Anda di halaman 1dari 4

Sarana-sarana Hubungan Industrial :

Menurut pasal 103 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur
bentuk-bentuk sarana hubungan industrial adalah:
1. Serikat pekerja/serikat buruh
Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk
pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta
melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya. Dalam melaksanakan fungsinya, serikat pekerja/serikat buruh
berhak menghimpun dan mengelola keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan
organisasi termasuk dana mogok. Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok adalah
diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh
yang bersangkutan. Adanya Serikat Pekerja bertujuan untuk beberapa hal antara lain :
▪ Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para
anggotanya.
▪ Meningkatkan dan menjamin keamanan individual dari ancaman-ancaman dan
situasi-situasi yang bisa muncul karena fluktuasi pasar, perubahan teknologi, atau
keputusan manajemen.
▪ Mempengaruhi hubungan kekuasaan dalam sistem sosial dalam cara-cara yang
mendukung dan tidak merugikan perkembangan dan tujuan serikat pekerja.
▪ Memajukan kesejahteraan semua pihak yang bekerja untuk kehidupan, baik itu
anggota serikat pekerja atau bukan.
▪ Menciptakan mekanisme untuk menangkal penggunaan kebijakan-kebijakan
dan praktik-praktik yang subyektif dan sewenang-wenang di tempat kerja.
2. Organisasi pengusaha
Sama halnya dengan pekerja, para pengusaha juga mempunyai hak dan kebebasan
untuk membentuk atau menjadi anggota organisasi atau asosiasi pengusaha. Asosiasi
pengusaha sebagai organisasi atau perhimpunan wakil pimpinan perusahaan-perusahaan
merupakan mitra kerja serikat pekerja dan Pemerintah dalam penanganan masalah-masalah
ketenagakerjaan dan hubungan industrial. Asosiasi pengusaha dapat dibentuk menurut sektor
industri atau jenis usaha, mulai dari tingkat lokal sampai ke tingkat kabupaten, propinsi
hingga tingkat pusat atau tingkat nasional. Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Contoh organisasi pengusaha
seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang khusus menangani bidang
ketenagakerjaan dalam rangka pelaksanaan Hubungan Industrial. . Hal tersebut tercermin dari
visinya yaitu Terciptanya iklim usaha yang baik bagi dunia usaha dan misinya adalah
Meningkatkan hubungan industrial yang harmonis terutama ditingkat perusahaan,
Merepresentasikan dunia usaha Indonesia di lembaga ketenagakerjaan, dan Melindungi,
membela dan memberdayakan seluruh pelaku usaha khususnya anggota.
3. Lembaga kerja sama bipartit
Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-
hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri
dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh. Setiap perusahaan
yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk
lembaga kerja sama bipartit.
LKS Bipartit bertugas dan berfungsi sebagai Forum komunikasi, konsultasi dan
musyawarah dalam memecahkan permasalahan‐permasalahan ketenagakerjaan pada
perusahaan guna kepentingan pengusaha dan pekerja. Para manager perusahaan diharapkan
ikut mendorong berfungsinya Lembaga Kerjasama Bipartit, khususnya dalam hal mengatasi
masalah bersama, misalnya penyelesaian perselisihan industrial.
4. Lembaga kerja sama tripartit
Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah
tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha,
serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah. Lembaga kerja sama tripartit memberikan
pertimbangan, saran dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan
kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan. Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri
dari:
1. Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi dan Kabupataen/Kota; dan
2. Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
5. Peraturan Perusahaan
Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha
yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Pengusaha yang mempekerjakan
pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan
yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Peraturan
perusahaan sekurang-kurangnya memuat :
a.hak dan kewajiban pengusaha;
b.hak dan kewajiban pekerja/buruh;
c.syarat kerja;d.tata tertib perusahaan; dane.jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Masa berlaku peratauran perusahaan paling lama 2 (dua)
tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya. Selama masa berlakunya
peraturan perusahaan, apabila serikat pekerja/serikat buruhdi perusahaan menghendaki
perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama,maka pengusaha wajib melayani. Apabila
hal perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama tidak mencapai kesempatan, maka
peraturan perusahaan tetapberlaku sampai habis jangka waktu berlakunya
6. Perjanjian kerja bersama
Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara
serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa
pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban
kedua belah pihak. Penyusunan perjanjian kerja bersama dilaksanakan secara musyawarah.
Perjanjian kerja bersama harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan
bahasa Indonesia harus diterjemahkan ke bahasa indonesia. Tahap Pembuatan PKB yaitu:
a. Serikat Pekerja/Buruh dan Pengusaha menunjuk team perunding pembuat PKB
secara resmi dengan surat kuasa yang ditandatangani pimpinan masing‐masing.

b. Permusyawaratan PKB dalam perundingan Bipartit harus selesai dalam waktu 30 hari.

c. Apabila dalam waktu 30 hari perundingan Bipartit belum selesai, maka salah satu atau
kedua belah pihak wajib melaporkan secara tertulis ke Departemen Tenaga Kerja
setempat untuk diperantarai.

d. Apabila dalam waktu 30 hari pegawai perantara tidak dapat menyelesaikan


pembuatan PKB, maka pegawai perantara melaporkan secara tertulis ke Menteri
Tenaga Kerja.

e. Menteri Tenaga Kerja menetapkan langkah‐langkah penyelesaian pembuatan PKB,


dengan memperhatikan hasil musyawarah tingkat Bipartit dan perantara paling lama
30 hari.

f. Tempat perundingan pembuatan PKB dilaksanakan di kantor pengusaha/Serikat


Pekerja atau ditempat lain yang telah disepakati tingkat Bipartit.
g. Biaya permusyawaratan PKB ditanggung pengusaha kecuali jika Serikat Pekerja telah
dianggap mampu maka ditanggung bersama.

7. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan


Peraturan-perundangan ketenagakerjaan pada dasarnya mencakup ketentuan sebelum
bekerja, selama bekerja dan sesudah bekerja. Peraturan selama bekerja mencakup ketentuan
jam kerja dan istirahat, pengupahan, perlindungan, penyelesaian perselisihan industrial dan
lain-lain.
8. Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Perselisihan hubungan industrial diharapkan dapat diselesaikan melalui perundingan
bipartit, Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka penyelesaian dilakukan melalui
mekanisme mediasi atau konsiliasi. Bila mediasi dan konsiliasi gagal, maka perselisihan
hubungan industrial dapat dimintakan untuk diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial.
Model penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara lain :
a. Mediasi Hubungan Industrial yaitu penyelesaian perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar Serikat
Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi
oleh seorang atau lebih Mediator yang netral.
b. Konsiliasi Hubungan Industrial yaitu penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya
dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih
Konsiliator yang netral.
c. Mediasi Hubungan Industrial yaitu penyelesaian perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar Serikat
Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi
oleh seorang atau lebih Mediator yang netral.
d. Konsiliasi Hubungan Industrial yaitu penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya
dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih
Konsiliator yang netral.

Anda mungkin juga menyukai