Anda di halaman 1dari 15

1

- Pemeriksaan laboratorium & pemeriksaan diagnostik pada sistem pencernaan:


a. Pemeriksaan laboratorium: albumin, bilirubin (serum), darah samar (feses), nitrogen
urea darah (serum).
1) Albumin (serum)
Dewasa : 3,5 -5,0 g/dL; 52% - 68% dari protein total
Anak : bayi baru lahir: 2,9 – 5,4 g/dL; bayi: 4,4 – 5,4 g/dL; anak: 4,0 – 5,8 g/dL

▲ Albumin merupakan komponen protein, yang membentuk lebih dari setengah


protein plasma. Albumin disintesa oleh hepar. Albumin meningkatkan tekanan
osmotik (tekanan onkotik) yang dibutuhkan untuk mempertahankan cairan vaskular.
Penurunan albumin serum akan mengakibatkan cairan dari pembuluh vaskular keluar
ke jaringan-jaringan, menyebabkan edema.

Masalah-masalah klinis:
▲ Penurunan kadar: sirosis hepar, kegagalan hepar akut, luka bakar berat, malnutrisi
berat, pre eklamsia, gangguan-gangguan ginjal, malignansi tertentu, kolitis ulserativ,
imobilisasi lama, kehilangan protein-enteropati, malabsorbsi.

▲ Obat-obat yang dapat menurunkan nilai albumin: Penicillin, Sulfonamid, Aspirin,


Asam askorbat.

▲ Peningkatan kadar: dehidrasi, muntah terus menerus, diare berat.


▲ Obat-obat yang dapat meningkatkan nilai albumin: Heparin.

▲ Prosedur:
- Ambil 5 sampai 10 mL darah vena, masukkan kedalam tabung bertutup merah.
- Tidak perlu dilakukan pembatasan makanan dan cairan.

▲ Implikasi keperawatan:
a. Periksa adanya edema perifer dan asites bila albumin serum rendah.
b. Kaji integritas kulit bila ada edema (pitting edema) atau edema anasarka.
Lakukan tindakan-tindakan untuk mencegah kerusakan kulit.
c. Beri makanan tinggi protein. Anjurkan klien untuk mempertahankan diet protein
50 gram atau lebih per hari.
Sumber: Kee (1997) hal. 9

2) Bilirubin (total, direk, indirek) Serum


Dewasa : total: 0,1 – 1,2 mg/dL
Direk (terkonjugasi): 0,0 – 0,3 mg/dL; indirek (tak terkonjugasi): 0,1 –
1,0 mg/dL
Anak : total: bayi baru lahir: 1 – 12 mg/dL; Anak: 0,2 – 0,8 mg/dL.

▲ Bilirubin dibentuk dari pemecahan hemoglobin oleh sistem retikuloendotelial dan


dibawa oleh plasma ke hepar, tempat dimana bilirubin tersebut terkonjugasi (secara
direk) dan diekskresi dalam empedu. Ada 2 bentuk bilirubin dalam tubuh:
terkonjugasi atau reaksi langsung (mudah larut) dan tak terkonjugasi atau reaksi
indirek (ikatan protein). Bila bilirubin total dalam batas-batas normal, nilai bilirubin
direk dan indirek tidak perlu dianalisa. Bila salah satu nilai bilirubin diketahui, nilai
tersebut menunjukkan nilai bilirubin total. Ikterik sering terjadi bila serum bilirubin
(total) lebih dari 3 mg/dL.
Peningkatan bilirubin direk atau indirek biasanya akibat ikterik obstruktif,
ekstrahepatik (oleh batu atau tumor) atau intrahepatik (kerusakan sel-sel hepar).
2

Bilirubin indirek atau tak terkonjugasi berhubungan dengan peningkatan kerusakan


sel-sel darah merah (hemolisis).

Masalah-masalah Klinis:
▲ Penurunan kadar:
Direk: anemia kekurangan zat besi.

▲ Obat-obat yang dapat menurunkan nilai bilirubin: Barbiturat, Aspirin (dalam


jumlah banyak), Penicillin, Kafein.
▲ Peningkatan kadar:
Direk: ikterik obstruktif yang disebabkan oleh batu atau neoplasma, hepatitis,
sirosis hepar, infeksi mononukleosis, kanker hepar, penyakit Wilson’s.
Indirek: Eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfusi, anemia
hemolitik, anemia pernisiosa, malaria, septikemia, GJK, sirosis yang
terdekompensasi.

▲ Obat-obat yang dapat meningkatkan nilai bilirubin: antibiotika, diuretik, Isoniazid


(INH), sulfonamid, diazepam (valium), narkotik, barbiturat, flurazepam
(Dalmane), Indometasin (Indocin), metildopa (Aldomet), prokainamid (Pronestil),
Steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid (Orinase), Vitamin A, C dan K.

▲ Prosedur:
- Ambil 5 sampai 10 mL darah vena, masukkan kedalam tabung bertutup merah.
Hindari hemolisis.
- Puasa, kecuali minum
- Catat obat-obat yang diminum klien, yaitu obat-obat yang dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan.
- Hindari spesimen darah dari sinar matahari dan cahaya lampu karena dapat
menurunkan kadar bilirubin. Spesimen ini harus segera dikirim ke
laboratorium sehingga dapat dilakukan pemisahan serum dari sel-sel.

▲ Implikasi keperawatan:
- Instruksikan klien untuk tidak makan wortel, selai atau makanan tinggi lemak
pada malam sebelum pemeriksaan.
- Periksa bilirubin serum (total) dan bila hasilnya tinggi, periksa nilai bilirubin
direk. Untuk memperoleh nilai bilirubin indirek, kurangi bilirubin total dengan
bilirubin direk. Peningkatan nilai bilirubin direk biasanya karena masalah hepar;
dan peningkatan nilai bilirubin indirek kemungkinan besar karena masalah
hemolitik.
- Periksa sklera mata dan ketiak terhadap ikterik.
- Beri dukungan pada klien dan keluarga.
Sumber: Kee (1997) hal. 57-59

b. Pemeriksaan diagnostik: enema barium, esofagogastroduodenoskopi, kolangiografi,


kolesistografi, ERCP, kolonoskopi, USG hepar, USG limpa

1) Enema Barium
Termasuk kedalam pemeriksaan gastrointestinal bagian bawah (kolon). Enema
barium adalah pemeriksaan x-ray terhadap usus besar. Barium sulfat (zat kontras
tunggal) atau barium sulfat dan udara (kontras ganda atau kontras udara) diberikan
secara perlahan melalui selang rektal. Proses pengisian dimonitor melalui
fluoroskopi dan kemudian dilakukan foto ronsen. Kolon harus bebas dari bahan-
bahan tinja sehingga barium memperlihatkan gambaran usus besar untuk dideteksi
3

adanya berbagai gangguan. Teknik kontras ganda (barium dan udara) sangat
bermanfaat untuk mengidentifikasi polip.
Hasil normal: pengisian dan struktur usus besar normal.

▲ Hasil abnormal: tumor kolon, penyakit-penyakit inflamasi, kolitis ulseratif, kolitis


granulomatosa, divertikulitis, divertikula, fistula, polip, intususepsi (invaginasi).

▲ Prosedur: sinar x abdomen, USG, skan radionukleid, rangakaian pemeriksaan GI


bagian atas dan proktosigmoidioskopi sebaiknya dilakukan sebelum barium
enema. Yang terpenting adalah kolon bebas dari tinja.

▲ Pra-persiapan:
- Diet cair I selama 18-24 jam sebelum pemeriksaan (kaldu, air jahe, cola, kopi
atau teh dengan gula, gelatin dan sirup, buah kaleng). Beberapa institusi
mengijinkan roti lapis ayam (tanpa mentega, selada atau mayonais) atau telur
rebus dan gelatin untuk makan siang atau malam; kemudian setelah itu
pembatasan makan dan cairan.
- Anjurkan klien untuk meningkatkan masukan cairan 24 jam sebelum
pemeriksaan untuk menjaga keseimbangan hidrasi.
- Berikan pencahar (spt: minyak kastor atau magnesium sitrat; enema atau
laksatif supositoria, misal: Dulcolax) yang sebaiknya dilakukan sehari sebelum
pemeriksaan pada sore hari atau menjelang malam hari (pkl 16.00-18.00).
- Enema salin sebaiknya diberikan pada pagi sekali (pkl 06.00) sampai bersih
(maksimal 3x enema). Selain enema dapat pula diberikan laksatif supositoria di
pagi hari.
- Kopi pahit atau teh diperbolehkan 1 jam sebelum pemeriksaan. Beberapa
institusi memperbolehkan makanan ringan.

▲ Pasca pemeriksaan:
- Pasien sebaiknya membuang barium dikamar mandi/pot segera setelah
pemeriksaan.
- Masukan cairan harus ditingkatkan untuk hidrasi dan mencegah konstipasi
akibat tertahannya barium.
- Pencahar, mis: magnesium sitrat atau enema sebaiknya diberikan untuk
mengeluarkan barium dari kolon. Pencahar dapat diberikan lagi pada hari
berikutnya.

▲ Implikasi Keperawatan:
- Jelaskan tahap-tahap prosedur pemeriksaan pada klien.
- Tekankan pentingnya pembatasan diet dan persiapan usus.
- Ingatkan dokter jika klien mengalami kram abdomen dan nyeri hebat sebelum
pemeriksaan. Enema barium sebaiknya tidak diberikan jika klien mengalami
kolitis ulseratif hebat, diduga perforasi atau takikardi.
- Jelaskan bahwa klien akan dibaringkan di meja sinar x.
- Jelaskan bahwa lama pemeriksaan kira-kira ½ - 1 jam. Anjurkan klien untuk
menarik nafas dalam melalui mulut untuk membantu mengurangi tekanan dan
meningkatkan relaksasi.
- Berikan pencahar atau enema setelah pemeriksaan. Anjurkan klien untuk
memeriksa warna tinja selama 2-3 hari. Tinja dapat berwarna muda karena
barium sulfat. Bila tidak BAB, sebaiknya dilaporkan.
4

2) Esofagogastroduodenoskopi, Esofagogastroskopi
Esofagogastroskopi terdiri dari gastroskopi dan esofagoskopi. Jika termasuk
pemeriksaan duodenoskopi, istilahnya adalah Esofagogastroduodenoskopi.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan anestesi lokal di ruang gastroskopi dirumah sakit,
biasanya dilakukan oleh gastroenterologis. Endoskop fiberoptik yang fleksibel
digunakan untuk melihat struktur internal esofagus, lambung dan duodenum. Forsep
biopsi atau sikat sitologi dapat dimasukkan melalui saluran endoskop. Komplikasi
yang sering adalah perforasi dan perdarahan.
Hasil normal: mukosa membran esofagus, lambung dan duodenum normal

Masalah-masalah Klinis
▲ Esofagus: Esofagitis, hiatal hernia, batu esofagus, achlasia, neoplasma esofageal
(benigna atau maligna), varises esofagus, cairan Mallory-Weiss.
Gaster: Gastritis, neoplasma gaster (benigna atau maligna), ulserasi gaster, varises
gaster.
Duodenum: Duodenitis, divertikula, ulkus duodenal, neoplasma.

▲ Prosedur:
- Berikan informed-consent.
- Pasien dipuasakan 8-12 jam sebelum pemeriksaan. Pasien boleh minum obat
yang diberikan pada pukul 06.00 pada hari pemeriksaan.
- Obat sedatif/tranquilizer, analgesik narkotik dan atau atropin diberikan sehari
sebelum pemeriksaan atau diberi melalui infus segera sebelum pemeriksaan dan
atau selama pemeriksaan.
- Setelah pemeriksaan, klien tidak diperbolehkan mengendarai kendaraan sendiri
karena pengaruh pemberian sedatif.
- Klien diberikan anestesi lokal.
- Gigi palsu, perhiasan, pakaian harus dilepaskan.
- Catat tanda-tanda vital.
- Pemeriksaan ulang tidak boleh dilakukan dalam waktu 2 hari setelah
pemeriksaan GI.
- Pemeriksaan memerlukan waktu kira-kira 1 jam.

▲ Implikasi Keperawatan
- Jelaskan pada klien mengenai prosedur pemeriksaan. Jelaskan pada klien bahwa
alat pemeriksaan fleksibel.
- Anjurkan klien untuk BAK terlebih dahulu.
- Ukur TTV.
- Jelaskan pada klien bahwa dia akan merasakan adanya tekanan-tekanan saat
endoskop dimasukkan. Perut akan terasa ‘begah’ pada waktu udara dimasukkan.

▲ Pasca Pemeriksaan
- Puasakan klien 2-4 jam setelah pemeriksaan atau sesuai order. Periksa refleks
gag sebelum memberi makanan dan minuman.
- Berikan analgesik untuk mengurangi perasaan tidak nyaman pada tenggorokan.
Jelaskan pada klien bahwa flatus atau sendawa adalah hal yang normal pasca
pemeriksaan.
- Observasi adanya komplikas seperti perforasi saluran GI karena endoskop.
Gejala-gejala ini meliputi nyeri epigastrik, abdomen, dispnea, takikardi, panas,
emfisema subkutan.
Sumber: Kee (1997) hal. 288

3) Kolangiografi (IV), Kolangiografi Perkutan, Kolangiografi Selang-T


Hasil normal: saluran empedu paten, tidak ada batu atau striktur.
5

Kolangiografi IV: memeriksa duktus bilier (duktus hepatik dalam hepar, duktus
hepatikus komunis, duktus kistik dan duktus koledokus) dengan visualisasi
radiografik dan tomografik. Zat kontras golongan yodium seperti Iodipamid
meglumin (Cholografin), disuntik per IV dan kira-kira 15 menit kemudian dilakukan
sinar x.
Kolangiografi perkutan: dilakukan bila diduga ada obstruksi empedu. Zat kontras
secara langsung dimasukkan kedalam percabangan bilier. Proses visualisasi dengan
fluoroskopi dan dilakukan fokus film.
Kolangiografi selang-T: dikenal sebagai kolangiografi pasca operasi, dapat
diselesaikan 7-8 jam setelah kolesistektomi untuk mengeksplorasi saluran empedu
dan melihat apakah masih ada batu empedu. Selama operasi, selang-T dimasukkan
kedalam saluran empedu untuk merangsang drainase. Zat kontras disuntikkan
kedalam selang-T.

Masalah-masalah Klinis
Pemeriksaan Indikasi
Kolangiografi IV Untuk mendeteksi striktur, batu atau tumor
pada sistem bilier
Kolangiografi perkutan Untuk mendeteksi obstruksi sistem bilier
yang disebabkan oleh batu, kanker pankreas
Kolangiografi selang-T Untuk mendeteksi obstruksi duktus kole-
koledukus karena batu atau striktur; fistula

▲ Prosedur
- Berikan informed consent
- Puasakan klien 8 jam sebelum pemeriksaan

Kolangiografi IV
- Pencahar dapat diberikan pada malam sebelum pemeriksaan dan berikan enema
pada pagi hari.
- Zat kontras, Iodipamid meglumin (Cholografin) disuntikkan secara IV
sementara klien berbaring di meja sinar x yang dimiringkan. Sinar x dilakukan
selama 15-30 menit sampai saluran empedu terlihat jelas.

Kolangiografi Perkutan
- Berikan pencahar pada malam hari sebelum pemeriksaan dan enema pada pagi
hari sebelum dilakukan pemeriksaan.
- Medikasi pra-operatif, biasanya termasuk sedatif/tranquilizer. Antibiotik
diberikan selama 24-72 jam sebelum pemeriksaan untuk tujuan profilaksis.
- Pasien dibaringkan pada meja sinar x yang dimiringkan dan berputar. Pada
kuadran kanan atas abdomen dibersihkan dan ditutup dengan kain. Anestesi
kulit diberikan.
- Pasien harus menghembuskan nafas dan menahan nafas pada saat jarum
dimasukkan dengan fluoroskopi kedalam percabangan bilier. Empedu diambil
dan kemudian zat kontras diinjeksikan. Pemfokusan film diambil.
- Balutan steril akan diberikan pada lokasi pungsi.

Kolangiografi selang-T
- Enema dapat diberikan pada pagi hari sebelum pemeriksaan.
- Pasien dibaringkan diatas meja sinar x dan zat kontras, misal: natrium diatrizoat
(Hypaque) disuntikkan kedalam selang-T dan dilakukan sinar x. Lima belas
(15) menit kemudian dilakukan sinar x terakhir.
6

▲ Implikasi Keperawatan
- Catat langkah-langkah prosedur pemeriksaan yang akan dijalani klien (untuk
dijelaskan kepada klien). Hal ini bertujuan untuk mengurangi rasa cemas klien.
- Perawat perlu mengetahui bahwa obesitas, adanya gas atau bahan-bahan feses
dalam usus dapat mempengaruhi kejelasan sinar x.
- Kaji riwayat alergi terhadap makanan laut, yodium atau zat sinar x.
- Jelaskan pada klien yang menjalani kolangiografi IV bahwa pemeriksaan dapat
dilakukan selama beberapa jam.
- Berikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan perasaannya.
- Observasi tanda-tanda dan gejala reaksi zat kontras, spt: mual, muntah,
kemerahan, gatal, urtikaria, hipotensi, bicara perlahan dan tak jelas serta
dispnea.
- Periksa lokasi infus terhadap tanda-tanda phlebitis, spt: nyeri, kemerahan,
bengkak. Berikan kompres hangat pada lokasi infus jika ada gejala-gejala
phlebitis.
- Monitor tanda-tanda vital sesuai pesanan pada kolangiografi perkutan.
Anjurkan klien untuk tetap ditempat tidur selama beberapa jam setelah
pemeriksaan.

4) Kolesistografi
Kolesistografi oral merupakan suatu pemeriksaan sinar x yang digunakan untuk
visualisasi batu empedu. Zat kontras (radiopaque) diminum pada malam sebelumnya
dan memerlukan waktu 12-24 jam bagi zat kontras untuk terkonsentrasi didalam
kandung empedu. Kontras pertama diserap oleh usus halus, kemudian hepar;
diekskresi dalam empedu; dan dikonsentrasi dalam kandung empedu. Tidak
berfungsinya sel hepar dapat menghambat ekskresi zat kontras.
Bila kandung empedu tidak dapat divisualisasi dengan menggunakan zat
kontras oral, dapat dilakukan kolangiografi IV. Jika akan dilakukan foto sinar x
saluran pencernaan bagian atas, sebaiknya dilakukan sinar x kandung empedu lebih
dulu karena barium dapat mengganggu hasil pemeriksaan.
Hasil normal: Ukuran dan struktur kandung empedu normal. Tidak ada batu empedu.

Masalah-masalah Klinis
▲ Hasil abnormal: Kolelitiasis, tumor kandung empedu, kolesistitis, obstruksi kista
duktus.

▲ Prosedur
- Pasien sebaiknya diet bebas lemak selama 24 jam sebelum dilakukan sinar x.
puasa kecuali air putih 12 jam sebelum pemeriksaan.
- Dua (2) jam setelah makan malam, tablet radiopaque diberikan sesuai aturan
yang tertulis. Berbagai zat merupakan kontraindikasi, mis: asam iopanoik
(Telepaque), kalsium atau natrium ipodat (Oragrafin), asam iodoalfionik
(Priodax) dan Iodipamid meglumin (Chlorografin).
- Pencahar sebaiknya tidak diberikan sampai pemeriksaan sinar x selesai.
- Makanan tinggi lemak dapat diberikan di bagian sinar x setelah sinar x
dilakukan. Setelah makan makanan yang berlemak, film akan diambil secara
interval untuk menentukan kecepatan kandung empedu dalam mengeluarkan zat
kontras.
- Puasa untuk pemeriksaan dengan sinar x selama 45 menit sampai 1 jam dan
pemeriksaan setelah makan makanan berlemak memerlukan waktu 1-2 jam.

▲ Implikasi Keperawatan
- Kaji riwayat alergi terhadap makanan laut, yodium atau zat kontras sinar x,
karena kebanyakan agen tersebut mengandung yodium.
7

- Observasi tanda-tanda dan gejala jaundis, mis: sklera mata dan kulit ikterik,
nilai bilirubin serum > 3 mg/dL. Pemeriksaan tidak dilakukan jika ada penyakit
hepar yang berat.
- Jelaskan pada klien bahwa makan malam sebelum pemeriksaan sebaiknya
bebas lemak.
- Berikan tablet radiopaque setiap 5 menit dengan 1 gelas air 2 jam setelah
makan malam. Pasien boleh minum sendiri.
- Observasi tanda-tanda dan gejala reaksi alergi terhadap tablet radiopaque, mis:
suhu meningkat, kemerahan, urtikaria, hipotensi, bicara parau atau dispnea.
- Lapor atau catat adanya muntah dan diare sebelum pemeriksaan. Tablet tidak
dapat diserap karena hipermotilitas.

5) ERCP (Endoscopy Retrograde Cholangiopancreatography/


Kolangiopankreatografi endoskopi retrograd)
ERCP adalah pemeriksaan endoskopik dan sinar x terhadap duktus pankreas bilier
setelah bahan kontras disuntikkan kedalam papilla duodenum. Tujuan prosedur ini
adalah untuk mengidentifikasi penyebab obstruksi empedu yang mungkin disebabkan
oleh striktur, kista, batu atau tumor. ERCP dilakukan setelah USG abdomen, CT
skaning hepar atau sinar x saluran empedu untuk mendiagnosa atau menegaskan
diagnosa hepatobiliari atau gangguan pankreas.
Hasil normal: saluran empedu dan pankreas normal.

Masalah-masalah Klinis
▲ Indikasi: untuk mendeteksi batu empedu, striktura, kista atau tumor; kolangitis;
batu pankreas, striktura, kista atau pseudokista atau tumor; pankreatitis kronis;
fibrosis pankreatik; atau tumor papilla duodenum.
▲ Prosedur:
- Berikan informed consent.
- Puasakan klien selama 8 jam sebelum pemeriksaan.
- Dapatkan data dasar tanda-tanda vital. Anjurkan klien untuk BAK.
- Berikan premedikasi dengan narkotik sedang atau sedatif. Atropin diberikan
sebelum atau sesudah memasukkan endoskopi.
- Anestesi lokal disemprotkan pada faring untuk menurunkan/memperkecil
refleks gag sebelum dimasukkan endoskopi fibrotik.
- Sekretin diberikan secara IV untuk melemahkan duodenum. Kontras
disuntikkan setelah endoskopi sampai di papilla duodenum dan kateter didalam
duktus pankreatik.
- Pemeriksaan ini memerlukan waktu ½ - 1 jam.

▲ Implikasi Keperawatan
- Kaji riwayat alergi terhadap makanan laut, yodium dan kontras. Catat adanya
alergi.
- Tentukan apakah tingkat ansietas dapat teratasi dengan kemampuan klien untuk
menerima informasi-informasi yang berhubungan dengan prosedur.
- Jelaskan pada klien bahwa endoskopi tidak akan menyumbat jalan nafas.
- Jelaskan bahwa bila kontras disuntikkan, klien akan merasa panas untuk
beberapa saat.
- Jelaskan bahwa kemungkinan akan terasa sakit tenggorok selama beberapa hari
setelah pemeriksaan.
- Berikan dukungan kepada klien sebelum dan selama prosedur pemeriksaan.
- Pantau TTV selama pemeriksaan dan bandingkan dengan TTV dasar. Ruptur
saluran pencernaan akibat perforasi endoskopi dapat menyebabkan syok.
8

▲ Pasca Pemeriksaan
- Pantau TTV. Suhu yang tinggi menunjukkan adanya infeksi.
- Periksa warna kulit. Jaundis adalah sebuah petunjuk dari proses penyakit.
- Periksa refleks gag sebelum memberi makanan atau minuman.
- Periksa tanda-tanda dan gejala retensi urine yang disebabkan oleh atropin.
- Anjurkan kumur-kumur dengan larutan salin hangat dan tablet hisap untuk
mengurangi rasa tidak nyaman pada tenggorok.

6) Kolonoskopi
Adalah prosedur endoskopi, yang digunakan untuk inspeksi terhadap usus besar
(kolon) dengan menggunakan fiberoskop (kolonoskop) panjang yang fleksibel.
Pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi lesi yang diduga ada di usus besar, mis:
polip, tumor, jaringan yang meradang. Dapat pula dilakukan biopsi jaringan. Polip
dapat diambil dengan menggunakan jerat elektrokauterisasi.
Kolonoskopi tidak boleh dilakukan pada wanita hamil yang hampir
melahirkan, infark miokard, baru menjalani operasi abdomenn, divertikulitis akut,
kolitis ulseratif berat (aktif) atau pada klien yang gelisah/tidak kooperatif. Kadang-
kadang perforasi kolon disebabkan fiberskop; namun hal ini jarang terjadi.
Perdarahan dapat merupakan efek samping dari biopsi atau polipektomi.
Hasil normal: mukosa usus besar normal, tidak ada kelainan patologi.

Masalah-masalah Klinis
▲ Indikasi: untuk mendeteksi sumber perdarahan usus bagian bawah, penyakit
divertikular atau lesi benigna atau maligna (polip atau tumor); untuk mendiagnosa
dan evaluasi kolitis ulseratif; dan skrining serta evaluasi klien dengan ‘kolon risiko
tinggi’.

▲ Prosedur: (prosedur persiapan usus besar dapat bervariasi pada tiap institusi)
- Berikan informed consent
- Dua (2) sebelum pemeriksaan, dilakukan pemeriksaan laboratorium spt: Hb, Ht,
PT, PTT dan trombosit.
- Obat-obat yang mengandung zat besi harus dihentikan pemakaiannya 4 hari
sebelum prosedur.
- Obat sedatif/tranquilizer dapat diberikan sebelum pemeriksaan untuk memberi
efek relaksasi. Analgesik narkotik dapat dititrasi secara IV selama prosedur.
- Glukagon atau antikolinergik IV dapat diberikan untuk mengurangi kram usus.
- Barium sulfat dari pemeriksaan diagnostik lain dapat mengurangi visualisasi;
karena itu pemeriksaan tidak boleh dilakukan bila dalam 10 hari sampai 2
minggu sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dengan barium.
- Hindari penggunaan enema dengan sabun. Ini dapat mengiritasi usus halus.
- Lama prosedur ½ - 1 ½ jam.

Pemeriksaan diagnostik pada sistem pencernaan dapat pula anda lihat di buku Medical
Surgical Nursing, Assessment and management of Clinical Problems tahun 2000 oleh Lewis dkk
hal. 1029 – 1033.

Pengkajian keperawatan pada sistem pencernaan:


A. Data Subyektif
1. Informasi kesehatan yang penting
a. Riwayat kesehatan yang lalu
Informasi harus diperoleh dari pasien mengenai riwayat masalah-masalah yang
berhubungan dengan fungsi saluran pencernaan, seperti: nyeri abdomen, mual dan
muntah, diare, konstipasi, distensi abdomen, jaundis, anemia, heartburn, dispepsia,
9

perubahan nafsu makan, hematemesis, intoleransi makanan atau alergi, indigesti,


kelebihan gas, perut gembung, melena, hemoroid atau perdarahan rektal. Pasien juga
harus ditanya mengenai apakah memiliki riwayat penyakit seperti gastritis, hepatitis,
kolitis, penyakit kandung empedu, peptik ulser, kanker atau hernia, terutama hiatal
hernia. Tanyakan pula tentang riwayat berat badan, apakah ada riwayat kehilangan
atau penambahan berat badan yang tidak dapat diketahui atau tidak terencana selama
12 bulan terakhir. Riwayat diet dan kehilangan atau penambahan berat badan yang
berulang harus didokumentasikan.

b. Pengobatan
Riwayat kesehatan harus meliputi pengkajian tentang penggunaan obat-obatan oleh
klien pada masa lampau dan sekarang. Hal ini merupakan bagian yang penting dari
pengkajian, khususnya dalam hubungannya terhadap masalah pada hepar. Termasuk
penggunaan obat-obat bebas, obat-obat dengan resep dokter dan produk herbal serta
suplemen-suplemen nutrisi. Banyak obat-obat kimia berpotensial menyebabkan
hepatotoksik. Antibiotik dapat menyebabkan perubahan pada susunan bakteri normal
didalam saluran pencernaan sehingga dapat menimbulkan diare. Perawat harus
menanyakan pada pasien apakah selamanya pasien ada minum laksatif atau antasid,
termasuk jenis obat dan frekuensinya.
Perawat harus mengkaji klien tentang obat bebas jenis obat untuk nyeri.
Penggunaan dosis obat asetaminofen secara kronis dan obat NSAID dapat
menyebabkan hepatotoksik. Konsumsi obat NSAID secara kronis juga dapat
menimbulkan perdarahan pada saluran pencernaan bagian atas. Begitu pula dengan
penggunaan obat-obat dengan resep atau obat bebas untuk menekan nafsu makan,
harus dicatat. Nama-nama obat serta frekuensi dan lama penggunaan merupakan hal
yang penting untuk ditanyakan kepada pasien.

c. Pembedahan atau pengobatan lainnya


Informasi tentang riwayat hospitalisasi untuk mengatasi masalah-masalah yang
berhubungan dengan sistem pencernaan juga harus ditanyakan. Data tentang
pembedahan abdomen atau pembedahan pada rektal juga harus diketahui oleh
perawat, meliputi tahun pembedahan, alasan dioperasi, kondisi post operasi apakah
dilakukan transfusi darah.

2. Pola kesehatan fungsional


a. Persepsi kesehatan – Pola manajemen kesehatan
Perawat harus menanyakan tentang latihan yang dilakukan pasien yang berhubungan
dengan sistem pencernaan, seperti: bagaimana cara pasien dalam mempertahankan
berat badan normal, perawatan terhadap giginya, cara mempertahankan nutrisi yang
adekuat dan kebiasaan eliminasi yang efektif. Pasien juga harus ditanyakan tentang
perjalanan yang terakhir dilakukan, untuk mengetahui kemungkinan terkena hepatitis,
infestasi (gangguan) dari parasit atau bakteri. Riwayat memperoleh vaksinasi
Hepatitis A atau B juga harus didokumentasikan. Pasien harus dikaji tentang
kebiasaan tertentu yang berpengaruh secara langsung terhadap fungsi sistem
pencernaan. Konsumsi alkohol dalam jumlah besar dapat merusak mukosa perut dan
dapat meningkatkan sekresi HCl dan pepsinogen. Konsumsi alkohol secara kronis
juga dapat menyebabkan infiltrasi lemak pada hepar dan dapat menimbulkan
kerusakan sebagai penyebab utama sirosis. Perawat juga harus memperoleh riwayat
merokok, karena nikotin dapat mengiritasi seluruh lapisan mukosa GI. Merokok
dapat menimbulkan bermacam-macam kanker pada GI (terutama kanker mulut dan
kanker esofagus), esofagitis dan ulcer. Merokok juga dapat memperlambat
penyembuhan ulcer.
10

b. Pola nutrisi – Metabolik


Pengkajian terhadap pola nutrisi secara teliti merupakan hal yang utama. Riwayat
diet harus diperoleh dan dibandingkan dengan piramida makanan. Perawat harus
menanyakan dengan pertanyaan terbuka sehingga memungkinkan pasien untuk
mengekspresikan keyakinan dan perasaannya mengenai dietnya. Perawat perlu
bertanya tentang pola diet yang dijalani pasien selama 24 jam, untuk menganalisa
keadekuatan diet perawat harus membantu pasien dalam mengingat intake makanan
pasien sehari-hari, meliputi intake di pagi hari sampai malam hari.
Perawat harus mencari tahu tentang intake snack pagi, cairan dan suplemen
vitamin. Kemudian perawat mengevaluasi diet yang sesuai dengan kelompok yang
direkomendasikan pada piramida makanan yang dijalani pasien dan mencoba untuk
menetapkan apakah kebiasaan diet pasien selama 24 jam sudah sesuai dengan
kebiasaan makan pasien sehari-hari. Jika kebiasaan makan di akhir pekan pasien
sangat besar, perawat harus memperoleh riwayat diet pada akhir minggu lainnya dan
mengkaji intake pasien tentang kualitas dan kuantitas makanan. Perawat juga harus
menanyakan pada pasien tentang penggunaan pengganti gula dan garam, penggunaan
kafein dan jumlah intake cairan serta serat. Pasien harus ditanyakan juga mengenai
perubahan nafsu makan, toleransi makanan dan berat badan. Anoreksia dan
kehilangan BB dapat mengindikasikan adanya kanker. Harus ditanyakan pula tentang
alergi makanan dan menentukan gejala pada GI seperti respon yang menyebabkan
alergi. Pasien harus ditanyakan tentang intoleransi diet seperti terhadap laktosa dan
gluten.

c. Pola eliminasi
Jumlah eliminasi bowel pasien juga harus diperoleh secara terperinci. Frekuensi,
waktu dan konsistensi BAB sehari-hari harus dicatat. Penggunaan laksatif dan
enema, meliputi tipe, frekuensi dan hasilnya harus didokumentasikan. Perubahan
apapun yang terdapat dalam pola BAB harus diselidiki. Jumlah dan tipe cairan serta
intake serat harus diketahui karena memiliki efek penting dalam frekuensi dan
konsistensi BAB. Intake fiber yang tidak adekuat dapat dihubungkan dengan
terjadinya konstipasi. Analisis terhadap intake dan output cairan dapat
mengindikasikan adanya masalah urinary dan kemungkinan retensi cairan.
Alergi makanan dapat menyebabkan lesi, pruritus dan edema. Diare dapat
menimbulkan kemerahan, iritasi dan nyeri pada area perianal sistem drainase
eksternal seperti: ileostomy atau ileal conduit, dapat menyebabkan iritasi lokal pada
kulit. Hubungan yang mungkin terjadi, masalah pada kulit dan masalah GI harus
diselidiki.

d. Pola aktifitas dan latihan


Adanya keterbatasan kemampuan pasien untuk makan secara mandiri harus dicatat.
Adanya kesulitan untuk memperoleh lingkungan yang aman untuk eliminasi harus
dikaji. Penggunaan alat untuk eliminasi juga harus dikaji, seperti kamar kecil atau
ostomy. Aktifitas dan latihan dapat mempengaruhi motilitas GI. Imobilisasi adalah
faktor risiko untuk konstipasi.

e. Pola istirahat – Tidur


Banyak makanan yang dapat mengganggu dan memperberat kualitas tidur. Mual,
muntah, diare, indigesti, perut kembung dan rasa lapar dapat menimbulkan masalah
tidur dan harus diselidiki lebih lanjut. Pasien harus ditanyakan mengenai gejala GI
yang mempengaruhi tidur atau istirahat. Sebagai contoh, pasien dengan hiatal hernia
dapat terjaga dari tidur karena merasa nyeri seperti terbakar; tidur dengan cara
meninggikan kepala tempat tidur. Seorang pasien dapat memiliki suatu ritual
sebelum tidur dengan memakan makanan atau meminum minuman tertentu. Susu
diketahui dapat merangsang tidur melalui efek dari serotonin precursor L-tryptophan.
11

Teh herbal dan melatonin sering juga dapat membantu tidur. Kebiasaan rutin pasien
tersebut harus dicatat dan dituruti jika memungkinkan, sehingga dapat membantu
tidur pasien selama hospitalisasi. Rasa lapar dapat mencegah tidur dan harus
dikurangi dengan mengurangi pencahayaan, pasien dianjurkan untuk makan snack
sebelum tidur kecuali jika ada kontraindikasi.

f. Pola persepsi – kognitif


Penurunan kemampuan sensori dapat menimbulkan masalah dalam mendapatkan,
menyiapkan dan mencerna makanan. Perubahan dalam merasakan atau mencium
dapat mempengaruhi nafsu makan dan kesenangan makan. Vertigo dapat membuan
kegiatan berbelanja dan berdiri didekat kompor menjadi sulit dan menjadi suatu hal
yang berbahaya. Sensitifitas terhadap panas atau dingin dapat membuat makanan
tertentu terasa sakit untuk dimakan. Masalah dalam berkomunikasi juga dapat
menimbulkan kesulitan dan rasa frustasi pada pasien untuk menimbulkan keinginan
makan. Perawat harus mengkaji mengenai hal ini untuk menilai efek kekurangan
terhadap intake nutrisi yang adekuat. Jika pasien telah didiagnosa mengalami
gangguan GI, perawat harus mengajukan pertanyaan seputar masalahnya pada pasien
agar dapat ditentukan pemahaman pasien terhadap penyakit dan penanganannya.
Nyeri adalah area lain yang memerlukan pengkajian secara seksama yang
berhubungan dengan efeknya terhadap sistem pencernaan dan nutrisi. Perilaku yang
berhubungan dengan nyeri kronis seperti menghindari aktifitas, kelelahan dan hal-hal
yang dapat mengganggu pola makan. Efek yang mungkin ditimbulkan oleh obat
narkotik untuk mengatasi nyeri adalah konstipasi, nausea, mengantuk dan
menurunnya nafsu makan harus dikaji.

g. Persepsi diri – pola konsep diri


Banyak masalah pada sistem pencernaan dan pola nutrisi dapat menimbulkan efek
serius pada persepsi pasien. BB yang menurun atau BB yang meningkat pada
seseorang sering menimbulkan masalah pada harga diri dan body image. Usaha yang
berulang-ulang untuk memperoleh BB yang diharapkan dapat mengganggu dan
membuat depresi pasien. Cara seseorang menceritakan riwayat BB dapat
memberikan sinyal pada perawat terhadap masalah potensial di area ini. Area yang
berpotensial untuk menjadi masalah lainnya adalah kebutuhan akan alat bantu
eksternal untuk melaksanakan eliminasi, seperti kolostomy atau ileostomy.
Keinginan pasien untuk melakukan perawatan diri dan mendiskusikan situasi ini
harus disiapkan perawat dengan informasi yang bernilai dapat dihubungkan dengan
body image dan harga diri. Perubahan fisik yang menimbulkan gangguan sering
dihubungkan dengan penyakit hepar dan dapat menjadi suatu masalah bagi pasien.
Jaundis dan asites menyebabkan perubahan yang signifikan pada penampilan luar.
Sikap pasien akibat dari perubahan tersebut harus dikaji.

h. Pola peran – hubungan


Masalah yang berhubungan dengan sistem pencernaan seperti sirosis, konsumsi
alkohol, hepatitis, ostomi. Obesitas dan kanker dapat berdampak besar pada
kemampuan pasien untuk mempertahankan peran dan melakukan hubungan seperti
biasanya. Penyakit kronis dapat mengharuskan pasien untuk meninggalkan pekerjaan
atau mengurangi jumlah jam kerja. Perubahan body image dan harga diri juga dapat
mempengaruhi hubungan. Kemampuan dan kepuasan yang dapat timbul dengan
dukungan harus ditetapkan. Penting bagi perawat untuk waspada terhadap
konsekuensi-konsekuensi yang mungkin ada dan kaji jika memang ada.

i. Pola seksual – Reproduksi


Perubahan terhadap status seksualitas dan reproduksi dapat timbul dari masalah-
masalah pada sistem pencernaan, contoh: obesitas, jaundis, anoreksia dan asites dapat
12

berpotensial menurunkan penerimaan dari suami/istri. Adanya ostomi dapat


mempengaruhi rasa percaya diri pasien dalam hal aktifitas seksual. Penggunaan
alkohol kronis dapat mengganggu hubungan yang bermakna. Pertanyaan sensitif
oleh perawat dapat menetapkan adanya masalah-masalah yang potensial mengganggu
pasien. Anoreksia dapat mempengaruhi status reproduksi pasien wanita.
Alkoholisme dapat mempengaruhi status reproduksi pada laki-laki maupun wanita.
Intake nutrisi yang kurang sebelum dan selama kehamilan dapat menyebabkan
penurunan BB infant. Perawat harus menetapkan keinginan pasien pada area
reproduksi dan langsung mengkaji berdasarkan respon pasien.

j. Pola toleransi stres - Koping


Perawat harus mencoba menentukan apa yang menyebabkan stres pada pasien dan
mekanisme koping apa yang digunakan pasien untuk menangani stresor tersebut.
Gejala sistem pencernaan seperti nyeri epigastrik, nausea dan diare terjadi pada
semua orang sebagai respon terhadap situasi stres atau emosional. Beberapa masalah
organik sistem pencernaan seperti peptik ulser diperburuk oleh stres.

k. Pola keyakinan – Kepercayaan


Keyakinan spiritual dan budaya pasien yang berkenaan dengan makanan dan
persiapan makanan harus dikaji. Jika memungkinkan persiapan makanan harus
dihormati oleh peyedia layanan kesehatan. Sebagai tambahan, harus ditentukan jika
ada nilai atau keyakinan yang dapat mengganggu rencana intervensi. Contoh: jika
pasien dengan anemia adalah seorang vegetarian, rencana diet yang mengandung
daging akan bertentangan dengan kebiasaan pasien tersebut. Pengkajian yang
dilakukan dengan pertimbangan menyeluruh terhadap nilai dan keyakinan pasien
biasanya akan meningkatkan kepuasan pasien.

B. Data Obyektif
Contoh data obyektif yang penting yang berhubungan dengan sistem GI: pengukuran
antropometri (tinggi badan, berat badan, ketebalan lemak lengan) dan pemeriksaan darah
seperti protein serum, albumin dan hemoglobin (Hb). Hasil dari pemeriksaan fisik juga
merupakan informasi yang bernilai.
13

- Konsep patofisiologis: anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, asidosis metabolik


- Heartburn, malabsorbsi
- Ulkus peptikum, peritonitis, penyakit Crohn, Kolitis Ulserative: definisi, etiologi,
patofisiologi, penatalaksanaan
- Askep pada klien dengan Peritonitis, Kolitis Ulserative, Ulkus Peptikum.
14

Pertemuan 2:

- Pemeriksaan fisik saluran pencernaan: kemampuan mendengar bising usus

- Memasang NGT

- Memberi makan melalui NGT

- Studi kasus klien yang diindikasikan untuk dipasang NGT

- Keganasan pada sistem pencernaan: kanker kolon, kanker esofagus, kanker lambung

- Diare, Typhus Abdominalis: etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan

- Askep klien dengan kanker kolon

- Askep klien dengan Typhus Abdominalis:

Kepustakaan:
Black, J.M & Jacobs, E.M. 2001. Medical Surgical Nursing, Clinical Management For Continuity Of
Care. Philadelphia: WB Saunders Company.
15

Carol Taylor et al, 1997, Fundamental of Nursing: The Art & Science of Nursing Care, Lippincott
Company.
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi Pada Praktik Klinis. Jakarta: EGC.
Dongoes, M.A. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Kee, J.L.F. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik, Implikasi Dalam
Keperawatan. Alih Bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Lewis, S.M, Heitkemper, M.M & Dirksen, S.R, et al. 2004. Medical Surgical Nursing, Assessment and
management of Clinical Problems Volume 1 & 2. St-Louis: Mosby.
Price, SA. 1995. Patofisiologi: Konsep Kelainan Proses Penyakit Volume 1 dan 2, Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A, W, dkk. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1, 2 dan 3. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai