JL. Arief Rahman Hakim No 1 Tlp. 0771-24086 Fax 0771- 312060 Tanjungpinang Kepulauan Riau Kode Pos 29124 Email : poltekkestanjungpinang@yahoo.co.id REVISI :
STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI LABORATORIUM JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D III KEPERAWATAN
PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK TELINGA
STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR PENGERTIAN Suatu tindakan yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada tanda ketidak normalan pada pemeriksaan telinga 1. Melakukan inspeksi aurikula, posisi telinga dan mastoid. 2. Melakukan pemeriksaan meatus auditorius externus dengan otoskop. TUJUAN 3. Melakukan pemeriksaan membran timpani dengan otoskop. 4. Menggunakan lampu kepala. KEBIJAKAN Pasien yang memerlukan pemeriksaan telinga 1. Otoskop 2. Lampu kepala PERALATAN 3. Cermin kepala 4. Garpu tala PROSEDUR PELAKSANAAN Teknik Pemeriksaan
1. Menjelaskan kepada pasien jenis dan prosedur
pemeriksaan yang dilakukan. 2. Mencuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan. 3. Melakukan inspeksi dan palpasi telinga luar: a. Pasien dipersilahkan duduk di kursi periksa. b. Pemeriksa duduk di samping pasien dengan posisi mata pemeriksa setinggi telinga pasien yang akan diperiksa. c. Pemeriksa menggunakan lampu kepala. Pemeriksaan telinga dilakukan satu per satu, dimulai dari telinga kanan. d. Arahkan lampu kepala ke arah telinga yang akan diperiksa. e. Daun telinga yang normal diliputi oleh kulit yang halus, tanpa adanya kemerahan atau bengkak. f. Bila didapatkan kelainan seperti diatas, pemeriksa mempalpasi daerah kemerahan tersebut dengan punggung jari tangan untuk menilai apakah area tersebut lebih hangat dibandingkan dengan kulit sekitarnya. g. Bila terdapat bengkak, maka pemeriksa menggunakan jempol dan telunjukknya untuk menilai konsistensi dan batas benjolan. Saat melakukan pemeriksaan ini, amati wajah pasien untuk menilai adanya nyeri. h. Bila didapatkan anting atau pearcing di daun telinga atu liang telinga, palpasi juga area tersebut. i. Pemeriksa kemudian menginspeksi meatus auditorius eksternal. Normalnya bersih atau mungkin didapatkan sedikit serumen berwarna kuning kecoklatan. Nilai pula adakah cairan atau pus yang keluar dari liang telinga. j. Pemeriksa kemudian menekan tragus dan tanyakan kepada pasien apakah terdapat nyeri. k. Pegang puncak daun telinga pasien dengan jempol dan jari telunjuk dan tarik ke arah postero superior. Saat melakukan manuver ini bagian frontal meatus auditorius menjadi lebih mudah untuk diinspeksi. l. Nilai meatus auditorius. Kadang terdapat sedikit rambut, serumen kuning kecoklatan. Perhatikan bila ditemukan pembengkakan, kemerahan, atau terdapat lapisan selain serumen pada liang telinga. m. Tidak seperti pada pasien dewasa, pada anak, daun telinga ditarik ke arah anteroinferior untuk melihat meatus auditorius , karena adanya perbedaan anatominya.
4. Inspeksi dan palpasi prosesus mastoideus:
a. Pertama-tama pemeriksa menentukan letak prosesus mastoideus. Lokasinya berada di belakang daun telinga, sedikit ke arah atas. b. Saat inspeksi, nilai warna kulit yang diatas prosesus mastoideus. Perhatikan adanya kemerahan pada area tersebut. c. Palpasi prosesus mastoideus. Nilai adanya pembengkakan atau benjolan. Bila ada, periksa apakah benjolan tersebut mobile atau melekat pada dasarnya. d. Bila didapatkan kelainan, periksa juga suhu dan bandingkan dengan kulit sekitarnya.
