Anda di halaman 1dari 28

Presentasi Kasus

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF) PADA ANAK

Oleh:
Aprillio Bagas Sriwisnu
G99152099

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
S U RAKAR TA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau dalam bahasa Indonesia lebih


dikenal dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dan menimbulkan manisfestasi klinis berupa
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai dengan leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Infeksi virus dengue
telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang dilaporkan oleh David
Bylon, seorang dokter berkebangsaan Belanda. Infeksi virus dengue tersebut dapat
menyebabkan Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), dan
Dengue Shock Syndrome (DSS) (Depkes RI, 2005).
Pola infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara.
Pada cuaca yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes
aegypti yang merupakan vektor pembawa virus dengue akan tetap bertahan hidup
dalam jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak
sama pada masing-masing tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak
berbeda untuk setiap tempat. Untuk Daerah Jawa pada umumnya infeksi virus
dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak
terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun (Depkes RI, 2005).
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (Dengue Shock Syndrome/ DSS) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh tanda renjatan atau syok yang dapat berakibat
fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan
global. Oleh karena itu, sangat penting mencegah DBD agar tidak berkembang
menjadi DSS.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan
diatesis hemoragik (Suhendro dkk., 2206).

B. Etiologi
Virus dengue, tergolong dalam genus Flavivirus, famili Flaviridae.
Virus ini memiliki 4 serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang, sehingga seorang penderita DBD masih bisa terinfeksi ulang
oleh serotipe lainnya. Seperti misalnya seseorang yang tinggal di daerah
endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan
sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat
serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-
3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan menunjukkan
manifestasi klinik yang berat (Suhendro dkk., 2206).

C. Patofisiologi dan Patogenesis


Patofisiologi yang utama pada DBD terdiri dari dua hal, yaitu:
1. Meningkatnya permeabilitas kapiler yang menghasilkan kebocoran
plasma dan menyebabkan hipovolemia, hemokonsentrasi, serta renjatan.

2
2. Adanya hemostasis yang abnormal melibatkan perubahan pembuluh
darah, trombositopenia, dan koagulopati.
Hemostasis yang abnormal menyebabkan bermacam-macam
manifestasi perdarahan. Penyebab perdarahan pada DBD sangat komplek dan
mungkin melibatkan satu atau lebih dari: trombositopenia, kerusakan
pembuluh darah kecil, gangguan fungsi trombosit, dan disseminated
intravascular disease (DIC). Kerusakan trombosit dapat secara kuantitatif
maupun kualitatif. Oleh karena itu, pasien dengan trombosit kurang dari
100.000/mm3 mungkin ditemukan hasil pemeriksaan waktu perdarahan yang
memanjang. DIC terjadi pada renjatan berkepanjangan dan berat serta
menyebabkan perdarahan hebat dan irreversible shock dengan prognosis
buruk (Soegeng, 2002).

D. Manifestasi Klinik
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus dengue juga
merupakan suatu self limiting disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari
(WHO, 1997).
Gambaran klinis yang terjadi di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Demam
DBD didahului oleh demam tinggi yang timbul mendadak dan
terus-menerus atau sepanjang hari dengan sebab yang tidak jelas dan
hampir tidak bereaksi terhadap pemberian antipiretik (mungkin hanya
turun sedikit kemudian naik kembali). Demam biasanya berlangsung 2-7
hari. Bila tidak disertai syok maka demam akan turun dan penderita
sembuh sendiri (Behrmen dan Kliegman, 2000).
2. Tanda perdarahan
a. Perdarahan karena manipulasi
Manipulasi untuk mengetahui adanya perdarahan dapat
dilakukan melalui uji tornikuet atau Rumple Leed Test. Cara
melakukan uji ini yaitu dengan mempertahankan manset tensimeter
selama 5 menit pada tekanan nadi, kemudian dilihat apakah timbul

