerak

tangan” atau 1/300. Bila tidak dapat melihat juga, pemeriksaan dilakukan

dengan senter yang diarahkan ke wajah klien melalui berbagai sudut. Bila

klien dapat menunjukkan arah senter, nilai visusnya adalah “pesepsi cahaya”

atau 1/tak-terhingga.

V=d/D

V = Visus / tajam penglihatan


20

d = jarak antara snellen chart dengan subyek yang diperiksa

D = jarak sejauh mana huruf – huruf masih dapat dibaca mata normal

2.2.4 Faktor yang mempengaruhi ketajaman penglihatan

Beberapa faktor yang mempengaruhi ketajaman penglihatan menurut

Murtiati, dkk (2010):

1. Usia

Seiring bertambahnya usia menyebabkan lensa mata kehilangan

elastisitasnya, sehigga agak kesulitan melihat pada jarak yang dekat. Hal

seperti ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan penglihatan pada saat

mengerjakan sesuatu pada jarak yang dekat dan penglihatan jauh. Tenaga kerja

yang semakin tua akan kehilangan ketajaman penglihatan karena lensa mata

menjadi keruh atau kehilangan elastisitasnya. Selain itu iris juga tidak dapat

berakomodasi pada sinar redup, ketajaman manusia juga berkurang menurut

umur lebih dari 40 tahun. Umumnya manusia normal berakomodasi optimal

sampai umur 40 tahun dan selanjutnya akan mengalami penurunan daya

akomodasi sehingga terjadinya kelainan seperti rabun dekat

2. Lama Kerja

Lama seseorang bekerja berdasarkan Undang-undang No. 13 tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan adalah waktu kerja yang ditentukan untuk 8

jam dalam 1 hari. Kemampuan seseorang bekerja dalam sehari 8-10 jam, lebih

dari itu kualitas dan efisiensi kerja akan menurun organ tubuh lainnya, dan

fungsi mata hendaknya jangan dipacu terus untuk bekerja, apalagi jika kerja
21

tersebut menuntut ketelitian. Untuk itu beberapa jam harus istirahat. Semakin

orang melihat secara dekat, maka akan semakin mudah terkena myopia.

3. Masa kerja

Pertambahan masa kerja seseorang yang terakumulasi cukup lama

akan mengakibatkan kelelahan pada otot mata dan otot penggerak bola mata

sehingga bisa berakibat daya kerja seseorang pada penglihatannya akan

semakin menurun. Hasil penelitian menyebutkan masa kerja sebagian besar

yang berisiko tinggi adalah >3 tahun.

4. Intensitas cahaya

Intensitas cahaya juga menentukan jangkauan akomodasi, apabila

intensitas cahaya yang rendah titik jauh bergerak menjauh maka kecepatan

dan ketepatan akomodasi bisa berkurang. Sehingga apabila intensitas cahaya

makin rendah maka kecepatan dan ketepatan akomodasi juga akan berkurang.

5. Obat-obatan

Pada penderita malaria diberikan obat klorokuin kinine dan apabila

pemberian obat dilakukan tiap hari dengan dosis yang tinggi selama bertahun-

tahun maka akan menimbulkan gangguan toksik pada mata yaitu kerusakan

pada retina yang menyebabkan gangguan penglihatan sentral dan penciutan

lapangan pandang perifer.

6. Penyakit

a. Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan kelainan metabolik yang kompleks yang

juga mengenai pembuluh darah kecil sehingga sering terjadi kerusakan luas
22

pada beberapa jaringan termasuk mata. Pada penderita diabetus melitus yang

sudah lama akan mengakibatkan gangguan pada retina (retinopati diabetes).

Kelainan retina ini yang diakibat diabetes melitus mengganggu penglihatan

sehingga tidak dapat ditentukan dengan tepat keadaannya karena kekeruhan

lensa di depan retina yang akan diperiksa.

Hiperglikemia akan menyebabkan gangguan penglihatan terutama jika

terjadi komplikasi berupa retinopati yang disebabkan karena perubahan

sirkulasi pada retina yang menyebabkan sel-sel pada retina mengalami

iskemik. Selain itu hiperglikemia juga dapat menyebabkan penumpukan kadar

glukosa pada sel dan jaringan tertentu yang dapat mentraspor glukosa tanpa

memerlukan insulin. Glukosa yang berlebihan tidak akan termetabolisasi habis

secara normal melalui glikolisis, tetapi dengan perantara enzim aldose

reduktase maka sebagian akan diubah menjadi sorbitol, sorbitol ini akan

menumpuk dalam sel atau jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan

perubahan fungsi terutama pada lensa mata yang dapat mengurangi

kejernihannya sehingga penglihatan menjadi kabur.

b. Hipertensi

Hipertensi secara klasik yaitu dinamakan malignam apabila ada edema

papil saraf optik. Pada penderita hipertensi, biasanya ada bercak-bercak yang

mirip seperti kapas atau pendarahan itu menunjukkan bahwa keadaan gawat

dimana keadaan seperti ini bisa menyebabkan kebutaan.

7. Vitamin A

Pada pusat mata banyak sel kerucut yang berespon pada penglihatan

dan persepsi warna. Di sekitar lapisan tepi retina jumlah sel batangnya lebih
23

banyak dan sensitif terhadap gerakan obyek di dalam lapang pandang. Dalam

sel batang berisi pigmen yang biasa disebut ungu visual, yaitu berfungsi

mengintesis vitamin A yang dibutuhkan sehingga apabila kekurangan vitamin

A bisa menyebabkan buta senja. Kekurangan vitamin A juga bisa terjadi pada

semua usia. Penderita akan mengeluh mata kering seperti kelilipan, sakit, buta

senja dan penglihatan akan turun berlahan.


24

2.3 Kerangka Teori

Kadar gula darah

Hiperglikemi Akumulasi sorbitol


Edema sel
pada lensa mata

Tidak normal : ≥ 200 mg/dl

Kekeruhan pada lensa

Mata menjadi kabur

Pemeriksaan tajam penglihatan

1. Penglihatan Normal : 6 ∕3 - 6∕6 (80 – 200 %)


2. Penglihatan Hampir Normal: 6 ∕ 9 – 6 ∕ 20 (70 – 30 %)
3. Low vision sedang: 6 ∕24 - 6 ∕ 30 (25 – 16 %)
4. Low vision Berat: 6 ∕ 60 - 6∕ 120 (10 – 5 %)

Gambar 2.2 Kerangka teori hubungam kadar gula darah dengan tajam
penglihatan di Kinik Mata Royal EDC Mojosari
1.6 Kerangka Konsep

Penglihatan Normal :
Faktor yang mempengaruhi Kadar gula darah Faktor yang mempengaruhi 6 ∕ 3 – 6 ∕ 6 (100 – 200 %)6 ∕3 -
kadar gula darah tajam penglihatan 6∕6 (80 – 200 %)
Penglihatan Hampir Normal:
6 ∕ 9 – 6 ∕ 20 (70 – 30 %)
Pasien dengan Kadar
Gula Darah Sewaktu Tajam penglihatan
Low vision sedang: 6 ∕24 - 6 ∕ 30
(25 – 16 %)

Low vision Berat: 6 ∕ 60 - 6∕ 120


(10 – 5 %)

Baik : 80 – Sedang : 145 Buruk : ≥ 200


144 mg/dl – 199 mg/dl mg/dl

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti

Gambar 2.3 Kerangka teori hubungan kadar gula darah dengan tajam penglihatan di Klinik Mata Royal EDC Mojosari

25
26

2.7 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang

telah dirumuskan (Hidayat, 2012). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Ada Hubungan kadar gula darah dengan tajam penglihatan di Klinik Mata

Royal EDC Mojosari.


BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan disajikan 1) Desain Penelitian, 2) Populasi, Sampling

dan Sampel, 3) Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional, 4) Prosedur

Penelitian , 5) Pengumpulan Data, 6) Pengelolahan data, 7) Etika Penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan

dalam melakukan prosedur penelitian. Penelitian ini menggunakan desain

analitik corelational, yaitu mengkaji hubungan antar variabel dengan

menggunakan metode pendekatan cross-sectional. Penelitian cross-

sectional adalah jenis penelitian yang menekankan pada waktu

pengukuran/ observasi data variabel independen dan dependen hanya satu

kali pada satu saat (Nursalam, 2015).

Berdasarkan desain penelitian analitik corelational dengan metode

pendekatan cross-sectional, peneliti ini bertujuan untuk melihat hubungan

kadar gula darah sewaktu dengan ketajaman penglihatan pada pasien

diabetes mellitus di Klinik Mata Royal EDC Mojosari.

3.2 Populasi, Sampling, dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi merupakan subjek yang memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh

pasien yang berobat di Klinik Mata Royal EDC Mojosari pada bulan Juli

2018.
3.2.2 Sampling

27
28

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat

mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2012). Teknik sampling yang

digunakan pada penelitian ini adalah Non Probability Sampling dengan

jenis Consecutive Sampling yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan

subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian

sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah responden yang diperlukan

terpenuhi (Nursalam, 2015).

3.2.3 Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi, (Setiadi, 2013). Apabila subyeknya

kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya

merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah subyeknya besar dapat

diambil antara 10-15% atau 20 -25% atau lebih, (Arikunto 2016).

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah pasien yang

berobat di Klinik Mata Royal EDC Mojosari pada Juli dengan

memperhatikan kriteria sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan akan di teliti

(Nursalam,2013).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Responden yang dapat baca tulis


a. Responden yang rentang usia 36 – 65 tahun
b. Mampu berkomunikasi dan berpartisipasi dengan baik dalam

penelitian.
2. Kriteria Eksklusi
29

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan

subyek yang memenuhi kitreria inklusi dari studi karena berbagai

sebab (Nursalam, 2013)


Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Responden yang tidak kooperatif
b. Responden yang telah melakukan operasi katarak diabetikum.
c. Responden yang memiliki kelainan lain seperti infeksi pada mata,

trauma benturan, pteregium, starbismus.

3.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional


3.3.1 Identifikasi variabel
Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota

suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain

(Notoadmojo, 2012).

Variabel dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel independen atau variabel bebas


Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang

nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel

independen dalam penelitian ini adalah kadar gula darah.


b. Variabel dependen atau variabel terikat
Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang

nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah tajam penglihatan.


.
3.3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah

yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga

akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian.

Pada definisi operasional akan dijelaskan secara padat mengenai unsur

peneliti yang meliputi bagaimana caranya menentukan variabel dan

mengukur suatu variabel (Setiadi, 2013)


30
Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Tajam Penglihatan Di Klinik Mata Royal EDC Mojosari

No Variabel Definisi operasional Indikator Alat ukur Skala Kriteria


1 Variabel Suatu pemeriksaan Gula darah Glucose Ordinal 1. Baik : 80 – 144 mg/dl
independen : konsentrasi gula yang sewaktu meter 2. Sedang : 145 – 199 mg/dl
kadar gula darah terdapat dalam darah yang 3. Buruk : ≥ 200 mg/dl
sewaktu terbentuk dari karbohidrat (Depkes, 2009)
yang berasal dari makanan
yang dikonsumsi dilakukan
setiap waktu pada pasien
dalam keadaan tanpa puasa

2 Variabel dependen ukuran, berapa jauh, dan Pemeriksaan Snellen Chart Ordinal 1. Penglihatan Normal : 6
: tajam detail suatu benda dapat tajam penglihatan ∕3 - 6∕6 (80 – 200 %)
penglihatan tertangkap oleh mata 2. Penglihatan Hampir
dengan jarak 6 meter. Normal: 6 ∕ 9 – 6 ∕ 20
(70 – 30 %)
3. Low vision sedang: 6 ∕24 -
6 ∕ 30 (25 – 16 %)
4. Low vision Berat: 6 ∕ 60 -
6∕ 120 (10 – 5 %)
(Ilyas, 2009)

31
32

3.4 Prosedur Penelitian


1. Pengajuan judul
2. Setelah judul disetujui oleh pembimbing, peneliti meminta surat studi

pendahuluan dan penelitian pada bagian administrasi akademi

kemahasiswaan kampus STIKES Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto

yang telah dilegalisir oleh Ketua Program Studi S1 Keperawatan, kemudian

diserahkan kepada direktur Klinik Mata Royal EDC Mojosari untuk

meminta izin melakukan studi pendahuluan dan penelitian.


3. Setelah mendapat persetujuan pemakaian lahan penelitian di Klinik Mata

Royal EDC Mojosari dengan dikirimkannya surat balasan yang berisi izin

penelitian pada tanggal 23 April 2018, maka penelitian bisa dilakukan.


4. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang di Klinik

Mata Royal EDC Mojosari. Setelah responden ditentukan dengan

menggunakan teknik Consecutive Sampling, pada tanggal 17 – 21 Juli 2018

peneliti mengajukan surat persetujuan sebagai responden (informed

consent). Didapatkan ada 54 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan

seluruhnya bersedia untuk menandatangi lembar persetujuan untuk

dijadikan responden penelitian.


5. Pada tahap awal semua responden diminta mengisi lembar kuisioner

mengenai umur, jenis kelamin dan jenis pekerjaan, kemudian dilakukan

pemeriksaan gula darah sewaktu oleh peneliti dan sebagian dibantu oleh

perawat yang bertugas, setelah itu dilakukan pemeriksaan tajam

penglihatan pada ke dua mata oleh peneliti.


6. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data yaitu

coding, scoring dan tabulation serta analisa data dengan uji Rank

Spearmen sesuai data penelitian dan disajikan dalam bentuk tabel serta

dilanjutkan kesimpulan hasil penelitian.

3.5 Kerangka Kerja


33

Langkah-langkah pengumpulan data dapat dijelaskan dalam bentuk kerangka kerja

(framework) sebagai berikut:

Populasi: Seluruh pasien yang datang di Klinik Mata Royal EDC Mojosari pada
tanggal 17 – 21 Juli 2018

Sampling: Consecutive Sampling

Sampel: Pasien yang memenuhi kriteria inklusi di Klinik Mata Royal EDC Mojosari
pada tanggal 17 – 21 Juli 2018 yang berjumlah 54 responden

Pengumpulan Data

1. Kadar Gula darah sewaktu menggunakan alat glucose test


2. Tajam penglihatan (visus) menggunakan snellen chart

Pengolahan Data: Data diproses melalui proses editing, coding, scoring, dan
tabulation

Analisa Data

Uji statistik yang digunakan adalah uji statistik Rank Spearman dengan hasil ρ = 0,00 < α = 0,05

Penyajian Data

Data yang sudah dianalisa disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

Desimilasi Hasil Penelitian

Ada hubungan kadar gula darah dengan tajam penglihatan di Klinik Mata Royal EDC Mojosari

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Tajam
Penglihatan di Klinik Mata Royal EDC Mojosari

3.6 Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk

mengumpulkan data dalam penelitian. Teknik – teknik pengumpulan data

antara lain, wawancara, observasi, kuisioner, angket, atau gabungan ketiganya

(Notoadmojo, 2012).
34

Pada penelitian ini metode pengumpulan data yaitu dengan

menggunakan kuisioner dan observasi. Observasi atau pengamatan merupakan

cara pengumpulan data penelitian dengan observasi secara langsung kepada

responden yang dilakukan peneliti untuk mencari perubahan atau hal-hal yang

akan diteliti (Hidayat, 2014).