5. Pemeriksaan meatus auditorius externus dan membran
timpani dengan otoskop: a. Posisi pasien dan pemeriksa seperti pada prosedur sebelumnya. b. Ambil otoskop dan pasang spekulum telinga dengan ukuran yang sesuai dengan telinga pasien. Pastikan lampu otoskop menyala. c. Saat memeriksa telinga kanan, pemeriksa memegang aurikula pasien dengan tangan kanan dan menariknya ke arah posterosuperior, sedangkan tangan kiri pemeriksa memegang otoskop. Pegang otoskop seperti memegang pinsil. d. Agar posisi tangan pemeriksa yang memegang otoskop stabil, tempelkan tangan di pipi pasien. e. Saat ujung spekulum berada di depan meatus auditorius, pemeriksa melihat melalui lensa dan dengan hati-hati memasukkan spekulum ke dalam meatus auditorius sehingga membuat pasien merasa nyaman. f. Nilai permukaan kulit pada meatus auditorius, nilai adakah kemerahan. Mungkin liang telinga dapat tertutup oleh serumen yang menumpuk atau telah mengeras. Apabila terlihat adanya pus, periksa apakah pus tersebut berasal dari dinding meatus auditorius atau dari struktur lain yang terletak jauh didalam liang telinga. g. Pada akhir meatus auditorius, pemeriksa dapat melihat membran timpani. Daerah membran timpani yang dapat terlihat melalui otoskop sekitar seperempat bagian dari seluruh permukaan membran timpani, oleh karena itu pemeriksa harus menggerakkan otoskop secara hati-hati untuk dapat mengeksplor sehingga seluruh permukaan membran dapat dinilai. h. Saat memeriksa membran timpani, pertama-tama pemeriksa menginspeksi pantulan cahaya. Karena membran timpani merupakan suatu struktur berbentuk kerucut, maka saat di sorot cahaya dari sudut yang miring, pantulannya berupa bentuk segitiga. Semakin mengerucut membran timpani, maka pantulan cahaya semakin menyempit, semakin datar membran timpani, pantulan cahayanya semakin lebar. i. Lebar dari pantulan cahaya memberikan informasi mengenai posisi membran timpani. Hal ini penting untuk mengetahui proses yang sedang terjadi di dalam telinga tengah. Apabila tekanan di dalam telinga tengah menurun karena disfungsi tuba eustachius, maka membran timpani akan tertarik ke dalam sehingga lebih mengerucut. Apabila terdapat banyak cairan atau pus di dalam telinga tengah, maka membran timpani akan terdorong lekuar sehingga lebih datar. j. Warna membrn timpani normalnya abu-abu seperti mutiara. Bila terjadi iritasi, karena inflamasi atau pada anak yang menangis, membran timpani dapat berwarna kemerahan. Sedangkan pada inflamasi berat, membran timpani dapat berwarna merah terang. k. Apabila terdapat akumulasi cairan didalam kavum timpani, maka membran timpani dapat berwarna kuning kecoklatan, ungu kebiruan sesuai dengan jenis cairan di belakangnya (glue ear). l. Membran timpani juga dapat ruptur akibat peningkatan tekanan yang hebat dari telinga tengah atau akibat kerusakan dari luar (memasukkan benda tajam, membersihkan telinga dengan benda keras). Hal ini disebut perforasi. Saat terjadi penyembuhan dapat terbentuk jaringan ikat. Baik perforasi maupun jaringan ikat ini dapat mempengaruhi getaran gendang telinga sehingga menyebabkan gangguan pendengaran.
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Telinga luar: Kelainan yang mungkin dapat ditemukan pada pemeriksaan aurikula antara lain: a) Tophus, akibat deposit kristal asam urat. b) Keloid, masa jaringan hipertrofi yang keras, berbentuk nodular, yang terjadi pada area yang pernah mengalami luka. c) Karsinoma sel skuamosa d) Karsinoma sel basal e) Nyeri saat aurikula dan tragus di gerakkan (nyeri tekan tragus) menunjukkan adanya otitis eksterna akut (inflamasi pada liang telinga), namun tidak terjadi pada otitis media. Nyeri dibelakang telinga dapat terjadi pada ototos media. 2. Meatus auditorius externus dan membran timpani: a) Pada otitis eksterna akut, kanalis auditorius membengkak, sempit lembab, pucat dan nyeri, dapat pula terlihat kemerahan. b) Pada otitis eksterna kronis, kulit dalam kanalis auditorius menebal, merah dan gatal. c) Pada otitis media akut purulen, membran menonjol dan berwarna merah, sedangkan pada efusi serosa berwarna pucat. d) Perforasi membran timpani terjadi akibat tekanan di dalam telinga tengah yang meningkat pada otitis media akut atau adanya trauma akibat benda asing dari luar. e) Timpanosklerosis: adanya bercak putih, luas pada bagian inferior membran timpani, dengan batas ireguler. Ciri khasnya berupa deposisi membran hialin pada lapisan membran timpani. - Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08. REFRENSI - Balai Pelatihan Kesehatan (BAPELKES) BATAM - Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary Examination. 2009.