Anda di halaman 1dari 17

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN
(Pembersihan, Sortasi, dan Grading Bahan Hasil Pertanian)

Oleh :
Nama : Raka Fiqriyanda
NPM : 240110170015
Hari, Tanggal Praktikum : Senin, 16 September 2019
Waktu / Shift : 13.00-15.00 WIB / A2
Co. Ass : 1. Abdurrahman Hanif
2. Aidah Luthfi Hidayah
3. Dannisa Fathiya
4. Tania Rizky Fauziah

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebersihan bahan hasil pertanian harus dijaga dengan sangat teliti, karena
bahan hasil pertanian akan diolah dan langsung didistribusikan kepada konsumen.
Tingkat kebersihan bahan hasil pertanian pun juga menjadi tingkat kepuasaan
konsumen saat mengonsumsi bahan olahan tersebut. Menjaga kebersihan bahan
hasil pertanian dapat melalui proses pembersihan basah atau kering, walaupun
berbeda metode, akan tetapi kebersihan bahan hasil pertanian akan tetap terjaga.
Bahan hasil pertanian akan melalui proses sortasi setelah dibersihkan. Sortasi
dapat dilakukan dengan metode mekanis atau manual. Bahan hasil pertanian dapat
dipisahkan sesuai dengan bentuk, ukuran, warna, dan sebagainya. Sortasi ini
bertujuan untuk mempermudah proses pengolahan bahan hasil pertanian yang akan
diberikan kepada konsumen.
Proses sortasi hanya memisahkan menurut sifat fisik bahan hasil pertanian,
sedangkan proses grading memisahkan menurut sifat fisik dan biologis dari bahan
hasil pertanian tersebut. Bahan hasil pertanian akan dipisahkan menurut tingkat
kadar air, mutu, tingkat kematangan, tingkat densitas, dan sebagainya. Proses ini
sebagai lanjutan dari proses sortasi dan juga untuk lebih memudahkan memilah
bahan hasil pertanian yang berkualitas bagus untuk diberikan kepada konsumen.

1.1 Tujuan Percobaan


Tujuan praktikum kali ini yaitu :
1. Mengukur dan mengamati proses sortasi dan grading bahan hasil pertanian ;
2. Melakukan perhitungan kualitas dan variabel kualitas untuk mengkaji kelas
kualitas (grade), kerusakan yang tampak (visible), kerusakan yang tak tampak
(invisible damager), bahan asing (foreign materials), dan keretakan (sound
grain and crack).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembersihan
Proses pembersihan pada industri pangan terdiri atas pembersihan dan
pengupasan. Pembersihan yang dilakukan di industri pangan bisa dikelompokkan
menjadi pembersihan cara kering (dry cleaning methods) dan cara basah (wet
cleaning methods). Secara umum diperlukan lebih dari satu tipe prosedur
pembersihan untuk menghilangkan berbagai kontaminan yang terdapat pada bahan
pangan (Hariyadi, 2014).

2.2 Pembersihan Cara Kering (Dry Cleaning Methods)


Pada umumnya pembersihan cara kering mempunyai keuntungan dari segi
biaya dan tidak menyebabkan bahan hasil pertanian menjadi basah. Hal ini tentunya
penting karena ada bahan – bahan tertenu yang memang harus tetap dalam keadaan
kering. Metode ini juga memiliki kerugian, terutama mencakup dihasilkannya
kotoran dalam bentuk debu kering yang beterbangan, sehingga jika tata letak pabrik
tidak baik, bisa menyebabkan terjadinya rekontaminasi (Hariyadi, 2014).
Berbagai metode pembersihan cara kering (dry cleaning methods) antara lain
berikut ini :
1. Pengayakan (Screening)
Prinsip pembersihan dengan menggunakan pengayakan pada dasarnya
bekerja pada perbedaan ukuran. Pengayakan hanya bisa dilakukan sebagai proses
pembersihan jika terdapat perbedaan ukuran antara bahan utama dan kotorannya.
2. Pembersihan abrasi (Abrasion cleaning)
Pembersihan abrasi digunakan untuk membersihkan kotoran yang melekat
secara kuat pada permukaan bahan pangan. Alat pembersih secara abrasi bisa
berbentuk silinder berputar yang dilengkapi dengan sistem cakram abrasi dan
sikat berputar.
3. Pembersihan secara aspirasi (Aspiration cleaning)
Prinsip pembersihan dengan cara aspirasi adalah pemisahan antara kotoran atau
kontaminan dan bahan utama dengan menggunakan udara mengalir untuk
melakukan pemisahan berdasarkan pada perbedaan berat. Secara umum, bahan
yang akan dibersihkan akan dialirkan melalui suatu aliran udara, sehingga terjadi
pemisahan berdasarkan bentuknya. Benda yang ringan akan dibawa terbang
udara, sedangkan benda yang berat akan jatuh, sehingga akan diperoleh beberapa
aliran produk dengan karakteristik yang berbeda.
4. Pembersihan magnetik (Magnetic cleaning)
Pembersihan magnetik hanya bisa digunakan untuk memisahkan produk
berdasarkan pada sifat magnetnya. Pembersihan kontaminan logam atau bahan
lain yang mempunyai sifat magnet akan sangat efisien jika menggunakan sifat
pembersihan magnetik.

2.3 Pembersihan Cara Basah (Wet Cleaning Method)


Pembersihan secara basah sangat efektif untuk memisahkan kotoran yang
secara kuat menempel pada bahan. Pembersihan ini bisa dimungkinkan
menambahkan deterjen dan sanitaiser, sehingga efesiensi pembersihan bisa
ditingkatkan. Kerugian dari sistem ini adalah diperlukannya banyak air,
diproduksinya cukup banyak air bekas cucian yang kotor, dan menyebabkan bahan
yang dibersihkan menjadi basah (mudah busuk dan mengalami rekontaminasi)
(Hariyadi, 2014).
1. Perendaman (Soaking)
Perendaman merupakan salah satu cara pembersihan yang paling sederhana
dan efektif. Efektivitas perendaman bisa ditingkatkan dengan meningkatkan suhu
air rendaman, memberikan sirkulasi air maupun sirkulasi produk, penambahan
deterjen ataupun sanitaiser.
2. Pencucian semprot (Spray washing)
Pembersihan dengan cara pencucian semprot ini merupakan metode
pembersihan yang paling banyak digunakan di industri pangan, terutama yang
memerlukan bahan baku hasil pertanian. Efisiensi pembersihan dengan cara
pencucian semprot ini sangat dipengaruhi oleh tekanan, suhu dan volume air yang
digunakan; jarak antara produk dan semprotan, dan lamanya penyemprotan. Pada
prinsipnya, penggunaan tekanan semprot yang tinggi biasanya mempunyai daya
pembersihan yang tinggi, namun penggunaan tekanan yang terlalu kuat akan
menyebabkan kerusakan produk.
3. Pencucian dengan sistem flotasi (Flotation washing)
Berdasarkan pada perbedaan densitas (daya ambang; buoyancy) antara bahan
utama dan kontaminannya maka proses pembersihan bisa dilakukan. Efektivitas
pembersihan dengan cara ini bisa ditingkatkan dengan memodifikasi densitas
larutan yang digunakan, yaitu dengan cara menambahkan padatan (garam)
terlarut.

2.4 Sortasi dan Grading


Sortasi adalah proses pemisahan bahan hasil pertanian sesuai dengan
karakterisik dan sifat masing – masing. Proses sortasi memisahkan sifat fisik bahan
hasil pertanian, seperti panjang, bentuk, berat, busuk, dan sebagainya (Samad,
2012). Proses sortasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu sortasi secara manual dan
mekanis. Sortasi secara manual masih menggunakan tenaga manusia dengan
mengandalkan lima panca indra, sedangkan sortasi secara mekanis sudah
menggunakan mesin atau teknologi yang canggih. Hasil dari sortasi mekanis pun
lebih tertata rapih dan minim sekali akan kekurangan (Avivi, 2012).
Grading sejatinya memilik makna yang sama dengan sortasi, akan tetapi
proses grading ditujukan langsung kepada konsumen. Pemilihan bahan hasil
pertanian pada proses grading adalah kualitas yang terbaik karena akan langsung
diolah untuk konsumen. Proses grading sudah tidak lagi memisahkan menurut sifat
fisik, melainkan mutu dan nilai estetika dari bahan hasil pertanian tersebut (Samad,
2012).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu:
1. Moisture tester
2. Timbangan
3. Wadah

3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu beras

3.3 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah:
1. Mengukur kadar air beras dengan moisture tester;
2. Menyiapkan bahan dan timbang seberat 50 gr;
3. Memisahkan beras ke dalam beberapa pengamatan; derajat sosoh, butih utuh,
butir patah, butir menir, butir hijau/mengapur, butir kuning/rusak, benda
asing, dan gabah;
4. Menimbang berat dan beras dari masing – masing pengamatan;
5. Mencatat hasil penimbangan serta melakukan perhitungan.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1 Tabel Hasil Pengukuran


Tabel 1. Data Hasil Percobaan Kelompok 1
No Pengamatan Berat (gr) Presentase Standar SNI
bahan (%) 2008 (%)
1. Derajat sosoh 96.36 Min 95
2. Butir utuh 27.03 54.06 Min 35
3. Butir patah 11.31 22.62 Min 25
4. Butir menir 9.59 19.18 Maks 2
5. Butir hijau / mengapur 1.30 2.6 Maks 3
6. Butir kuning 0.52 1.04 Maks 3
7. Benda asing 0.00 0.00 Maks 0.05
8. Gabah 0.00 0.00 Maks 2
Total bobot (gr) 49.75

Tabel 2. Data Hasil Percobaan Kelompok 2


No Pengamatan Berat (gr) Presentase Standar SNI
bahan (%) 2008 (%)
1. Derajat sosoh 96.69 Min 95
2. Butir utuh 39.62 61.24 Min 35
3. Butir patah 12.57 25.14 Min 25
4. Butir menir 1.1 2.2 Maks 2
5. Butir hijau / mengapur 1.33 2.66 Maks 3
6. Butir kuning 0.34 0.68 Maks 3
7. Benda asing 0.00 0.00 Maks 0.05
8. Gabah 0.00 0.00 Maks 2
Total bobot (gr) 45.96
Tabel 3. Data Hasil Percobaan Kelompok 3
No Pengamatan Berat (gr) Presentase Standar SNI
bahan (%) 2008 (%)
1. Derajat sosoh 90 Min 95
2. Butir utuh 22.92 45.84 Min 35
3. Butir patah 8.06 16.12 Min 25
4. Butir menir 13.74 27.48 Maks 2
5. Butir hijau / mengapur 0.56 1.12 Maks 3
6. Butir kuning 4.44 8.88 Maks 3
7. Benda asing 0.00 0.00 Maks 0.05
8. Gabah 0.00 0.00 Maks 2
Total bobot (gr) 49.72

Tabel 4. Data Hasil Percobaan Kelompok 4


No Pengamatan Berat (gr) Presentase Standar SNI
bahan (%) 2008 (%)
1. Derajat sosoh 98.76 Min 95
2. Butir utuh 31.46 62.92 Min 35
3. Butir patah 10.05 20.1 Min 25
4. Butir menir 7.67 15.34 Maks 2
5. Butir hijau / mengapur 0.35 0.7 Maks 3
6. Butir kuning 0.27 0.54 Maks 3
7. Benda asing 0.00 0.00 Maks 0.05
8. Gabah 0.00 0.00 Maks 2
Total bobot (gr) 49.8

Tabel 5. Data Hasil Percobaan Kelompok 5


No Pengamatan Berat (gr) Presentase Standar SNI
bahan (%) 2008 (%)
1. Derajat sosoh 96.36 Min 95
2. Butir utuh 29.23 58.46 Min 35
3. Butir patah 8.22 16.44 Min 25
4. Butir menir 9.56 19.12 Maks 2
5. Butir hijau / mengapur 2.26 4.52 Maks 3
6. Butir kuning 0.58 1.16 Maks 3
7. Benda asing 0.00 0.00 Maks 0.05
8. Gabah 0.00 0.00 Maks 2
Total bobot (gr) 49.85

Tabel 6. Data Kadar Air Beras A


Ulangan Beras Nilai Kadar Air
1 12.5%
2 A 12.4%
3 12.6%

Tabel 7. Data Kadar Air Beras B


Ulangan Beras Nilai Kadar Air
1 11.9%
2 B 11.9%
3 11.8%

4.2 Perhitungan
1. Kadar air beras
𝐾𝐴1 + 𝐾𝐴2 +𝐾𝐴3
= 3

= 12.5%
2. Massa total
= 𝑀. 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑢𝑡𝑢ℎ + 𝑀. 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑝𝑎𝑡𝑎ℎ + 𝑀. 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑟 +
𝑀. 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑝𝑢𝑟 + 𝑀. 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔 + 𝑀. 𝑔𝑎𝑏𝑎ℎ
= 30.62 + 12.57 + 1.1 + 1.33 + 0.34 + 0
= 45.96 gram
3. Derajat sosoh
𝑀𝑎−(𝑀.𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑝𝑢𝑟+𝑀.𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔+𝑀.𝑔𝑎𝑏𝑎ℎ+𝑀.𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔)𝑥100%
= 𝑀𝑎
50−(1.33+0.34+0+0)𝑥100%
= 50

= 96.69%
4. Presentasi tiap butir
𝑀.𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑢𝑡𝑢ℎ
 Butir utuh = 𝑥100%
𝑀𝑎
30.62
= 𝑥100%
50

= 61.24%
𝑀.𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑝𝑎𝑡𝑎ℎ
 Butir patah = 𝑥100%
𝑀𝑎
12.57
= 𝑥100%
50

= 25.14%
𝑀.𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑟
 Butir menir = 𝑥100%
𝑀𝑎
1.1
= 𝑥100%
50

= 2.2%
𝑀.𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢
 Butir hijau = 𝑥100%
𝑀𝑎
1.33
= 𝑥100%
50

= 2.66%
𝑀.𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔
 Butir kuning = 𝑥100%
𝑀𝑎
0.34
= 𝑥100%
50

= 0.68%
 Benda asing = 0
 Gabah = 0
5. Rendemen pembersihan
𝑀.𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔+𝑀.𝑔𝑎𝑏𝑎ℎ
= 𝑥100%
𝑀𝑎

=0
6. Rendemen sortasi
𝑀.𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑢𝑡𝑢ℎ+𝑀.𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑝𝑢𝑟+𝑀.𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔
= 𝑥100%
𝑀𝑎
30.62+1.33+0.34
= 𝑥100%
𝑀𝑎

= 89.72%
7. Rendemen grading
𝑀.𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑢𝑡𝑢ℎ+𝑀.𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑝𝑎𝑡𝑎ℎ
= 𝑥100%
𝑀𝑎
30.62+12.57
= 𝑥100%
𝑀𝑎

= 86.38%
BAB V
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini mengenai pembersihan, sortasi, dan grading bahan hasil
pertanian. Bahan hasil pertanian yang digunakan adalah beras yang sudah
dibersihkan terlebih dahulu, sehingga praktikan hanya melakukan sortasi dan
grading. Karakteristik yang ditinjau pada proses sortasi dan grading adalah biji
beras yang utuh, patah, menir, hijau atau mengapur, dan kuning, selain itu juga
dipisahkan benda asing dan gabah dari beras tersebut.
Jenis beras yang digunakan pada praktikum kali ini sebanyak 2 macam,
beras A dan beras B. Masing – masing jenis beras memiliki tingkat kadar air yang
berbeda. Perbedaan kadar air tersebut biasa disebabkan oleh jenis beras yang
berbeda, atau bisa juga disebabkan dari proses pembersihan sebelumnya, apakah
menggunakan metode basah atau kering. Pembersihan metode basah tentu akan
membuat beras memiliki kadar air yang lebih tinggi. Beras yang akan disortasi dan
grading sebelumnya ditimbang seberat 50 gram. Beras yang sudah ditimbang akan
diukur kadar airnya menggunakan moisture tester sebanyak tiga kali pengulangan,
sebesar 12.5% pada pengukuran pertama, 12.4% pada pengulangan kedua, dan
12.6% pada pengulangan ketiga. Pengukuran kadar air beras ini seharusnya
memiliki hasil yang sama pada setiap pengulangannya. Perbedaan ini biasa terjadi
karena jumlah beras atau massa beras yang dimasukkan ke dalam moisture tester
tidak sama, sehingga kadar air pun berbeda. Perbedaan pengukuran kadar air pun
tidak signifikan, sehingga hasil pengukuran selanjuta pun tidak akan jauh berbeda,
atau dapat dicari nilai rata – rata dari hasil ketiga perulangan tersebut.
Pengukuran selanjutnya adalah mengukur berat pada setiap karakteristik
yang sudah disortasi dan grading. Berat biji utuh sebesar 30.62 gram, biji patah
sebesar 12.57 gram, biji menir sebesar 1.1 gram, biji hijau atau mengapur sebesar
1.33 gram, biji kuning sebesar 0.34 gram, sedangkan benda asing dan gabah tidak
ditemukan pada tumpukan beras, sehingga beratnya sebesar 0 gram, sehingga total
berat beras setelah disortasi dan grading sebesar 50 gram. Terdapat perbedaan pada
total berat awal dan total berat akhir yang sebesar 45.96 gram, hal ini disebabkan
karena banyak biji beras yang berjatuhan atau hilang saat proses sortasi dan
grading. Berat awal pun juga sudah berbeda saat menimbang, dikarenakan
timbangan digital tersebut masih terdapat tutupnya, sehingga berat beras tidak 50
gram, melainkan 50 gram dikurangi berat tutup yang sebesar 17.22 gram. Solusi
dari masalah tersebut adalah dengan menambahkan kembali beras seberat 17.22
gram dari berat yang hilang karena tutup timbangan.
Kendala yang dialami praktikan tidak banyak tapi sangat memengaruhi
hasil perhitungan sortasi dan grading tersebut. Keteledoran praktikan yang tidak
melihat timbangan yang masih tertutup, membuat hasil berat total awal dan akhir
berbeda cukup signifikan. Praktikan juga sering menjatuhkan biji beras yang
sedang disortasi dan grading, sehingga membuat berat akhir beras berbeda dengan
berat awal. Posisi timbangan seharusnya lebih dekat dengan setiap kelompok
praktikan, sehingga beras tidak ada yang terjatuh dan terbuang sia - sia saat proses
pemindahan beras dari meja praktikum ke timbangan, atau bisa dengan
memperbanyak unit timbangan untuk dibagikan pada setiap kelompok.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah :
1. Berat butir utuh sebesar 30.62 gram, butir patah sebesar 12.57 gram, butir
menir sebesar 1.1 gram, butir jihau sebesar 1.33 gram, dan butir kuning
sebesar 0.34 gram;
2. Tidak terdapat benda asing dan gabah pada beras yang disortasi dan grading;
3. Total berat akhir beras sebesar 45.96 gram;
4. Perbedaan besar kadar air pada beras A dan beras B disebabkan oleh
bedanya jenis beras dan proses pembersihan;
5. Segala kendala dan perbedaan hasil pengukuran disebabkan oleh praktikan
yang tidak hati – hati;
6. Praktikan kesulitan menyortir dan grading karena jumlah beras yang terlalu
banyak.

6.2 Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya adalah :
Unit timbangan digital atau alat lainnya diperbanyak, sehingga setiap
kelompok mendapatkan satu alat yang digunakan untuk keperluan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Avivi, S. .2012. Pengaruh Perlakuan Sortasi, Natrium Hipokrolit dan Fungisida


pada Kacang Tanah untuk Mengeliminasi Kontaminasi Aspergillus flavus.
Terdapat pada: Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika (diakses pada
Minggu 22 September 2019 pukul 12.32 WIB)

Hariyadi, P. .2014. Pembersihan, Sortasi, dan Grading. Repository.ut.ac.id.


(diakses pada Minggu, 22 September 2019, pukul 16.32 WIB)

Samad, Y. . 2012. Pengaruh Penanganan Pascapanen terhadap Mutu Komoditas


Hortikultura. Terdapat pada: Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia (diakses
pada Minggu, 22 September 2019, pukul 10.52 WIB)
LAMPIRAN

Dokumentasi Praktikum

Gambar 1. Proses Sortasi dan Grading


Sumber : Dokumen Pribadi, 2019

Gambar 2. Proses Penimbangan Butir Hijau


Sumber : Dokumen Pribadi, 2019
Gambar 3. Alat Timbangan Digital
Sumber : Dokumen Pribadi, 2019

Anda mungkin juga menyukai