Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Apoptosis dan Neekrosis
Apoptosis adalah mekanisme kematian sel yang terprogram yang
penting dalam berbagai proses biologi. Berbeda dengan nekrosis, yang
merupakan bentuk kematian sel sebagai akibat sel yang terluka akut,
apoptosis terjadi dalam proses yang diatur sedemikian rupa yang secara
umum memberi keuntungan selama siklus kehidupan suatu organisme.
Contohnya adalah pada diferensiasi jari manusia selama perkembangan
embrio membutuhkan sel-sel di antara jari-jari untuk apoptosis sehingga
jari-jari dapat terpisah

2.1.1 Apoptosis
Apoptosis memiliki peranan penting dalam fenomena biologis,
proses apoptosis yang tidak sempurna dapat menyebabkan timbulnya
penyakit yang sangat bervariasi. Terlalu banyak apoptosis menyebabkan
sel mengalami kekacauan, sebagaimana terlalu sedikit apoptosis juga
menyebabkan proliferasi sel yang tidak terkontrol (kanker). Beberapa
contoh penyakit yang ditimbulkan karena apoptosis yang tidak sempurna
antara lain:
a. Penyakit autoimun disebabkan karena sel T/B yang autoreaktif terus
menerus.
b. Neurodegeneration, seperti pada penyakit Alzheimer dan Parkinson,
akibat dari apoptosis prematur yang berlebihan pada neuron di otak.
Neuron yang tersisa tidak mempunyai kemampuan untuk meregenerasi
sel yang hilang.
c. Stroke iskemik, aliran darah ke bagian-bagian tertentu dari otak dibatasi
sehingga dapat menyebabkan kematian sel saraf melalui peningkatan
apoptosis.
d. Kanker, sel tumor kehilangan kemampuannya untuk melaksanakan
apoptosis sehingga proliferasi sel meningkat.
2.1.1.1 Fungsi apoptosis
a. Sel yang rusak atau terinfeksi
Apoptosis dapat terjadi secara langsung ketika sel yang rusak tidak
bisa diperbaiki lagi atau terinfeksi oleh virus. Keputusan untuk melakukan
apoptosis dapat berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan di sekitarnya,
atau dari sel yang merupakan bagian sistem imun. Jika kemampuan sel
untuk ber-apoptosis rusak atau jika inisiasi apotosis dihambat, sel yang
rusak dapat terus membelah tanpa batas, berkembang menjadi kanker.
b. Respon terhadap stress atau kerusakan DNA
Kondisi stress sebagaimana kerusakan DNA sel yang disebabkan
senyawa toksik atau pemaparan sinar ultraviolet atau radiasi ionisasi
(sinar gamma atau sinar X), dapat menginduksi sel untuk memulai proses
apoptosis. Contohnya pada kerusakan genom dalam inti sel, adanya
enzim PARP-1 memacu terjadinya apoptosis. Enzim ini memiliki peranan
penting dalam menjaga integritas genom, tetapi aktivasinya secara
berlebihan dapat menghabiskan ATP, sehingga dapat mengubah proses
kematian sel menjadi nekrosis (kematian sel yang tidak terprogram).
c. Homeostasis
Homeostasis adalah suatu keadaan keseimbangan dalam tubuh
organisme yang dibutuhkan organisme hidup untuk menjaga keadaan
internalnya dalam batas tertentu. Homeostasis tercapai saat tingkat
mitosis (proliferasi) dalam jaringan seimbang dengan kematian sel. Jika
keseimbangan ini terganggu dapat terjadi :