3.6.1 Instrumen penelitian
Instrument penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan

hasilnya lebih baik, daam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga

lebih mudah diolah (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini instrument

yang digunakan untuk mengidentifikasi variabel dependen adalah

menggunakan lembar kuisioner dan lembar observasi.


3.6.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Klinik Mata Royal EDC Mojosari

pada tanggal 17 – 21 Juli 2018.

3.7 Pengolahan Data


3.7.1 Langkah Pengolahan Data
Langkah yang dilakukan peneliti dalam melakukan analisis data peneitian

adalah sebagai berikut :


1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Hidayat, 2014). Pada

tahap ini peneliti memeriksa kembali data yang sudah diperoleh, dan

tidak terdapat kekurangan dalam pengumpulan data sehingga tidak

dilakukan pengumpulan data ulang.


2. Coding
35

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori (Hidayat, 2014).


Klasifikasi ini dilakukan dengan data dari daftar pertanyaan ke

daftar yang akan dapat memberikan informasi dara yang ada untuk

mempermudah penghitungan selanjutnya. Adapun coding yang diberikan

pad penelitian ini yaitu :


a. Kode data umum
1) Responden
1 : Responden 1
2 : Responden 2
3 : Responden 3 dan seterusnya

2) Usia
a) 36 – 45 tahun kode (1)
b) 46 – 55 tahun kode (2)
c) 56 – 65 tahun kode (3)
3) Jenis Kelamin
a) Perempuan (1)
b) Laki – laki (2)
4) Pekerjaan
a) Tidak bekerja ∕ IRT (1)
b) Swasta (2)
c) Wiraswasta (3)
d) Petani (4)
e) PNS (5)
b. Data Khusus
1) Kadar Gula Darah

a) Baik : 80 – 144 mg/dl (1)

b) Sedang : 145 – 199 mg/dl (2)

c) Buruk : ≥ 200 mg/dl (3)

2) Tajam penglihatan

a) Penglihatan Normal : 6 ∕3 - 6∕6 (80 – 200 %) (1)

b) Penglihatan Hampir Normal : 6 ∕ 9 – 6 ∕ 20 (70 – 30 %) (2)

c) Low vision sedang : 6 ∕24 - 6 ∕ 30 (25 – 16 %) (3)

d) Low vision Berat : 6 ∕ 60 - 6∕ 120 (10 – 5 %) (4)


36

3. Scoring

Scoring adalah kegiatan pengolahan data untuk selanjutnya dilakukan

kesimpulan atau dengan kata lain scoring adalah menjumlahkan seluruh

hasil jawaban responden untuk kemudian dilakukan tabulasi data (Setiadi,

2013).

a. Pengukuran kadar gula darah

Pengukuran kadar gula darah menggunakan alat cek gula darah

(glucoce tes) diklasifikasikan dengan menggunakan karakteristik :

1) Baik : 80 – 144 mg/dl

2) Sedang : 145 – 199 mg/dl

3) Buruk : ≥ 200 mg/dl

b. Pengukuran tajam penglihatan

Pengukuran tajam penglihatan menggunakan alat snellen chart

diklasifikasikan dengan menggunakan karakteristik :

1) Penglihatan Normal : 6 ∕3 - 6∕6 (80 –

200 %)

2) Penglihatan Hampir Normal : 6 ∕ 9 – 6 ∕ 20

(70 – 30 %)

3) Low vision sedang : 6 ∕24 - 6 ∕ 30

(25 – 16 %)

4) Low vision Berat : 6 ∕ 60 - 6∕ 120

(10 – 5 %)

4. Tabulating
37

Tabulasi adalah membuat tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian

atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoadmojo, 2012). Pekerjaan

menyusun tabel-tabel, mulai dari penyusunan tabel utama yang berisi

seluruh data informasi yang berhasil dikumpulkan dengan daftar pertanyaan

sampai tabel khusus yang telah benar-benar ditentukan setelah berbentuk

tabel, maka tabel tersebut siap dianalisa dan dinyatakan dalam bentuk

tulisan.

Hasil prosentase dan pengolahan data kemudian di interpretasikan

dengan menggunakan kriteria kuantitatif, yaitu sebagai berikut :


1. 100% = Seluruhnya
2. 76% - 99% = Hampir seluruhnya
3. 51% - 75% = Sebagian besar
4. 26% - 50% = Hampir setengahnya
5. 1% - 25% = Sebagian kecil
6. 0% = Tidak satupun (Arikunto, 2013).

3.7.2 Analisa Data


Analisa data pada penelitian ini menggunakan program computer

SPSS for Windows versi 16.0 dengan memakai uji Rank Spearmen yang

disajikan dalam bentuk tabulasi silang (crosstab) dengan memakai Rank

Spearmen dengan hasil jika ρ < α 0,05, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa H0 ditolak dan H1 diterima artinya bahwa ada hubungan antara kadar

gula darah dengan tajam penglihatan di Klinik Mata Royal EDC Mojosari.
Dengan koefesien korelasi yang menentukan kekuatan hubungan

antar variabel:
1. Sangat lemah : 0,00 – 0,199
2. Lemah : 0,20 – 0,399
3. Sedang : 0,40 – 0,599
4. Kuat : 0,60 – 0,799
5. Sangat Kuat : 0,80 – 1,000
(Sugiyono, 2013)

3.8 Etika Penelitian


38

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang sangat penting

dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung

dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan (Hidayat, 2014).
3.8.1 Lembar persetujuan (Informed consent)
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent juga

perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan

untuk pengembangan ilmu (Nursalam, 2013).


Lembar persetujuan diberikan kepada pasien yang bersedia menjadi

responden. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang

dilakukan. Jika pasien tersebut bersedia di teliti dan menjadi responden ,

maka mereka harus menanda tangani lembar persetujuan tersebut. Akan

tetapi jika pasien tersebut tidak bersedia di teliti dan menjadi responden,

maka peneliti akan menghormati keputusan yang di ambil oleh pasien

tersebut dengan tidak memaksanya.


3.8.2 Tanpa nama (Anonymity)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2014).

Dalam penelitian ini responden tidak perlu mencantumkan namanya

pada lembar pengumpulan data, cukup menulis nomor responden atau

inisial saja untuk menjamin kerahasiaan identitas.

3.8.3 Kerahasiaan (Confidentiality)


39

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

riset (Hidayat, 2014).

Dalam penelitian ini kerahasiaan informasi yang diperoleh dari

responden akan dijamin kerahasiaan oleh peneliti. Penyajian data atau hasil

peneliti hanya ditampilkan.

3.9 Keterbatasan

Keterbatasan adalah suatu yang mungkin mengurangi kesimpulan

secara umum dalam suatu penelitian (Nursalam, 2013).


Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak memasukkan

Retinopati diabetik ke dalam kriteria eksklusi sehingga dalam sample

penelitian terdapat 12 responden yang memiliki diagnosa retinopati diabetik

yang dapat memberikan efek bias pada penelitian ini.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan

dalam bentuk tabel dan narasi. Data yang telah terkumpul ditabulasikan dan

dikelompokkan sesuai sebagai variabel, dianalisa dan diinterpretasikan sehingga

dapat dihasilkan suatu kesimpulan.

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 17 – 21 Juli 2018 di

Klinik Mata Royal EDC Mojosari, didapatkan data sebagai berikut:

4.1.1 Gambaran Tempat Penelitian

Klinik Mata Royal EDC Mojosari adalah tempat pelayanan

kesehatan mata yang berada di Ruko Royal Blok RG 6 Jalan Airlangga No

55 Desa Seduri Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa

Timur. Klinik Mata Royal EDC Mojosari memiliki tenaga ahli dokter

spesialis mata yang lebih dari satu yang diantaranya khusus menangani

bidang skrining diabetes melitus dan persarafan pada retinopati diabetik.

Klinik Mata Royal EDC Mojosari juga menerapkan SPO kadar gula darah

pada pasien yang datang dan implementasikan setiap harinya, sehingga

setiap pasien mengetahui kadar gula darah yang dimiliki.

41
42

4.1.2. Data Umum

1. Karakteristik responden berdasarkan usia


Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di
Klinik Mata Royal EDC Mojosari pada tanggal 17 – 21
Juli 2018

No Umur Frekuensi Prosentase


1 36 Th – 45 Th 6 11.1
2 46 Th – 55 Th 30 55.6
3 56 Th – 65 Th 18 33.3
Total 54 100
Sumber: Data Primer tahun 2018

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berusia 46 – 55 tahun yakni sebanyak 30 responden (55.6%).

2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Jenis
Kelamin di Klinik Mata Royal EDC Mojosari pada
tanggal 17 – 21 Juli 2018

No Jenis kelamin Frekuensi Prosentase


1 Laki – laki 17 31.5
2 Perempuan 37 68.5
Total 54 100
Sumber: Data Primer tahun 2018

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar dari

responden berjenis kelamin perempuan yakni sebanyak 37 responden

(68.5%).
43

3. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan


Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di
Klinik Mata Royal EDC Mojosari pada tanggal 17 – 21
Juli 2018

No Pekerjaan Frekuensi Prosentase


1 Tidak Bekerja ∕ IRT 19 35.2
2 Swasta 10 18.5
3 Wiraswasta 11 20.3
4 Petani 5 9.3
5 PNS 9 16.7
Total 54 100
Sumber: Data Primer tahun 2018

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa hampir setengahnya

responden tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yakni sebanyak

19 responden (35.2 %)

4.1.3 Data Khusus


1. Kadar Gula Darah
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kadar gula
darah pada pasien di Klinik Mata Royal EDC Mojosari
pada tanggal 17 – 21 Juli 2018

No Kadar Gula Darah Frekuensi Prosentase


Sewaktu
1 Baik 11 20.4
2 Sedang 17 31.5
3 Buruk 26 48.1
Total 54 100
Sumber: Data Primer tahun 2018

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa hampir

setengahnya dari responden memiliki kadar gula darah buruk yakni

sebanyak 26 responden (48.1 %).

2. Tajam Penglihatan
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tajam
penglihatan pada pasien di Klinik Mata Royal EDC
Mojosari pada tanggal 17 – 21 Juli 2018

No Tajam Penglihatan Frekuensi Prosentase


44

1 Normal 13 24.1
2 Hampir normal 29 53.7
3 Low vision sedang 10 18.5
4 Low vision berat 2 3.7
Total 54 100
Sumber: Data Primer tahun 2018

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden memiliki tajam penglihatan hampir normal yakni

sebanyak 29 responden (53,7%).

3. Analisa Hubungan kadar gula darah dengan tajam penglihatan di

Klinik Mata Royal EDC Mojosari pada tanggal 17 – 21 Juli 2018


Tabel 4.6 Analisa hubungan kadar gula darah dengan tajam
penglihatan di Klinik Mata Royal EDC Mojosari pada
tanggal 17 – 21 Juli 2018

Tajam penglihatan
Kadar Low Low Total
No gula Hampir vision vision ρ ɾ
darah Normal normal sedang berat
F % F % F % F % F %
1 Baik 5 45.5 5 45.5 1 9.0 0 0 11 100
2 Sedang 8 47.1 8 47.1 1 5.8 0 0 17 100
0.000 0.533
3 Buruk 0 0 16 61.5 8 30.8 2 7.7 26 100
Total 13 24.1 29 53.7 10 18.5 2 3.7 54 100
Sumber: Data Primer tahun 2018

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 54 responden sebanyak 11

responden hampir setengahnya memiliki kadar gula darah baik dengan

tajam penglihatan normal sebanyak 5 responden (45,5%), tajam penglihatan

hampir normal 5 responden (45,5%) dan tajam penglihatan low vision

sedang sebanyak 1 responden (9,0%). Dari 17 responden hampir

setengahnya memiliki kadar gula darah sedang dengan tajam penglihatan

normal sebanyak 8 responden (47%), tajam penglihatan hampir normal 8

responden (47%), dan tajam penglihatan low vision sedang sebanyak 1

responden (9,0%). Dari 26 responden sebagian besar memiliki kadar gula


45

darah buruk dengan tajam penglihatan hampir normal sebanyak 16

responden (61,5%), tajam penglihatan low vision sedang sebanyak 8

responden (30,8%), dan tajam penglihatan low vision berat sebanyak 2

responden (3,7%).
Berdasarkan hasil tabulasi silang dan dibuktikan dengan

menggunakan uji Rank spearmen antara kadar gula darah dengan tajam

penglihatan dengan hasil ρ = 0,000 < α = 0,05, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima artinya bahwa ada hubungan

antara kadar gula darah dengan tajam penglihatan di Klinik Mata Royal

EDC Mojosari. Kekuatan hubungan didapatkan dengan ɾ = 0,533 yang

artinya korelasi sedang. Hasil tersebut menunjukkan bahwa responden

dengan kadar gula darah buruk (61,5%) memiliki peluang untuk memliki

tajam penglihatan hampir normal dan responden dengan kadar gula darah

baik (45,5%) berpeluang untuk memiliki tajam penglihatan normal.

4.2 Pembahasan
4.2.2 Kadar Gula Darah
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari

responden memiliki kadar gula darah buruk yakni sebanyak 26 responden

(48,1 %) dan kadar gula darah baik 11 responden (20,4 %) .


Gula darah merupakan istilah yang mengacu pada kadar atau

banyaknya kandungan gula di dalam sirkulasi darah di dalam tubuh. Kadar

gula darah adalah konsentrasi glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula

darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh.

Kadar glukosa darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat


46

setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa

darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa

adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar glukosa darah biasanya kurang dari 120-

140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung

glukosa maupun karbohidrat lainnya (Henrikson, 2009). Menurut Holt

(2010), kadar gula darah dipengaruhi oleh beberapa factor seperti usia,

penyakit lain, makanan, latihan fisik, obat hiperglikemia oral, insulin,

emosi, dan stress.


Peningkatan kadar gula darah dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Salah satunya yaitu usia. Faktor usia merupakan pemicu yang tidak dapat

dikontrol. Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

berusia 46 – 55 tahun yakni sebanyak 30 responden (55,6 %). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari responden

memiliki kadar gula darah buruk yakni sebanyak 26 responden (48,1 %).

Usia di atas 40 tahun banyak organ – organ vital yang melemah dan tubuh

mulai mengalami kepekaan terhadap insulin. Sejalan dengan pertambahan

usia (jumlah sel β yang produktif berkurang seiring pertambahan usia telah

diatas 45 tahun (Agoes, 2010). Kadar glukosa darah yang normal cenderung

meningkat secara ringan tetapi bertahap setelah usia 50 tahun, terutama

pada orang-orang yang tidak aktif bergerak (Henrikson, 2009).


Dari 11 responden yang memiliki kadar gula darah baik, 3

responden berusia 35 – 45 tahun, 6 responden berusia 46 – tahun dan 2

responden 56 – 65 tahun. 3 responden diantaranya memiliki riwayat

diabetes melitus. Mereka mengontrol kadar gula darah dengan pengecekan

rutin di fasilitas kesehatan pertama, olahraga setiap pagi dan rutin

mengkonsumsi obat hipoglikemia oral. Sedangkan dari 26 responden yang


47

memiliki kadar gula darah buruk, 14 responden diantaranya berusia 46 – 55

tahun dan 12 responden berusia 56 – 65 tahun. 26 responden tersebut

seluruhnya memiliki riwayat diabetes melitus. Sebagian dari mereka tidak

rutin mengkonsumsi obat hipoglimia oral, hanya saat gula darah mereka

naik dan ketika merasa tidak enak badan. Sebagian dari responden juga

tidak rutin melakukan pengecekan rutin kepada ahli penyakit dalam.


Pada saat melakukan pengambilan data dari 54 responden,

didapatkan bahwa sebanyak 29 responden memiliki riwayat diabetes

melitus dan seluruhnya mengkonsumsi obat hipoglikemia oral. Hal ini

dibuktikan dengan hampir setengahnya memiliki kadar gula darah buruk

yakni sebanyak 26 responden (48,1 %). Diabetes melitus merupakan suatu

penyakit dimana terjadi kelainan dalam metabolisme glukosa (salah satu

jenis gula monosakarida di dalam tubuh) di dalam tubuh (Kurniali, 2013).

Kadar glukosa darah juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan obat

hipoglikemia oral maupun insulin. Mekanisme kerja obat dalam

menurunkan kadar glukosa darah antar lain dengan merangsang kelenjar

pancreas untuk meningkatkan produksi insulin, menurunkan produksi

glukosa dalam hepar, menghambat pencernaan karbohidrat sehingga dapat

mengurangi absorbs glukosa dan merangsang reseptor (Agoes, 2010). Dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki riwayat diabetes

melitus dan mengkonsumsi obat hipoglikemia. Dan agar kadar gula selalu

terkontrol, responden harus mengatur makanan yang dikonsumsi dan rutin

kontrol kadar gula darah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kadar gula

darah dapat dipengaruhi oleh kematangan usia terutama diatas usia 40

tahun. Faktor usia mempengaruhi proses metabolisme karbohidrat dalam


48

tubuh. Produksi insulin yang berkurang maka karbohidrat dalam tubuh tidak

dapat dicerna dengan sempurna keseluruh tubuh, terjadi penumpukan zat

dan dapat menyebabkan edema sel hingga kematian sel. Kematangan usia

yang mempengaruhi kinerja organ dalam tubuh menganjurkan agar

mengontrol kadar gula darah dengan diet makanan sehat yang rendah

karbohidrat tinggi protein dan serat, aktifitas seimbang, terhindar dari stress

dan melakukan pengecekan rutin kadar gula.

4.2.3 Tajam penglihatan


Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden memiliki tajam penglihatan hampir normal yakni sebanyak 29

responden (53,7%), responden dengan tajam penglihatan normal sebanyak

13 responden (24,1%), low vision sedang sebanyak 9 responden (16,7%),

dan low vision berat sebanyak 2 responden (3,7%)


Visus (ketajaman penglihatan) adalah ukuran, berapa jauh, dan

detail suatu benda dapat tertangkap oleh mata (Murtiati dkk, 2010). Menurut

Tamsuri (2012) visus atau ketajaman penglihatan memberikan informasi

fungsional penglihatan. Menurut Murtiati, dkk (2010), faktor yang

empengaruhi tajam penglihatan yaitu usia, lama kerja, masa kerja, intensitas

cahaya, obat – obatan, penyakit seperti hipertensi dan diabetes melitus, dan

vitamin A.
Tajam penglihatan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor salah

satunya yaitu usia. Bedasarkan hasil penelitian ini menunjukkan sebagian

besar responden tersebut berusia 46 – 55 tahun yakni 30 responden (55,6%).

Dalam penelitian ini didapatkan sebagian besar responden memiliki tajam

penglihatan normal yakni 29 responden (53,7%). Tenaga kerja yang

semakin tua akan kehilangan ketajaman penglihatan karena lensa mata


49

menjadi keruh atau kehilangan elastisitasnya. Selain itu iris juga tidak dapat

berakomodasi pada sinar redup, ketajaman penglihatan manusia juga

berkurang menurut umur lebih dari 40 tahun. Umumnya manusia normal

berakomodasi optimal sampai umur 40 tahun dan selanjutnya akan

mengalami penurunan daya akomodasi (Murtiati dkk, 2010). Dari 29

responden, 2 responden diantaranya berusia 35 – 45 tahun, 16 responden

berusia 46 – 55 tahun, dan 11 responden berusia 56 – 65 tahun. Seiring

bertambahnya usia menyebabkan lensa mata kehilangan elastisitasnya,

sehingga agak kesulitan melihat pada jarak yang dekat. Sebagian responden

mengeluh tidak nyaman karena penglihatan mereka mulai kabur dan

kebanyakan dari mereka menggunakan alat bantu kaca mata untuk melihat

jauh dan dekat.


Pada penelitian ini sebanyak 10 responden (18%) memiliki tajam

penglihatan low vision sedang dan 2 responden (3,7) memiliki tajam

peglihatan low vision berat. 7 responden diantaranya berusia 46 – 55 tahun

dan 5 responden diantaranya berusia 56 – 65 tahun. Dari 12 responden

seluruhnya memiliki riwayat diabetes melitus. Diabetes melitus merupakan

kelainan metabolik yang kompleks yang juga mengenai pembuluh darah

kecil sehingga sering terjadi kerusakan luas pada beberapa jaringan

termasuk mata (Murtiati, 2010). Dari 12 responden yang memiliki riwayat

diabetes melitus, seluruhnya terdiagnosis penyakit retinopati diabetik, baik

itu nonproliferatif yang masih gejala awal atau proliferatif hingga yang

terdapat banyak kerusakan syaraf pada retina mata. Pada kondisi

hiperglikemia, jalur glikolisis anaerobik cepat jenuh, dan glukosa akan

memilih jalur poliol. Pada jalur poliol glukosa dirubah menjadi sorbitol
50

yaitu bentuk alkoholnya. Disini seharusnya kemudian sorbitol dipecah

menjadi fruktosa oleh enzym Polyol Dehydrogenase, namun pada saat

kadar gula darah tinggi kadar enzym Polyol Dehydrogenase rendah

sehingga sorbitol menumpuk di dalam lensa mata. Hal ini menyebabkan

terjadinya kondisi hipertonik yang akan menarik masuk cairan akuos ke

dalam lensa mata, merusak arsitektur lensa dan terjadilah kekeruhan lensa

(Kuala Jurnal Kedokteran, 2011). Peningkatan gula darah sampai ketinggian

tertentu, mengakibatkan keracunan sel-sel tubuh, terutama darah dan

dinding pembuluh darah, yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini

merupakan penggabungan ireversibel dari molekul glukose dengan protein

badan, yang disebut glikosilase dari protein. Glikosilase ini dapat mengenai

isi dan dinding pembuluh darah, yang secara keseluruhan dapat

menyebabkan meningkatnya viskositas darah, gangguan aliran darah, yang

dimulai pada aliran didaerah sirkulasi kecil, kemudian disusul dengan

gangguan pada daerah sirkulasi besar dan menyebabkan hipoksi jaringan.

Dari seluruh responden yang memiliki riwayat diabetes melitus, mereka

tidak melakukan pemeriksaan mata lebih dini. Padahal pasien dengan

penyakit diabetes melitus memiliki resiko lebih besar untuk mengalami

gangguan penglihatan.

4.2.4 Hubungan Kadar Gula Darah dengan Tajam Penglihatan di Klinik

Mata Royal EDC Mojosari


Tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebanyak 26 responden sebagian

besar memiliki kadar gula darah buruk dengan tajam penglihatan hampir

normal sebanyak 16 responden atau 29,6% sedangkan dari 11 responden

hampir setengahnya memiliki kadar gula darah baik yaitu masing – masing
51

sebanyak 5 responden atau 9,3%. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisa

menggunakan uji rank spearmen antara kadar gula darah dengan tajam

penglihatan dengan hasil ρ = 0,000 < α = 0,05 , maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima artinya bahwa ada hubungan

antara kadar gula darah dengan tajam penglihatan di Klinik Mata Royal

EDC Mojosari, dengan ɾ = 0,533 yang artinya menunjukkan korelasi

sedang.
Salah satu faktor yang mempengaruhi tajam penglihatan adalah

penyakit yang disebabkan oleh kadar gula darah yang tidak terkontrol. Hal

ini sejalan dengan penelitian Negara (2016) di Rumah Sakit Jember Klinik

didapatkan hasil dimana semakin besar Kadar Gula darah maka semakin

rendah tajam penglihatan.


Pada penelitian ini sebanyak 11 responden memiliki kadar gula

darah baik dan tajam penglihatan normal dan hampir normal masing –

masing sebanyak 5 responden (45,5%). Hal ini dapat dilihat bahwa semakin

baik kadar gula darah semakin mendekati normal tajam penglihatan. Dari

11 responden tersebut terdapat 3 responden yang memiliki riwayat diabetes

melitus dengan kondisi saat itu memliki kadar gula darah baik. Responden

tersebut rutin melakukan pemeriksaan kadar gula darah setiap 1 bulan sekali

dan pemeriksaan mata setiap ada keluhan dan 2 minggu sekali jika tidak ada

keluhan di Klinik Mata Royal EDC Mojosari.


Dari 26 responden yang memiliki kadar gula darah buruk dengan

tajam penglihatan hampir normal sebanyak 16 responden (61,5%). Semakin

tinggi kadar gula darah tajam penglihatan kurang dari normal. Seluruh dari

responden tersebut memiliki riwayat diabetes melitus. Mereka tidak rutin

melakukan pengontrolan kadar gula darah mereka karena faktor makanan


52

dan tidak rutin kontrol pada penyakit dalam. Sedangkan dari 8 responden

(30,8) memiliki tajam penglihatan low vision sedang dan 2 responden

(7,7%) memliki tajam penglihatan low vision berat. Dari 12 responden yang

memiliki riwayat diabetes melitus, seluruhnya terdiagnosis penyakit

retinopati diabetik, baik itu nonproliferatif yang masih gejala awal atau

proliferatif hingga yang terdapat banyak kerusakan syaraf pada retina mata.

Hiperglikemia dapat menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel

dan jaringan tertentu yang dapat mentrasport glukosa tanpa memerlukan

insulin. Glukosa yang berlebihan tidak akan termetabolisasi habis secara

normal melalui glikolisis, tetapi dengan perantara enzim aldose reduktase

maka sebagian akan diubah menjadi sorbitol, sorbitol ini akan menumpuk

dalam sel atau jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan

fungsi terutama pada lensa mata yang dapat mengurangi kejernihannya

sehingga penglihatan menjadi kabur (Murtiati dkk, 2010). Sebagian

responden merasa pandangan menjadi kabur ketika kadar gula darah mereka

naik dari sebelumnya. Seluruh responden yang memiliki riwayat penyakit

diabetes melitus terlambat melakukan pemeriksaan mata lebih dini.

Pengontrolan kadar gula darah perlu dilaksanakan untuk mencegah

komplikasi lebih serius.


BAB V

PENUTUP

Setelah mengetahui dan mempelajari hasil penelitian ini maka akan diuraikan

tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian Hubungan Kadar Gula Darah

Dengan Tajam Penglihatan di Klinik Mata Royal EDC Mojosari.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 17 – 21 Juli 2018

di Klinik Mata Royal EDC Mojosari dengan menggunakan tabulasi silang

(crosstab) dan dibuktikan dengan menggunakan uji Rank spearmen antara kadar

gula darah dengan tajam penglihatan dengan hasil ρ = 0,000 < α = 0,05, maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima artinya bahwa ada

hubungan antara kadar gula darah dengan tajam penglihatan di Klinik Mata Royal

EDC Mojosari. Kekuatan hubungan didapatkan dengan ɾ = 0,533 yang artinya

korelasi sedang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa seseorang dengan kadar gula darah buruk

memiliki tajam penglihatan kurang dari normal.

5.2 Saran

1. Bagi Klinik Mata Royal EDC Mojosari

Petugas kesehatan khususnya seluruh perawat hendaknya memberikan

konseling tentang pentingnya pemeriksaan mata secara rutin minimal 3 bulan

sekali dan pada penderita Diabetes melitus minimal 2 minggu sekali, pengaruh

kadar gula darah yang meningkat khususnya terhadap tajam penglihatan, penyakit

yang ditimbulkan, dan cara pengontrolan kadar gula darah.

2. Bagi Raponden

54
55

Diharapkan responden untuk melakukan pemeriksaan mata secara rutin

minimal 3 bulan sekali dan pada penderita Diabetes melitus minimal 2 minggu

sekali, mengontrol kadar gula darah dengan melakukan diet sehat, aktivitas

seimbang dan melakukan pengecekan rutin agar gula darah terkontrol dan terhindar

dari komplikasi lebih serius.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian ini dari segi faktor yang

lain yang mempengaruhi tajam penglihatan atau meneliti tentang pengendalian

kadar gula darah dan untuk mengurangi bias maka penderita retinopati diabetik

dimasukkan pada kriteria eksklusi.


DAFTAR PUSTAKA

Agoes, 2010. Penyakit di Usia Tua. Jakarta:EGC.

American Academy of Ophthalmology, 2008. Care of the Patient with Diabetes


Melitus. Amerika.
Amir, Wungouw, & Pangemanan, 2015. Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada

Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Bahu Kota Manado, 3, (1), 32

– 40.

Arikunto, 2016. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka


Cipta.

Atmarita, 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga.jakarta: PT Gramedia


Pustaka
Depkes, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta:Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Henrikson, 2009. Diabetes Mellitus Increase the Risk of Active Tubercolosis: A
Systematic Review of 13 observasional Studies. Departement of
Epidemiology, Harvard School of Public Health, Boston, Massachussetts,
United States of America.
Hidayat, A. 2010. Metode Penelitian kesehatan Paradigma Kuantitatif. Jakarta:
Salemba Medika

Hidayat, A. 2014. Metodologi Penelitian dan Teknik Analisa Data: Contoh


Aplikasi Studi Kasus. Jakarta:Salemba Medika.

Holt, 2010. ABC Of Diabetes. BMJ: Book & Whiley


Ilyas HS. 2009. Ilmu Penyakit Mata (3rd ed). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Kemenkes, 2013. Buku Pemantauan Kesehatan Pribadi Lanjut Usia. Jakarta.

Kominfo, 2015. Masih Tinggi, Prevalensi Diabetes Di Jatim, (Online),


http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/masih-tinggi-prevalensi-diabetes
-di-jatim-. Diakses 22 April 2018.
Kurniali, 2013. Hidup Bersama Diabetes. Jakarta: PT Gramedia
Mihardja, L. 2009. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengendalian Gula Darah
Pada Penderita Diabetes Melitus Di Perkotaan Indonesia. Majalah
Kedokteran Indonesia

56
Murtiati, Tri dkk. 2010. Penuntun Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia.
Jurusan

Negara, 2016. Hubungan Kadar Gula Darah Sewaktu Terhadap Tajam


Penglihatan Pada Pasien Katarak Diabetikum Di Rumah Sakit Jember
Klinik.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam, 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis


Edisi 3. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursallam, 2015. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Priyoto, 2015. Nursing Intervention Classification (NIC) dalam keperawatan


Gerontik. Jakarta

Rachmawati. 2015. Gambaran Kontrol Dan Kadar Gula Darah Pada Pasien
Diabetes Melitus Di Poliklinik Penyakit Dalam Rsj Prof. Dr. Soerojo
Magelang.

Riyadi, S. & Sukarmin, 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan


Gangguan Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rudijanto et al. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Indonesia 2015. Jakarta: PB PERKENI.

Sasmita, D. 2012. Snellen Chart Materi Tes Kesehatan Mata. (Online).


https://dennisasmita.wordpress.com/2012/01/10/snellen-chart-materi-tes-
kesehatan-mata/. Diakses 20 April 2018.
Setiadi. 2013. Konsep Dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan Edisi 2.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Setiati, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Jilid II Edisi VI. Jakarta.:
Interna Publising.

Soegondo, 2007. Pelaksanaan Diabetes Meltitus Terpadu. Jakarta:Penerbit


FKUI.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatis
Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tamsuri, A. 2012. Klien Gangguan Mata & Penglihatan: Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC.

57
World Health Organization. 2012. (Online)
http://www.who.int/gho/publications/world_health_statistics/2012/en/. 14
Februari 2015 (14.45).

Yasmina, A. R. 2014. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa Sebelum Dan


Sesudah Pemberian Sari Bengkoang Pada Wanita Penderita Prediabetes.
Journal Of Collage, Volume 3, Nomor 4, (Online), (http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/jnc), diakses 2 Juni 2018.

58
Lampiran 1

SURAT PERIJINAN STUDI PENDAHULUAN DAN PENELITIAN

59
Lampiran 2

SURAT BALASAN PERIJINAN STUDI PENDAHULUAN DAN

PENELITIAN

60
Lampiran 3

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Progam Studi S1


Keperawatan STIKES Bina Sehat PPNI Kabupateen Mojokerto :

Nama : Prakassiwi Yovi Antari

NIM : 201707041

Akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Kadar Gula Darah

dengan Tajam Penglihatan di Klinik Mata Royal EDC Mojosari”.

Untuk kepentingan di atas, maka saya mohon kesediaan bapak/ ibu untuk

menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon bapak/ ibu untuk

memberikan jawaban secara jujur. Jawaban yang bapak/ ibu berikan dijamin

kerahasiaannya dan tidak perlu mencantumkan nama pada lembar kuisioner.

Demikian permohonan saya, atas kesediaan dan kerjasamanya, saya

sampaikan terima kasih.

Mojokerto, Juli 2018

Hormat saya,

Peneliti

61
Lampiran 4

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Judul : Hubungan Kadar Gula Darah dengan Tajam Penglihatan di Klinik

Mata Royal EDC Mojosari.

Peneliti : Prakassiwi Yovi Antari

Menyatakan bahwa saya diminta berperan serta dalam penelitian ini,

sebelumnya saya telah dijelaskan tentang tujuan penelitian ini saya mengerti bahwa

peneliti akan merahasiakan data dan informasi yang saya berikan. Bila tindakan ini

menimbulkan ketidaknyamanan bagi saya, peneliti akan menghentikan dan saya

berhak mengundurkan diri.

Demikian saya sadar dan sukarela serta tidak ada unsur paksaan dari

siapapun, saya berperan serta dalam penelitian ini.

Mojokerto, Juli 2018

Responden

( )

62
Lampiran 5
KUISIONER PENELITIAN
DATA DEMOGRAFI

No. Responden :

DATA UMUM (DIISI RESPONDEN)

(Diisi dengan memberikan tanda centang (√) pada pilhan jawaban yang sesuai/
tepat)
1. Umur :
□ 35 – 45 tahun □ 55 – 65 tahun
□ 46 – 55 tahun
2. Jenis Kelamin :
□ Laki-laki □ Perempuan
3. Pekerjaan
□ Tidak bekerja ∕ IRT □ Swasta
□ Wiraswasta □ Petani
□ PNS

DATA KHUSUS (DIISI PENELITI)


3) Kadar Gula Darah : mg/dl
4) Tajam penglihatan :

63
Lampiran 6

LEMBAR OBSERVASI

KADAR GULA DARAH DAN TAJAM PENGLIHATAN

NO RESPONDEN KADAR GULA DARAH TAJAM PENGLIHATAN


SEWAKTU

64
Lampiran 7
HASIL TABULASI

DATA UMUM DATA KHUSUS


NO
USIA JENIS KELAMIN PEKERJAAN KADAR GULA DARAH TAJAM PENGLIHATAN
1 1 P 5 2 1
2 3 P 5 2 1
3 2 P 3 3 2
4 3 L 2 3 3
5 2 P 2 3 2
6 3 P 4 3 2
7 2 P 2 3 2
8 2 P 3 3 2
9 2 P 5 2 2
10 2 P 1 3 2
11 1 P 2 2 2
12 3 P 1 3 4
13 2 P 1 3 2
14 2 L 5 2 1
15 2 P 4 3 2
16 2 P 1 3 3
17 2 L 1 3 3
18 3 P 3 3 2
19 2 P 2 3 2
20 3 L 3 3 2
21 2 L 1 3 4
22 3 P 4 2 2
23 3 L 4 3 2
24 2 P 5 2 1
25 3 P 3 2 2
26 3 P 1 3 2
27 2 P 1 1 2
28 3 L 1 1 2
29 3 L 3 3 2
30 2 L 4 1 2
31 3 P 1 3 3
32 2 L 1 3 3
33 1 L 2 1 2
34 2 P 5 2 1
35 2 P 5 1 1
36 1 P 1 1 1
37 3 P 3 1 2
38 2 P 3 3 2
39 1 P 1 2 1
40 2 P 3 1 1
41 2 P 1 3 2

65
42 2 L 5 1 1
43 3 P 2 2 1
44 2 P 1 2 1
45 2 P 1 2 3
46 2 L 2 2 2
47 2 P 1 2 2
48 2 L 3 2 2
49 3 P 1 3 2
50 3 L 2 3 2
51 2 P 3 2 2
52 2 L 2 1 3
53 3 P 1 3 2
54
1 P 5 1 1
Keterangan:

Usia: Jenis Kelamin: Jenis Pekerjaan:

1 : 35 – 45 th 1 : Perempuan 1 : Tidak bekerja ∕ IRT

2 : 46 – 55 th 2 : Laki – laki 2 : Swasta

3 : 56 – 65 th 3 : Wiraswasta

4 : Petani

5 : PNS

Kadar Gula Darah : Tajam Penglihatan:

1 : Baik (80 – 144 mg∕dl) 1 : Normal: 6∕3 - 6∕6 (80 – 200%)

2 : Sedang (145 – 199 mg∕dl) 2 : Hampir Normal : 6∕9 – 6∕20 (70 – 30%)

3 : Buruk (≥ 200 mg∕dl) 3: Low vision sedang : 6∕24 - 6∕30 (25 –16%)

4: Low vision Berat: 6∕60 - 6∕120 (10 – 5 %)

66
Lampiran 8

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


PENGUKURAN KADAR GULA DARAH
SEWAKTU

PROSEDUR TETAP TANGGAL TERBIT

PENGERTIAN Pemeriksaan ini untuk mengukur kadar glukosa darah


yang diambil kapan saja, tanpa memperhatikan waktu
makan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
kadar glukosa dalam darah sewaktu.

Rentang normal gula darah sewaktu ≤ 200 mg∕dl

TUJUAN Sebagai acuan mengetahui kadar gula dalam darah


dan mengungkan tentang proses penyakit dan
pengobatannya.

PROSEDUR 1. Persiapan Pasien


a. Inform Consent
b. Pasien tidak perlu berpuasa dan pengambilan
sample darah dapat sewaktu – waktu
2. Persiapan Alat
a. Glukometer dan stick glukometer
b. Lancets dan pen
c. Kapas alkohol
d. Handscone
3. Pelaksanaan
a. Cuci tangan
b. Pasang handscone (bila perlu)
c. Pasang stick dan chip glukometer pada
tempatnya dan pasang lancet pada pen
d. Melakukan desinfeksi pada salah satu ujung
jari telunjuk, jari tengah atau jari manis
(mengatur kedalaman penusukan pada pen
lanset)
e. Sentuhkan setetes darah pada stick
gukometer
f. Tunggu beberapa detik hingga hasil gula
darah muncul
g. Cuci tangan
Sumber : www.catatanperawat.com

67
Lampiran 9

HASIL PENELITIAN

USIA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 35 - 45 th 6 11.1 11.1 11.1

46 - 55 th 30 55.6 55.6 66.7

56 - 65 th 18 33.3 33.3 100.0

Total 54 100.0 100.0

JENISKELAMIN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid perempuan 37 68.5 68.5 68.5

laki-laki 17 31.5 31.5 100.0

Total 54 100.0 100.0

JENISPEKERJAAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak bekerja \ IRT 19 35.2 35.2 35.2

swasta 10 18.5 18.5 53.7

wiraswasta 11 20.4 20.4 74.1

petani 5 9.3 9.3 83.3

PNS 9 16.7 16.7 100.0

Total 54 100.0 100.0

68
KADARGULADARAH

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid baik 11 20.4 20.4 20.4

sedang 17 31.5 31.5 51.9

buruk 26 48.1 48.1 100.0

Total 54 100.0 100.0

TAJAMPENGLIHATAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid normal 13 24.1 24.1 24.1

hampir normal 29 53.7 53.7 77.8

low vision sedang 10 18.5 18.5 96.3

low vision berat 2 3.7 3.7 100.0

Total 54 100.0 100.0

69
KADARGULADARAH * TAJAMPENGLIHATAN Crosstabulation

TAJAMPENGLIHATAN

hampir low vision low vision


normal normal sedang berat Total

KADARGULA baik Count 5 5 1 0 11


DARAH
Expected Count 2.6 5.9 2.0 .4 11.0

% within KADARGULADARAH 45.5% 45.5% 9.1% .0% 100.0%

% within
38.5% 17.2% 10.0% .0% 20.4%
TAJAMPENGLIHATAN

% of Total 9.3% 9.3% 1.9% .0% 20.4%

sedang Count 8 8 1 0 17

Expected Count 4.1 9.1 3.1 .6 17.0

% within KADARGULADARAH 47.1% 47.1% 5.9% .0% 100.0%

% within
61.5% 27.6% 10.0% .0% 31.5%
TAJAMPENGLIHATAN

% of Total 14.8% 14.8% 1.9% .0% 31.5%

buruk Count 0 16 8 2 26

Expected Count 6.3 14.0 4.8 1.0 26.0

% within KADARGULADARAH .0% 61.5% 30.8% 7.7% 100.0%

% within
.0% 55.2% 80.0% 100.0% 48.1%
TAJAMPENGLIHATAN

% of Total .0% 29.6% 14.8% 3.7% 48.1%

Total Count 13 29 10 2 54

Expected Count 13.0 29.0 10.0 2.0 54.0

% within KADARGULADARAH 24.1% 53.7% 18.5% 3.7% 100.0%

% within
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
TAJAMPENGLIHATAN

% of Total 24.1% 53.7% 18.5% 3.7% 100.0%

70
Correlations

KADARGULADA TAJAMPENGLIH
RAH ATAN

Spearman's rho KADARGULADARAH Correlation Coefficient 1.000 .533**

Sig. (2-tailed) . .000

N 54 54

TAJAMPENGLIHATAN Correlation Coefficient .533** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 54 54

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

71
Lampiran 10

72
Lampiran 11

73
74
75
76
77
78
79
80
81

Anda mungkin juga menyukai

  • Strategi Pelaksanaan Pada Pasien Dengan Isolasi Sosial: A. Proses Keperawatan
    Strategi Pelaksanaan Pada Pasien Dengan Isolasi Sosial: A. Proses Keperawatan
    Dokumen9 halaman
    Strategi Pelaksanaan Pada Pasien Dengan Isolasi Sosial: A. Proses Keperawatan
    Kevin Septian
    Belum ada peringkat
  • SOP Supervisi
    SOP Supervisi
    Dokumen1 halaman
    SOP Supervisi
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • SOP Suction
    SOP Suction
    Dokumen2 halaman
    SOP Suction
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • INSTRUMEN SUPERVISI Baru
    INSTRUMEN SUPERVISI Baru
    Dokumen8 halaman
    INSTRUMEN SUPERVISI Baru
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
    PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
    Dokumen3 halaman
    PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
    Chandra Fitriya
    Belum ada peringkat
  • OPTIMASI PELAKSANAAN
    OPTIMASI PELAKSANAAN
    Dokumen8 halaman
    OPTIMASI PELAKSANAAN
    Kevin Septian
    Belum ada peringkat
  • Isolasi Sosial
    Isolasi Sosial
    Dokumen2 halaman
    Isolasi Sosial
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • Craniectomy 2014
    Craniectomy 2014
    Dokumen57 halaman
    Craniectomy 2014
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • MENGHADAPI
    MENGHADAPI
    Dokumen8 halaman
    MENGHADAPI
    Kevin Septian
    Belum ada peringkat
  • Format Pengkajian Jiwa
    Format Pengkajian Jiwa
    Dokumen16 halaman
    Format Pengkajian Jiwa
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • Orientasi
    Orientasi
    Dokumen1 halaman
    Orientasi
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • MENGHADAPI
    MENGHADAPI
    Dokumen8 halaman
    MENGHADAPI
    Kevin Septian
    Belum ada peringkat
  • BAYI BARU LAHIR
    BAYI BARU LAHIR
    Dokumen4 halaman
    BAYI BARU LAHIR
    BiebaUmmu
    Belum ada peringkat
  • Format Pengkajian Prenatal
    Format Pengkajian Prenatal
    Dokumen15 halaman
    Format Pengkajian Prenatal
    Kevin Septian
    Belum ada peringkat
  • TG
    TG
    Dokumen15 halaman
    TG
    LarasDwi
    Belum ada peringkat
  • Form Intranatal
    Form Intranatal
    Dokumen15 halaman
    Form Intranatal
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • Format Resume Jiwa-1
    Format Resume Jiwa-1
    Dokumen4 halaman
    Format Resume Jiwa-1
    Muhammad Baihaqi
    Belum ada peringkat
  • Anfis Telinga
    Anfis Telinga
    Dokumen29 halaman
    Anfis Telinga
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • Bab I, Iii
    Bab I, Iii
    Dokumen25 halaman
    Bab I, Iii
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • Keperawatan
    Keperawatan
    Dokumen24 halaman
    Keperawatan
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • Leaflet DM
    Leaflet DM
    Dokumen2 halaman
    Leaflet DM
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • Bab I, Iii
    Bab I, Iii
    Dokumen25 halaman
    Bab I, Iii
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • Stroke
    Stroke
    Dokumen72 halaman
    Stroke
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Kep
    Manajemen Kep
    Dokumen7 halaman
    Manajemen Kep
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • Lampiran Baru
    Lampiran Baru
    Dokumen14 halaman
    Lampiran Baru
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • Latihan Soal Ukom
    Latihan Soal Ukom
    Dokumen32 halaman
    Latihan Soal Ukom
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Revisi 4
    Bab Iii Revisi 4
    Dokumen13 halaman
    Bab Iii Revisi 4
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat
  • Proposal Terapi Bermain Anak Sakinah
    Proposal Terapi Bermain Anak Sakinah
    Dokumen23 halaman
    Proposal Terapi Bermain Anak Sakinah
    prakassiwi yovi antari
    Belum ada peringkat