Anda di halaman 1dari 24

RESPONSI

PROLAPS UTERI PADA MULTIPARA

Disusun oleh :
Yuyun Suci Megawati G99172016
Afifah Syifa Khairunnisa G99162154
Iga Kustin Mahabhagawati G99162005
Megayani Santoso G99172112
Marfuah Hariyani G99162002
Amalina Elvira Anggraini G99172032

Pembimbing :
dr. Yudhistya Ngudi IK, Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2018

HALAMAN PENGESAHAN

Responsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu


Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD
Dr. Moewardi. Presentasi kasus dengan judul:
PROLAPS UTERI

Hari, tanggal: Selasa, 17 Juli 2018

Oleh :

Yuyun Suci Megawati G99172016


Afifah Syifa Khairunnisa G99162154
Iga Kustin Mahabhagawati G99162005
Megayani Santoso G99172112
Marfuah Hariyani G99162002
Amalina Elvira Anggraini G99172032

Mengetahui dan menyetujui,

Pembimbing Responsi

dr. Yudhistya Ngudi IK, Sp.OG (K)

BAB I
PENDAHULUAN

Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding vagina
ke dalam liang vagina atau keluar introitus vagina yang diikuti oleh organ-organ
pelvik (uterus, kandung kemih, usus, atau rectum) (Himpunan Urigonologi
Indonesia, 2013).
Prolaps uteri adalah turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus
genitalis yang disebabkan oleh melemahnya otot-otot dasar panggul, terutama otot-

2
otot levator ani, ligamentum-ligamentum dan fasia yang menyokong uterus, sehingga
uterus turun ke dalam vagina dan mungkin keluar dari vagina. (Himpunan
Urigonologi Indonesia, 2013).
POP sering terjadi pada hampir setengah dari seluruh wanita di dunia.
Walaupun hampir setengah dari wanita yang pernah melahirkan ditemukan memiliki
POP melalui pemeriksaan , fisik, namun hanya 5-20% yang simtomatik. Prevalensi
prolaps uteri di Inggris mencapai 20,4% dan yang membutuhkan pembedahan
16,2%. Angka insidensi di USA mencapai 11,4%, Mesir 56%, Italia 5,5%, Iran
53,6%, California 1,9% dan Pakistan 19,1%. Sedangkan di Nepal, lebih dari 60.000
kasus prolaps uteri terjadi dan 18.600 kasus membutuhkan pembedahan (Himpunan
Urigonologi Indonesia, 2013).
Prolaps uteri masih menjadi masalah kesehatan pada wanita yang insidennya
mencapai 40% pada wanita usia diatas 50 tahun. Prolaps uteri dapat mempengaruhi
kualitas hidup yang merupakan akibat dari penekanan dan ketidaknyamanan dari
prolaps uteri tersebut. Selain itu, prolaps uteri dapat memberikan dampak negatif
pada fungsi seksual, penampilan, dan kualitas hidup. Karena kualitas hidup, operasi
menjadi salah satu indikasi yang sering untuk operasi ginekologi. Namun,
penatalaksanan konservatif dan perubahan gaya hidup tetap memiliki peran pada
penatalaksanaan prolaps uteri derajat ringan, pasien yang masih ingin memiliki anak,
atau yang tidak menginginkan operasi. Selain pengobatan, upaya pencegahan
terhadap faktor resiko juga perlu diprioritaskan.

BAB II
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Tanggal Lahir/ Usia : 31 Desember 1943 / 74 tahun
Alamat : Kartosuro, Sukoharjo
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. Rekam Medis : 0141XXX
Tanggal Masuk : 23 Juni 2018
Tanggal Pemeriksaan : 24 Juni 2018

II. Anamnesis

3
A. Keluhan Utama
Benjolan di jalan lahir.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang P10A1, 74 tahun, Rujukan RS Panti Waluyo dengan
keterangan prolaps uteri. Pasien mengeluhkan adanya benjolan keluar dari
jalan lahir. Benjolan dapat dimasukkan namun keluar lagi saat berdiri,
batuk, berjalan dan mengejan, BAK terhambat dan nyeri, BAB terhambat
karena adanya massa keluar saat mengedan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat gula darah tinggi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat gula drah tinggi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS.

F. Riwayat Obstetri
P10A1, 74 tahun
I : laki laki, meninggal usia 1 bulan
II : perempuan, 55 tahun, lahir dengan bantuan dukun bayi
III : laki laki, 51 tahun, lahir dengan bantuan dukun bayi
IV : laki laki, 50 tahun, lahir dengan bantuan dukun bayi
V : perempuan, 47 tahun, lahir dengan bantuan dukun bayi
VI : laki laki, 43 tahun, lahir dengan bantuan dukun bayi
VII : laki laki, meninggal usia 1 bulan
VIII : abortus, UK 3 bulan, tidak kuret
IX : perempuan
X : perempuan, 37 tahun, lahir dengan bantuan dukun bayi
XI : laki laki, 36 tahun, lahir dengan bantuan dukun bayi

4
G. Riwayat Menstruasi
Menapouse : ± 25 tahun yang lalu

H. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, selama 58 tahun

I. Riwayat Penggunan Kontrasepsi


Disangkal

J. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik, CM, gizi kesan cukup
Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Respiratory Rate : 20 x/menit
Suhu : 36,5`0C
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Tonsilla palatina membesar (-), Oropharynx
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran Gld. thyroidea (-)
Thorax : Normothorax, Gld. mammae dalam batas normal,
areola mammae hiperpigmentasi (+)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus taktil dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut // dinding dada, bekas luka operasi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : Redup (+) di seluruh lapang perut
Auskultasi : bising usus (+)
POP-Q

5
Aa Ba C
+3 +6 +8
Gh Pb Tvl
5 2 8
Ap Bp D
0 +1 +7

Genital :
Inspeksi : tampak massa keluar dari introitus vagina ± 8 cm,
dinding vagina anterior keluar sepanjang 3 cm, portio
licin, OUE tertutup. darah (-), discharged (-)
Ekstremitas : Akral dingin (-/-), Edema (-/-)
K. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil Laboratorium ( 5 Juni 2018)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN

HEMATOLOGI

Hemaglobin 13.2 g/dl 11.7 – 16.2

Hematokrit 39 % 33-45

Leukosit 6.7 ribu/ul 4.5-11.0

Trombosit 204 ribu/ul 150-450

Eritrosit 4.52 juta/ul 4.10-5.10

Golongan Darah A

Golongan Darah Rh Positif

HEMATOSTASIS

PT 13.9 Detik 10.0-15.0

APTT 37.3 Detik 20.0-40.0

INR 1.030 -

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah Sewaktu 115 Mg/dl 60-140

SGOT 17 u/l <31

SGPT 16 u/l <34

6
Albumin 4.2 g/dl 3.2-4.6

Creatinine 0.7 mg/dl 0.6-1.2

Ureum 19 mg/dl <50

ELEKTROLIT

Natrium darah 140 mmol/L 132-146

Kalium darah 4.0 mmol/L 3.7-5.4

Chlorida darah 109 mmol/L 98-106

HEPATITIS

HbsAg Rapid NR NR

2. Hasil Pemeriksaan USG ( 6/6/2018)


Tampak vesika urinaria terisi cukup
Uterus tidak tervisualisasi
Tak tampak kelainan di adnexa parametrium

3. Hasil Pemeriksaan Radiologi ( 30/05/2018 )


Foto Thorak PA
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo : Tampak hiperinflasi di kedua lapang paru
Sinus costophrenicus kan kiri tajam
Hemidiaphragma kanan kiri mendatar
Trakhea di tengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan : Emphysematous lung

III. Simpulan
Seorang P10A1, 74 tahun, datang dengan rujukan dari RS Panti
Waluyo dengan keluhan benjolan keluar dari jalan lahir. Benjolan keluar
saat berjalan, batuk, berjalan, dan saat mengejan. Saat pemeriksaan

7
didapatkan adanya massa keluar dari introitus vagiana sepanjang ± 8 cm,
portio licin, OUE tertutup, tampak dinding anterior vagina keluar
sepanjang 3 cm.