1. sel membelah lebih cepat dari sel mati.
2. sel membelah lebih lambat dari sel mati.
2.1.1.2 Mekanisme apoptosis
Mekanisme apoptosis sangat kompleks dan rumit. Secara garis
besarnya apoptosis dibagi menjadi 4 tahap, yaitu :
1. Adanya signal kematian (penginduksi apoptosis).
Apoptosis tidak memerlukan suatu proses transkripsi atau
translasi. Molecular machine yang dibutuhkan untuk kematian sel
dianggap mengalami dormansi dan hanya memerlukan aktivasi yang
cepat. Signal yang menginduksi apoptosis bisa berasal dari
ekstraseluler dan intraseluler.
Signal ekstraseluler contohnya hormon hormon. Hormon tiroksin
menginduksi apoptosis pada ekor tadpole. Apoptosis juga bisa dipicu
oleh kurangnya signal yang dibutuhkan sel untuk bertahan hidup seperti
growth factor. Sel lain, sel berhubungan dengan sel yang berdekatan
juga bisa memberikan signal untuk apoptosis.
Signal intraseluler misalnya radiasi ionisasi, kerusakan karena
oksidasi radikal bebas, dan gangguan pada siklus sel. Kedua jalur
penginduksi tersebut bertemu di dalam sel, berubah menjadi famili
protein pengeksekusi utama yang dikenal sebagai caspase. Sel yang
berbeda memberikan respon yang berbeda terhadap penginduksi
apoptosis. Misalnya sel splenic limfosit akan mengalami apoptosis saat
terpapar radiasi ionisasi, sedangkan sel myocyte tidak mengalami
apoptosis untuk pemaparan yang sama.
2. Tahap integrasi atau pengaturan (transduksi signal, induksi gen
apoptosis yang berhubungan, dll)
Signal kematian dihubungkan dengan pelaksanaan apoptosis oleh
tahap integrasi atau pengaturan. Pada tahap ini terdapat molekul
regulator positif atau negatif yang dapat menghambat, memacu,
mencegah apoptosis sehingga menentukan apakah sel tetap hidup
atau mengalami apoptosis (mati).
Apoptosis diperantarai oleh famili protease yang disebut caspase,
yang diaktifkan melalui proteolisis dari bentuk prekursor inaktifnya
(zymogen). Caspase merupakan endoprotease yang memiliki sisi aktif
Cys (C) dan membelah pada terminal C pada residu Asp, oleh karena
itu dikenal sebagai Caspases (Cys containing Asp specific protease).
Saat ini telah ditemukan 13 anggota famili caspases pada
manusia. Beberapa anggota famili caspase yang terlibat dalam
apoptosis dibedakan menjadi 2 golongan. Golongan yang pertama
terdiri dari caspase 8, 9,10 yang mengandung prodomain yang panjang
pada terminal N, fungsinya sebagai inisiator dalam proses kematian
sel. Golongan yang kedua terdiri dari caspase 3, 6, 7 yang
mengandung prodomain yang pendek dan berfungsi sebagai efektor,
membelah berbagai substrat yang mati yang pada akhirnya
menyebabkan perubahan morfologi dan biokimia yang tampak pada sel
yang mengalami apoptosis. Molekul efektor lain dalam apoptosis
adalah Apaf-1 (apoptotic protease activating factor) bersama sitokrom c
mengambil pro-caspase 9 di ATP-dependent manner, dan menstimulasi
proses perubahan pro-caspase 9 menjadi caspase 9.
Regulator apoptosis yang lain adalah anggota famili Bcl-2. Saat
ini ada 18 anggota famili Bcl-2 yang telah diidentifikasi, dan dibagi ke
