Anda di halaman 1dari 18

1.

Kumpulan Keluhan Utama di Bidang THT-KL

a. Keluhan utama pada telinga berupa :


1) Gangguan pendengaran/pekak (tuli)
2) Suara berdenging/berdengung (tinitus)
3) Rasa pusing yang berputar (vertigo)
4) Rasa nyeri dalam telinga (otalgia)
5) Keluar cairan dari telinga (otorrhea)
6) Telinga terasa penuh
7) Benda asing dalam telinga (corpal)
8) Telinga gatal (itching)
9) Sakit kepala (cephalgia)
10) Sakit kepala sebelah (migraine)

b. Keluhan utama pada hidung berupa :


1) Hidung tersumbat (obstruksi nasal)
2) Pilek/keluar cairan dari hidung (rhinorrea)
3) Bersin (sneezing)
4) Rasa nyeri di daerah muka dan kepala
5) Perdarahan dari hidung/mimisan (epistaksis)
6) Gangguan penghidu (anosmia/hiposmia)
7) Benda asing di dalam hidung (corpal)
8) Suara sengau (nasolalia)
9) Hidung berbau (foetor ex nasal)

c. Keluhan utama kelainan di tenggorokan berupa :


1) Nyeri tenggorokan
2) Nyeri menelan (odinofagia)
3) Sulit menelan (disfagia)
4) Dahak di tenggorok
5) Rasa sumbatan di leher
6) Suara serak (hoarseness)
7) Benda asing di dalam tenggorokan (corpal)
8) Amandel (tonsil)
9) Bau mulut (halitosis)
10) Tenggorok kering
11) Batuk
d. Keluhan lain di kepala leher berupa :
1) Sesak napas

2) Benjolan di leher

2. Mekanisme Patofisiologi Otorrhea / Keluar Cairan Dari Telinga

1
Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara
membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran
telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud bisa mengganggu
mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke
arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana.
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan
penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang.
Kulit yang basah dan lembut pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh
bakteri atau jamur. Apabila sudah terjadi infeksi telinga akan semakin lembab
dan sekret akan berbau busuk.
Sekret yang serosa (cair) biasanya timbul karena otitis eksterna difusa
dan sering menimbulkan krusta pada orifisium liang telinga luar. Selain otitis
eksterna, keluarnya cairan jernih melalui telinga bisa jadi adalah cairan
serebrospinal yang bocor karena adanya fraktur pada tulang tengkorak.
Sekret yang mukopurulen berasal dari telinga bagian tengah yaitu otitis
media supuratif akut dan otitis media supuratif kronik yang jinak. Warnanya
kuning pucat, lengket dan tidak berbau. Proses infeksi dan inflamasi yang
terjadi pada telinga tengah berkaitan dengan inflamasi yang terjadi pada tuba
eustachius. Keadaan yang paling sering terjadi adalah infeksi saluran atas
yang melibatkan nasofaring. Manifestasi inflamasi dalam hal ini akan
menjalar dari nasofaring hingga mencapai ujung medial tuba Eustachius atau
secara langsung terjadi di tuba Eustachius, sehingga memicu stasis sehingga
mengubah tekanan di dalam telinga tengah. Di sisi lain, stasis juga akan
memicu infeksi bakteri patogenik yang berasal dari nasofaring dan masuk ke
dalam telinga tengah dengan cara refluks, aspirasi, atau insuflasi aktif.
Akibatnya akan terjadi reaksi inflamasi akut yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi, invasi leukosit, fagositosis, dan respon imun lokal yang
terjadi di telinga tengah. Eksudasi ini semakin lama akan semakin banyak
produksinya sehingga suatu saat cairan akan mendesak membran timpani yang
akhirnya akan membuat membran timpani perforasi dan pasien akan

2
mengeluh keluarnya cairan kental yang berwarna kuning atau hijau dengan
bau yang busuk.

3. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan Penunjang pada


Otorrhea

Untuk mendiagnosis pasien dengan otorrhea diperlukan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang baik.
a. Anamnesis
Anamnesis adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan
diagnosis otorrhea. Dalam anamnesis banyak sekali hal yang perlu
ditanyakan, diantaranya:
1) Kapan otorrhea mulai terjadi, bagaimana pasien mulai menyadari
terdapat discharge dari telinga.
2) Lokasi keluarnya cairan, kualitas, serta kuantitasnya.
3) Deskripsi discharge, mulai dari warna, konsistensi, dan bau. Kemudian
juga ditanyakan mengenai kejernihannya, apakah jernih, purulen, atau
mengandung darah. Apakah terjadi di satu sisi telinga atau keduanya,
serta apakah terus-menerus keluar atau hilang timbul.
4) Keluhan penyerta seperti nyeri, berdenging, berkurangnya
pendengaran, rasa penuh di telinga, bengkak, trauma, benda asing, dan
vertigo.
5) Riwayat terdahulu, misalnya apakah pernah mengalami pembedahan
hidung.
6) Kebiasaan pasien, seperti bagaimana cara membersihkan telinga,
apakah sering berenang, dan bagaimana juga cara pasien mengganti
tampon/kapas untuk menyerap cairan yang keluar dari telinga dan
seberapa sering pasien menggantinya.

7) Tanyakan juga apakah ada riwayat infeksi saluran nafas atas, trauma
kepala, kanker, dan terapi imunosupresan.

b. Pemeriksaan Fisik
Jika gejala otorrhea pasien unilateral, periksalah telinga pasien yang
sehat terlebih dahulu.

3
1) Inspeksi telinga luar, lakukan penekanan pada mastoid dan tragus.
2) Pasang otoskop dengan menggunakan spekulum. Bila perlu bersihkan
serumen, pus, dan kotoran lain dari canal untuk memperjelas inspeksi.
Periksa tanda edema, eritema, krusta, atau polip.
3) Inspeksi membran timpani. Amati perubahan warna, perforasi,
bulging, dan reflek cahaya (cone of light).
4) Periksa kemampuan pendengaran dengan menggunakan pemeriksaan
garpu tala yang terdiri dari tes Rinne, tes Weber, dan tes Swabbach.
5) Palpasi leher dari prearikula, kelenjar parotis, dan area mastoid untuk
mengetahui adanya limfadenopati.

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Audiometri
Jika EAC mengalami obstruksi dan pemeriksaan garpu tala
menunjukkan tuli konduksi, maka audiometric perlu dilakukan.
2) Tympanometri
Pemeriksaan ini tidak dilakukan pada suspek otorrhea LCS,
karena dapat menimbulkan pneumocephalus. Pemeriksaan ini akan
menjadi sangat menyakitkan pada penderita otitis eksterna.
3) Kultur dan Sensitivitas
a) Yang harus diperhatikan
- Antibiotik topikal harus dihentikan sebelum pengambilan sampel
kultur dan sensitivitas, karena akan mempengaruhi hasil.
- Pada otorrhea infektif yang tidak kunjung sembuh, sampel harus
diambil lebih kedalam atau dari sumber perforasi.
b) Mikroorganisme
- Mikroorganisme yang paling umum menyebabkan otitis eksterna
adalah Pseudomonas aeruginosa (OE maligna dan nekrotik) dan
Staphylococcus aureus.
- Actinomyces israelli. Ini merupakan bakteri gram positif anaerob
yang dapat menyebabkan OE dari infeksi primer gigi dan parotis.
OE yang tidak kunjung sembuh biasanya sudah terjadi granulasi
pada canalis auricularis eksterna dan discharge kuning tebal dan
memerlukan debridement operasi dan terapi antibiotik jangka
panjang.
4) Pemeriksaan imunodefisiensi dan alergi
5) CT Scan

4
CT Scan sebelum operasi sangatlah penting pada kasus stenosis
canalis auricularis eksterna dengan kolesteatoma.
6) Biopsi
Diperlukan untuk mengetahui stadium neoplasma.