IV. Diagnosis
Prolaps uteri grade IV, sistokel grade III dan rectokel grade III

V. Tatalaksana
1. Mondok bangsal  bedrest total
2. Histerektomi pervaginam
3. Kolporafi anterior posterior
FOLLOW UP

I. DPH 1 (Tanggal 24 Juni 2018)


P10A1/ 74 Tahun :
S : Saat ini pasien mengatakan tidak ada keluhan.
O :
Keadaan umum : baik, composmentis
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Laju nadi : 93 x/menit
Laju pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.5°C
Kepala : Mesocephal
Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba masaa (-)
Genital : benjolan keluar dari introitus vagina
A : Prolaps uteri grade IV, Sistokel grade III, Rectokel grade III
P : - Pro histerektomi, kolporafi anterior dan posterior ( 26/06/18)
- Konsul anestesi

II. DPH 2 (Tanggal : 25 Juni 2018)


P10A1/ 74 Tahun :
S : Saat ini pasien mengatakan tidak ada keluhan.
O :
Keadaan umum : baik, compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Laju nadi : 85 x/menit
Laju pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.6°C
Kepala : Mesocephal
Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba massa (-)
Genital : benjolan keluar dari introitus vagina
A : Prolaps uteri grade IV, Sistokel grade III, Rectokel grade III
P : - Pro histerektomi, kolporafi anterior dan posterior ( 26/06/18)
- konsul anestesi

8
III. DPH 3 (Tanggal : 26 Juni 2018)
P10A1/ 74 Tahun :
S : Saat ini pasien mengatakan tidak ada keluhan.
O :
Keadaan umum : baik, composmentis
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Laju nadi : 80 x/menit
Laju pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36.6°C
Kepala : Mesocephal
Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), massa (-)
Genital : benjolan keluar dari introitus vagina
A : Prolaps uteri grade IV, Sistokel grade III, Rectokel grade III
P : - Pro histerektomi, kolporafi anterior dan posterior

IV. DPH 4 (Tanggal : 27 Juni 2018)


P10A1/ 74 Tahun :
S : Saat ini pasien mengatakan tidak ada keluhan.
O :
Keadaan umum : baik, composmentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Laju nadi : 85 x/menit
Laju pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.6°C
Kepala : Mesocephal
Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), massa (-)
Genital :
A : Post histerektomi dan kolporafi anterior dan posterior a/i prolaps
uteri grade IV, sistokel grade III, rectokel grade III
P : Inj. Ampicillin sulbactam 3 gr/6 jam I.V
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam I.V
Vitamin C 50 mg/12 jam P.O

V. DPH 5 (Tanggal : 28 Juni 2018)


P10A1/ 74 Tahun :
S : Saat ini pasien mengatakan tidak ada keluhan.
O :
Keadaan umum : baik, composmentis
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Laju nadi : 86 x/menit
Laju pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.4°C
Kepala : Mesocephal
Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), massa (-)

9
Genital :
A : Post histerektomi dan kolporafi anterior dan posterior a/i prolaps
uteri grade IV, sistokel grade III, rectokel grade III
P : Ciprofloxacin 500 mg/8 jam P.O
Asam mefenamat 500 mg/8 jam P.O
Vitamin C 50 mg/12 jam P.O

VI. DPH 6 (Tanggal : 29 Juni 2018)


P10A1/ 74 Tahun :
S : Saat ini pasien mengatakan tidak ada keluhan.
O :
Keadaan umum : baik, composmentis
Tekanan darah : 135/80 mmHg
Laju nadi : 84 x/menit
Laju pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.3°C
Kepala : Mesocephal
Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), massa (-)
Genital :
A : Post histerektomi dan kolporafi anterior dan posterior a/i prolaps
uteri grade IV, sistokel grade III, rectokel grade III
P : Ciprofloxacin 500 mg/8 jam P.O
Asam mefenamat 500 mg/8 jam P.O
Vitamin C 50 mg/12 jam P.O
Usul BLPL

BAB II

10
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Prolaps uteri adalah keadaan dimana turunnya uterus melalui dasar
panggul atau hiatus genitalis yang disebabkan kelemahan ligamen-ligamen
(penggantung), fasia (sarung) dan otot dasar panggul yang menyokong uterus
sehingga uterus turun kedalam vagina dan mungkin keluar dari vagina. Prolaps
uteri terjadi karena kelemahan ligamen endopelvik terutama ligamentum
tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi elangosiokoli disertai
prolaps uteri tanpa sistokel tetapi ada enterokel. Pada keadaan ini fasia pelvis
kurang baik pertumbuhannya dan kurang ketegangannya.

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi dari prolaps uteri bersifat multi-faktorial. Faktor yang diduga
sebagai penyebab utama prolaps uteri adalah seringnya persalinan pervaginam,
melakui mekanisme kerusakan otor levator ani, nervus pudenda, dan fasia
penyokong organ panggul. Risiko POP meningkat 1,2 kali pada setiap
penambahan jumlah persalinan pervaginam.

Faktor-faktor lain adalah kehamilan, persalinan pervaginam, menopause,


defisiensi estrogen, peningkatan tekanan intra abdomen jangka waktu panjang
(konstipasi, mengangkat barang-barang berat, penyakit paru obstruktifkronik,
mengedan), ras, indeks massa tubuh (IMT), faktor genetik, faktor anatomi,
biokimiawi dan metabolisme jaringan penunjang, dan riwayat pembedahan
(histerektomi dan kolposuspensi Burch). (Himpunan Urigonologi Indonesia,
2013).

C. Epidemiologi
Prolaps uteri sering terjadi pada hampir setengah dari seluruh wanita di
dunia. Walaupun hampir setengah dari wanita yang pernah melahirkan ditemukan
memiliki prolaps uteri melalui pemeriksaan fisik, namun hanya 5-20% yang
simtomatik. Insidensi prolaps uteri mencapai 40% pada wanita usia diatas 50

11
tahun. Frekuensi prolaps genitalia di beberapa negara berlainan, di Inggris
mencapai 20,4% dan yang membutuhkan pembedahan 16,2%. Angka insidensi di
Mesir 56%, Italy 5,5%, Iran 53,6%, Hambrug 5,4%, Roma 6,4%, California 1,9%
dan Pakistan 19,1%. Sedangkan di Nepal, lebih dari 60.000 kasus prolaps uteri
terjadi dan 18.600 kasus membutuhkan pembedahan (Silwal et al, 2012).
Sedangkan Amerika Serikat dengan prevalensi USA mencapai 11,4%, sebanyak
200.000 operasi dilakukan per tahun dengan angka rekurensi yang membutuhkan
operasi ulang mencapai 30%. (Himpunan Urigonologi Indonesia, 2013).

D. Patofisiologi
Prolaps uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling ringan
sampai prolaps uteri totalis. Terutama akibat persalinan,khususnya persalinan
pervagina yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligament yang
tergolong dalam fasia endopelviks dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul.
Dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik akan
memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus otot-otot mengurang
seperti pada penderita dalam menopause.
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita
tersebut. Kemudian dapat menimbulkan ulkus yang dinamakan ulkus dekubitus.
Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetric,ia
akan terdorong oleh kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan
dinding depan vagina kebelakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang pada
mulanya hanya ringan saja,dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya
yang kurang lancar,atau yang diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan
urethrokel. Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum urethra. Pada
divertikulum keadaan urethra dan kandung kencing normal hanya dibelakang
urethra ada lubang yang membuat kantong antara urethra dan vagina.
Kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetric atau
sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum kedepan dan
menyebabkan dinding belakang vagina menonjol kelumen vagina yang
dinamakan retrokel. Enterokel adalah hernia dari kavum Douglasi. Dinding
vagina bagian belakang turun dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini

12
dapat berisi usus atau omentum.