dalam 3 grup berdasarkan strukturnya. Anggota grup pertama diwakili
oleh Bcl-2 dan Bcl-xL yang berfungsi sebagai anti-apoptosis. Anggota
grup kedua diwakili oleh Bax dan Bak (Bcl-2 associated killer),
sebagaimana anggota grup yang ketiga yaitu Bid (a novel BH3 domain-
only death agonist) dan Bad (the Bcl-2 associated death molecule),
merupakan molekul pro-apoptosis.
ICE (Interleukin Converting Enzim) secara normal tidak terlibat
dalam apoptosis, tetapi aktivasi tiruannya dalam sel mamalia, dapat
mendorong ke arah tersebut. Masing-masing caspase mempunyai
urutan yang sama, dirancang untuk membelah, maka menjadi jelas
caspase membelah satu sama lain dalam suatu jalur mekanisme
pengaktifan.
Dua rangkaian caspase saling melibatkan. Yang satunya
menginisiasi proses aktivasi caspase lainnya. Pertanyaannya siapa
yang mengaktifkan caspase yang pertama? Tampak meragukan,
sampai peneliti menemukan bahwa caspase dapat diaktifkan jika
mereka mengumpul pada konsentrasi kritik. Ini bisa terjadi oleh ikatan
molekul signal bunuh diri di permukaan sel. Perubahan konformasi
reseptor dapat mendorong ke arah agregasi dari molekul reseptor
permukaan dengan serentak dengan agregasi caspases intraseluler
reseptor agregasi.
Target Caspase
Apoptosis melibatkan:
1. memadatkan inti sel
2. memadatkan dan membagi-bagi sitoplasma ke dalam selaput ikat
badan apoptotis
3. rusaknya kromosom ke dalam fragmen yang berisi berbagai
nukleosom
Target protein pada umumnya harus protein lain, suatu DNA
endonuklease. Ketika protein target pecah, DNase bebas untuk
berpindah tempat ke inti dan mulai pelaksanaan. Perubahan dalam
apoptosis terjadi ketika caspase 3 membelah gelsolin, suatu protein
dilibatkan dalam pemeliharaan morfologi sel. Gelsolin yang dibelah
membelah actin filamen di dalam sel. Protein yang lain diperlukan untuk
membentuk badan apopotic: suatu kinase yang disebut p21-activated
kinase 2 (PAK-2). Kinase ini diaktifkan oleh caspase-3 dengan
proteolisis terbatas.
3. Tahap pelaksanaan apoptosis (degradasi DNA, pembongkaran sel, dll)
Sinyal apoptosis bisa terjadi secara intraseluler dan ekstraseluler.
Jalur ekstrinsik (ekstraseluler) diinisiasi melalui stimulasi dari reseptor
kematian (death receptor) sedangkan jalur intrinsik diinisiasi melalui
pelepasan faktor signal dari mitokondria dalam sel.
Peristiwa apoptosis jalur ekstrinsik dimulai dari adanya
pelepasan molekul signal yang disebut ligan oleh sel lain tetapi bukan
berasal dari sel yang akan mengalami apoptosis. Ligan tersebut
berikatan dengan death receptor yang terletak pada transmembran sel
target yang menginduksi apoptosis. Death receptor yang terletak di
permukaan sel adalah famili reseptor TNF (Tumor Necrosis Factor),
yang meliputi TNF-R1, CD 95 (Fas), dan TNF-Related Apoptosis
Inducing Ligan (TRAIL)-R1 dan R2.
Ligan yang berikatan dengan reseptor tersebut akan
mengakibatkan caspase inisiator 8 setelah membentuk trimer dengan
adaptor FADD (Fas Associeted Death Domain). Kompleks yang