Anamnesis : Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Penunjang:

1.Kapan terjadinya, awal 1. Inspeksi (telinga luar 1. Audiometri


mula terjadinya dan membrane tympani)
2.Lokasi dengan otoskop 2. Tympanometri
3.Kualitas dan kuantitas
4.Faktor memperingan 2. Pemeriksaan dengan 3. Kultur dan Sensitivitas
5.Faktor memperberat garputala
6.Keluhan lain yang 4. Pemeriksaan
3. Palpasi leher
menyertai imunodefisiensi dan alergi
7.Riwayat sebelumnya
dan keluarga 5. CT Scan
8.Kebiasaan
6. Biopsi

Otorrhea kronis

otoskopi

MT utuh MT perforasi

OED OMSK
Otomikosis
Dermatitis
OE maligna onset, progresivitas,
Miringitis predisposisi,
granulomatosa penyakit sistemik,
riwayat pengobatan
lama, cari tanda
komplikasi

komplikasi - komplikasi +

kolesteatoma – kolesteatoma +
OMSK benigna OMSK bahaya

5
Lihat diagram I Lihat diagram II
DIAGRAM I

kolesteatoma +
kolesteatoma – OMSK bahaya
OMSK benigna

OMSK tenang OMSK aktif

cuci telinga,
stimulasi epitelisasi
antibiotik sistemik,
tepi perforasi
antibiotik topikal

perforasi menutup perforasi menetap otorea menetap > 1


tuli konduktif? minggu

tidak antibiotik
sembuh Ro mastoid
audiogram

otorea menetap > 3


tuli konduktif + bulan pilihan:
atikotomi anterior
timpanoplasti dinding utuh
(CWU)
ideal: mastoidektomi timpanoplasti dinding
ideal: + timpanoplasti runtuh (CWD)
timpanoplasti tanpa atau atikoantroplasti
dengan mastoidektomi timpanoplasti buka tutup

6
DIAGRAM II

OMSK +
komplikasi

komplikasi komplikasi
intratemporal intrakranial

abses subperiosteal abses ekstra dura


labirintis abses peri sinus
parese fasial tromboflebitis sinus lateral
petrositis meningitis
abses otak
meningitis otikus

antibiotik dosis tinggi rawat inap


mastoidektomi periksa sekret telinga
dekompresi N. VII antibiotik IV dosis tinggi 7-15 hari
petrosektomi konsul spesialis saraf
mastoidektomi
operasi bedah saraf
4. Diagnosis Banding Otorrhea
a. Kelainan Telinga Luar
1) Otitis Eksterna Difusa
Otitis eksterna difus biasanya mengenai kulit liang telinga dua
pertiga dalam. Kulit liang telinga hiperemis dan edem dengan batas
yang tidak jelas serta tidak terdapat furunkel. Kadang-kadang terdapat
sekret yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir (mucin) seperti
sekret yang keluar dari kavum timpani pada otitis media.
2) Otitis Eksterna Sirkumskripta
Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi di sepertiga luar
liang telinga yang mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut,
kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka di tempat itu dapat terjadi
infeksi pada polisebasea, sehingga dapat membentuk furunkel. Kuman
penyebabnya biasanya Staphylococcus aureus atau Staphylococcus
albus. Gejala klinisnya berupa perdarahan dari telinga, telinga tersa
terbakar, otalgi dengan membrane timpani normal, nyeri hebat pada

7
telinga luar, otorrhea/draining ear, tragus pain, penurunan
pendengaran, dan telinga terasa tersumbat
3) Otitis Eksterna Maligna
Otitis eksterna maligna adalah infeksi akut difus di liang telinga
luar dan struktur lain di sekitarnya. Biasanya terjadi pada orang tua
dengan penyakit diabetes militus. Gejala klinisnya berupa rasa gatal di
liang telinga yang dengan cepat diikuti oleh rasa nyeri hebat, sekret
yang banyak, pembengkakan liang telinga.Rasa nyeri tersebut akan
semakin hebat, kemudian liang telinga tertutup jaringan granulasi yang
cepat tumbuhnya, sehingga menimbulkan paresis atau paralisis fascial.

b. Kelainan Telinga Tengah


1) Otitis Media Supuratif Akut (OMA)
OMA merupakan peradangan akut sebagian atau seluruh
periostium telinga tengah. OMA biasanya diawali dengan terjadinya
infeksi akut saluran napas atas (ISPA). Mukosa saluran pernapasan
atas mengalami inflamasi akut berupa hiperemi dan odem, termasuk
juga pada mukosa tuba eustachius sehingga terjadi penyumbatan
ostiumnya yang akan diikuti dengan gangguan fungsi drainase dan
ventilasi tuba eustachius. Kavum timpani menjadi vakum dan disusul
dengan terbentuknya transudat hydrops ex vacuo. Infliltrasi kuman
pathogen ke dalam mukosa kavum timpani yang berasal dari hidung
atau faring menimbulkan supurasi.
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi.
Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa, dan mungkin
terdapat otalgia. Nyeri akan hilang secara spontan bila terjadi perforasi
spontan membrana timpani atau setelah dilakukan miringotomi. Gejala
lain yaitu keluarnya cairan/sekret dari telinga yang biasanya berupa
nanah, demam, kehilangan pendengaran, dan tinitus. Pada
pemeriksaan otoskopis, kanalis auditorius eksternus sering tampak

8
normal, dan tidak terjadi nyeri bila aurikula digerakan. Membrana
timpani tampak merah dan sering menggelembung.
OMA dapat dibagi atas 5 stadium :
a) Stadium oklusi tube eustachius
Ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena
adanya absorbsi udara
b) Stadium hiperemis
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani
atau seluruh membran timpani tampak hiperemis
c) Stadium supurasi
Tampak edema hebat pada mukosa telinga tengah serta
terbentuknya eksudat yang purulen di cavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar.
d) Stadium perforasi
Tampak ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir
dari telinga tengah ke liang telinga
e) Stadium resolusi
Membran timpani tampak berangsur normal kembali, sekret
tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.

2) Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)


OMSK merupakan infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental,
bening atau berupa nanah. Otitis media akut dengan perforasi
membran timpani menjadi otitis media supuratif kronis apabila
prosesnya sudah lebih dari 8 minggu/2 bulan. Beberapa faktor yang
menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat

9
diberikan, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah atau
higiene buruk.
OMSK terbagi atas 2 jenis yaitu OMSK tipe Benigna dan OMSK
tipe Maligna. Sedangkan berdasarkan aktivitas sekret yang keluar
dikenal juga OMSK aktif (sekret yang masih keluar dari kavim timpani
secara aktif) dan OMSK tenang (keadaan kavum timpani terlihat basah
atau kering).
a) OMSK Tipe Benigna
Proses peradangan pada OMSK tipe ini terbatas pada mukosa
saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di
sentral. Pada OMSK ini tidak terdapat kolesteatoma. Gejalanya
berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk, ketika
pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan
pembersihan dan penggunaan antibiotik lokal biasanya cepat
menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba
eustachius yang mukoid dan setelah satu atau dua kali pengobatan
local bau busuk berkurang
b) OMSK Tipe Maligna
OMSK tipe ini disertai adanya kolesteatoma. Perforasi
membran timpani biasanya tipe atik atau marginal. Sekret pada
infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau
dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat
keping-keping kecil, berwarna putih mengkilat.
3) Otitis Media Serosa Akut
Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret yang non
purulen di telinga tengah, sedangkan membran timpani utuh. Otitis
media serosa akut, adalah keadaan terbentuknya sekret di dalam
telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi
tuba. Keadaan akut ini dapat disebabkan antara lain karena sumbatan
tuba, virus, alergi dan idiopatik. Gejala klinisnya berupa pendengaran

10
berkurang, rasa tersumbat pada telinga, suara sendiri terdengar lebih
nyaring atau berbeda pada telinga yang sakit, terasa ada cairan yang
bergerak di dalam telinga ketika mengubah posisi kepala. Pada
otoskopi terlihat membran timpani retraksi. Kadang-kadang tampak
gelembung udara atau permukaan cairan dalam kavum timpani.
4) Otitis Media Serosa Kronik
Batasan antara kondisi otitis media serosa akut dengan otitis
media serosa kronis hanya pada cara terbentuknya sekret. Pada otitis
media serosa akut sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah
dengan disertai rasa nyeri. Sedangkan pada otitis media serosa kronik
(glue ear), sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan
gejala-gejala pada telinga yang berlanngsung lama. Sekretnya dapat
kental seperti lem, maka disebut glue ear.
5) Barotrauma (Aerotitis)
Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan
yang tiba-tiba di luar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau
menyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Pada
keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah, sehingga
cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang
disertai dengan ruptur pembuluh darah, sehingga cairan di telinga
tengah dan rongga mastoid tercampur darah.

c. Mastoiditis
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid
yang terletak pada tulang temporal. Gejala klinisnya berupa nyeri otot
leher, penurunan daya pengecapan/Hypoguesia, abnormalitas nervus
kranialis, pusing, paralise nervus fascialis, kelemahan otot wajah unilatral,
sakit kepala, vertigo, demam, malaise, otalgi dengan membrane timpani
normal, pembengkakan daerah mastoid, kehilangan pendengaran, mastoid
tenderness/ nyreri tekan mastoid, otorrhea/draining eardan Postauricular
Swelling Edema

11
d. Penyebab lain
1) Fraktur Basis Kranii
Fraktur yang terjadi sepanjang dasar tengkorak, biasanya
termasuk tulang petrous dapat ditemukan Battle's sign, cranial
neuropati, trauma, fistula sinus carotid-cavernous, serta otorrhea.
2) Kebocoran cairan serebrospinal: discharge berupa cairan jernih
3) Osteomyelitis: discharge telinga yang berbau busuk

5. Terapi pada Ottorrhea

Penatalaksanaan otorrhea bergantung pada penyebabnya.


a. Pada otitis eksterna difusa, pengobatannya adalah memasukkan tampon
antibiotika ke dalam liang telinga, supaya terjadi kontak yang baik antara
obat dengan kulit yang meradang.
b. Terapi otitis eksterna sirkumskripta tergantung pada keadaan furunkel.
Bila sudah menjadi abses, dilakukan aspirasi. Bila dinding furunkel tebal,
dilakukan insisi kemudian drainase. Secara lokal dapat diberikan
antibiotika dalam bentuk salep, seperti:
1) Polimiksin B (10.000 UI/g), atau
2) Basitrasin (500 UI/g).
c. Pada otitis ekterna maligna penatalaksanaannya adalah pemberian
antibiotika dosis tinggi terhadap pseudomonas selama enam minggu.
Antibiotika yang sering digunakan:
1) Siprofloksasin. Merupakan golongan kuinolon. Tidak digunakan
untuk pasien usia < 18 tahun, tab scored 500 mg.
2) Sefepim. Merupakan golongan sefalosporin generasi keempat.
Sediaan serbuk injeksi 1000 mg/vial.
3) Gentamisin. Merupakan golongan aminoglikosida, terdapat sediaan
injeksi 10 mg/ml, 40 mg/ml, atau 80 mg/ml.

12
4) Bila perlu dilakukan debridement pada jaringan nekrotik di liang
telinga dan cavum timpani, yang terpenting gula darah harus di
kontrol.
d. Pada otitis media supuratif akut (OMA) pengobatannya tergantung
stadium penyakitnya.
1) Pada stadium oklusi diberikan obat tetes hidung (HCl efedrin 0,5%
untuk anak <12 tahun atau HCl efedrin 1% untuk dewasa) dan
pemberian antibiotika.
2) Pada stadium hiperemis diberikan antibiotik (terapi awal diberikan
golongan penisilin atau ampisilin agar didapatkan konsentrasi yang
adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung gangguan pendengaran dan kekambuhan diberikan
selama 7 hari), obat tetes hidung, analgetik dan sebaiknya dilakukan
miringotomi.
3) Pada stadium supuratif diberikan antibiotika dan miringotomi.
4) Pada stadium perforasi diberikan obat cuci telinga (H2O2 3% selama
3-5 hari) dan antibiotik adekuat biasanya dalam 7-10 hari perforasi
dapat menutup kembali.
e. Terapi OMSK tipe benigna adalah konservatif dan medikamentosa. Bila
sekret keluar terus menerus diberi obat pencuci telinga, antibiotika dan
kortikosteroid. Bila sekret telah kering dapat dilakukan miringoplasti
atau timpanoplasti. Sedangkan prinsip terapi OMSK tipe maligna adalah
pembedahan yaitu mastoidektomi.
f. Otitis media serosa akut penatalaksanaannya adalah pemberian
vasokontriktor lokal, antihistamin, perasat valsava bila tidak ada tanda-
tanda infeksi di jalan napas atas. Bila lebih dari 2 minggu gejala masih
menetap, maka dilakukan miringotomi dan bila masih belum sembuh
maka dilakukan miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi.
g. Otitis media serosa kronik penatalaksanaannya adalah mengeluarkan
sekret dengan miringotomi dan memasang pipa ventilasi. Pada kasus
awal dapat diberi dekongestan. Bila medikamentosa tidak berhasil baru

13
dilakukan tindakan operasi. Bila terdapat tanda-tanda infeksi maka dapat
diterapi dengan antibiotika serta obat tetes telinga. Antibiotika yang
dianjurkan adalah golongan penisilin atau ampisilin, bila pasien alergi
terhadap golongan ampisilin dapat diberikan eritomisin.
h. Pengobatan barotrauma biasanya cukup dengan cara konservatif saja
yaitu memberikan dekongestan lokal atau dengan menggunakan perasaat
valsava selama tidak terjadi infeksi di jalan napas atas. Apabila cairan
atau cairan yang bercampur darah menetap di telinga tengah sampai
beberapa minggu, maka dianjurkan untuk tindakan miringotomi dan bila
perlu memasang pipa ventilasi.
i. Infeksi jamur maka penatalaksanaannya adalah liang telinga dibersihkan
secara teratur. Dapat diberi larutan asam asetat 2-5 % dalam alkohol yang
diteteskan ke liang telinga, atau salep anti jamur seperti nistatin dan
klotrimazol. Pada stadium oklusi diberikan obat tetes hidung dan
pemberian antibiotika. Pada stadium hiperemis diberikan antibiotik, obat
tetes hidung, analgetik dan sebaiknya dilakukan miringotomi. Pada
stadium supuratif diberikan antibiotika dan miringotomi. Pada stadium
perforasi diberikan obat cuci telinga dan antibiotik adekuat.

Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat dipakai untuk mengurangi


dan menangani otorrhea berdasarkan formularium nasional :
a. Antibiotik
1) Antibiotik topikal
Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur
kuman penyebab dan uji resistensi. Antibiotika topikal yang dapat
dipakai pada otitis media kronik adalah:
a) Polimiksin B. Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram
negatif. Sediaan salep kulit 10.000 UI/g.

14
b) Kloramfenikol. Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram
positif dan negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa. Sediaan
salep kulit 2%.
Selain dalam bentuk salep, dapat pula digunakan antibiotik dalam
bentuk tetes telinga seperti Ofloksasin, tetes telinga 3%. Merupakan
golongan kuinolon generasi kedua. Spektrum kerja lebih luas dan
meliputi gram positif, dapat digunakan untuk infeksi sistemik.
2) Antibiotik sistemik
a) Golongan aminoglikosida
Dihasilkan oleh fungi Streptomyces dan micromonospora.
Mekanisme kerjanya: bekterisid, berpenetrasi pada dinding
bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom dalam sel. Contoh:
streptomisin (sediaan serb inj 1000 mg/vial), kanamisin (sediaan
inj 1000 mg/vial), gentamisin (sediaan: inj 10 mg/ml, inj 40
mg/ml, inj 80 mg/ml), dan amikasin (hanya digunakan untuk
infeksi oleh bakteri gram negatif yang resisten terhadap
gentamisin. Sediaan inj 250 mg/ml).
b) Golongan kuinolon
Berkhasiat bakterisid pada fase pertumbuhan kuman dengan
menghambat enzim DNA gyrase bakteri sehingga menghambat
sintesa DNA. Obat golongan ini yang banyak digunakan adalah
kuinolon generasi kedua. Spektrum kerja lebih luas, meliputi
gram positif, dan dapat digunakan untuk infeksi sistemik. Contoh:
siprofloksasin (tidak digunakan untuk pasien usia < 18 tahun,
sediaan: tab scored 500mg dan inf 2 mg/ml) dan ofloksasin
(sediaan: tab 200 mg dan tab 400 mg).
c) Golongan beta lactam
Penisilin. Dihasilkan oleh fungi Penicillinum chrysognum,
memiliki cincin β-laktam yang diinaktifkan oleh enzim β-
laktam bakteri. Aktif terutama pada bakteri gram (+) dan
beberapa gram (-). Contoh: amoksisilin (Sediaan: tab 250 mg,
tab 500 mg, sir kering 125 mg/5 ml, sir forte 250 mg/5 ml) dan

15
ampisilin (Sediaan: serb inj 250 mg/vial, serb inj 1000
mg/vial).
d) Golongan sefalosforin
Spektrum kerjanya luas meliputi bakteri gram positif dan
negatif.
- Seftazidim. Sediaan serbuk injeksi 1000 mg/vial. Merupakan
terapi lini ketiga sediaan injeksi / infus, diberikan kepada
pasien yang telah resisten dengan antibiotika lain (dibuktikan
dengan hasil resistensi).
- Sefepim. Merupakan generasi IV → sangat resisten terhadap
laktamase. Sediaan serb inj 1000 mg/vial.
- Sefotaksim. Merupakan generasi III → lebih aktif terhadap
bakteri gram negatif, meliputi P. Aeruginosa dan bacteroides.
Sediaan: inj 500 mg/vial dan serb inj 1000 mg/vial.

b. Analgetik
Parasetamol. Dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang.
Bekerja menghambat prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit
aktivitasnya sebagai penghambat postaglandin perifer. Sediaan: tab 500
mg, sir 120 mg/5 ml, tts 60 mg/0.6 ml, drips (infus) 1000mg/100 ml.
c. Obat cuci telinga
Hidrogen peroksida. Aktivitas antibakterinya lemah dan efektif melawan
virus. Kerja antiseptiknya tergantung pada lepasnya oksigen nascent yang
merupakan pengoksidasi kuat yang dapat menghancurkan
mikroorganisme dan secara kimia dipengaruhi oleh bahan-bahan organik.
Sediaan H2O2 3%.
d. Kortikosteroid
- Metill prednisolone: mengurangi inflamasi dengan mensupresi migrasi
leukosit PMN dan menurunkan permeabilitas kapiler. Sediaan: tab 4 mg,
tab 8 mg, tab 16 mg, inj 125 mg/vial.
- Prednisone: menurunkan inflamasi dengan mencegah peningkatan
permeabilitas kapiler dan mensupresi sel PMN. Sediaan: tab 1 mg, tab 5
mg, tab 10 mg, tab 20 mg, dan tab 50 mg.

16
- Dexamethasone: mengurangi inflamasi dengan mensupresi migrasi
leukosit PMN dan menurunkan permeabilitas kapiler. Sediaan: tab 0.5
mg, tab 1 mg, tab 2 mg, tab 6 mg, inj 4 mg/ml, inj 10 mg/ml.

DAFTAR PUSTAKA

Arif M., Kuspuji T., Rakhmi S., Wahyu I.W., Wiwiwk S. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 1. Edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius.2001. 13.

Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B., Ratna D.R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tengggorokan Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007

George Krucik, MD. Ear Discharge. 2013. Available from :


http://www.EarDischarg.Causes.Treatment.Prevention.htm. diunduh
tanggal 19 Maret 2018

Kepmenkes. 2014. Formularium nasional. available from:


https://www.scribd.com/doc/250910683/2014-KEPMENKES-NO-159-
FORMULARIUM-NASIONAL-pdf. diunduh 19 Maret 2018

17
18

Anda mungkin juga menyukai