E. Klasifikasi
Untuk mengklasifikasikan prolaps uteri biasanya menggunakan beberapa
sistem. Untuk keperluan praktis klinis, sistem Baden-Walker dikembangkan
secara luas, sementara sistem Pelvic Organ Prolapse Quantification (POP-Q)
mulai banyak digunakan untuk praktik klinik dan penelitian. Pada sistem Baden-
Walker, pemeriksaan dilakukan pada pasien dengan posisi litotomi. Kemudian
pasien diminta meneran, setelah itu dinilai penurunan prolaps dan dinilai sesuai
dengan derajat prolaps sebagai berikut:
Stadium 0 : posisi normal untuk tiap lokasi
Stadium 1 : penurunan sampai dengan setengah jarak menuju himen
Stadium 2 : ujung prolaps turun sampai dengan himen

13
Stadium 3 : ujung prolaps setengahnya sampai diluar vagina
Stadium 4 : ujung prolaps lebih dari setengahnya ada diluar vagina

Sedangkan sistem POP-Q juga merupakan salah satu baku emas untuk
menentukan stadium prolaps uteri. Sistem ini berisi serangkaian penilaian
terhadap pendukung organ panggul wanita. Disetiap segmen pengukuran,
diukur dari selaput dara, yang merupakan anatomi tetap untuk identifikasi.
Enam poin dalam pengukuran POP-Q yaitu: dua di dinding vagina anterior
(poin Aa dan Ba), dua di vagina apikal (poin C dan D), dan dua di dinding
vagina posterior (poin Ap dan Bp). Semua poin POP-Q, kecuali total panjang
vagina (TVL), diukur selama pasien mengejan dan harus mencerminkan
tonjolan maksimum. Semua pengukuran kecuali panjang vagina total diukur
saat pasien mengedan.

F. Manifestasi
Klinis

14
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala penderita
yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun,
sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
 Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di
genialia eksterna.
 Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika
penderita berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.
 Prolaps uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
‒ Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita
waktu berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana
menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.
‒ Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan
karena infeksi serta luka pada portio uteri

G. Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya dengan
mudah dapat menegakkan diagnosis prolaps genitalis. Pasien dengan prolaps
uteri biasanya mengeluhkan adanya benjolan yang keluar dari alat
kelaminnya. Pasien biasanya mengeluhkan:
 Rasa berat pada atau rasa tertekan pada pelvis.
 Pada saat duduk pasien meraskan ada benjolan seperti ada bola atau
kadang-kadang keluar dari vagina.
 Nyeri pada pelvis, abdomen, atau pinggang.
 Nyeri pada saat berhubungan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan genikologi biasanya mudah dilakukan, Friedman dan Little
menganjurkan sebagai berikut; Penderita dalam posisi jongkok disuruh
mengejan dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah portio
uteri pada posisi normal atau portio telah sampai introitus vagina, atau apakah
serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita

15
berbaring dalam posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya serviks uteri.
Serviks uteri yang lebih panjang dari ukuran normal dinamakan elongasio
kolli.5 Berikut adalah stadium untuk prolaps uteri:
Lima stadium untuk prolaps.
 Stadium 0: Tidak ada prolaps.
 Stadium I: Sebagian besar portio distal mengalami prolaps > 1 cm di atas
himen.
 Stadium II: Sebagian besar portion distal mengalami prolaps ≤ 1 cm di
proksimal atau distal himen.
 Stadium III: Sebagian besar portio distal mengalami prolasp > 1 cm
dibawah himen tetapi benjolan tidak lebih 2 cm dari panjang vagina.
 Stadium IV: Prolaps komplet termasuk bagian dari vagina.
3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu banyak membantu. Tes Papanicolaou
(Pap smear sitologi) atau biopsi dapat diindikasikan pada kasus yang jarang
terjadi yang dicurigai karsinoma, meskipun ini harus ditangguhkan ke dokter
perawatan primer atau dokter kandungan.
 Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG bisa digunakan untuk membendakan prolaps dari kelainan-
kelainan lain.

H. Penatalaksanaan
1. Observasi
Derajat luasnya prolaps tidak berkaitan dengan gejala. Mempertahankan
prolaps tetap dalam stadium I merupakan pilihan yang lebih tepat. Beberapa
wanita mungkin lebih memilih untuk mengobservasi lanjutan dari prolaps.
Mereka juga harus memeriksakan diri secara berkala untuk mencari
perkembangan gejala baru atau gangguan (seperti buang air kecil atau buang
air besar terhambat, erosi vagina).

