Anda di halaman 1dari 5

FROZEN SHOULDER

 ANATOMI
 Sendi glenohumeral dibentuk oleh fossa glenoidalis scapula dan
caput humeri termasuk sendi tipe socket join
 Sudut bulatan caput humeri 180 sedangkan fossanya 160 jadi ada
caput yang tidak dilindung fossa sehingga sendi tidak stabil dan
perlu stabilitator seperti ligamen, otot, kapsul sendi
 Ligamen di sendi glenohumeral ada
 Lig coracohumeral
 Glenohumeral
 Otot-otot pembungkus sendi glenohumeral terdiri dari
 m. Supraspinatus : memfiksasi caput humeri pada fossa
glenoidalis scapula & abduksi
 m. Infraspinatus : eksorotasi
 m. teres minor : eksorotasi
 m.subscapularis : endorotasi
 Gerakan sendi glenohumeral
 Fleksi : deltoid anterior, supraspinatus, caput humeri slide ke
posterior inferior
 Ekstensi : lattisimus dorsi, teres mayor, caput humeri slide
ke anterior superior
 Abduksi : lattisimus dorsi, pectoralis mayor
 Adduksi : lattisimus dorsi, pectoralis mayor, teres mayor
 Eksternal rotasi : teres mayor, deltoid anterior, subscapularis
 Internal rotasi : teres minor, deltoid posterior, infraspinatus
 DEFINISI
 Frozen shoulder atau adhesive capsulitis adalah gangguan berupa
rasa nyeri dan kaku di area bahu. Kondisi ini menyebabkan
terbatasnya pergerakan bahu hingga terkadang tidak dapat
digerakkan sama sekali. Frozen shoulder umumnya muncul dan
memburuk secara bertahap, serta dapat berlangsung selama 1-3
tahun.
 Frozen shoulder adalah kekauan pada sendi glenohumeral yang
dihasilkan dari jaringan non-kontraktil kecuali jika berdampingan
dengan lesi pada jaringan non-kontraktil. Gerakan aktif atau pasif
dapat menimbulkan nyeri dan mengakibatkan keterbatasan lingkup
gerak sendi. Pada gerakan pasif mobilisasi terbatas pada pola
kapsuler yaitu eksrotasi lebih terbatas dari abduksi lebih
terbatas endorotasi.
 GEJALA
 Gejala frozen shoulder umumnya berkembang perlahan dalam tiga
tahapan, yang setiap tahapannya bisa berlangsung selama
beberapa bulan, yaitu:
 Tahap pertama atau freezing stage. Bahu mulai terasa
nyeri tiap digerakkan dan pergerakan bahu mulai terbatas.
Periode ini biasanya berlangsung 2-9 bulan.
 Tahap kedua atau frozen stage. Nyeri mulai berkurang,
namun bahu menjadi makin kaku atau tegang sehingga sulit
digerakkan. Periode ini bisa berlangsung selama 4 bulan
hingga 1 tahun.
 Tahap ketiga atau thawing stage. Pada periode ini, kondisi
dan gerakan bahu mulai membaik. Tahap ini umumnya
terjadi dalam 1 hingga 3 tahun.

 ETIOLOGI
 Usia dan Jenis kelamin
 Frozen shoulder paling sering terjadi pada orang berusia 40-
60 tahun dan biasanya wanita lebih banyak terkena dari
pada pria.
 Gangguan endokrin
 Penderita diabetes mellitus beresiko tinggi terkena,
gangguan endokrin yang lain misalnya masalah thyroid
dapat pula mencetuskan kondisi ini (Donatelli, 2004).
 Trauma sendi
 Pasien yang memiliki riwayat pernah mengalami cedera
pada sendi bahu atau menjalani operasi bahu (seperti
tendinitis bicipitalis, inflamasi rotator cuff, fraktur) dan
disertai imobilisasi sendi bahu dalam waktu yang lama akan
beresiko tinggi mengalami frozen shoulder (Donatelli, 2004)
 Kondisi sistemik
 Beberapa kondisi sistemik seperti penyakit jantung dan
Parkinson dapat meningkatkan resiko terjadinya frozen
shoulder (Donatelli, 2004).
