Anda di halaman 1dari 22

TUGAS THT

ILMU PENYAKIT
TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN – KEPALA LEHER
OTORRHEA

KARANGANYAR

Oleh :
Basofi Ashari Mappakaya G99161026

Pembimbing : dr. Anton Christanto, M.Kes, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
BOYOLALI
2017
1. Keluhan utama di bidang THT-KL
a. Telinga
- Telinga berdenging (tinitus)
- Telinga terasa penuh
- Nyeri telinga (otalgia)
- Keluar cairan (otorrhea)
- Penurunan pendengaran
- Telinga gatal (itching)
- Benda asing di dalam telinga (corpal)
b. Hidung
- Hidung tersumbat
- Sering bersin-bersin (sneezing)
- Perdarahan dari hidung (epistaksis)
- Gangguan penghidu (anosmia/hiposmia)
- Sekret dari hidung (rhinorrhea)
- Nyeri di daerah wajah
- Hidung berbau (foetor ex nasal)
- Benda asing di dalam hidung (corpal)
- Suara sengau (nasolalia)
c. Tenggorok
- Nyeri tenggorok
- Batuk
- Suara serak
- Nyeri menelan (odinofagia)
- Merasa banyak dahak di tenggorokan
- Sulit menelan (disfagia)
- Merasa ada yang menyumbat atau mengganjal (sense of lump in the
neck)
- Amandel (tonsilitis)
- Bau mulut (halitosis)
- Benda asing di tenggorok (corpal)

1
d. Kepala-leher
- Pusing berputar
- Sesak
- Benjolan di leher
- Gangguan keseimbangan

2. Mekanisme patofisiologi otorrhea / keluar cairan dari telinga


a. Patofisiologi otorrhea
Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara
membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran
telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud bisa
mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel
kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk
disana.
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan
menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika
mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembut pada saluran telinga
lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur. Apabila sudah terjadi
infeksi telinga akan semakin lembab dan sekret akan berbau busuk.
Sekret yang serosa (cair) biasanya timbul karena otitis eksterna
difusa dan sering menimbulkan krusta pada orifisium liang telinga luar.
Selain otitis eksterna, keluarnya cairan jernih melalui telinga bisa jadi
adalah cairan serebrospinal yang bocor karena adanya fraktur pada
tulang tengkorak.
Sekret yang mukopurulen berasal dari telinga bagian tengah yaitu
otitis media supuratif akut dan otitis media supuratif kronik yang jinak.
Warnanya kuning pucat, lengket dan tidak berbau. Proses infeksi dan
inflamasi yang terjadi pada telinga tengah berkaitan dengan inflamasi
yang terjadi pada tuba eustachius. Keadaan yang paling sering terjadi
adalah infeksi saluran atas yang melibatkan nasofaring. Manifestasi
inflamasi dalam hal ini akan menjalar dari nasofaring hingga mencapai
ujung medial tuba Eustachius atau secara langsung terjadi di tuba

2
Eustachius, sehingga memicu stasis sehingga mengubah tekanan di
dalam telinga tengah. Di sisi lain, stasis juga akan memicu infeksi
bakteri patogenik yang berasal dari nasofaring dan masuk ke dalam
telinga tengah dengan cara refluks, aspirasi, atau insuflasi aktif.
Akibatnya akan terjadi reaksi inflamasi akut yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi, invasi leukosit, fagositosis, dan respon imun
lokal yang terjadi di telinga tengah. Eksudasi ini semakin lama akan
semakin banyak produksinya sehingga suatu saat cairan akan mendesak
membran timpani yang akhirnya akan membuat membran timpani
perforasi dan pasien akan mengeluh keluarnya cairan kental yang
berwarna kuning atau hijau dengan bau yang busuk.

b. Diagnosis Otorrhea
1) Anamnesis
- Kapan otorrhea mulai terjadi, bagaimana pasien mulai menyadari
terdapat discharge dari telinga.
- Lokasi keluarnya cairan, kualitas, serta kuantitasnya.
- Deskripsi discharge, mulai dari warna, konsistensi, dan bau.
Kemudian juga ditanyakan mengenai kejernihannya, apakah jernih,
purulen, atau mengandung darah. Apakah terjadi di satu sisi telinga
atau keduanya, serta apakah terus-menerus keluar atau hilang timbul.
- Keluhan penyerta seperti nyeri, berdenging, berkurangnya
pendengaran, rasa penuh di telinga, bengkak, trauma, benda asing,
dan vertigo.
- Riwayat terdahulu, misalnya apakah pernah mengalami pembedahan
hidung.
- Kebiasaan pasien, seperti bagaimana cara membersihkan telinga,
apakah sering berenang, dan bagaimana juga cara pasien mengganti
tampon/kapas untuk menyerap cairan yang keluar dari telinga dan
seberapa sering pasien menggantinya.
- Tanyakan juga apakah ada riwayat infeksi saluran nafas atas, trauma
kepala, kanker, dan terapi imunosupresan.

3
2) Pemeriksaan Fisik
- Tanda vital
- Inspeksi telinga luar, lakukan penekanan pada mastoid dan tragus.
- Pasang otoskop dengan menggunakan spekulum. Bila perlu
bersihkan serumen, pus, dan kotoran lain dari canal untuk
memperjelas inspeksi. Periksa tanda edema, eritema, krusta, atau
polip.
- Inspeksi membran timpani. Amati perubahan warna, perforasi,
bulging, dan reflek cahaya (cone of light).
- Periksa kemampuan pendengaran dengan menggunakan pemeriksaan
garpu tala yang terdiri dari tes Rinne, tes Webber, dan tes Swabbach.
- Palpasi leher dari prearikula, kelenjar parotis, dan area mastoid untuk
mengetahui adanya limfadenopati.
- Hidung
- Cavum oris
- Faring
- Sinus
- Limfonodi
- Leher
3) Pemeriksaan Penunjang
Sekret yang ditemukan kemudian dilakukan pemeriksaan
mikroskopis, kultur, dan tes resistensi.
a) Audiometri
Jika EAC mengalami obstruksi dan pemeriksaan garpu tala
menunjukkan tuli konduksi, maka audiometric perlu
dilakukan.
b) Tympanometri
Pemeriksaan ini tidak dilakukan pada suspek otorrhea LCS,
karena dapat menimbulkan pneumocephalus. Pemeriksaan ini
akan menjadi sangat menyakitkan pada penderita otitis
eksterna.
c) Kultur dan Sensitivitas

4
Yang harus diperhatikan
- Antibiotik topical harus dihentikan sebelum pengambilan
sampel kultur dan sensitivitas, karena akan
mempengaruhi hasil.
- Pada otorrhea infektif yang tidak kunjung sembuh,
sampel harus diambil lebih kedalam atau dari sumber
perforasi.
Mikroorganisme
- Mikroorganisme yang paling umum menyebabkan otitis
eksterna adalah Pseudomonas aeruginosa (OE maligna
dan nekrotik) dan Staphylococcus aureus.
- Actinomyces israelli. Ini merupakan bakteri gram positif
anaerob yang dapat menyebabkan OE dari infeksi primer
gigi dan parotis. OE yang tidak kunjung sembuh biasanya
sudah terjadi granulasi pada canalis auricularis eksterna
dan discharge kuning tebal dan memerlukan debridement
operasi dan terapi antibiotik jangka panjang.
d) Pemeriksaan imunodefisiensi dan alergi
e) CT Scan
CT Scan sebelum operasi sangatlah penting pada kasus
stenosis canalis auricularis eksterna dengan kolesteatoma.
f) Biopsi
Diperlukan untuk mengetahui stadium neoplasma.

5
Anamnesis : Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Penunjang:

1.Kapan terjadinya, 1. Inspeksi (telinga 1. Audiometri


awal mula terjadinya luar dan membrane
2.Lokasi tympani) dengan 2. Tympanometri
3.Kualitas dan otoskop
kuantitas 3. Kultur dan Sensitivitas
4.Faktor memperingan 2. Pemeriksaan dengan
5.Faktor memperberat garputala 4. Pemeriksaan
6.Keluhan lain yang imunodefisiensi dan alergi
3. Palpasi leher
menyertai
7.Riwayat sebelumnya 5. CT Scan
dan keluarga
8.Kebiasaan 6. Biopsi

Bagan 1. Alur Pemeriksaan Pasien Otorrhea

Otorrhea kronis

otoskopi

MT utuh MT perforasi

OED OMSK
Otomikosis
Dermatitis
OE maligna onset, progresivitas,
Miringitis predisposisi,
granulomatosa penyakit sistemik,
riwayat pengobatan
lama, cari tanda
komplikasi

komplikasi - komplikasi +

kolesteatoma – kolesteatoma +
OMSK benigna OMSK bahaya

Lihat bagan 1 Lihat bagan 2

6
BAGAN 1
kolesteatoma +
kolesteatoma – OMSK bahaya
OMSK benigna

OMSK tenang OMSK aktif

cuci telinga,
stimulasi epitelisasi
antibiotik sistemik,
tepi perforasi antibiotik topikal

perforasi menutup perforasi menetap otorea menetap > 1


tuli konduktif? minggu

tidak antibiotik
sembuh Ro mastoid
audiogram

otorea menetap > 3


tuli konduktif +
bulan pilihan:
- atikotomi anterior
- timpanoplasti dinding
utuh (CWU)
ideal: - timpanoplasti dinding
ideal: runtuh (CWD)
mastoidektomi +
timpanoplasti tanpa atau - atikoantroplasti
dengan mastoidektomi timpanoplasti
- timpanoplasti buka tutup

BAGAN 2

OMSK +
komplikasi

komplikasi komplikasi
intratemporal intrakranial

abses subperiosteal abses ekstra dura


labirintis abses peri sinus
parese fasial tromboflebitis sinus lateral
petrositis meningitis
abses otak
meningitis otikus

antibiotik dosis tinggi rawat inap


mastoidektomi periksa sekret telinga
dekompresi N. VII antibiotik IV dosis tinggi 7-15 hari
petrosektomi konsul spesialis saraf
mastoidektomi
operasi bedah saraf

7
c) Diagnosis banding otorrhea
a. Kelainan Telinga Luar
1. Otitis Eksterna Difusa
Otitis eksterna difus biasanya mengenai kulit liang telinga dua
pertiga dalam. Kulit liang telinga hiperemis dan edem dengan batas
yang tidak jelas serta tidak terdapat furunkel. Kadang-kadang terdapat
sekret yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir (mucin)
seperti sekret yang keluar dari kavum timpani pada otitis media.
2. Otitis Eksterna Sirkumskripta
Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi di sepertiga luar liang
telinga yang mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut,
kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka di tempat itu dapat
terjadi infeksi pada polisebasea, sehingga dapat membentuk furunkel.
Kuman penyebabnya biasanya Staphylococcus aureus atau
Staphylococcus albus. Gejala klinisnya berupa perdarahan dari
telinga, telinga tersa terbakar, otalgi dengan membrane timpani
normal, nyeri hebat pada telinga luar, otorrhea/draining ear, tragus
pain, penurunan pendengaran, dan telinga terasa tersumbat
3. Otitis Eksterna Maligna
Otitis eksterna maligna adalah infeksi akut difus di liang telinga
luar dan struktur lain di sekitarnya. Biasanya terjadi pada orang tua
dengan penyakit diabetes militus. Gejala klinisnya berupa rasa gatal di
liang telinga yang dengan cepat diikuti oleh rasa nyeri hebat, sekret
yang banyak, pembengkakan liang telinga.Rasa nyeri tersebut akan
semakin hebat, kemudian liang telinga tertutup jaringan granulasi
yang cepat tumbuhnya, sehingga menimbulkan paresis atau paralisis
fascial
b. Kelainan Telinga Tengah
1) Otitis Media Supuratif Akut (OMA)
OMA merupakan peradangan akut sebagian atau seluruh
periostium telinga tengah. OMA biasanya diawali dengan terjadinya
infeksi akut saluran napas atas (ISPA). Mukosa saluran pernapasan

8
atas mengalami inflamasi akut berupa hiperemi dan odem, termasuk
juga pada mukosa tuba eustachius sehingga terjadi penyumbatan
ostiumnya yang akan diikuti dengan gangguan fungsi drainase dan
ventilasi tuba eustachius. Kavum timpani menjadi vakum dan disusul
dengan terbentuknya transudat hydrops ex vacuo. Infliltrasi kuman
pathogen ke dalam mukosa kavum timpani yang berasal dari hidung
atau faring menimbulkan supurasi.
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi.
Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa, dan mungkin
terdapat otalgia. Nyeri akan hilang secara spontan bila terjadi perforasi
spontan membrana timpani atau setelah dilakukan miringotomi.
Gejala lain yaitu keluarnya cairan/sekret dari telinga yang biasanya
berupa nanah, demam, kehilangan pendengaran, dan tinitus. Pada
pemeriksaan otoskopis, kanalis auditorius eksternus sering tampak
normal, dan tidak terjadi nyeri bila aurikula digerakan. Membrana
timpani tampak merah dan sering menggelembung.
OMA dapat dibagi atas 5 stadium :
a. Stadium oklusi tube eustachius
Ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena
adanya absorbsi udara
b. Stadium hiperemis
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau
seluruh membran timpani tampak hiperemis
c. Stadium supurasi
Tampak edema hebat pada mukosa telinga tengah serta
terbentuknya eksudat yang purulen di cavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah
liang telinga luar.
d. Stadium perforasi
Tampak ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir
dari telinga tengah ke liang telinga

9
e. Stadium resolusi
Membran timpani tampak berangsur normal kembali, sekret
tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.
2) Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
OMSK merupakan infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental,
bening atau berupa nanah. Otitis media akut dengan perforasi
membran timpani menjadi otitis media supuratif kronis apabila
prosesnya sudah lebih dari 8 minggu/2 bulan. Beberapa faktor yang
menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat
diberikan, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah
atau higiene buruk.
terbagi atas 2 jenis yaitu OMSK tipe Benigna dan OMSK tipe
Maligna. Sedangkan berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal
juga OMSK aktif (sekret yang masih keluar dari kavim timpani secara
aktif) dan OMSK tenang (keadaan kavum timpani terlihat basah atau
kering).
a) OMSK Tipe Benigna
Proses peradangan pada OMSK tipe ini terbatas pada mukosa
saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di
sentral. Pada OMSK ini tidak terdapat kolesteatoma. Gejalanya
berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk, ketika
pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan
pembersihan dan penggunaan antibiotik lokal biasanya cepat
menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba
eustachius yang mukoid dan setelah satu atau dua kali pengobatan
local bau busuk berkurang
b) OMSK Tipe Maligna
OMSK tipe ini disertai adanya kolesteatoma. Perforasi
membran timpani biasanya tipe atik atau marginal. Sekret pada

10
infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat
bau dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga
terlihat keping-keping kecil, berwarna putih mengkilat.
3) Otitis Media Serosa Akut
Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret yang non
purulen di telinga tengah, sedangkan membran timpani utuh. Otitis
media serosa akut, adalah keadaan terbentuknya sekret di dalam
telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi
tuba. Keadaan akut ini dapat disebabkan antara lain karena sumbatan
tuba, virus, alergi dan idiopatik. Gejala klinisnya berupa pendengaran
berkurang, rasa tersumbat pada telinga, suara sendiri terdengar lebih
nyaring atau berbeda pada telinga yang sakit, terasa ada cairan yang
bergerak di dalam telinga ketika mengubah posisi kepala. Pada
otoskopi terlihat membran timpani retraksi. Kadang-kadang tampak
gelembung udara atau permukaan cairan dalam kavum timpani.
4) Otitis Media Serosa Kronik
Batasan antara kondisi otitis media serosa akut dengan otitis
media serosa kronis hanya pada cara terbentuknya sekret. Pada otitis
media serosa akut sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah
dengan disertai rasa nyeri. Sedangkan pada otitis media serosa kronik
(glue ear), sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan
gejala-gejala pada telinga yang berlanngsung lama. Sekretnya dapat
kental seperti lem, maka disebut glue ear.
5) Barotrauma (Aerotitis)
Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan
yang tiba-tiba di luar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau
menyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Pada
keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah, sehingga
cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang
disertai dengan ruptur pembuluh darah, sehingga cairan di telinga
tengah dan rongga mastoid tercampur darah.

11
c. Mastoiditis
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid
yang terletak pada tulang temporal. Gejala klinisnya berupa nyeri otot
leher, penurunan daya pengecapan/Hypoguesia, abnormalitas nervus
kranialis, pusing, paralise nervus fascialis, kelemahan otot wajah
unilatral, sakit kepala, vertigo, demam, malaise, otalgi dengan membrane
timpani normal, pembengkakan daerah mastoid, kehilangan pendengaran,
mastoid tenderness/ nyreri tekan mastoid, otorrhea/draining eardan
Postauricular Swelling Edema
d. Penyebab lain
1) Fraktur Basis Kranii
Fraktur yang terjadi sepanjang dasar tengkorak, biasanya
termasuk tulang petrous dapat ditemukan Battle's sign, cranial
neuropati, trauma, fistula sinus carotid-cavernous, serta otorrhea.
2) Kebocoran cairan serebrospinal: discharge berupa cairan jernih
3) Osteomyelitis: discharge telinga yang berbau busuk

d) Penatalaksanaan otorrhea
Penatalaksanaan otorrhea bergantung pada penyebabnya.
a. Pada otitis eksterna difusa, pengobatannya adalah memasukkan tampon
antibiotika ke dalam liang telinga, supaya terjadi kontak yang baik antara
obat dengan kulit yang meradang.
b. Terapi otitis eksterna sirkumskripta tergantung pada keadaan furunkel.
Bila sudah menjadi abses, dilakukan aspirasi. Bila dinding furunkel tebal,
dilakukan insisi kemudian drainase. Secara lokal dapat diberikan
antibiotika dalam bentuk salep, seperti:
i. polimiksin B (10.000 UI/g), atau
ii. basitrasin (500 UI/g).
c. Pada otitis ekterna maligna penatalaksanaannya adalah pemberian
antibiotika dosis tinggi terhadap pseudomonas selama enam minggu.
Antibiotika yang sering digunakan:

12
i. Siprofloksasin. Merupakan golongan kuinolon. Tidak digunakan
untuk pasien usia < 18 tahun, tab scored 500 mg.
ii. Sefepim. Merupakan golongan sefalosporin generasi keempat.
Sediaan serbuk injeksi 1000 mg/vial.
iii. Gentamisin. Merupakan golongan aminoglikosida, terdapat sediaan
injeksi 10 mg/ml, 40 mg/ml, atau 80 mg/ml.
Bila perlu dilakukan debridement pada jaringan nekrotik di liang
telinga dan cavum timpani, yang terpenting gula darah harus di
kontrol.
d. Pada otitis media supuratif akut (OMA) pengobatannya tergantung
stadium penyakitnya.
i. Pada stadium oklusi diberikan obat tetes hidung (HCl efedrin 0,5%
untuk anak <12 tahun atau HCl efedrin 1% untuk dewasa) dan
pemberian antibiotika.
ii. Pada stadium hiperemis diberikan antibiotik (terapi awal diberikan
golongan penisilin atau ampisilin agar didapatkan konsentrasi yang
adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung gangguan pendengaran dan kekambuhan diberikan
selama 7 hari), obat tetes hidung, analgetik dan sebaiknya dilakukan
miringotomi.
iii. Pada stadium supuratif diberikan antibiotika dan miringotomi.
iv. Pada stadium perforasi diberikan obat cuci telinga (H2O2 3% selama
3-5 hari) dan antibiotik adekuat biasanya dalam 7-10 hari perforasi
dapat menutup kembali.
e. Terapi OMSK tipe benigna adalah konservatif dan medikamentosa. Bila
sekret keluar terus menerus diberi obat pencuci telinga, antibiotika dan
kortikosteroid. Bila sekret telah kering dapat dilakukan miringoplasti atau
timpanoplasti. Sedangkan prinsip terapi OMSK tipe maligna adalah
pembedahan yaitu mastoidektomi.
f. Otitis media serosa akut penatalaksanaannya adalah pemberian
vasokontriktor lokal, antihistamin, perasat valsava bila tidak ada tanda-
tanda infeksi di jalan napas atas. Bila lebih dari 2 minggu gejala masih

13
menetap, maka dilakukan miringotomi dan bila masih belum sembuh
maka dilakukan miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi.
g. Otitis media serosa kronik penatalaksanaannya adalah mengeluarkan
sekret dengan miringotomi dan memasang pipa ventilasi. Pada kasus
awal dapat diberi dekongestan. Bila medikamentosa tidak berhasil baru
dilakukan tindakan operasi. Bila terdapat tanda-tanda infeksi maka dapat
diterapi dengan antibiotika serta obat tetes telinga. Antibiotika yang
dianjurkan adalah golongan penisilin atau ampisilin, bila pasien alergi
terhadap golongan ampisilin dapat diberikan eritomisin.
h. Pengobatan barotrauma biasanya cukup dengan cara konservatif saja
yaitu memberikan dekongestan lokal atau dengan menggunakan perasaat
valsava selama tidak terjadi infeksi di jalan napas atas. Apabila cairan
atau cairan yang bercampur darah menetap di telinga tengah sampai
beberapa minggu, maka dianjurkan untuk tindakan miringotomi dan bila
perlu memasang pipa ventilasi.
i. Infeksi jamur maka penatalaksanaannya adalah liang telinga dibersihkan
secara teratur. Dapat diberi larutan asam asetat 2-5 % dalam alkohol yang
diteteskan ke liang telinga, atau salep anti jamur seperti nistatin dan
klotrimazol. Pada stadium oklusi diberikan obat tetes hidung dan
pemberian antibiotika. Pada stadium hiperemis diberikan antibiotik, obat
tetes hidung, analgetik dan sebaiknya dilakukan miringotomi. Pada
stadium supuratif diberikan antibiotika dan miringotomi. Pada stadium
perforasi diberikan obat cuci telinga dan antibiotik adekuat.

Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat dipakai untuk mengurangi


dan menangani otorrhea berdasarkan formularium nasional.
a. Antibiotik
1. Antibiotik topikal
Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur
kuman penyebab dan uji resistensi. Antibiotika topikal yang dapat
dipakai pada otitis media kronik adalah:

14
a. Polimiksin B. Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram
negatif. Sediaan salep kulit 10.000 UI/g.
b. Kloramfenikol. Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram
positif dan negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa. Sediaan
salep kulit 2%.
Selain dalam bentuk salep, dapat pula digunakan antibiotik dalam
bentuk tetes telinga seperti Ofloksasin, tetes telinga 3%. Merupakan
golongan kuinolon generasi kedua. Spektrum kerja lebih luas dan
meliputi gram positif, dapat digunakan untuk infeksi sistemik.
2. Antibiotik sistemik
a. Golongan aminoglikosida
Dihasilkan oleh fungi Streptomyces dan micromonospora.
Mekanisme kerjanya: bekterisid, berpenetrasi pada dinding
bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom dalam sel. Contoh:
streptomisin (sediaan serb inj 1000 mg/vial), kanamisin (sediaan
inj 1000 mg/vial), gentamisin (sediaan: inj 10 mg/ml, inj 40
mg/ml, inj 80 mg/ml), dan amikasin (hanya digunakan untuk
infeksi oleh bakteri gram negatif yang resisten terhadap
gentamisin. Sediaan inj 250 mg/ml).
b. Golongan kuinolon
Berkhasiat bakterisid pada fase pertumbuhan kuman dengan
menghambat enzim DNA gyrase bakteri sehingga menghambat
sintesa DNA. Obat golongan ini yang banyak digunakan adalah
kuinolon generasi kedua. Spektrum kerja lebih luas, meliputi
gram positif, dan dapat digunakan untuk infeksi sistemik. Contoh:
siprofloksasin (tidak digunakan untuk pasien usia < 18 tahun,
sediaan: tab scored 500mg dan inf 2 mg/ml) dan ofloksasin
(sediaan: tab 200 mg dan tab 400 mg).
c. Golongan beta laktam
ii. Penisilin. Dihasilkan oleh fungi Penicillinum chrysognum,

memiliki cincin β-laktam yang diinaktifkan oleh enzim β-

laktam bakteri. Aktif terutama pada bakteri gram (+) dan

15
beberapa gram (-). Contoh: amoksisilin (Sediaan: tab 250 mg,
tab 500 mg, sir kering 125 mg/5 ml, sir forte 250 mg/5 ml)
dan ampisilin (Sediaan: serb inj 250 mg/vial, serb inj 1000
mg/vial).
a) Golongan sefalosforin
Spektrum kerjanya luas meliputi bakteri gram positif dan negatif.
iii. Seftazidim. Sediaan serbuk injeksi 1000 mg/vial. Merupakan
terapi lini ketiga sediaan injeksi / infus, diberikan kepada
pasien yang telah resisten dengan antibiotika lain (dibuktikan
dengan hasil resistensi).
iv. Sefepim. Merupakan generasi IV → sangat resisten terhadap
laktamase. Sediaan serb inj 1000 mg/vial.
v. Sefotaksim. Merupakan generasi III → lebih aktif terhadap
bakteri gram negatif, meliputi P. Aeruginosa dan bacteroides.
Sediaan: inj 500 mg/vial dan serb inj 1000 mg/vial.
b. Analgetik
vi. Parasetamol. Dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang.
Bekerja menghambat prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi
sedikit aktivitasnya sebagai penghambat postaglandin perifer.
Sediaan: tab 500 mg, sir 120 mg/5 ml, tts 60 mg/0.6 ml, drips (infus)
1000mg/100 ml.
c. Obat cuci telinga
vii. Hidrogen peroksida. Aktivitas antibakterinya lemah dan efektif
melawan virus. Kerja antiseptiknya tergantung pada lepasnya
oksigen nascent yang merupakan pengoksidasi kuat yang dapat
menghancurkan mikroorganisme dan secara kimia dipengaruhi oleh
bahan-bahan organik. Sediaan H2O2 3%.
d. Kortikosteroid
viii. Metil prednisolone: mengurangi inflamasi dengan mensupresi
migrasi leukosit PMN dan menurunkan permeabilitas kapiler.
Sediaan: tab 4 mg, tab 8 mg, tab 16 mg, inj 125 mg/vial.

16
ix. Prednisone: menurunkan inflamasi dengan mencegah peningkatan
permeabilitas kapiler dan mensupresi sel PMN. Sediaan: tab 1 mg,
tab 5 mg, tab 10 mg, tab 20 mg, dan tab 50 mg.
x. Dexametasone: mengurangi inflamasi dengan mensupresi migrasi
leukosit PMN dan menurunkan permeabilitas kapiler. Sediaan: tab
0.5 mg, tab 1 mg, tab 2 mg, tab 6 mg, inj 4 mg/ml, inj 10 mg/ml.

e) Obat Tetes Telinga


Tetes telinga adalah larutan, emulsi, atau suspensi dari satu atau
lebih bahan aktif dalam cairan pembawa yang sesuai untuk digunakan
pada ‘auditory meatus’ tanpa menghasilkan tekanan yang berbahaya pada
gendang telinga. Dalam pemilihan antibiotik harus diingat pada Otitis
telah terjadi perubahan yang menetap, resolusi spontan sangat sulit terjadi
dan biasanya ada gangguan vaskularisasi di telinga sehingga antibiotik
sistemik sukar mencapai sasaran dengan optimal, kronisitas dengan fase
aktif dan fase tenang yang bergantian dapat terjadi sepanjang umur maka
diperlukan antibiotika pada setiap fase aktif, pemberian jangka panjang
bermasalah resistensi dan efek samping selain masalah cost effective dari
obat yang dipakai, dan pengobatan terhadap fokus infeksi di hidung dan
tenggorokan.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk
sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik
misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan
antibiotik yang paling baik adalah dengan berdasarkan kultur kuman
penyebab dan uji resistensi. Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau
tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.
Bubuk telinga yang dapat digunakan, seperti : Acidum boricum dengan
atau tanpa iodine, Terramycin, Acidum boricum 2,5 gram dicampur
dengan khloromicetin 250 mg. Berikut akan dijelaskan mengenai beberapa
kandungan tetes telinga beserta penggunaannya:
a. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Staphylococcus
aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan

17
mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena
meningkatnya resistensi.
b. Polimiksin B atau Polimiksin E efektif melawan Pseudomonas
aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif
melawan organisme gram positif.
c. Aminoglikosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat
aktif melawan basil gram negatif.
d. Kloramfenikol tidak efektif terhadap Pseudomonas sp dan
Proteus sp
e. Gentamisin efektif untuk kuman gram positif dan gram
negatif, namun bersifat ototoksik.
f. Ofloksasin efektif terhadapkuman aerob gram positif dan aerob
gram negatif.
Terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik.
Tujuannya untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi.
Pilihan antibiotik yang memiliki aktivitas terhadap bakteri gram negatif,
terutama pseudomonas, dan gram positif terutama Staphylococcus aureus.
Pemberian antibiotik seringkali gagal, hal ini dapat disebabkan adanya
debris selain juga akibat resistensi kuman. Terapi sistemik diberikan pada
pasien yang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid,
tentunya tidak dapat hanya dengan terapi topikal saja, pemberian antibiotik
sistemik (seringkali IV) dapat membantu mengeliminasi infeksi. Pada
kondisi ini sebaiknya pasien dirawat di RS untuk mendapatkan aural toilet
yang lebih intensif. Terapi dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah otore
hilang.

18
Nama produk Bahan Aktif Pembawa Penggunaan/indikasi

Auralgan Otic Antipirin, Gliserin Otitis media akut


Solution Benzokain dehidrat
Cerumenex Trietanolamin, Propilenglikol Unsur cerumenolitik
Drops polipeptida untuk membersihkan
oleatkondensat kotoran telinga yang
terjepit
Chloromycetin Kloramfenikol Propilenglikol Antiinfeksi
Otic
Cortisporin Polimiksin B Gliserin, Infeksi bakteri
Otic Solution sulfat, propilen Superficial
neomisin glikol, air
sulfat, untuk
hidrokortison injeksi
Debrox Drops Karbamid Gliserin Pembersih lilin
peroksida anhidrat telinga
Metreton Na air Antiinflamasi
Ophthalmic/Otic prednisolon
Solution fosfat

Otobiotic Otic Polimiksin B Propilenglikol, Infeksi bakteri


Solution sulfat gliserin, air superficial
VoSol Otic Asam asetat Propilenglikol Antibakteri/antiifungi
Solution

19
20
DAFTAR PUSTAKA

Arif M., kuspuji T., Rakhmi S., Wahyu I.W., Wiwiwk S. 2001. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 1. Edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius.

Arief MT. 2004. Histologi Umum Kedokteran.Surakarta: CSGF.

Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B., Ratna D.R. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tengggorokan Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesi.

Guyton AC dan Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta:EGC

George Krucik, MD. 2013. Ear Discharge. available from:


http://www.EarDischarg.Causes.Treatment.Prevention.htm. Diunduh 26
Januari 2015.

Kepmenkes. 2014. Formularium nasional. available from:


https://www.scribd.com/doc/250910683/2014-KEPMENKES-NO-159-
FORMULARIUM-NASIONAL-pdf. diunduh 26 Januari 2015.

21

Anda mungkin juga menyukai