2. Konservatif

16
Pilihan penatalaksanaan non-bedah perlu didiskusikan dengan semua
wanita yang memiliki prolaps. Walaupun pesarium merupakan
penatalaksanaan non-bedah yang spesifik, rehabilitasi otot dasar panggul dan
symtom-directed therapy perlu dilakukan, walaupun data pendukungnya
untuk mencegah progresi prolaps masih belum mencukupi.
Symtom-directed therapy dengan observasi prolaps (watchful waiting)
dapat direkomendasikan pada wanita dengan prolaps derajat rendah (derajat 1
dan derajat 2, khususnya untuk penurunan yang masih di atas himen) dan
gejala non-spesifik. Wanita yang memiliki prolaps asimtomatik atau
simtomaik ringan dapat diobservasi pada interval reguler, misalnya pada
pemeriksaan rutin tahunan.
3. Symptom-directed therapy
- Penurunan berat badan dan olahraga
o latihan aerobic atau senam dasar panggul
o belum terbukti secara signifikan untuk mencegah prolaps, namun
bermanfaat untuk kondisi kesehatan secara umum
- Terapi perilaku
o BAB terjadwal untuk pasien yang mengalami gangguan defekasi,
seperti BAB tidak lampias atau mengeda dapat dilakukan
o BAK terjadwal untuk pasien dengan keluhan inkontinensia urin
- Modifikasi diet
o peningkatan kadar serat pada makana atau pemberian suplemen sesuai
kebutuhan untuk pasien denga gangguan defekasi
- Pembatasan cairan
- Laksatif atau enema
o akan mempermudah BAB tanpa harus mengedan
- Latihan otot dasar pangul
- Obat-obatan sesuai indikasi

4. Pesarium

17
Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan prolaps
tanpa melihat stadium ataupun lokasi dari prolaps. Alat ini digunakan oleh
75%-77% ahli ginekologi sebagai penatalaksanaan lini pertama prolaps.
Pesarium tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran, serta dapat
dikategorikan menjadi suportif (seperti pesarium ring) atau desak-ruang
(seperti pesarium donat). Pesarium yang biasa digunakan pada prolaps adalah
pesarium ring (dengan dan tanpa penyokong), Gellhorn, donat, dan pesarium
cube. Tipe pesarium yang bisa dipasang berhubugan dengan derajat prolaps.

Tipe Mekanisme Kerja Indikasi Keterangan

Ring Suportif Sistokel, penurunan Ketebalan, ukuran,


uterus ringan dan rigiditas
bervariasi
Donut Suportif Semua prolapse
kecuali defek
posterior berat
Lever Suportif Sistokel, penurunan Mengikuti kurvatura
uterus ringan vagina
Dish Suportif Prosidensia berat

Stem Suportif Sistokel, prosidensia


ringan
Cube Mengisi ruang Semua prolaps Perlu dilepaskan
setiap hari
Inflatable Mengisi ruang Semua prolaps Perlu dilepaskan
setiap hari

Komplikasi tersering dari pemasangan pesarium adalah iritasi dari


mukosa vagina yang bersifat hipoestrogen sehingga menimbulkan duh tubuh,
bau busuk, ulserasi atau perdarahan.

5. Estrogen

18
- Estrogen diduga dapat mencegah atau membantu penatalaksanaan POP
bila dikombinasikan dengan intervensi lainnya melalui mekanisme
penguatan struktur penunjang dan mencegah penipisan jaringan vagina
dan panggul.
- Penggunaan estrogen lokal bersamaan dengan latihan otot dasar panggul
sebelum operasi dapat menurunkan insidensi sistitis pasca-operasi dalam
4 jam pasca operasi.
- Raloxifen oral dapat menurunkan kejadian operasi POP pada wanita di
atas 60 tahun, namun hal ini belum dapat dijadikan dasar rekomendasi
praktik.
6. Operatif
Pada saat ini teknik pembedahan untuk menangani prolaps uteri telah
banyak dikembangkan oleh para ahli, baik pervaginam, perabdominal
maupun melalui pendekatan laproskopi. Beberapa teknik ini antaranya adalah
sakrokolpopeksi, kuldoplasti, fiksasi ligamentum, sakrospinosum, suspense
uterosakral, kalpokleisis dan berbagai cara lainnya. (Doster, 2012).
Histerektomi dilakukan pada prolaps uteri tingkat lanjut (derajat III
dan IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan pada wanita yang telah
menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada
ligamentum rotundum kanan dan kiri atas pada ligamentum infundibulo
pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi untuk mengurangi atau menghilangkan gejala saluran
pencernaan seperti, sembelit, inkontinensia flatus, urgensi tinja, kesulitan
dalam mengosongkan rektum atau gejala yang berhubungan dengan
gangguan buang air besar dan untuk mencegah prolaps uteri di kemudian hari
(Detollenaere et, al 2011).
Tujuan utama dari terapi pembedahan adalah untuk menghilangkan
gejala. Secara umum pembedahan ditawarkan kepada pasien yang telah
menjalani terapi konservatif tetapi gagal maupun tidak merasa puas dengan
hasilnya, atau pada pasien yang tidak ingin menjalankan terapi konservatif.
Histerektomi lebih disukai oleh wanita menopause yang aktif secara seksual.

19
Histerektomi saat ini merupakan metode pengobatan terkemuka untuk pasien
prolaps uteri simtomatik di Netherlands (Detollenaere et, al 2011).

I. Pencegahan Prolaps Uteri


1. Kegel Exercise
Kegel exercise adalah suatu rangkaian latihan yang didesain untuk
memperkuat otot-otot dasar panggul. Keberhasilan latihan ini bergantung
pada teknik yang benar dan program latihan yang teratur. Kegel exercise juga
dapat membantu penderita prolaps uteri atau inkontinensia urin karena stress.
Saat hamil dan melahirkan, otot dasar panggul dapat teregang dan melemah,
sehingga kelemahan dasar panggul dapat saja menimbulkan satu atau
beberapa organ panggul longgar (prolaps).
Kegel exercise berfungsi mempersiapkan otot-otot dasar panggul
untuk memiliki kekuatan mengejan tinggi saat proses melahirkan. Selain itu,
kegel exercise membantu otot-otot dasar panggul relaksasi kembali ke bentuk
dan kekuatan alamiahnya setelah proses persalinan. Kelemahan otot dasar
panggul dikaitkan dengan adanya kerusakan otot dasar panggul selama
persalinan dengan gejala seperti inkontinensia urin, inkontinensia fekal,
inkontinensia alvi, prolaps uteri dan disfungsi seksual. Kegel exercise
merupakan teknik latihan yang tujuannya menguatkan otot dasar panggul
yang menyokong uretra, kandung kemih, uterus dan rectum.
Kegel exercise baik dilakukan setiap hari karena mampu menguatkan
otot vagina, mengatasi inkontinensia urin, meningkatkan tonus dan kekuatan
otot lurik uretra dan periuretra dan meningkatkan elastisitas otot panggul
sehingga dapat mencegah prolaps uteri.

J. Komplikasi
a. Keratinisasi mukosa vagina dan portio uteri
Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya dinding vagina (inversio);
karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta
berkerut, dan berwarna keputih-putihan.
b. Dekubitus

20
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan
paha dan pakaian dalam; hal itu dapat menyebabkan luka dan radang,
dan lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian,
perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita
berusia lanjur.
c. Hipertropi serviks uteri dan elongasioa koli
Jika serviks uteri turun ke dalam vagina sedangkan jaringan penahan
dan penyokong uterus masih kuat, karena tarikan ke bawah di bagian
uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah, serviks uteri
mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini
dinamakan elongasio kolli.
d. Gangguan miksi dan stress inkontinensia
e. Infeksi saluran kencing
Prolaps uteri sering menyebabkan inkontinensia urin yang akan
meningkatkan resiko infeksi saluran kemih.
f. Infertilitas
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau
sama sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
g. Gangguan partus
h. Hemoroid
i. Inkarserasi usus

K. Prognosis
Sebagian besar wanita (lebih dari 40%) yang mempunyai prolaps derajat
awal biasanya timbul gejala minimal atau tidak terdapat gejala sama sekali.
Latihan otot dasar panggul dapat membantu atau mencegah perburukan prolaps
derajat awal.

21
BAB IV

ANALISIS KASUS

Sebuah kasus seorang P10A1, 74 tahun, datang dengan rujukan RS Panti


Waluyo dengan keterangan rujukan prolaps uteri. Pasien mengeluhkan adanya
benjolan yang keluar dari jalan lahir. Benjolan keluar saat betuk, berjalan, berdiri,
dan mengejan. Pasien juga mengeluhkan benjolan tersebut membuat BAK dan
BAB terhambat. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis dengan prolaps uteri grade IV, sistokel grade III,
rectokel grade III. Pasien mendapatkan terapi histerektomi dan kolporafi anterior
posterior.
Prolaps uteri adalah turunnya uterus ke dalam introitus vagina yang
diakibatkan oleh kegagalan atau kelemahan dari otot panggul, ligamentum dan
jaringan penyokong (fasia). Penurunan uterus sampai dengan setengah jarak menuju
himen (stadium I), ujung prolaps turun sampai dengan himen (stadium II), ujung
prolaps setengahnya sampai diluar vagina (stadium III), ujung prolaps lebih dari
setengahnya ada diluar vagina (stadium IV).
Faktor penyebab prolaps uteri tersering adalah menapouse dan riwayat
persalinan. Pada pasien resiko prolaps uteri sangat besar dikarenakan pasien sudah
mengalami menapous selama ± 25 tahun. Saat menapouse, hormone estrogen telah
berkurang sehingga otot dasr panggul menjadi atrofi dan melemah. Status paritas
pasien, P10A1 juga meningkatkan resiko prolaps uteri, dikarenakan semakin sering
melahirkan membuat elastisitas otot panggul semakin menurun. Faktor tersebut
dapat juga ditambah dengan faktor persalinan lama yang sulit, meneran sebelum
pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada kala dua, penatalaksanaan
pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot panggul yang tidak baik.
Pada kasus ini, terapi yang diberikan kepada pasien antara lain berupa terapi
histerektomi. Terapi ini dipilih karena pasien didiagnosis prolaps uteri grade IV
dengan sitokel grade III dan rectokel grade III. Pasien juga mendapatkan terapi
kolporafi anterior dan posterior. Dilakukan untuk koreksi sistokel dan pergeseran
urethra. Tindakan berupa memperbaiki fascia puboservikal untuk menyangga

22
vesica urinaria dan urethra dan untuk koreksi enterokel.
Selama dirawat di rumah sakit, pasien terus dipantau serta dijaga keadaan
umum. Sebelum tindakan dilakukan, pasien dan keluarga diminta untuk
menandatangani informed consent sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga sudah
memahami tujuan, indikasi, prosedur, risiko, dan komplikasi dari tindakan setelah
diberi penjelasan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Silwal M et all. (2016). Prevalence and Factors Affecting Women with Uterine
Prolapse in Lekhnath, Kaski, Nepal. Nepal. Journal of Gandaki Medical
College-Nepal Vol 09 : 02
Detollenaere RJ, Boon J, Stekelenburg J, Alhafidh AH, Hakvoort RA, et al.
Treatment of Uterine Prolapse Stage 2 or Higher: A Randomized Multicenter
Trial Comparing Sacrospinnosus Fixation with Vaginal Hysterectomy (SAVE
U Trial). BMC Womens Health Journals 2011.\
Himpunan Uroginekologi Indonesia-POGI. (2013). Panduan Penatalaksaan Prolaps
Organ Panggul. Jakarta.
Pelvic Organ Prolaps; A Guide for Women. International Urogynecological
Association 2011. [article in the internet]. [cited on Mar 2, 2015]; 335:819-
823. Available from:
http://c.ymcdn.com/sites/www.iuga.org/resource/resmgr/brochures/eng_po
p.pdf.
Doster M, Putu. (2012). Sakrokolpopeksi dengan Laparoskopi untuk Penanganan
Prolaps Organ Panggul. Tesis. FK Univesitas Udayana Bali.

24

Anda mungkin juga menyukai