terbentuk antara ligan-reseptor dan FADD disebut DISC (Death
Inducing Signaling Complex). CD 95, TRAIL-R1 dan R2 terikat dengan
FADD, sedangkan TNF-R1 terikat secara tidak langsung melalui
molekul adaptor lain, yaitu : TNF-Reseptor Associeted Death Domain
protein (TRADD).
Stress mitokondria yang menginduksi apoptosis jalur intrinsik
disebabkan oleh senyawa kimia atau kehilangan faktor pertumbuhan,
sehingga menyebabkan gangguan pada mitokondria dan terjadi
pelepasan sitokrom c dari intermembran mitokondria. Protein capcase-
8 akan memotong anggota famili Bcl-2 yaitu Bid. Kemudian Bid yang
terpotong pada bagian ujungnya akan menginduksi insersi Bax dalam
membran mitokondria dan melepaskan molekul proapoptotik seperti
sitokrom c, Samc/Diablo, Apoptosis Inducing Factor (AIF), dan
omi/Htr2. dengan adanya dATP akan terbentuk kompleks antara
sitokrom c, APAF1 dan caspase 9 yang disebut apoptosom.
Selanjutnya, capcase 9 akan mengaktifkan downstream procaspase-3.
Protein caspase 3 yang aktif memecah berbagai macam substrat,
diantaranya enzim DNA repair seperti poly-ADP Ribose Polymerase
(PARP) dan DNA protein kinase yaitu protein struktural seluler dan
nukleus, termasuk aparatus mitotik inti, lamina nukleus, dan aktin serta
endonuklease, seperti Caspase-Aktivated Deoxyribonuklease Inhibitor
(ICAD) dan konstituen seluler lainnya. Selain itu, caspase 3 juga
mempunyai kemampuan untuk mengaktifkan caspese lainnya, seperti
procaspase-6 dan procaspase-7 yang memberikan amplifikasi terhadap
kerusakan seluler.
Adanya seluler stres meningkatkan ekspresi dari protein p53 yang
mengakibatkan terjadinya GI arrest atau apoptosis. Anggota dari
apoptosis Stimulating Protein p53 (ASPP) yaitu ASPP 1 dan ASPP 2
secara spesifik menstimulasi fungsi transsktivasi p53 pada promotor
gen proapoptotik seperti Bax dan p53 Inducible Gene 3 (PIG 3), tapi
tidak pada promotor gen yang menyebabkan cell cycle arrest, yaitu p21
dan MDM2.
a. Tahapan apoptosis jalur ekstrinsik/deatch receptor pathway
Jalur ini khas pada sistem imun dan digunakan untuk
menghilangkan sel T yang aktif pada akhir dari respon imun. Jalur ini
terutama diperantarai oleh perforin / granzyme. Tahap-tahap apoptosis
dalam death receptor pathway :
1) Ikatan antara FasL, suatu TNF (Tumor Necrosis Factor) dengan
reseptornya.
TNF adalah molekul penginduksi interseluler yang berupa
asam amino-157, dihasilkan terutama oleh makrofag yang
teraktivasi, merupakan mediator apoptosis ekstrinsik utama. Ada 2
macam reseptor untuk TNF yaitu TNFR-1 dan TNFR-2. TNF yang
berikatan dengan TNFR-1 yang dapat menginisiasi jalur aktivasi
caspase. Fas (Apo-1 atau CD 95) adalah reseptor untuk signal
apoptosis ekstrinsik lain pada membran sel, dan termasuk famili
reseptor TNF. FasL (Fas ligan) adalah protein yang berikatan
dengan Fas untuk mengaktifkan jalur Fas. Fas merupakan protein
transmembran yang juga termasuk famili TNF.
2) Ikatan FasL dengan Fas menginduksi reseptor untuk mengelompok
(trimerisasi)

3) Pengikatan FADD (Fas associated death domain protein) pada


domain kematian (death domain).
4) DED (death effector domain) dari FADD mengikat pro-caspase 8.
Kompleks yang terbentuk disebut DISC (death-inducing signaling
complex), kompleks ini mengaktivasi pro-caspase 8.
5) Caspase 8 yang teraktivasi (heterotetramer) dilepaskan dari DISC
ke sitoplasma. Caspase 8 termasuk caspase inisiator yang akan
mengaktivasi caspase eksekutor terutama melalui pro-caspase 3

b. Intrinsik (Mitocondrial) Pathway


Riset mengindikasi keterlibatan mitokondria dalam jalur apoptotis.
Sitokrom c, suatu heme protein yang bertindak sebagai suatu pembawa
elektron dalam fosforilasi oksidasi mitokondria, pemberhenti elektron
cytochrome C oxidase atau kompleks IV, keluar intermembran dan
mengikat protein sitoplasmik yang disebut Apaf-1. Yang kemudian
mengaktikan suatu inisiator caspase-9 di sitoplasma.
Protein ini keluar mitokondria setelah perubahan potensiasi
eletrokimia di membran. Perubahan potensial menyebabkan
terbukanya suatu kanal yang non-spesifik dalam membran yang
permeabel, terdiri atas dua protein selaput bagian dalam (adenine
nucleotide translocator-ANT) dan suatu protein bagian luar (porin, yang
voltage-gated-kanal anion VDAC). Protein ini bertindak bersama-sama,
kemungkinan pada sisi luar dan sisi dalam terjadi kontak. Saluran ini
dapat dilewati zat yang memiliki bobot molekular kurang dari 1500.
Perubahan gradien proton menyebabkan oksidasi dan foforilasi di
mitokondria perubahan kekuatan ion menyebabkan pembekakan
matriks. Karena sisi bagian dalam sangat kusut dan memilki luas
permukaan jauh lebih besar dibanding selaput yang luar, bengkak pada
matriks mengarah rusaknya sisi luar, sehingga sitokrom c dan Apaf-1
keluar masuk sitoplasma.
Jalur ini biasa diaktifkan dalam respon stimulus letal yang lain
seperti pengrusakan DNA, stress oksidatif, dan hipoksia. Mitokondria
mengandung faktor pro-apoptosis seperti sitokrom c dan AIF (apoptosis
inducing factors). Keduanya merupakan substrat yang berbahaya, akan
tetapi tersimpan aman dalam mitokondria. Saat keduanya dilepaskan
ke sitoplasma dapat mengaktifkan jalur aktivasi caspase. Pelepasannya
diatur oleh famili Bcl-2 yang terikat dengan mitokondria, yaitu Bax dan
Bad.
Sitokrom c dalah protein heme yang berperan sebagai pembawa
elektron yang larut dalam air dalam fosforilasi oksidatif mitokondria. Bila
terjadi kumparan elektron melalui sitokrom c oxidase atau kompleks IV,
adanya perubahan kekuatan ion menyebabkan gelombang matriks.
Saat membran dalam mitokondria memiliki permukaan yang lebih luas
dibanding membran luar maka gelombang matriks menyebabkan
nonspecific inner membrane permeability transition pore terbuka
sehingga sitokrom c keluar ke sitoplasma. Sitokrom c yang keluar ke
sitoplasma kemudian berikatan dengan Apaf-1 membentuk CARD
(Caspase Recruitment domain). Beberapa CARD bergabung
membentuk kompleks apoptosome kemudian mengikat pro-caspase 9
dan mengaktivasinya menjadi caspase 9 (caspase inisiator). Caspase 9
ini akan mengaktivasi procaspase-3 menjadi caspase 3 yang
merupakan caspase efektor yang melaksanakan apoptosis.

Caspase memecah protein menyebabkan inti sel pecah. Protein


yang merupakan target caspase biasanya terikat dengan protein lain,
yaitu sebuah DNA endonuklease. Saat protein pecah, DNase bebas
bermigrasi ke nukleus dan memecahnya. Perubahan membran terjadi
saat caspase 3 memecah gelsolin, suatu protein yang terlibat dalam
pemeliharaan morfologi sel. Gelsolin yang terpecah akan membelah
filamen aktin di dalam sel. Caspase 3 juga mengaktivasi kinase yang
disebut p21-activated kinase 2 (PAK 2) melalui proteolisis. PAK2
termasuk protein yang dibutuhkan dalam membentuk apoptotic body.
Selama apoptosis mitokondria mengalami perubahan yang
disebabkan oleh :
1) Gangguan oksidasi-fosforilasi dan transport elektron karena radiasi
dan adanya second messenger tertentu seperti ceramide.
2) Perubahan dalam potensial redoks sel dan turunan Reactive
Oxygen Species (ROS).
3) Kerusakan DNA.
4) Kerusakan DNA memacu ekspresi protein yang dikenal sebagai
p53. protein ini menyebabkan penghambatan pembelahan sel atau
apoptosis, dimana keduanya akan mnjaga sel dari menjadi sel
tumor. Oleh karena itu gen p53 adalah gen tumor suppressor.
5) Peningkatan ion Ca2+ intraseluler melalui tranduksi signal.
Death Receptor Pathway dan Mitocondrial Pathway bertemu saat
caspase inisiator (caspase 8, 9, 10) menghasilkan aktivasi caspase
efektor (caspase 3, 6, 7).

