Anda di halaman 1dari 11

DEFINISI

Diare cair akut merupakan diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14
hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan pengeluaran tinja yang lunak / cair yang
sering dan tanpa darah. Mungkin disertai muntah dan panas. Diare cair akut menyebabkan
dehidrasi, dan bila masukan makanan kurang dapat mengakibatkan kurang gizi. Kematian yang
terjadi disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terpenting diare pada anak-anak adalah Shigella,
Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium, Vibrio cholera, Salmonella, E. coli, rotavirus
(Behrman, 2009).

EPIDEMOLOGI
Kuman penyebab diare menyebar masuk melalui mulut antara lain makanan dan minuman
yang tercemar tinja atau yang kontak langsung dengan tinja penderita. Terdapat beberapa perilaku
khusus meningkatkan resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan
pertama kehidupan, menggunakan botol susu yang tercemar, menyimpan makanan masak pada
suhu kamar dalam waktu cukup lama, menggunakan air minuman yang tercemar oleh bakteri yang
berasal dari tinja, tidak mencuci tangan setelah buang air besar, sesudah membuang tinja atau
sebelum memasak makanan, tidak membuang tinja secara benar (Ardhani, 2008).
Faktor yang meningkatkan kerentanan terhadap diare antara lain tidak memberikan ASI
sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi / imunosupressif. Umur Kebanyakan
diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, insiden paling banyak pada umur 6 – 10 bulan (pada
masa pemberian makanan pendamping).
Variasi musiman pola musim diare dapat terjadi melalui letak geografi. Pada daerah sub
tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas sedangkan diare karena virus
(rotavirus) puncaknya pada musim dingin. Pada daerah tropik diare rotavirus terjadi sepanjang
tahun, frekuensi meningkat pada musim kemarau sedangkan puncak diare karena bakteri adalah
pada musim hujan. Kebanyakan infeksi usus bersifat asimtomatik / tanpa gejala dan proporsi ini
meningkat di atas umur 2 tahun karena pembentukan imunitas aktif.

ETIOLOGI
Terdapat beberapa macam penyebab diare antara lain sebagai berikut
1. Faktor infeksi
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare,
meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi
parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti
otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. (Behrman, 2009).
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat yaitu disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan
penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi
lemak dan protein.

3. Faktor Makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis
makanan tertentu.

4. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).

PATOFISIOLOGI
Terdapat beberapa mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare yaitu:
1. Gangguan osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus.
Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare (Poorwo, 2003).

2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare karena peningkatan isi
lumen usus.

3.Gangguan motilitas usus


Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare (Poorwo, 2003).
MANIFESTASI KLINIS
Pada Diare cair akut dapat ditemukan gejala dan tanda-tanda sebagai berikut
1. BAB lebih cair/encer dari biasanya, frekwensi lebih dari 3kali sehari
2. Apabila disertai darah disebut disentri (diare akut invasif)
3. Dapat disertai dengan muntah, nyeri perut dan panas
4. Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama, yaitu kesadaran, rasa haus, turgor
kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan, yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata
cekung atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, kering atau tidaknya mukosa mulut, bibir dan
lidah. Jangan lupa menimbang berat badan.
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria sebagai berikut:
a. Dehidrasi ringan (kehilangan cairan < 5% berat badan):
1) Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
2) Keadaan umum baik, sadar
3) Tanda vital dalam batas normal
4) Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mucosa mulut dan bibir
basah
5) Turgor abdomen baik, bising usus normal
6) Akral hangat. Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain
(tidak mau minum, muntah terus-menerus, diare frekuen) (Ardhani, 2008).
b. Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
1) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan
2) Keadaan umum gelisah atau cengang
3) Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang, mucosa mulut
dan bibir sedikit kering
4) Turgor kurang
5) Akral hangat Pasien harus rawat inap (Ardhani, 2008).
c. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
1) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dengan dua atau lebih tanda tambahan
2) Keadaan umum lemah, letargi atau koma
3) Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mucosa mulut dan
bibir sangat kering
4) Anak malas minum atau tidak bisa minum
5) Turgor kulit buruk
6) Akral dingin.
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung
lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan
hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang yang
kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang
pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. (Behrman, 2009).
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan
kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal
akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

DIAGNOSIS
Pada diare cair akut dapat ditemukan gejala dan tanda-tanda sebagai berikut:
1. BAB lebih cair/encer dari biasanya, frekuensi lebih dari 3 kali sehari
2. Apabila disertai darah disebut disentri (diare akut invasif)
3. Dapat disertai dengan muntah, nyeri perut dan panas
4. Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama, yaitu kesadaran, rasa haus, turgor kulit
abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan, yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, kering atau tidaknya mukosa mulut, bibir dan lidah.
Jangan lupa menimbang berat badan.
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria sebagai berikut:
1. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
a. Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
b. Keadaan umum baik, sadar
c. Tanda vital dalam batas normal
d. Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut dan
bibir basah
e. Turgor abdomen baik, bising usus normal
f. Akral hangat
g. Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain (tidak mau
minum, muntah terus-menerus, diare frekuen) (Ardhani, 2008).
2. Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
a. Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan
b. Keadaan umum gelisah atau cengeng
c. Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang, mukosa
mulut dan bibir sedikit kering
d. Turgor kurang
e. Akral hangat
f. Pasien harus rawat inap(Ardhani, 2008).
3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
a. Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dengan dua atau lebih tanda tambahan
b. Keadaan umum lemah, letargi atau koma
c. Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mucosa mulut
dan bibir sangat kering
d. Anak malas minum atau tidak bisa minum
e. Turgor kulit buruk
f. Akral dingin
g. Pasien harus rawat inap (Ardhani, 2008).
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung
lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan
hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang yang
kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang
pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. (Behrman, 2009).
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan
kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal
akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tinja
1. Dapat disertai darah atau lendir
2. PH asam/basa
3. Leukosit > 5/LBP
4. Biakan dan test sensitivitas untuk etiologi bakteri/ terapi
5. ELISA (bila memungkinkan, untuk etiologi viruz) (Poorwo, 2003).

Darah
1. Dapat terjadi gangguan elektrolit atau gangguan asam bassa
2. Analisa gas darah (Poorwo, 2003).

PRINSIP PENATALAKSANAAN DIARE CAIR AKUT


Apabila derajat dehidrasi yang terjadi akibat diare sudah di tentukan, baru kemudian
menentukan tatalaksana yang akan diterapkan secara konsisten.
Terdapat lima lintas tatalaksana diare, yaitu:
1. Rehidrasi
2. Dukungan nutrisi
3. Supplement zinc
4. Antibiotik selektif
5. Edukasi orang tua
1. Diare cair akut tanpa dehidrasi
Penanganan lini pertama pada diare cair akut tanpa dehidrasi antara lain sebagai berikut:
a. Memberikan kepada anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah
dehidrasi. Dapat kita gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit,
makanan cair (seperti sup dan air tajin) dan bila tidak ada air matang, kita dapat
menggunakan larutan oralit untuk anak. Pemberian larutan diberikan terus semau naak
hingga diare berhenti. Volume cairan untuk usia kurang dari 1th : 50-100cc, untuk usia 1-
5 tahun mendapat 100-200cc, untuk usia lebih dari 5 tahun dapat diberikan semaunya.
b. Memberikan tablet zinc. Pemberian tablet zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut
meskipun anak telah sembuh dari diare. Dosis zinc untuk anak bervariasi, untuk anak usia
dibawah 6 bulan sebesar 10mg (1/2 tablet) perhari, sedangkan untuk usia diatas 6 bulan
sebesar 20 mg perhari. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak
telah sembuh dari diare.
c. Memberikan anak makanan untuk mencegah kekurangan gizi.
d. Membawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau
menderita sebagai berikut buang air besar cair lebih sering, muntah terus menerus, rasa
haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, dan tinja berdarah.
e. Anak harus diberi oralit dirumah
Formula oralit baru yangberasal dari WHO dengan komposisi sevagai berikut:
Natrium : 75 mmol/L
Klorida : 65 mmol/L
Glukosa, anhydrous : 75 mmol/L
Kalium :20 mmol/L
Sitrat :10 mmol/L
Total osmolaritas :245 mmol/L
Ketentuan pemberian oralit formula baru :
Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru, larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 L
air matang, untuk persediaan 24 jam, berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar
dengan ketentuan untuk anak usia kurang dari 2tahun berikan 50-100 ml setiap kali buang air
besar, sedangkan untuk ubtuk anak berumur 2 tahun atau lebih berikan 100-200 ml tiap kali buang
air besar. Jika dalam waktu 24jam persediaan oralit masih tersisa, maka sisa larutan itu harus
dibuang.
2. Diare cair akut dengan dehidrasi ringan-sedang
Rehidrasi dapat menggunakan oralit 75cc/kgBB dalam 3 jam pertama dilanjutkan
pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur seperti diatas setiap kali buang
air besar.

3. Diare Cair akut dengan Dehidrasi Berat


Anak-anak dengan tanda-tanda dehidrasi berat dapat meninggal dengan cepat karena syok
hipovolemik, sehingga mereka harus mendapatkan penanganan dengan cepat. Rehidrasi sebagai
prioritas utama terapi. Ada beberapa hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan
rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
a. Menentukan cara pemberian cairan
Penggantian cairan melalui intravena merupakan pengobatan pilihan untuk dehidrasi berat,
karena cara tersebut merupakan jalan tercepat untuk memulihkan volume darah yang turun.
Rehidrasi IV penting terutama apabila ada tanda-tanda syok hipovolemik (nadi sangat cepat dan
lemah atau tidak teraba, kaki tangan dingin dan basah, keadaan sangat lemas atau tidak sadar).
Cara lain pemberian cairan pengganti hanya boleh bila rehidrasi IV tidak memungkinkan atau
tidak dapat ditemukan disekitarnya dalam waktu 30 menit.

b. Jenis cairan yang hendak digunakan.


Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak
di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila
RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1
ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang
ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
c. Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari badan. Jika memungkinkan, penderita sebaiknya ditimbang
sehingga kebutuhan cairannya dapat diukur dengan tepat. Kehilangan cairan pada dehidrasi berat
setara dengan 10% berat badan (100 ml/kg).
Bayi harus diberi cairan 30 ml/kg BB pada 1 jam pertama, diikuti 70ml/kg BB 5 jam
berikutnya, jadi seluruhnya 100 ml/kgBB selama 6 jam. Anak yang lebih besar dan dewasa harus
diberi 30 ml/kgBB pada 30 menit pertama, diikuti 70 ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya sehingga
seluruhnya 100 ml/kgBB selama 3 jam. Sangat berguna memberi tanda pada botol, untuk
menunjukan jumlah cairan yang harus diberikan setiap jam bagi setiap penderita.
Sesudah 30 ml/kg cairan pertama diberikan , nadi radialis yang kuat dapat teraba. Bila
masih lemah dan cepat, infuse 30 ml/kg harus diberikan lagi dalam waktu yang sama. Meskipun
begitu hal ini jarang dibutuhkan. Larutan oralit dalam jumlah kecil harus juga diberikan melalui
mulut (sekitar 5ml/kg BB per jam) segera setelah penderita dapat minum, untuk member tambahan
kalium dan basa, Hal ini biasa dilakukan setelah 3-4 jam untuk bayi dan 1-2 jam untuk penderita
yang lebih besar.

d. Jalan masuk atau cara pemberian cairan


Rute pemberian cairan meliputi oral dan intravena. Larutan oralit dengan komposisi berkisar 29 g
glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap liternya diberikan per oral pada diare ringan
sebagai upaya pertama dan juga setelah rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.

2.Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.


Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan keadaan klinis
diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja disertai dengan
pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap (Hasan, 2007). Gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit dan asam basa diperjelas melalui pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah,
elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ plasma.
Bila ada demam tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik pemeriksaan biakan empedu,
Widal, preparat malaria serta serologi Helicobacter jejuni sangat dianjurkan. Pemeriksaan khusus
seperti serologi amuba, jamur dan Rotavirus biasanya menyusul setelah melihat hasil pemeriksaan
penyaring (Hasan, 2007).
Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
a. Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.
b. Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan kadang-kadang darah

3.Memberikan terapi simtomatik


Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan keuntungannya.
Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare yang diakibatkan oleh bakteri
entero-invasif karena memperpanjang waktu kontak bakteri dengan epitel usus yang seyogyanya
cepat dieliminasi. (Pusponegoro, 2004).
4. Memberikan terapi definitif.
Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
a. Kolera-eltor: Tetrasiklin atau Kotrimoksasol atau Kloramfenikol.
b. V. parahaemolyticus,E. coli, tidak memerluka terapi spesifik
c. A. aureus : Kloramfenikol
d. Salmonellosis: Ampisilin atau Kotrimoksasol atau golongan Quinolon seperti Siprofloksasin
e. Shigellosis: Ampisilin atau Kloramfenikol
f. Helicobacter: Eritromisin
g. Amebiasis: Metronidazol atau Trinidazol atau Secnidazol
h. Giardiasis: Quinacrine atau Chloroquineitiform atau Metronidazol
i. Balantidiasis: Tetrasiklin
j. Candidiasis: Mycostatin
k. Virus: simtomatik dan support (Hasan, 2007)
DAFTAR PUSTAKA

Ardhani punky, 2008, Art of Theraphy: Ilmu Penyakit Anak, Pustaka Cendekia Press: Jogjakarta

Behrman Richard et all, 2009, Nelson textbook of Pediatrics, Sanders: Phyladelpia.

Pusponegoro hardiyono et all, 2004, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak: edisi I,
IkatanDokter Anak Indonesia.

Poorwo sumarso et all, 2003, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi & Penyakit Tropis, Ikatan
Dokter Anak Indonesia.

Hasan Rusepno et all, 2007, Ilmu Kesehatan Anak 1: cetakan ke 11, Infomedika: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai