PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Agility merupakan suatu aktifitas perpindahan gerak dari satu sisi ke sisi yang lain sehingga
pola gerak dapat berpindah-pindah dan dapat mempengaruhi kegiatan kita sehari-hari. Pada
anak perempuan usia 10-12 tahun, agility merupakan hal yang penting karena pada masa
tersebut perubahan hormonal dan metabolisme tubuh dapat mempengaruhi tingkat agility
pada anak perempuan di usia 10-12 tahun. Maka dari itu diperlukan suatu tantangan bagi
setiap anak untuk memenuhi segala macam kebutuhannya demi perkembangan tubuh yang
ideal. Bentuk penanganan yang dilakukan untuk meningkatkan agility pada anak peremuan
usia 10-12 tahun yaitu dengan menggunakan latihan lari zig-zag dan latihan skipping.
Karena dengan melalukan kegiatan lari zig-zag dapat mempengaruhi nilai kecepatan, dan
koordinasi yang baik terhadap agility. Sedangkan pada lompat tali dapat mempengaruhi
tingkat daya tahan, koordinasi, kecepatan dan keseimbangan terhadap peningkatan
agility.koordinasi, stabilisasi, kekuatan, fleksibilitas dan keseimbangan.
2. Tujuan spesifik
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatkan agility anak perempuan usia 10-
12 tahun yang lebih baik dengan intervensi latihan lari zig-zag dan latihan skipping.
3. Hipotesis
Apakah memang benar latihan lari zigzag dapat meningkatkan agility pada anak
perempuan usia 10-12 tahun ?
H0 : latihan lari zigzag tidak dapat meningkatkan agility pada anak perempuan usia 10-
12 tahun
Ha : latihan lari zigzag dapat meningkatkan agility pada anak perempuan usia 10-12
tahun
Apakah memang benar latihan skipping dapat meningkatkan agility pada anak
perempuan usia 10-12 tahun ?
H0 : latihan skipping tidak dapat meningkatkan agility pada anak perempuan usia 10-
12 tahun
Ha : latihan skipping dapat meningkatkan agility pada anak perempuan usia 10-12
tahun
Apakah latihan lari zigzag lebih baik dari latihan skipping untuk meningkatkan agility
pada anak perempuan usia 10-12 tahun ?
H0 : latihan lari zigzag tidak lebih baik dari pada latihan skipping untuk meningkatkan
agility pada anak perempuan usia 10-12 tahun
Ha : latihan lari zigzag lebih baik daripada latihan skipping untuk meningkatkan agility
pada anak perempuan usia 10-12 tahun
BAB II
METODE
Nama : N. Sulistia
Alamat kantor : Fisioterapis RS OMNI Alam Sutra, Serpong Perum Alam Sutra-
Tangerang
Email : sulistia.ft@gmail.com
Lokasi : SDN Neglasari 3 Tanggerang
1000 − n
𝑆 = 15% + . (50% − 15%)
1000 − 100
Ket :
S = jumlah sampel yang diambil
n = jumlah anggota populasi
8. Metode pengacakan
Metode pengacakan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah non random
sampling yaitu teknik sampling yang tidak memberikan kesempatan yang sama pada setiap
anggota populasi untuk dijadikan sampel penelitian.
11. Siapa yang melakukan pengacakan, siapa yang melakukan inklusi subjek dan siapa yang
menentukan alokasi subjek untuk intervensi / plasebo? Apakah itu dibutakan?
Pada jurnal tidak dijelaskan siapa yang melakukan pengacakan sample dan menentukan
alokasi subjek serta tidak dijelaskan juga apakah penelitian tersebut dibutakan atau tidak.
12. Metode statistik yang digunakan untuk membandingkan hasil primer dan sekunder
Hasil primer yaitu perbandiangan anatara latihan zig – zag dengan latihan skipping. Setelah
dilakukan uji normalitas hasil primer termasuk dalam data normal. Selanjutnya dilakukan
juga uji homogenitas dimana didapatkan hasil kedua variasi homogen. Sehingga metode
yang digunakan yaitu Independent Sample T-Test.
Hasil sekunder yaitu perbandingan antara latihan zig -zag pre dan post serta perbandingan
latihan skipping pre dan post. Setelah dilakukan uji normalitas hasil sekunder termasuk
dalam data normal. Sehingga menggunakan metode Dependent Sample T-Test.
BAB III
HASIL DAN DISKUSI
1. Untuk setiap hasil primer dan sekunder, jelaskan hasil dan signifikansinya
Hasil dari pengukuran nilai peningkatan agility beserta nilai selisihnya setelah
intervensi adalah sebagai berikut.
Uji normalitas dan uji homogenitas
Untuk mengetahui apakah pada awal penelitian antara kelompok perlakuan 1 dan
kelompok perlakuan 2 berangkat dari satu kondisi yang sama, maka peneliti melakukan
uji normalitas antara dua kelompok perlakuan dengan menggunakan saphiro-wilk test
karena sampel kurang dari 30 orang. Sedangkan, untuk mengetahui varian dari
kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2, maka dilakukan uji homogenitas
dengan menguji uji levene’s test. Untuk mendapatkan gambaran dari distribusi data
nilai peningkatan agility setelah latihan pada kelompok perlakuan 1 dan kelompok
perlakuan 2 dapat dilihat dalam tabel 4 dibawah ini :
H0 : latihan lari zigzag tidak dapat meningkatkan agility pada anak perempuan usia 10-
12 tahun
Ha : latihan lari zigzag dapat meningkatkan agility pada anak perempuan usia 10-12
tahun
(α= 0,05)
Maka H0 ditolak, dan Ha diterima. Jadi lari zigzag dapat meningkatkan agility pada
anak perempuan usia 10-12 tahun.
Apakah memang benar latihan skipping dapat meningkatkan agility pada anak
perempuan usia 10-12 tahun ?
H0 : latihan skipping tidak dapat meningkatkan agility pada anak perempuan usia 10-
12 tahun
Ha : latihan skipping dapat meningkatkan agility pada anak perempuan usia 10-12
tahun
(α= 0,05)
Maka H0 ditolak, dan Ha diterima. Jadi latihan skipping dapat meningkatkan agility
pada anak perempuan usia 10-12 tahun.
H0 : latihan lari zigzag tidak lebih baik dari pada latihan skipping untuk meningkatkan
agility pada anak perempuan usia 10-12 tahun
Ha : latihan lari zigzag lebih baik daripada latihan skipping untuk meningkatkan agility
pada anak perempuan usia 10-12 tahun
(α= 0,05)
Maka memang benar latihan lari zigzag lebih baik daripada latihan skipping untuk
meningkatkan agility pada anak perempuan usia 10-12 tahun.
2. Batasan studi, bagaimana menyelesaikan sumber bias, apakah ada masalah presisi
Meskipun penelitian tersebut sudah dapat mencapai tujuannya, namun terdapat
beberapa batasan yang tidak dapat dihindari. Pertama, bisa dilihat dari jumlah sampel
yang diambil dalam penelitian tersebut yaitu sebesar 20 sampel, dimana jumlah
tersebut terpaut kecil yaitu kurang dari 30 sampel, sehingga sampel tidak representatif
atau kurang mewakili populasi.
Selain itu, dalam penelitian tersebut dasar pengambilan keputusan terhadap hasil uji
statistik hanya berdasarkan niali P value. Seharusnya pengambilan keputusan terhadap
hasil uji statistinya juga harus melihat nilai confidence interval. Dimana nilai confident
interval penting dilihat agar dapat mengetahui rentang nilai dipopulasi, mengetahui
arah hubungan dan menyimpulkan hasil uji statistik.
Sumber bias tersebut dapat diatasi dengan memperbesar besar sampel yang digunakan
dalam penelitian tersebut agar lebih representatif atau dapat mewakili populasi.
Kemudian lebih memperhatikan dasar pengambilan keputusan hasil uji statistik yaitu
tidak hanya menggunakan P value namun melihat nilai Confident interval juga agar
penelitian tersebut dapat diterapkan dalam populasi lain yang memiliki karakteristik
yang sama atau mendapatkan validitas eksternal yang tinggi.
Pada penelitian tersebut, peneliti tidak mencantumkan presisi dengan jelas contohnya
pada pengukuran berat badan tidak dijelaskan alat ukur yang digunakan secara spesifik.