Gambar Pertemuan Death ReceptorPathway dan Mitocondrial Pathway

4. Fagositosis.
Sel yang terfragmentasi menjadi apoptotic body mengeluarkan signal
“eat me” yang dikenali oleh fagosit. Ada 2 macam fagosit, yaitu :
• Fagosit professional, contohnya sel makrofag.
• Fagosit semiprofesional, sel tetangga dari sel yang mengalani
apoptosis. Adanya sel-sel fagosit ini dapat menjamin tidak timbulnya
respon inflamasi setelah terjadinya apoptosis.
Sel fagosit juga harus dihilangkan setelah aktif bekerja. Sel imun aktif
mulai mengekspresikan Fas beberapa hari setelah aktivasi,
mentargetkannya untuk eliminasi. Beberapa sel yang stress dapat
mengekspresikan Fas dan FasL lalu digunakan untuk bunuh diri. Akan
tetapi sebagian besar hanya dapat mengekspresikan Fas, sedangkan
FasL diekspresikan terutama oleh sel T aktif.

Penginduksi apoptosis dikategorikan dalam 3 grup, yaitu faktor


kematian, obat anti-kanker yang genotoksik, factor deprivation. Fas ligan,
salah satu contoh faktor kematian, berikatan dengan reseptor Fas,
menyebabkan trimerisasi. Domain kematian yang mengalami trimerisasi
dalam sitoplasma mengikat pro-caspase 8 melalui FADD/MORT1
membentuk DISC. Pro-caspase 8 mengalami autoaktivasi pada DISC
menjadi bentuk enzim yang aktif. Ada 2 jalur aktivasi caspase 3 melalui
caspase 8 :
a. Caspase 8 secara langsung mengubah pro-caspase 3 menjadi caspase
3. Caspase 3 membelah berbagai protein sel termasuk ICAD sehingga
CAD dilepaskan dari ICAD, lalu mendegradasi kromosom DNA.
b. Caspase 8 membelah Bid, molekul pro-apoptosis yang termasuk famili
Bcl-2, yang kemudian ditranslokasikan ke mitokondria untuk
melepaskan sitokrom c ke sitosol. Bcl-2 atau Bcl-xl, molekul anti-
apoptosis, dapat menghambat pelepasan sitokrom c dengan
mekanisme yang belum diketahui dengan pasti. Sitokrom c bersama
Apaf-1 mengaktifkan Caspase 9, dimana caspase 9 kemudian
mengaktifkan caspase 3. Caspase 3 membelah berbagai protein sel
termasuk ICAD sehingga CAD dilepaskan dari ICAD lalu mendegradasi
kromosom DNA.

