Namun, dengan adanya desentralisasi ini juga membuat munculnya tikus tikus
ditingkat daerah atau dapat dikatakan beralihnya pertarungan ditingkat pusat ke daerah.
Implikasi politik lokal pada desentralisasi ini sangat terlihat pada saat pilkada (Pilihan Kepala
Desa). Terutama budaya politik lokal di indonesia masih menerapkan sisitem dinasti atau
adat. Contoh saja yang terjadi pada bupati klaten dan bupati bantul. Dimana ketika suami
terseret kasus maka untuk pemilihan pilkada selanjutnya yang akan naik adalah istrinya dan
terus bergulir seperti itu apabila istri tidak mencalonkan maka yang akan naik suami. atau
yang terjadi pada bupati pemalang Jawa Tengah, dimana suami mencalonkan bupati dan istri
mencalonkan sebagai anggota DPRD. politik lokal justru lebih rumit dan banyak manipulasi.
politik lokal sangat mudah untuk dimanipulasi khususnya pada saat pilkada, mereka yang
kaya, mereka yang mempunyai eksistensi pada daerah tersebut maka mereka pula yang aka
terpilih. masyarakat desa masih melihat dengan cara hal tersebut jadi mudah dimanipulasi
untuk memilih. lain lagi mereka yang mempunyai gelar dan berpendidikan yang ingin maju
sebagai calon bupati justru tidak terpilih.
Oleh karena itu banyak pejabat pejabat sekarang hanya bermodal eksis dan money.
bisa dihitung pejabat pejabat sekarag mungkin yang dapat dikatakan mempunyai bekal dalam
hal politik. jadi tidak heran black campaign dan money politic serinng terjadi. Kebijakan
desentralisasi hanya akan menciptakan sentral sentral kekuasaan baru didaerah dan
memunculkan perilaku korupsi, dimana korupsi ini menjadi hambatan dalam proses
demokratisasi dan penegak hukum di Indonesia. Kedepanya semoga dengan adanya
desentralisasi atau otonomi daerah dapat mensejahterakan dan mengedepankan masyarakat,
tugas dan fungsi berjalan dengan semestinya serta tidak adanya kepentingan golongan elit
saja.