3
petekie atau tidak di daerah volar lengan bawah. Rumple Leed
dinyatakan positif bila dalam 1 inchi persegi petekie berjumlah > 10
bukan 20 seperti sebelum tahun 1975 (Rampengan, 1997).
Uji tornikuet sebagai manifestasi perdarahan yang paling
ringan dapat dinilai sebagai uji presumtif oleh karena uji ini positif
pada hari-hari pertama demam. Pada DBD, uji tornikuet pada
umumnya memberikan hasil positif. Akan tetapi, pemeriksaan ini
dapat memberikan hasil negatif atau positif lemah selama masa syok
(Gubler, 1998).
b. Perdarahan spontan
Manifestasi perdarahan spontan pada pasien DBD dapat
berupa petekie, perdarahan gusi, epistaksis atau mimisan,
hematemesis atau muntah darah, dan melena atau berak yang
bercampur darah.
3. Pembesaran hepar
Hepar yang membesar pada umumnya dapat diraba pada
permulaan penyakit dan pembesaran hepar ini tidak sejajar dengan berat
penyakit. Nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus (Gubler,
1998).
4. Syok
Pada pasien anak penderita DBD harus diwaspadai karena dapat
berlanjut menjadi syok dengan manifestasi syok yang terdiri atas:
a. Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan,
dan hidung, sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh
sirkulasi yang insufisien.
b. Anak yang semula rewel, cengeng, dan gelisah lambat laun
kesadarannya menurun menjadi apati, sopor, dan koma. Hal ini
disebabkan kegagalan sirkulasi serebral.
c. Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi
cepat dan lembut sampai tidak teraba oleh karena kolaps sirkulasi.
d. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.

4
e. Tekanan sistolik anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
f. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang melalui
arteri renalis (Sumarmo, 2002).
Untuk gambaran laboratoris biasanya kelainan hematologis yang
paling sering adalah kenaikan hematokrit 20% atau lebih melebihi nilai
hematokrit penyembuhan, tombositopenia, leukositosis ringan,
perpanjangan waktu perdarahan dan penurunan kadar protrombin. Kadar
fibrinogen mungkin subnormal dan produk-produk pecahan fibrin naik
(Behrmen dan Kliegman, 2000).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Rutin dan Apusan Darah Tepi
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk skrining dengan
memeriksa kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), trombosit, serta
leukosit. Pemeriksaan sediaan apus darah tepi menunjukkan limfositosis
relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Kadar leukosit dapat
normal atau menurun, mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif
(>45% jumlah leukosit total) disertai limfosit plasma biru (LPB >15%
total leukosit) yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit
umumnya menurun pada hari ke-3 hingga ke-8. Pemeriksaan hematokrit
untuk menentukan kebocoran plasma dengan peningkatan kadar
hematokrit >20% kadar hematokrit awal.
2. Deteksi Antigen dan Antibodi Virus
Diagnosis pasti dapat tegak bila didapatkan hasil isolasi virus
dengue atau deteksi antigen virus RNA dengan teknik Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction namun teknik ini rumit,
sehingga jarang dilakukan. Sebagai gantinya, dapat dilakukan
pemeriksaan NS-1 untuk mendeteksi adanya antigen virus dengue.
Pemeriksaan lain yaitu tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi
spesifik terhadap dengue. Berupa antibodi total, IgM yang terdeteksi
mulai hari ke-3 sampai ke-5, meningkat sampai minggu ke-3, dan

5
menghilang setelah 60-90 hari. IgG terbentuk pada hari ke-14 pada
infeksi primer, dan terdeteksi pada hari ke-2 pada infeksi sekunder.
3. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan lain menunjukkan SGOT dan SGPT dapat
meningkat. Hipoproteinemia akibat kebocoran plasma biasa ditemukan.
Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan
fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. aPTT
dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Asidosis
metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologis pada posisi lateral dekubitus kanan
bisa ditemukan efusipleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya
efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada
pasien syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral (Depkes RI, 2005;
Suhendro dkk., 2006).

F. Diagnosis
Penegakan diagnosis berdasarkan kriteria WHO tahun 1997:
1. Demam Dengue (DD) atau Dengue Fever (DF)
a. Probable
Demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut: nyeri
kepala, nyeri belakang mata, mialgia, artralgia, ruam, manifestasi
perdarahan, leukopenia, uji HI ≥ 1.280 dan atau IgM anti dengue
positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat yang sama
ditemukan kasus confirmed dengue infeksi.
b. Corfirmed
Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut: deteksi
antigen dengue, peningkatan titer antibodi > 4 kali pada pasangan
serum akut dan serum konvalesens, dan atau isolasi virus.

6
2. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF)
Diagnosis tegak bila semua hal di bawah ini dipenuhi:
a. Demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.
b. Manifestasi perdarahan berupa:
1) uji tourniquet positif
2) petekie, ekimosis, atau purpura
3) perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,
tempat bekas suntikan
4) hematemesis atau melena
c. Trombositopenia <100.000/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan:
1) peningkatan nilai hematrokrit >20% dari nilai baku sesuai umur
dan jenis kelamin
2) penurunan nilai hematokrit >20% setelah pemberian cairan yang
adekuat
3) efusi pleura, asites, hipoproteinemia
3. Sindrom Renjatan Dengue atau Dengue Shock Syndrome (DSS)
Seluruh kriteria DBD disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi
yaitu:
a. Penurunan kesadaran, gelisah
b. Nadi cepat, lemah
c. Hipotensi
d. Tekanan nadi <20 mmHg
e. Perfusi perifer menurun
f. Kulit dingin-lembab

Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat


klinis perlu ditentukan sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.
Adapun perbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam
tabel berikut:

7
G. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan DBD, terdapat 5 hal yang harus dievaluasi
yaitu: keadaan umum, renjatan, kebocoran plasma, perdarahan terutama
perdarahan gastrointestinal, dan komplikasi. Pada dasarnya terapi DBD
bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma akibat peningkatan
permeabilitas kapiler dan akibat perdarahan.
Adapun penatalaksanan DBD menurut derajatnya adalah sebagai
berikut:

8
PENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKA
DEMAM BERDARAH DENGUE (Bagan 1)

Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadak, terus-


menerus, < 7 hari tidak disertai ISPA,
badan lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan


(Tanda syok muntah
terus menerus,
kesadaran menurun) Periksa uji tourniquet

Uji Tourniquet (+) Uji tourniquet (-)

Jumlah trombosit Jumlah trombosit - Rawat jalan


< 100.000/ul > 100.000/ul - Parasetamol
- Kontrol tiap hari
sampai demam
hilang

Nilai tanda klinis & jumlah


Rawat Inap trombosit, Ht bila masih demam
hari sakit ke-3

Rawat Jalan
- Minum banyak,

- Parasetamol bila perlu

- Kontrol tiap hari sampai demam turun.

- Bila demam menetap periksa Hb.Ht,


Trombosit.

Perhatikan untuk orang tua pesan bila timbul tanda

Lab : Hb/Ht naik dan trombosit turun

9
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT I (Bagan 2)

DBD Derajat I

 Gejala klinis : demam 2-7 hari


 Uji tourniquet positif
 Lab: hematokrit tidak meningkat
trombositopenia (ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Pasien muntah terus menerus
- Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1
sendok makan tiap 5 menit.
- Jenis minuman: air putih, teh manis, sirup,
jus buah, susu, oralit
Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa
- Bila suhu >38,5 derajat celcius beri
5% (1:3) tetesan rumatan sesuai
parasetamol
berat badan
- Bila kejang beri obat antikonvulsif
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12
jam

Ht naik dan/atau trombositopenia


Perbaikan klinis dan laboratoris

Infus ganti ringer asetat

Pulang (tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)

Kriteria memulangkan pasien :

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik


2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis tampak perbaikan
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ul
7. Tidak dijumpai distress pernafasan

10
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT II (Bagan 3)

DBD Derajat II

DB Derajad I + perdarahan spontan


Hemokonsentrasi & Trombositopeni Cairan
awal RA/NaCl 0,9% atau RAD5%/NaCl 0,9 +
D 5% 6 – 7 ml/kgBB/jam

Monitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak Ada


Perbaikan
Tidak gelisah Gelisah
Nadi kuat Distres pernafasan
Tekanan darah stabil Frekuensi nadi naik
Diuresis cukup Ht tetap tinggi/naik
(1 ml/kgBB/jam) Tekanan Nadi < 20 mmHg
Ht Turun Tanda Vital memburuk Diuresis kurang/tidak ada
(2x pemeriksaan)
Ht meningkat

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan


10-15 ml/kgBB/jam
Perbaikan (bertahap)
5 ml/kgBB/jam

Evaluasi 12-24 jam


Perbaikan
Tanda vital tidak stabil

Sesuaikan tetesan
Distress pernafasan Ht turun
3 ml/kgBB/jam Ht Naik

IVFD stop setelah 24-48 jam apabila


Koloid Transfusi darah segar
tanda vital/Ht stabil dan diuresis
20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB
cukup
Keterangan : 1 CC = 15 Tetes
Perbaikan

11
PENATALAKSANAAN KASUS DSS ATAU
DBD DERAJAT III DAN IV (Bagan 4)

DBD Derajat III & IV

DBD Derajat II + Kegagalan sirkulasi


Oksigenasi (berikan O2 2-4/menit)
Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
RingerAsetat/ NaCl 0,9 % 10-20 ml/kgBB secepatnya (bolus
dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?


Pantau tanda vital tiap 10 menit
Cacat balans cairan selama pemberian
cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi

Kesadaran membaik Kesadaran menurun


Nadi teraba kuat Nadi lembut / tidak teraba
Tekanan nadi > 20 mmHg Tekanan nadi < 20 mmHg
Tidak sesak nafas / Sianosis Distres pernafasan / sianosis
Ekstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah

Cairan & tetesan disesuaikan


10 ml/kgBB/jam Lanjutkan cairan
15-20 ml/kgBB/jam
Evaluasi ketat Tambahan koloid/plasma
Dekstran 40/FFP 10-20 ml/kgBB
Tanda vital Koreksi Asidosis
Tanda perdarahan evaluasi 1 jam
Diuresis
Hb, Ht, Trombosit Syok teratasi
Syok belum teratasi

Stabil dalam 24 jam


Ht turun Ht tetap
Tetesan 5 ml/kgBB/jam Transfusi darah segar 10 tinggi/naik
ml/kgBB Koloid
Dapat diulang sesuai kebutuhan 20 ml/kgBB
Tetesan 3 ml/kgBB/jam

12
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi
secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada monitoring adalah:
 Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-
30 menit atau lebih sering sampai syok teratasi.
 Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis
pasien stabil.
 Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis
cairan, jumlah, dan tetesan untuk menentukan apakah cairan yang
diberikan sudah mencukupi.
 Jumlah dan frekuensi diuresis.

H. Kriteria Pemulangan Pasien


Pasien dapat dipulangkan apabila :
1. Bebas panas 2 hari
2. Nilai trombosit > 50.000 / ul
3. Tidak didapatkan komplikasi (Sumarmo, 2002)

13
BAB III
ILUSTRASI KASUS

I. ANAMNESIS
A. Identitas Penderita
Nama : An. X
Tanggal lahir : 20 Juni 2013
Usia : 3 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Nama Ayah : Bp. Y
Pekerjaan Ayah : Pegawai Negeri Sipil
Nama Ibu : Ny. Z
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Sukoharjo

B. Data Dasar
Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merasakan demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit. Demam tinggi dirasakan tiba-tiba, sejak malam hari. Kemudian
oleh ibu pasien diberi obat penurun panas dan panas mulai berkurang
namun keesokan hari kembali panas. Keluhan disertai sakit kepala dan
disertai lemas, demam menggigil disangkal.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Muntah 3x berisi
makanan dan cairan kurang lebih ½ gelas belimbing. Nafsu makan
dirasakan berkurang. Mencret (-), gusi berdarah (+) sedikit bila
menggosok gigi, mimisan (-), batuk (-), pilek (-), sakit tenggorok (-).
BAK kurang lebih 3x sehari dengan volume 1/2 gelas belimbing.
BAK nyeri (-), BAK merah (-). BAB tidak ada keluhan.

14
Orang tua penderita mengaku bahwa di lingkungannya
terdapat satu anak tetangganya yang juga menderita demam dan
sampai masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat sakit serupa : disangkal
2. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
3. Riwayat sakit gula : disangkal
4. Riwayat asma : disangkal
5. Riwayat alergi : disangkal
6. Riwayat sakit jantung : disangkal
7. Riwayat sakit ginjal : disangkal
8. Riwayat mondok : disangkal
9. Riwayat sakit liver : disangkal
10. Riwayat operasi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat sakit serupa : disangkal
2. Riwayat HT, DM, alergi, asam, sakit jantung, sakit ginjal :
disangkal

Riwayat Lingkungan Sekitar


Riwayat sakit demam berdarah : tetangga penderita

Riwayat Imunisasi
Jenis I II III IV
BCG 2 bulan - - -
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan -
POLIO 2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan
Hepatitis 3 bulan 4 bulan 9 bulan -
Campak 9 bulan - - -

15
Riwayat Gizi dan Kebiasaan
Pasien tinggal bersama keluarga. Pasien makan sebanyak 3 kali
sehari, dengan nasi, sayur, dan lauk pauk.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Keadaan umum : tampak pucat, gelisah, apatis, GCS
E4/V5/M5, kesan gizi cukup.
2. Tanda Vital
 Tensi : 100/ 70 mmHg
 Nadi : 96x/ menit, reguler, teraba lemah, simetris
 Frekuensi nafas : 22x/ menit, tipe torakoabdominal
 Suhu : 38,0o C
3. VAS skor : 3-4
4. Status gizi
 BB : 14 kg
 TB : 90 cm
 Kesan : Normoweight, Normoheight
5. Kulit : warna sawo matang, lembab, kelainan kulit(-) uji
tourniquet (+)
6. Kepala : bentuk mesochepal, rambut hitam sukar dicabut
7. Mata : conjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), air mata (+/
+), reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), bulat,
di tengah, mata cekung (-/-)
8. Telinga : sekret (-), darah (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)
9. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
10. Mulut : bibir pucat (+), sianosis (-), mukosa basah (+), gusi
berdarah (+) sedikit.
11. Leher : trakea di tengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-), leher kaku (-),
distensi vena-vena leher (-), kaku kuduk (-)
12. Thorax : Bentuk normochest, simetris
13. Jantung
 Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus kordis tidak kuat angkat, teraba di 1 cm
sebelah medial SIC V linea medioclavicularis
sinistra.
 Perkusi :

16
- Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
- Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis
dekstra
- Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
- Batas jantung kiri bawah: SIC V 1 cm medial linea
medioklavicularis sinistra
- Pinggang jantung : SIC III lateral parasternalis sinistra
→ konfigurasi jantung kesan tidak melebar
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal,
reguler, bising (-), gallop (-).
13. Pulmo
 Inspeksi : normochest, simetris, sela iga tidak melebar,
pengembangan dada simetris kanan = kiri, retraksi
intercostal (-)
 Palpasi : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
 Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Batas paru hepar : SIC VI dextra
Batas paru lambung : SIC VII sinistra
Redup relative : batas paru hepar
Redup absolute : hepar
 Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK
(-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)
14. Abdomen
 Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding thorak, ascites (-),
venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), caput medusae
(-), ikterik (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal, bising epigastrium (-)
 Perkusi : Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
 Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba, turgor kulit baik
15. Tanda meningeal : Kaku kuduk (-), brudzinsky I (-), brudzinsky II (-),
brudzinsky III (-)
16. _ _ Ekstremitas
Akral dingin _
+ _
+ Oedem
Petechie +
5 +
5 Pulsasi
Sensorik 5 5 Motorik

17
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah:
• Hb : 15,6 g/dL
• Eritrosit : 5,93 juta/mm3
• Hct : 45,0 %
• Leukosit :3.800/mm3
• Trombosit :83.000/mm3
• Golongan darah : O

III. RENCANA PEMECAHAN MASALAH


Daftar Masalah :
- Demam sejak 5 hari yang lalu, T 38oC
- Mual Muntah
- Uji terniquet (+), Gusi Berdarah
- Hct : 45,0 %
- Trombosit :83.000/mm3
Diagnosis Kerja : DHF Grade II
Diagnosis Banding : Demam Typhoid, Idiophatic Thrombositopenia
Purpura

IV. TATALAKSANA
Tujuan Penatalaksanaan
- mengatasi kehilangan cairan plasma akibat peningkatan
permeabilitas kapiler
- mengatasi gejala simptomatis

A. Medikamentosa
- Infus Ringer Asering atau Natrium Klorida 0,9%
Dosis : 7 ml/kgBB/jam
Dosis: 7 ml x 14kg = 98 ml/jam

18
Total: 98 ml/jam x 20 tetes (makro) = 1980 tetes/jam
= 33 tetes/menit
- Paracetamol 3 x per oral bila suhu > 38oC
Dosis 10-15mg/KgBB dosis sekali minum, diminum jika Tᴼax
>38ᴼC
Dosis: (10-15mg) x 14kg = 140-210 mg
- Domperidone 3 x 10 cc per oral
Dosis 0,2-0,4 mg/KgBB  (0,25-0,5) mg x 14 kg = 3,5-7 mg
Penulisan Resep:
dr. Aprillio Bagas Sriwisnu
SIP: 22823.005161099
Alamat Praktek: Jebres-Solo
Telp: 0271-6476712
alergi obat: √ tidak ya

Solo, Januari 2017

R/ Infus Natrium Chlorida 0,9% fl No.III


Cum :
Infuse Set (macro) No.I
IV Catheter no.20 G No. I
∫ 33 tpm iv
R/ Sanmol syr 120mg/5ml No.III
∫ prn (1-3) dd cth I½
R/ Domperidone syr 5mg/5ml No.I
∫ 3 dd cth I

Pro : An. X (3 tahun)


Alamat: Sukoharjo

B. Non Medikamentosa

19
- Bedrest (tirah baring).
- Minum air yang banyak.
- Menjaga asupan nutrisi yang seimbang.
- Mengedukasi keluarga pasien untuk melakukan kegiatan
pencegahan DBD dengan 3M, yaitu menutup, menguras,
mengubur barang-barang yang dapat menampung air.

V. PROGNOSIS
- Ad vitam : bonam
- Ad functionam : bonam
- Ad sanactionam : bonam

20
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Normal Saline (Natrium Chlorida 0,9%)


Normal saline merupakan NaCl dengan konsentasi 0,9%.
Penggunaan cairan ini tidak boleh terlalu bebas karena dapat mengakibatkan
asidosis metabolik akibat kandungan klor-nya. Jika terjadi asidosis metabolik
akan mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dan penurunan laju
filtrasi glomerolus. Selain itu resusitasi salin dalam volume yang besar dapat
menyebabkan koagulopati.
Normal saline merupakan larutan kristaloid yang mengandung ion
Natrium dan Klorida yang terdistribusi ke dalam cairan intravaskuler dan
interstisil (ekstravaskuler).
Kemasan larutan kristaloid NaCl 0,9% yang beredar di pasaran
memiliki komposisi elektrolit sebagai berikut:
- Na+ (154 mmol/L)
- Cl- (154 mmol/L)

Pemberian Normal saline pada kasus ini bertujuan untuk


menyeimbangkan cairan dan rehidrasi tubuh yang optimal. Pada kasus DBD
pasien akan banyak kehilangan cairan tubuh yang disebabkan karena suhu
tubuh yang tidak seimbang. Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik
dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan
timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).
Pada kasus Dengue Syok Syndrome penanganan yang utama adalah
menghindari syok hipovolemik yang terjadi karena hilangnya ion dan mineral
dalam tubuh. Selain pemberian terapi cairan, tirah baring merupakan salah
satu penanganan yang utama.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB
dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai

21
dengan tekanan darah sistolik 100mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20
mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit, dengan volume yang
cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1
ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam. Bila dalam
waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5
ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil
pemberian cairan menjadi 3ml/KgBB/jam. Bila 24-48 setelah renjatan teratasi
tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka
pemberian cairan perinfus harus dihentikan (Mansjoer et al., 2001).
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus
dilakukan terutama dalam 48 jam pertama sejak terjadi renjatan karena selain
proses patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid
hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam
saat pemberian. Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi
dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran,
tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan nafas, pembesaran hati,
nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis.
Diuresis diusahakan 2ml/kgBB/jam.
Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit
dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit. Bila setelah fase
awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian
kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/KgBB dan kemudian
dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka
perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti
perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid
merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi
perdarahan (internal bleeding) maka diberikan transfusi darah segar
10ml/KgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat
10-20 ml/KgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum
teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan

22
kateter vena sentral dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah
maksimum 30ml/KgBB (maksimal 1-1,5 l/hari) dengan sasaran tekanan vena
sentral 15-18 cm H2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan
dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia,
anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah
sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan
obat inotropik/vasopresor.

B. Ringer Asering
Ringer Asering atau Ringer Asetat (RA) merupakan cairan yang
paling fisiologis yang dapat diberikan pada kebutuhan volume dalam jumlah
besar. RA banyak digunakan sebagai replacement therapy, antara lain untuk
syok hipovolemik, diare, trauma, dan luka bakar (Mukhlis, 2006).
Asering yang terdapat di dalam larutan RA akan dimetabolisme di
otot menjadi bikarbonat yang berguna untuk memperbaiki keadaan seperti
asidosis metabolik. Kalium yang terdapat di dalam RA tidak cukup untuk
pemeliharaan sehari-hari, apalagi untuk kasus defisit kalium.
Larutan RA tidak mengandung glukosa, sehingga bila akan dipakai
sebagai cairan rumatan, dapat ditambahkan glukosa yang berguna untuk
mencegah terjadinya ketosis.
Kemasan larutan kristaloid RA yang beredar di pasaran memiliki
komposisi elektrolit sebagai berikut:
- Na+ (130 mmol/L)
- K+ (4 mmol/L)
- Cl- (109 mmol/L)
- Ca+ (3 mmol/L)
- asetat (28 mmol/L)
Osmolaritasnya sebesar 273 mOsm/L. Sediaannya adalah 500 ml dan 1.000
ml (Mukhlis, 2006).

C. Paracetamol

23
Paracetamol atau acetaminophen ialah obat yang mempunyai efek
mengurangi nyeri (analgesik) dan menurunkan demam (antipiretik).
Parasetamol menurunkan demam dengan cara menghambat pusat pengatur
panas tubuh di hipotalamus. Paracetamol bekerja di hipothalamus karena
merupakan lingkungan rendah peroksid. Parasetamol menurunkan demam
dengan cara menghambat COX-3 (membentuk prostaglandin) di area
hipotalamus. Sehingga, peningkatan suhu tersebut berkaitan dengan
peningkatan prostaglandin.
Paracetamol sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit
seperti sakit kepala, nyeri otot, radang sendi, sakit gigi, flu dan demam.
Parasetamol mempunyai efek mengurangi nyeri pada radang sendi (arthritis)
tapi tidak mempunyai efek mengobati penyebab peradangan dan
pembengkakan sendi.
Dosis sekali minum 10-15mg/KgBB dengan dosis maksimal 3g
dalam sehari dengan waktu kerja 6-8jam. Efek samping yang timbul saat
mengonsumsi paracetamol jarang terjadi, yang biasa terjadi adalah
mengantuk karena sistem kerja obat ini menurunkan aktivitas SSP terutama di
area hipothalamus. Efek samping lain antara lain: mual, nyeri perut, dan
kehilangan nafsu makan. Penggunaan jangka panjang dan dosis besar dapat
menyebabkan kerusakan hati. Reaksi hipersensitivitas/alergi yang dapat
muncul seperti ruam, kemerahan kulit, bengkak di wajah (mata, bibir), sesak
napas, dan syok.

D. Domperidon
Profil domperidone sebagai antiemesis mirip dengan
metoklorpamida,namun domperidone memiliki efek ekstrapiramida yang
lebih ringan.Domperidone diberikan dalam bentuk oral maupun parenteral.
Pada orang sehat, domperidone akan mempercepat pengosongan cairan
lambung dan meningkatkantekanan oesophageal sphincter bagian bawah.
Domperidone efektif menghilangkan gejala dispepsia postprandial danmual
serta muntah karena berbagai sebab.

24
Domperidone merupakan antagonis dopamin yang mempunyai kerja
antiemetik. Domperidone tidak mudah melewati sawar darah otak. Dalam
penggunaan domperidone, terutama pada orang dewasa, efek
sampingekstrapiramidal sangat jarang, tetapi domperidone menstimulasi
pelepasanprolaktin dari hipofisis. Efek antiemetik dapat disebabkan oleh
kombinasi efek periferal (gastroprokinetik) dengan antagonis terhadap
reseptor dopamin di kemoreseptor “trigger zone” yang terletak diluar saluran
darah otak di area postrema. Dopamin memfasilitasi aktivitas otot halus
gastrointestinal denganmenghambat dopamin pada reseptor D1 dan
menghambat pelepasan asetilkolinnetral dengan memblok reseptor D2.
Domperidon merangsang motilitas salurancerna bagian atas tanpa
mempengaruhi sekresi gastrik, empedu dan pankreas.Peristaltik lambung
meningkat sehingga dapat mempercepat pengosongan lambung.
Dispepsia fungsional dosis Usia Lanjut , dewasa dan anak-anak
dengan berat badan lebih dari 35 kg : Per Oral : 10-20 mg sehari 3-4 kali dan
jika perlu 10– 20 mg, sekalisebelum tidur malam tergantung respon klinik;
maksimal 80 mg per hari.Per rektal (supositoria): 60 mg sehari 2 kali.
Pengobatan jangan melebihi12 minggu. Dosis anak-anak dengan berat badan
kurang dari 34 kg / 15 - 34 kg (hanya untuk indikasi mual dan muntah) : Per Oral :
250-500 mikrogram/ kgsehari 3-4 kali; maksimal 2,4 mg/ kg per hari. Per
rektal (supositoria) : 30mg sehari 2 kali. Anak-anak dengan berat badan
kurang dari 15 kg tidak dianjurkan.

25
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Penatalaksanaan pada kasus Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
harus cepat dan tepat, karena pada kasus DHF sangat berisiko terjadinya
syok.
Pemberian terapi cairan merupakan salah satu penatalaksanaan
dalam mengatasi DHF. Cairan yang digunakan pada lini pertama derajat I dan
II adalah kristaloid. Selain itu istirahat yang cukup dengan tirah baring dan
asupan makanan yang baik merupakan salah satu terapi supportif pasien DHF.

B. Saran
Perlu dilakukan kembali peninjauan atau penelitian ulang tentang
hubungan pathogenesis terjadinya DHF, agar bisa dilakukan terapi
farmakologi dengan tepat.

26
DAFTAR PUSTAKA

Behrmen RE, Kliegman RM. 2000. Nelson Texbook of Pediatrics, Vol II E/15 WB
Saunders, Philadelphia.

Cook GC. 2008. Manson's Tropical Diseases. 22th Edition. United Kingdom :
Elsevier Health Sciences.

Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.


Edition II. Geneva : World Health Organization. 1997. Available from
htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication.
Accessed September 2015

Depkes RI. 2005. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana


Pelayanan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI.

Gubler DJ. 1998. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Clinical Microbiology
Reviews.Vol 11, No 3 ;480-496

Mansjoer, Arif. (et al). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2001.

Mukhlis. Pengaruh Pemberian Cairan Ringer Asering Dibandingkan Ringer


Laktat Terhadap Keseimbangan Asam Basa Pada Pasien Sectio Caesaria
Dengan Anestesi Regional. Tesis. Universitas Sumatra Utara. 2006.

Rampengan, T.H., 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak : Demam Berdarah
Dengue. Jakarta: EGC.

Soegeng, S., 2002. Ilmu Penyakit Anak : Demam Berdarah Dengue. Jakarta:
Salemba Medika.

Soegianto S, Chilvia E. 2013. Update Management Dengue Shock Syndrome in


Pediatric Cases. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Diseases.
Vol. 4 No. 4 ; 9-22

Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. 2006.


Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid
III. Perhimpunan Dokter Spesialis PenyakitDalam Indonesia. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Sumarmo,S., 2002. Infeksi dan Penyakit Tropis : Infeksi Virus Dengue. Jakarta:
IDAI.

27

Anda mungkin juga menyukai