Obat anti-kanker yang genotoksik seperti etoposida dan radiasi γ


menyebabkan kerusakan kromosom DNA. Signal tersebut ditransfer ke
mitokondria oleh p53 melalui mekanisme yang belum diketahui. Hal ini
dapat menyebabkan pelepasan sitokrom c dari mitokondria dan
mengaktifkan caspase 9 seperti dijelaskan di atas.
Apoptosis yang diinduksi oleh factor deprivation dapat dipelajari
dengan baik menggunakan IL-3 dependent myeloid cell lines. Dengan
keberadaan IL-3, signal dari reseptor IL-3 menyebabkan fosforilasi Bad,
molekul pro-apoptosis famili Bcl-2. Bad yang terfosforilasi tertangkap oleh
adaptor 14-3-3. Bila IL-3 sudah tidak ada lagi maka Bad yang tak
terfosforilasi dilepaskan dari 14-3-3, lalu ditranslokasikan ke mitokondria
untuk melepaskan sitokrom c untuk mengaktifkan caspase 9.
2.1.1.3 Pengendalian Apoptosis
Haruslah jelas sel menjaga kontrol caspases. Dua spesies untuk
menginhibisi apoptosis adalah protein mitochondrial Bcl-2 dan Bcl-xL,
yang dapat menghalangi pelepasan sitokrom c dari mitokondria. Protein
keluarga Bcl mempunyai suatu gugus hidrofob dan terikat di sisi luar
permukaan mitokondria dan organel lain seperti inti dan retikulum
endoplasma. Protein ini mampu membentuk kanal ion di liposom.
Sejauh ini 15 anggota keluarga ini (ced-9 yang dihubungkan dengan
C. elegans) telah ditemukan di manusia. Bcl-2 dapat juga mengikat Apaf-1
dan menghalangi pengaktifan inisiasi caspase 9. Bcl-2 diatur oleh
perubahan ekspresi gen Bcl-2, dengan post-translational fosforilasi oleh
kinase, atau oleh pecahnya caspase. Kelebihan ekpresi Bcl-2 dapat
menyebabkan suatu sel menjadi suatu sel tumor. Anggota lain keluarga,
BAX dan BAD yang mengikat mitokondria dan memfasilitasi apoptosis
dengan menstimulasi pelepasan sitokrom C. Sebagai tambahan, protein
lain yang disebut IAPS (inhibitor of apoptosis) dapat menghalangi caspase
atau protein apoptotis lainnya.
2.1.1.4 Mengenali sel yang apoptosis
Sel yang mengalami apoptosis dapat diamati dengan menggunakan
mikroskop cahaya maupun mikroskop elektron melalui ciri-ciri morfologis
yang ditampakkan. Ciri-ciri tersebut antara lain :
a. Sel menjadi bulat (sirkuler). Ini terjadi karena struktur protein yang
menyusun sitoskeleton dicerna oleh enzim peptidase spesifik yang
disebut caspaspse yang telah diaktifkan di dalam sel.
b. Kromatin (DNA dan protein-protein yang terbungkus di dalam inti sel)
mulai mengalami degradasi dan kondensasi.
c. Kromatin mengalami kondensasi lebih lanjut, menjadi semakin
memadat. Pada tahap ini, membran yang mengelilingi inti sel masih
tampak utuh, walaupun caspase tertentu telah melakukan degradasi
protein pori inti sel dan mulai mendegradasi lamin yang terletak dalam
lingkungan inti sel.
d. Lingkungan dalam inti sel tampak terputus dan DNA di dalamnya
terfragmentasi (proses ini dikenal dengan karyorrhexis). Inti sel pecah
melepaskan berbagai bentuk kromatin atau unit nukleosom karena
disebabkan degradasi DNA.
e. Plasma membran mengalami blebbing.
f. Sel tersebut kemudian di’makan’ atau pecah menjadi gelembung-
gelembung yang disebut apoptotic bodies dan kemudian di’makan’.
Sel yang mengalami apoptosis juga dapat dikenali dengan :
a. Penandaan inti yang mengalami kondensasi dengan pewarna
fluorescence Hoechst atau DAPI.
b. Sel yang mengalami apoptosis mengeluarkan PS (Phosphatidil Serin)
pada permukaan ekstraselulernya, sehingga dapat ditandai dengan
annexin V yang dilabeli fluorescence. PS secara normal terdapat pada
cytosolic surface dari membran plasma (di bagian dalam membran
plasma), tetapi diredistribusikan ke permukaan ekstraseluler selama
apoptosis oleh protein hipotetik yang dikenal sebagai scramblase.
DNA yang terfagmentasi dapat dideteksi dengan TUNEL (Terminal
deoxynuclotidyltransferase-mediated UTP end labelling) atau
elektroforesis DNA yang diisolasi dalam gel agarosa. TUNEL juga dapat
digunakan untuk mendeteksi enzim yang terlibat dalam pengrusakan inti
sel.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Kumar, Vinay; Ramzi S. Cotran; Stanley L Robbins. 2007. Buku Ajar


Patologi Robbins, Ed.7, Vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Lestari, Ajeng S.P. dan Agus Mulyono. 2011. Analisis Citra Ginjal untuk
Identifikasi Sel Psikonosis dan Sel Nekrosis. Jurnal Neutrino Vol.4,
No.1, p:48-66.

Pringgoutomo, S.; S. Himawan; A. Tjarta. 2002. Buku Ajar Patologi I.


Jakarta: Sagung Seto.

Robbins & Cotran., 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (ed.7).
Mitchell, R.N., Kumar,V., Abbas, A.K., Fausto, N (editor). Jakarta:
EGC.

Sarjadi. 2003. Patologi Umum. Semarang: Badan Penerbit Universitas


Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai