Anda di halaman 1dari 13

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi Listing Masalah Permasalahan Kesehatan Individu, Keluarga dan Komunitas
Berdasarkan hasil observasi kelompok kami, didapatkan masalah-masalah kesehatan pada
warga Lingkungan Pelita Sari baik pada tingkat individu, kelompok maupun komunitas
sebagaimana dijelaskan dalam table berikut:
Tabel 1. Daftar masalah kesehatan di Lingkungan Pelita Sari kategori individu, keluarga dan
komunitas
Kategori
Individu Keluarga Komunitas
Batuk Batuk Batuk
Pilek Pilek Pilek
nyeri sendi Hipertensi
Gastroenteritis Diabetes
Diabetes
Sakit gigi
Diabetes
Hipertensi
Jantung
Kista
Demam tifoid

Dari permasalahan kesehatan yang telah dijabarkan di atas, sebagian besar masalah
tersebut telah dapat ditangani secara mandiri oleh warga Lingkungfan Pelita Sari. Kesadaran akan
kesehatan warga Lingkungan Pelita Sari dinilai sudah cukup baik. Setelah dilakukan diskusi,
kelompok kami menyimpulkan bahwa upaya yang dinilai paling diperlukan bagi warga
Lingkungan Pelita Sari adalah upaya pencegahan penyakit. Berdasarkan hasil observasi yang kami
lakukan, terdapat sebuah keluarga yang gemar mengkonsumsi gula dengan takaran berlebih. Hal
ini tentunya tidak baik bagi kesehatan keluarga tersebut apabila dilakukan secara terus-menerus.
Tanpa adanya upaya pencegahan, hal tersebut dapat menyebabkan penyakit serius seperti Diabetes
Mellitus. Pola makan makanan manis yang berlebihan secara terus-menerus juga dapat
menyebabkan masalah-masalah lain seperti obesitas apabila tidak didukung dengan pola hidup
sehat lainnya. Intervensi sangat diperlukan untuk merubah pola hidup dan pola makan keluarga ini
untuk mencegah terjadinya penyakit yang lebih serius karena upaya preventif lebih baik dilakukan
jika dibandingkan dengan upaya kuratif. Selain itu, keluarga ini memiliki pola hidup yang kurang
baik, seperti kurangnya aktivitas fisik seperti olahraga dan tercatat belum pernah melakukan
pemeriksaan kadar gula darahg. Oleh karena itu, kelompok kami menjadikan keluarga ini sebagai
prioritas dan kami pilih sebagai keluarga binaan kami.
Deskripsi Pemilihan Prioritas Masalah
Perencanaan ini diputuskan berdasarkan gambaran permasalahan-permasalahan dari sudut
pandang masing-masing profesi, oleh karena itu sasaran intervensi yang kami tuju ialah intervensi
tingkat keluarga. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang kami lakukan pada semester
III, kami memilih keluarga Bapak Gunadi Budi Setiono sebagai keluarga binaan kami ditinjau dari
masalah kesehatan berupa pola hidup yang kami nilai masih bisa diintervensi dengan kompetensi
yang kami miliki untuk mencegah penyakit serius yang berpotensi timbul di kemudian hari.

2.2 Analisis Faktor Risiko Berdasarkan Wawancara


Berdasarkan atas wawancara yang telah dilakukan di lapangan didapatkan hasil bahwa ada
beberapa faktor risiko yang menyebabkan meningkatnya kadar gula darah yang mana nantinya
akan memicu terjadinya Diabetes Melitus atau kecing manis pada keluarga binaan kami yaitu
Bapak Gunadi Budi Prasetyo. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat memicu meningkatnya
gula darah pada keluarga bapak Gunadi Budi Setiono:
1. Kebiasaan mengkonsumsi makanan atau minuman yang memiliki kadar gula tinggi
Dilihat dari pekerjaannya Bapak Gunadi merupakan seorang wirausaha dalam bidang
makanan yang menjual roti canai, yang mana beliau mempunyai kebiasaan untuk
mengkonsumsi makanan atau minuman dengan kadar gula yang tinggi, saat melakukan
wawancara beliau mengatakan bahwa setiap harinya mengkonsumsi gula dengan takaran
rata-rata per harinya sekitar lebih dari 5 sendok makan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Hariawan pada tahun 2019 menunjukkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi
makanan atau minuman dengan kadar gula yang tinggi dapat memicu terjadinya penyakit
Diabetes Melitus karena berhubungan dengan pola makan yang tidak sehat seperti
mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak gula dan memiliki indeks glikemik
tinggi. Pola makan yang tidak sehat akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan
jumlah karbohidrat dan kandungan lain dalam tubuh yang mengakibatkan jumlah kadar
gula dalam tubuh meningkatkan melebihi kerja dari pankreas sehingga dapat
menyebabkan terjadinya penyakit diabetes melitus (Susanti, 2018).
2. Jarang melakukan aktivitas fisik
Hasil dari wawancara yang telah dilakukan didapatkan bahwa keluarga binaan kami jarang
untuk melakukan aktivitas fisik seperti melakukan olahraga, dikarenakan adanya
kesibukan-kesibukan yang menyebabkan kurangnya waktu mereka untuk berolahraga.
Dalam keluarga tersebut hanya anaknya saja yang sering melakukan aktivitas fisik seperti
berolahraga yang rutin dilakukan selama 3 kali dalam seminggu dengan interval 1 jam.
Melakukan aktivitas fisik merupakan salah satu pilar untuk menjaga kebugaran tubuh.
Selain itu melakukan aktivitas fisik bisa membantu memasukkan glukosa ke dalam sel
tanpa bantuan insulin, serta dapat mencegah terjadinya obesitas (Tjokroprawiro, 2015).
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa rendahnya aktivitas fisik yang dilakukan maka
dapat mengakibatkan ketidakefektifan pengendalian kadar gula darah pada individu yang
memiliki kadar gula darah yang tinggi dalam tubuh, karena dengan melakukan aktivitas
fisik maka akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar oleh otot yang aktif dan
memicu reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi sirkulasi, metabolisme serta
pengaturan saraf otonom (Azitha, 2018).
3. Kurang pegetahuan mengenai Diabetes Melitus
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, didapatkan bahwa keluarga Bapak
Gunadi belum pernah melakukan pemeriksaan gula darah. Hal ini menunjukkan bahwa
pengetahuan keluarga binaan kami mengenai bahaya diabetes melitus sangat rendah. Selain
itu keluarga Bapak Gunadi memiliki beberapa kebiasaan gaya hidup yang kurang sehat
seperti sering mengkonsumsi makanan atau minuman dengan tinggi gula serta jarang
melakukan aktivitas fisik. Kurang pengetahuan merupakan salah satu faktor risiko yang
dapat memicu terjadinya penyakit Diabetes Melitus pada keluarga Bapak Gunadi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Steele pada tahun 2017 menunjukkan bahwa
semakin tinggi pengetahuan seseorang mengenai diabetes melitus maka semakin rendah
risiko terkena penyakit Diabetes Melitus, dan apabila pengetehauan seseorang rendah
terkait dengan diabetes melitus maka kemungkinan lebih besar untuk mengalami Diabetes
Melitus.

2.3 Analisis potensi (skala prioritas dan intervensi)


1. Faktor internal
a. Kekuatan (Strength)
Program inovasi pada bidang pendidikan yang diselenggarakan oleh Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana berkolaborasi dengan daerah yang disasar atas
persetujuan kepala wilayah pada daerah sasaran dan Universitas Udayana. Mahasiswa
yang tergabung dalam program ini merupakan mahasiswa dengan latar belakang
kompetensi di bidang kesehatan dengan jumlah 12 orang dalam satu kelompok.
b. Kelemahan (Weakness)
Perbedaan jadwal perkuliahan mengakibatkan para anggota kelompok sulit kami
mencari waktu untuk berdiskusi dan kunjungan secara bersama-sama.
2. Faktor Eksternal
a. Kesempatan (Oppotunity)
Keluarga angkat sangat menerima kedatangan kami, keluarga angkat sangat terbuka
dan ramah dalam bersikap terhadap kami. Dengan niat dan tujuan kami yang baik,
maka keluarga angkat bersedia memberikan informasi kepada kami dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang telah kami susun terkait dengan beberapa hal yang
berhubungan dengan perencanaan intervensi. Keluarga angkat telah menjabarkan
beberapa jawaban dengan sangat detail. Disamping itu latar belakang pendidikan yang
baik dari anggota keluarga membuat kami merasa akan lebih mudah nantinya untuk
memberikan edukasi kepada keluarga angkat. Hubungan antar anggota keluarga
terlihat sangat baik. Keluarga angkat kami juga menceritakan sering meminum
suplemen berupa kapsul marine omega, hal ini dilakukan karena keluarga angkat kami
sadar akan pentingnya kesehatan maka menurut kami dengan hal ini nantinya akan
lebih mudah bagi kami untuk memberikan intervensi terkait masalah – masalah yang
telah kami temukan dalam keluarga angkat khususnya masalah kesehatan dan kami
berharap dengan ini keluarga angkat juga dapat lebih mudah menerima dan
menerapkan intervensi-intervensi yang kami berikan.
b. Threat (Ancaman)
Ancaman yang mungkin terjadi terjadi adalah frekuensi keberadaan anggota keluarga
yang sering tidak dirumah dikarenakan melakukan banyak aktivitas diluar rumah. Hal
ini menyebabkan apabila anggota keluarga yang dikhawatirkan terkena DM tidak
dirumah dan pemberian informasi terkait penggunaan obat maupun pencegahan tidak
optimal dilakukan.

2.4 Jadwal Intervensi dan Penjelasan Intervensi


Intervensi akan kelompok laksanakan mulai dari semester IV hingga semester V dimulai
dari perencanaan hingga pelaksanaan intervensi. Hari pertama dilakukan penyusunan kuisioner
yang berisikan pengetahuan keluarga angkat mengenai penyakit Diabetes Militus, yang akan
dilansir dari berbagai sumber di internet yang relevan dengan hasil observasi di lapangan.
Rencananya kuisioner yang akan diberikan terdiri atas 20 butir soal. Materi mengenai DM dan
juga mencakup pertanyaan mengenai PHBS. Hari kedua pengujian pre-test dan Evaluasi. Kegiatan
akan dilaksanakan pada hari pertama turun lapangan disemester V, tempat kegiatannya adalah
rumah dari keluarga angkat. Kegiatan akan dilaksanakan melalui wawancara atau responden akan
menuliskan langsung jawaban. Setelah pre-test selesai dilakukan maka akan dilakukan evaluasi
mengenai hasil dari tes tersebut. Hari ketiga akan dilaksanakan kegiatan edukasi dan pengujian
post-test beserta evaluasi. Pemberian materi/edukasi mengenai diabetes melitus dan PHBS akan
dilakukan kurang lebih 30 menit. Setelah itu akan dilakukan post test yang serupa dilakukan seperti
melakukan pretest, dan diakhiri dengan evaluasi.

2.5 Intervensi Masing-Masing Program Studi


1. Intervensi dalam Bidang Pendidikan Dokter
Berikut merupakan beberapa intervensi yang dapat kami lakukan berdasarkan pada ilmu
kedokteran umum :
a. Screening Diabetes Melitus
Kami ingin membantu keluarga angkat dalam hal screening awal penyakit Diabetes
Melitus dalam anggota keluarga. Kami akan menggali informasi terkait gejala-gejala
Diabetes melitus yang mungkin pernah atau sering dialami keluarga angkat. Adapun
gejala – gejala diabetes seperti banyak minum, sering berkemih bahkan dimalam hari,
kuantitas makan meningkat, adanya penurunan berat badan. Selain itu screening awal
juga dapat dilakukan dengan cara memeriksa kadar gula darah anggota keluarga angkat
menggunakan alat glukometer. Kadar gula darah dikatakan normal apabila hasil
pemeriksaan menunjukkan :
 Kadar gula darah sewaktu ( <200 mg/dL)
 Kadar gula darah puasa ( <126 mg/dL)
 Kadar gula darah 2 jam setelah makan ( <200 mg/dL)
b. Edukasi Life Style
Kami sebagai mahasiswa kedokteran umum dapat membantu mengedukasi keluarga
angkat untuk menjaga pola hidup sehat, berbagi informasi tentang kebiasaan-
kebiasaan yang dapat menjadi faktor risiko Diabetes Melitus seperti halnya obesitas .
Kami akan membantu melakukan pemeriksaan antropometri dan melakukan
interpretasi dari hasil pemeriksaan meliputi BMI, lingkar perut, lingkar lengan atas,dll.
Kami juga akan mengedukasi keluarga angkat untuk tetap menjaga berat badan agar
tetap dalam komposisi tubuh yang seimbang dengan menjaga pola makan serta lebih
banyak bergerak. Dengan demikian diharapkan keluarga angkat nantinya akan
terhindar dari obesitas.
c. Melakukan aktivitas fisik yang tepat
Dibutuhkan aktivitas fisik yang tepat dan sesuai (usia dan durasi) untuk bisa
mendapatkan tubuh yang sehat dan bugar. Dalam hal ini kami akan mengedukasi dan
mengajak keluarga angkat untuk rutin melakukan aktivitas ringan yang termasuk
latihan aerobik seperti berjalan, jogging, senam. Aktivitas ini baiknya dilakukan hingga
150 menit / minggunya dan dapat dibagi dalam kurun waktu 4-5 hari serta harus rutin
dilakukan untuk mencapai hasil dan manfaat yang baik.
d. Pengaturan pola makan
Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolic yang tentunya berkaitan dengan
metabolisme dari makanan sehari-hari yang dikonsumsi. Kami akan mengedukasi
keluarga angkat untuk mengatur pola makan dengan prinsip memperhatikan 3 hal yakni
jenis makanan, jumlah makanan dan jadwal makan. Akan sangat baik untuk
mengurangi makanan dengan tingkat glukosa yang tinggi seperti halnya mengurangi
konsumsi gula atau pemanis makanan, mengurangi konsumsi makanan dengan kadar
karbohidrat yang tinggi. Jenis makanan yang dikonsumsi haruslah sesuai dengan
kebutuhan tubuh dan harus seimbang antara karbohidrat, lemak dan protein.
e. Rutin melakukan pemeriksaan kesehatan
Saat ini pelayanan kesehatan bisa dengan mudah diakses dimana saja dan kapan saja.
Terlebih dengan adanya program pemerintah berupa BPJS bisa membantu masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan sangat tepat. Maka dari itu kami akan
menyarankan dan mengedukasi keluarga angkat betapa pentingnya memeriksakan
kesehata rutin sebagai upaya pencegahan dan screening awal pada pusat-pusat
pelayanan kesehatan terdekat. Dengan demikian diharapkan nantinya keluarga angkat
memiliki kualitas kesehatan yang lebih baik dari sebelum-sebelumnya.

2. Intervensi dalam Bidang Keperawatan


Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan keluarga binaan kelompok kami memiliki
faktor risiko yang tinggi untuk meningkatnya kadar gula darah yang memicu diabetes
melitus seperti sering mengkonsumsi makanan atau minuman tinggi gula, jarang
melakukan aktivitas fisik serta memiliki pengetahuan yang kurang tentang pola hidup
sehat. Intervensi yang dapat diberikan di bidang keperawatan menurut Nursing
Intervention Classification adalah dengan managemen hiperglikemi intervensi yang dapat
dilaukan yaitu dengan memonitor kadar gula darah keluarga binaan secara berkala sesuai
dengan indikasi, memonitor tanda dan gejala hiperglikemi (poliuria, polidipsi, polifagi,
kelemahan, letargi, pandangan kabur atau mengalami sakit kepala), menginstruksikan
keluarga untuk mengenal bagaimana pencegahan, serta pengenalan tanda-tanda
hiperglikemi dan managemen hiperglikemi, melakukan identifikasi penyebab dari
hiperglikemi pada keluarga binaan, membantu keluarga dalam menginterpretasikan hasil
pemeriksaan gula darah yang telah dilakukan (Bulechek, 2013).

3. Intervensi dalam Bidang Kesehatan Masyarakat


Dari hasil wawancara yang dilakukan pada keluarga angkat yang kelompok kami pilih,
didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa keluarga tersebut dalam kesehariannya
mengonsumsi gula dengan takaran yang berlebih. Hal tersebut mengakibatkan kadar gula
dalam darah pun dapat meningkat dan dapat berisiko mengalami penyakit DM. Dalam
bidang kesehatan masyarakat, pencegahan terhadap faktor risiko DM merupakan langkah
yang tepat. Intervensi yang dapat dilakukan terhadap pengendalian dan pencegahan
penyakit DM yaitu dengan metode KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi), informasi
yang diberikan dapat berupa pengaturan pola makan yang baik dan bergizi terutama
konsumsi lemak, karbohidrat dan serat yang cukup akan membantu dalam mengontrol
glukosa darah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azrimaidaliza, Melva Diana dan
Ramadani (2010) menunjukkan bahwa asupan vitamin C berpengaruh pada penurunan
kadar gula darah pada orang dewasa di Kota Padang Panjang. Pola yang ditunjukkan adalah
semakin meningkat asupan vitamin C terutama yang bersumber dari bahan alami maka
semakin menurunkan kadar gula dalam darah. Selain mengatur pola makan, pemberian
informasi mengenai olahraga secara teratur juga dapat dilakukan.

4. Intervensi dalam Bidang Psikologi


Gambaran umum: intervensi yang dapat digunakan untuk membantu keluarga angkat dari
bidang keilmuan psikologi adalah menggunakan intervensi Psikoedukasi. Brown
menyatakan bahwa Psikoedukasi merupakan sebuah edukasi atau pendidikan dengan
pendekatan konsep psikologi yang dapat diberikan secara individual maupun
kelompok/group. Psikoedukasi ini merupakan tindakan yang ditujukan kepada individu
maupun keluarga untuk memperkuat strategi koping sehingga dengan demikian individu
akan dapat beradaptasi dengan penyakitnya dan dapat mengurangi stres. Psikoedukasi
mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kemampuan berespon secara adaptif pada
individu, psikoedukasi merupakan pengembangan dan pemberian informasi dalam bentuk
informasi yang berkaitan dengan psikologi popular/sederhana atau informasi lainnya yang
mempengaruhi kesejahteraaan psikososial masyarakat (Umaroh, 2017). Selain itu dalam
edukasi ini juga akan ditekankan pada aspek pola pikir positif sehingga dengan
dikembangkannya pola pikir positif maka diharapkan akan dapat mengarahkan perasaan
serta tindakan beliau pada hal - hal yang positif juga dan beliau dapat semakin termotivasi
untuk menjaga kesehatannya. Intervensi ini akan diberikan kepada seluruh anggota
keluarga, mengingat keluarga merupakan salah satu aspek pendukung untuk menerapkan
pola hidup sehat dalam keluarga itu sendiri. Diharapkan dengan pemberian psikoedukasi
keluarga angkat dapat lebih menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit-penyakit yang
mudah menyerang karena tidak memperdulikan pola hidup sehat.
Tahapan pelaksanaan: pada setiap minggunya, intervensi ini akan tetap diadakan beriringan
dengan intervensi-intervensi lainnya karena psikoedukasi ini terbilang fleksibel dan
sederhana sehingga dapat dilakukan sebelum atau sesudah intervensi lain dilakukan.
Metode yang digunakan: metode yang digunakan adalah dengan pendekatan langsung pada
pasien serta keluarga dan melakukan penyampaian materi secara sederhana dan jelas.
Media yang digunakan: transfer pengetahuan dan keterampilan dilakukan dengan
pemberian materi dengan media pamflet/poster yang mencakup informasi mengenai self-
management dan gaya hidup yang mendukung kesembuhan atau setidaknya mendukung
dalam menjaga kadar gula darah beliau dengan penyampaian sederhana, dan jelas.
Rencana evaluasi: tolak ukur keberhasilan dari intervensi ini adalah apabila berdasarkan
observasi, keluarga angkat menunjukkan perubahan perilaku ke arah lebih positif dan tetap
berusaha untuk menjaga kesehatannya.

5. Intervensi dalam Bidang Fisioterapi


Fisioterapi merupakan proses rehabilitasi terhadap seseorang agar terhindar dari cacat fisik
melalui serangkaian pencegahan. Dimulai dari diagnosisi serta penanganan untuk
menangani gangguan fisik pada tubuh akibat cedera atau penyakit. Proses ini bisa
dilakukan terhadap pasien dari segala usia. Selain itu, fisioterapi ini bisa mencegah
penyakit jantung yang disebabkan oleh kolesterol, hipertensi dan kurangnya olahraga.
Fisioterapi dapat membantu mencegah diabetes melalui pengkondisian kebugaran dengan
mengurangi intoleransi glukosa. Intoleransi glukosa bukanlah diabetes, melainkan kondisi
kadar gula darah yang tinggi lebih dari normal namun belum mancapai nilai standar
diabetes. Tapi, jika tidak ditangani dengan tepat bisa kondisi ini bisa berkembang menjadi
diabetes. Salah satu penyebabnya diabetes adalah kurang olahraga sehingga kadar gula
dalam tubuh tidak diubah menjadi energi malah terakumulasi dalam darah. Untuk itu
fisioterapi hadir sebagai alternatif lain dari olahraga, hal ini yang dimaksudkan dengan
pengkondisian kebugaran.
Berdasarkan permasalahan tersebut, passive stretching merupakan salah satu bentuk
latihan pasif (passive exercise) yang dapat menjadi pilihan yang sangat mungkin untuk
dilakukan. Passive exercise adalah bentuk latihan dimana tubuh seseorang digerakkan
tanpa melibatkan usaha dari orang yang bersangkutan melainkan tubuh digerakkan secara
pasif oleh sumber kekuatan dari luar. Berdasarkan penelitian sebelumnya, passive exercise
selama 20 menit pada populasi yang berisiko terhadap Diabetes Melitus, dapat menurunkan
kadar glukosa darah dan memperbaiki kadar glukosa darah secara akut.
Program passive stretching tersebut meliputi enam passive stretching pada ekstremitas
bawah dan empat passive stretching pada ekstremitas atas yang dilakukan secara berurutan
oleh peneliti, yaitu: fleksi lulut dalam posisi duduk; fleksi lutut-adduksi hip dalam posisi
duduk; lateral fleksi bahu dalam posisi duduk; eksternal rotasi hip dan ekstensi hip dalam
posisi duduk; ekstensi, adduksi, dan retraksi bahu; fleksi lutut dan plantar fleksi
pergelangan kaki dalam posisi telentang; fleksi hip dalam posisi tengkurap; fleksi dan
depresi bahu dalam posisi duduk; serta fleksi bahu dan ekstensi siku. Untuk setiap macam
passive stretch, posisi sampel dipertahankan selama 30 detik dan diulang sebanyak 4 kali.
Pada akhir passive stretch, tubuh sampel dikembalikan ke posisi normal selama 15 detik,
sehingga terdapat jeda selama 15 detik dalam setiap kali pengulangan. Untuk passive
stretch yang bersifat unilateral, anggota tubuh digerakan secara bergiliran, dimulai dari
anggota tubuh bagian kanan kemudian bagian kiri. Anggota tubuh bagian kanan diberikan
passive stretching terlebih dahulu sampai empat kali repetisi. Setelah itu, passive stretching
dilakukan pada anggota tubuh bagian kiri. Program passive stretching ini dilakukan selama
20 menit.
Passive stretching yang dilakukan pada otot rangka diduga mempunyai efek yang
menyerupai efek kontraksi pada metabolisme seluler, termasuk ambilan glukosa. Dengan
demikian, terdapat hipotesis bahwa stimulasi ambilan glukosa akibat mechanical
stretching atau passive stretching mungkin diperantarai oleh jalur yang sama dengan
stimulasi akibat kontraksi/exercise. Glukosa tidak bisa berdifusi secara pasif ke dalam sel
dan harus diangkut melalui membran sel oleh glucose transporters (GLUTs) yang terletak
di dalam sel. GLUT 4 adalah bentuk glucose transporter yang paling umum ditemui pada
otot rangka dan mempunyai kapasitas besar untuk meningkatkan transpor glukosa
melewati sel membran melalui facilitative diffusion. Passive stretching memfasilitasi
ambilan glukosa pada otot rangka dengan meningkatkan translokasi GLUT 4 ke membran
sel. Translokasi GLUT 4 ke permukaan sel untuk memfasilitasi transpor glukosa ke dalam
sel merupakan hal penting untuk menjaga homeostasis glukosa dalam menanggapi
gangguan atau perubahan glukosa darah akut.
Passsive stretching yang dilakukan berulang aman untuk dilakukan dan tetap mampu
menurunkan kadar glukosa darah secara kontinyu. Hal ini memberikan konsekuensi bahwa
penderita atau orang yang beresiko Diabetes Melitus dapat melakukan latihan atau aktivitas
fisik yang berulang untuk menurunkan kadar glukosa darah. Latihan atau aktivitas fisik
penting untuk dilakukan secara reguler untuk memperbaiki kontrol glukosa darah agar
dapat mendekati kadar glukosa normal.

6. Intervensi dalam Bidang Kedokteran Gigi


Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan terhadap keluarga binaan
yang kelompok kami pilih, didapatkan hasil bahwa keluarga ini terbiasa untuk
mengkonsumsi makanan dengan takaran gula berlebih. Hal ini tentunya akan menimbulkan
efek yang tidak baik bagi kesehatan keluarga tersebut. Selain penyakit sistemik seperti
diabetes mellitus, mengkonsumsi makanan manis juga dapat berdampak buruk bagi
kesehatan gigi keluarga tersebut apabila tidak disertai dengan upaya pemeliharaan oral
hygiene yang baik. Makanan manis yang menyangkut di gigi dan tidak dibersihkan dengan
baik akan menyebabkan terakumulasinya deposit glikoprotein yang diendapkan oleh saliva
yang akan menyebabkan terjadinya plak. Plak akan akan bertambah tebal karena adanya
hasil metabolism dan adhesi dari bakteri anaerob. Plak merupakan penyebab utama
masalah-masalah dalam rongga mulut seperti infeksi pada jaringan lunak rongga mulut
maupun karies pada jaringan keras rongga mulut. Intervensi yang dapat seorang mahasiswa
kedokteran gigi lakukan ialah memberikan sosialisasi tentang cara menjaga oral hygiene
yang baik serta melakukan screening untuk upaya deteksi dini adanya permasalahan-
permasalahan dalam rongga mulut sehingga dapat menyarankan upaya yang dapat
dilakukan dalam menanggulangi masalah-masalah tersebut. Selain itu, sebagai mahasiswa
kedokteran gigi, intervensi lainnya yang dapat dilakukan ialah mengajak keluarga tersebut
untuk memeriksakan giginya setiap 6 bulan sekali ke dokter gigi demi terciptanya
kesehatan gigi yang baik.

7. Intervensi dalam Bidang Farmasi


Berdasarkan data kasus yang didapatkan melalui observasi dengan pemberian kuisioner
terhadap keluarga angkat, yang mana keluarga tersebut memiliki pola hidup yang gemar
mengonsumsi makanan dan minuman manis sehingga dikhawatirkan akan mengalami
penyakit DM. Intervensi dari bidang farmasi yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan dua jenis terapi, yaitu:
- Terapi Farmakologi
Sejauh ini, intervensi secara farmakologi yang dapat diberikan sebagai seorang
mahasiswa farmasi adalah dengan memberikan informasi terkait penggunaan obat
apabila dalam keluarga tersebut terdapat anggotanya yang mengidap DM. Sebab
dengan memberikan informasi mengenai cara penggunaan obat dengan tepat akan
mampu meningkatkan pemahaman pasien yang akan berdampak baik pada kepatuhan
pasien itu sendiri dalam menjalani terapi yang diberikan. Apabila terapi obat dijalankan
dengan tepat makan proses pengobatan akan berlangsung optimal dan waktu
penyembuhan itu sendiri akan semakin cepat (Afif, 2015).
- Terapi Nonfarmakologi
Terapi non-farmakologi yang merupakan penanganan diabetes adalah dengan
pemberian informasi terkait pola hidup sehat dan diet sehat serta olah raga. Diet sehat
harus dijalani dengan melakukan pembatasan dalam konsumsi makanan berkalori
tinggi. Makanan perlu dipilih secara seksama terutama pembatasan lemak jenuh untuk
mencapai normalitas kadar glukosa dan lipid darah (Tjay dan rahardja 2007). Diet yang
dilakukan juga meliputi pengaturan terhadap jadwal makan yang teratur serta variasi
menu yang dikonsumsi (Dochterman and Bulechek, 2004).
Selain itu olah raga secara teratur juga perlu dilakukan untuk menjaga kestabilan gula
darah dalam tubuh. Sebab semakin banyak kegiatan yang dilakukan, energi yang
dibutuhkan juga meningkan, sehingga cadangan gula yang terdapat dalam tubuh akan
digunakan dalam pembentukan energi dan mencegah terjadinya penumpukan
(Khasanah dan Yuni, 2014).

2.6 Indikator Keberhasilan Intervensi


Indikator keberhasilan intervensi difokuskan pada aspek proses pelaksanaan intervensi
sampai pada perubahan yang dialami oleh keluarga angkat. Indikator tersebut, yaitu semua anggota
kelompok diharapkan untuk ikut terlibat dalam intervensi ini, pelaksanaan intervensi yang tepat
waktu sesuai jadwal yang telah direncanakan, keluarga angkat mampu memahami dan menerapkan
KIE yang diberikan khususnya mengenai penyakit Diabetes Mellitus untuk mencegah terjadinya
penyakit tersebut serta keluarga angkat mengetahui dan mampu menerapkan Pola Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) untuk memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan, mencegah risiko
terjadinya penyakit, dan berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.

2.7 Alat Ukur dan Cara Mengukur Keberhasilan Intervensi


Alat ukur yang kami gunakan adalah observasi atau wawancara langsung. Yang mana kami
melakukan observasi dengan turun langsung melihat kondisi lingkungan tempat tinggal keluarga
angkat yang kami pilih. Selain mengamati kondisi lingkungan kami juga melakukan wawancara
mengenai riwayat kesehatan keluarga angkat yang kami pilih. Cara untuk mengukur keberhasilan
intervensi yang kami lakukan yaitu dengan mengamati secara langsung perubahan kondisi
lingkungan maupun kesehatan keluarga angkat setelah menerapkan KIE yang diberikan oleh
kelompok kami.

2.8 Media Intervensi


Media yang dipilih untuk melakukan intervensi adalah poster edukasi. Poster ini berisi
tentang informasi mengenai diabetes mellitus berupa pengertian, faktor penyebab, gejala, jenis,
resiko apabila tidak ditangani, upaya pencegahan, dan pengobatan. Selain poster tentang diabetes
mellitus, poster tentang PHBS juga sangat penting. Untuk poster PHBS dimuat mengenai definisi,
tujuan dan manfaat, dilanjutkan dengan PHBS di rumah tangga, seperti penggunaan air bersih,
mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, penggunaan jamban sehat, memberantas jentik di
rumah, dan tidak merokok di dalam rumah serta kurangi alcohol. Poster tersebut nantinya akan
ditempel di rumah keluarga angkat dengan ijin yang sudah diberikan supaya seluruh anggota
rumah dapat mengingat tentang bahaya dari diabetes mellitus dan pentingnya menjaga pola hidup
bersih dan sehat.

Anda mungkin juga menyukai