 Aktivitas
 Beberapa kegiatan umum termasuk latihan beban, olahraga
aerobik, menari, golf, renang, permainan raket seperti tenis
dan badminton, dan olahraga melempar, bahkan panjat
tebing telah diminati banyak orang. Orang lainnya ada juga
yang meluangkan waktu untuk belajar dan bermain alat
musik. Semua kegiatan ini dapat menuntut kerja yang luar
biasa pada otot dan jaringan ikat pada sendi bahu. Demikian
pula, diperlukan berbagai lingkup gerak sendi dan
penggunaan otot tubuh bagian atas dan bahu yang sangat
spesifik dan tepat untuk setiap kegiatan. Akibat dari
peningkatan jumlah individu dari segala usia terlibat dalam
berbagai kegiatan tersebut, gangguan sendi bahu seperti
frozen shoulder sekarang muncul dengan frekuensi yang
lebih besar
 PATOLOGI
 Banyak yang mengatakan bahwa frozen shoulder ini terjadi karena
adanya peradangan di membran sinovialnya sehingga
menyebabkan kontraktur pada ligamen coracohumeral, penebalan
di ligamen glenohumeral, dan hilangnya lipatan ketiak yang normal.
Kontraktur pada ligamen coracohumeral ini membatasi pasif
movement dari sendi glenohumeral terutama pada gerakan
eksorotasi. Rasa nyeri yang dirasakan ini membuat seseorang
menjadi takut untuk menggerakkan bahunya dan ini yang menjadi
awal dari frozen shoulder. Untuk peradangannya sendiri masih
tidak diketahui apa penyebabnya tapi dikatakan kemungkinan ada
beberapa faktor pemicunya, contohnya usia dikatakan seseorang
dengan usia lebih dari 40 berisiko mengalami frozen shoulder dan
pada kasus dimana pasien berusia 60 tahun, selain itu pasien juga
memiliki riwayat diabetes mellitus type 2 ini juga bisa menjadi salah
satu faktor pemicunya. Dan yang terakhir dikatakan pasien pernah
jatuh di atas es tapi tidak terlalu dijelaskan apakah saat jatuh itu
sampai menimbulkan cedera pada bahunya atau tidak, tapi kalau
iya kemungkinan juga bisa diakibatkan dari trauma sendi/ trauma
akibat cedera bahunya yang bisa memicu peradangan tersebut.
Tapi kembali lagi untuk patologi pastinya masih belum bisa diketaui
 INTERVENSI
 TAHAP 1
 Distraksi grade II
 Fungsi : mengurangi nyeri, meningkatkan lubrikasi
pada sendi
 Posisi pasien : telentang dengan abduksi shoulder
35-40^
 Posisi terapi : disamping kiri pasien dengan kedua
thumb diletakkan di caput humeri dengan posisi
mengenggam lengan. Upper arm terapis gunakan
sebagai stabilitator gerakan abduksi pasien
 Grade II : slow, amplitudo lebih besar kapsul sendi
mengalami regangan tapi belum limit
 Cara : Kedua tangan terapis memegang humeri
sedekat mungkin dengan sendi, kemudian melakukan
distraksi ke arah latero-ventro-cranial. Lengan bawah
pasien relaks disangga lengan bawah terapis. Lengan
bawah terapis yang berlainan sisi mengarahkan
gerakan (Syatibi, 2002). Traksi dipertahankan selama
tujuh detik, diulangi sebanyak delapan kali.
 Gliding grade II-IV Ke inferior (caudal)
Metode glide dapat menghasilkan efek penguluran dan
pelepasan adhesive pada kapsul ligamen shoulder sehingga
dapat terjadi peningkatan luas gerak sendi shoulder.
 Fungsi : memperbaiki/ meningkatkan gerakan abduksi
shoulder
 Posisi pasien : telentang dengan lengan pasien
diposisikan abduksi shoulder pada ROM yang ada.
 Posisi terapi : disamping kiri pasien dengan satu
tangan fisioterapis berada di atas caput humeri
pasien untuk gerakan glide dan satu tangan
fisioterapis lainnya menyanggah lengan pasien
dengan memegang elbow sisi medial pasien untuk
gerakan abduksi.
 Grade II : slow, amplitudo lebih besar kapsul sendi
mengalami regangan tapi belum limit
 Grade III : slow, amplitudo lebih besar, kapsul
mengalami tegang dan pada batas limit
 Grade IV : slow, amplitude lebih kecil, kapsul
mengalami teregang dan batas limit (High Grade
terutama berfungsi untuk peregangan peri articular
tissue)
 Cara : Instruksikan pasien untuk relaks, Satu tangan
fisioterapis melakukan gliding kearah caudal
sementara tangan fisioterapis lainnya melakukan
gerakan kearah abduksi, Dosis yang diberikan adalah
gerak glide dan fisiologis sebanyak 5 kali repetisi, 2
set, mulai grade 2 sampai 4.
 Gliding grade II-IV Ke posterior
 Fungsi : memperbaiki/ meningkatkan gerakan
fleksi&internal rotasi shoulder
 Posisi pasien : tidur terlentang dengan handuk
diberikan di bawah scapula, lengan pasien di luar
bed.
 Posisi terapi : disamping kiri pasien dengan satu
tangan fisioterapis berada di atas caput humeri
bagian anterior (untuk gerak glide) dan satu tangan
lainnya memegang elbow pasien sambil menyanggah
lengannya.
 Grade II : slow, amplitudo lebih besar kapsul sendi
mengalami regangan tapi belum limit
 Grade III : slow, amplitudo lebih besar, kapsul
mengalami tegang dan pada batas limit
 Grade IV : slow, amplitude lebih kecil, kapsul
mengalami teregang dan batas limit (High Grade
terutama berfungsi untuk peregangan peri articular
tissue)
 Cara : Instruksikan pasien untuk relaks, Satu tangan
fisioterapis melakukan gerakan glide kearah dorsal
sambil tangan lainnya menggerakkan lengan kearah
fleksi + internal rotasi shoulder, Dosis yang diberikan
adalah gerak glide dan fisiologis sebanyak 5 kali
repetisi, 2 set, mulai grade 2 sampai 4.
 Gliding grade II-IV Ke posterior dengan eksternal rotasi
 Posisi pasien terapis dan cara pelaksanaanya sama
seperti sebelumnya dengan ditambahkan posisi
lengan eksternal rotasi
 Gliding ke posterior dan inferior akan meregangkan
otot-otot rotator cuff serta meningkatkan elastisitas
jaringan kontraktil dan non kontraktil antero inferior
sendi glenohumeralis. Peningkatan ROM eksorotasi
akan mempengaruhi peningkatan abduksi dan elevasi
sendi glenohumeralis, diikuti oleh peningkatan
akvitias fungsional
 TAHAP 2
Manual terapi kembali diberikan pada pasien untuk
memobilisasi sendi glenohumeral kiri khususnya untuk
meningkatkan kemampuan gerakkan eksternal rotasi, abduksi,
fleksi, dan scaption. Manual terapi yang diberikan antara lain :
 Manual terapi tahap 1 dengan posisi miring
 Melakukan gerakan eksternal rotasi posisi berdiri
 Melakukan gerakan horizontal abduksi
 TAHAP 3
 Pasien melakukan active assistive exercise pada bahu kiri
yang terdiri dari gerakan fleksi dan scaptionpada posisi tidur
telentang yang dilakukan 15 kali repetisi pada masing-
masing gerakkan

Anda mungkin juga menyukai